Anda di halaman 1dari 11

NAMA : TSANIYA QALBI SAFIRA

NIM : 02011281924504

MATA KULIAH : PENGANTAR HUKUM INDONESIA (A)

SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA


Tata hukum Indonesia mulai ada sejak Indonesia lahir (18 agustus 1945) namun demikian
perjalanan sejarah tata hukum indonesia tidaklah dapat dilepaskan dari tata hukum yang
berlaku sebelumnya. Jika dilihat dari secara rinci maka sejarah tata hukum indonesia dapat
dikelompokkan ke dalam 2 fase besar :

1. Fase Kolonialisme
Masa dimana masuknya pengaruh asing ke wilayah nusantara, pada masa itu di
nusantara sudah berdiri kerajaan kecil maupun besar, antara lain kerajaan
Kutai,Tarumanegara,Mataram. Masing-masing kerajaan di wilayah Nusantara sudah
memiliki tata hukum masing-masing hanya saja tata hukum tersebut baru terbatas
pada aturan-aturan hukum yang berlaku di wilayah masing-masing kerajaan, sehingga
tata hukum antara satu kerajaan dengan kerajaan lain berbeda-beda.
2. Kolonialisme
Masa ini ditandai kedatangan bangsa-bangsa asing terutama dari Eropa ke wilayah
Nusantara antara lain bangsa Portugis,Belanda,Inggris,Jepang. Kedatangan bangsa
asing tersebut pada mulanya bertujuan untuk mengeksploitasi rempah-rempah dan
hasil bumi di Nusantara. Jika dikelompokkan secara garis besar tata hukum masa
kolonialisme dapat dibuat menjadi 4 kelompok
a. Masa VOC
VOC merupakan perusahaan dagang multi nasional yang pusat di Belanda,
sebagai sebuah perusahaan besar. VOC memiliki beberapa keistimewaan, hak
keistimewaan VOC disebut dengan hak octroi yaitu hak/keistimewaan yang
dimiliki VOC untuk memonopoli perdagangan, melakukan negosiasi memiliki
tentara dan menguasai pelabuhan-pelabuhan dagang. Banyak keistimewaan
VOC ini menyebabkan banyak ahli yang menyebutnya sebagai negara didalam
nergara. Pada saat kekuasaan VOC di Nusantara, wilayah Nusantara disebut
Hindia Belanda yang dipimpin oleh seorang Gubernur Jendral yang
berkedudukan di Batavia. Pada masa VOC hal-hal yang terkait pada hukum
tidak terlalu menjadi perhatian karena VOC lebih fokus kepada masalah
perdagangan untuk internal VOC sendiri berlaku hukum yang dibentuk oleh
para direksi VOC yang di Belanda. Namun disamping itu, pemerintah Belanda
memberi kewenangan kepada Gubernur Jenderal di Hindia Belanda, yang
pada masa itu di pegang oleh Gubernur Jenderal Peter Both untuk menyusun
peraturan-peraturan hukum di Hindia Belanda yang harus disesuaikan dengan
kebutuhan VOC pada tahun 1642 Gubernur berhasil menyelesaikan
penyusunan tersebut yang diberi nama Statuta Van Batavia yang kemudian
diperbaharui pada tahun 1766 dengan nama Statuta Batavia atau Niewe
Bataviase Statuten. Ketentuan ini berlaku di Hindia Belanda sampai berakhir
nya masa kekuasaan VOC yang ditandai dengan pembubaran VOC pada
tanggal 13 Desember 1799.
b. Masa Penajajahan Pemerintah Belanda
Sejak berakhirnya kekuasaan VOC pada tanggal 13 Desember 1799 dan
dimulainya Pemerintahan Hindia Belanda pada tanggal 1 Januari 1800, hingga
masuk pemerintahan Jepang banyak peraturan-peraturan perundang-undangan
yang telah dikeluarkan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Yang menjadi
pokok peraturan pada zaman Hindia Belanda adalah
 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (AV)
Peraturan ini dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 termuat dalam
Stb 1847 No.23. Dalam masa berlakunya AB terdapat beberapa
peraturan lain yang diberlakukan antara lain :
 Reglement of de Rechterlijk Organisatie (RO) atau peraturan
organisasi Pengadilan
 Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum
Sipil/Perdata (KUHS/KUHP)
 Wetboek van Koophandel (WvK) atau Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD)
 Reglement of de Burgerlijke Rechtsvordering (RV) atau
peraturan tentang Acara Perdata

Semua peraturan itu diundangkan berlaku di Hindia Belanda sejak


tanggal 1 Mei 1845 melalui Stb 1847 No.23.

(sumber)
https://ilhamendra.files.wordpress.com/2009/02/dikrat-phi-
sejarah.pdf

 Regering Reglement (RR)


 Pada masa ini dibentuk peraturan dasar pemerintah untuk
kepetingan daerah jajahan yang disebut dengan RR dan
berlaku sebagai UU yang kemudian diundangkan pada tanggal
1 Januari 1854 namun baru dapat diberlakukan tahun 1855.
 RR terdiri dari 8 bab dan 130 pasal yang intinya mengatur
tentang tata pemerintahan di Hindia Belanda sehingga RR
dianggap sebagai UUD pemerintah Hindia Belanda.
 Dalam pasal 75 RR dimuat politik hukum pemerintahan
jajahan terkait dengan tata hukum yang berlaku sejak 1 Januari
1920
 Pasal 75 RR baru mengalami perubahan asas terhadap
penentuan penghuni menjadi “pendatang” dan “yang
didatangi” yang penggolongannya dibagi 3 yaitu :
 Golongan Eropa
 Golongan Pribumi
 Golongan Timur Asing
 Indische Staatregelings (IS)
 Rencana perubahan RR telah muncul sejak tahun 1918 yang
ditandai dengan dibentuknya sebuah lembaga wakil rakyat
bagi bangsa Indonesia yang dinamakan Volksraad
 Rencana terebut baru terealisasi pada tanggal 1 Januari 1926
dengan nama Indische Staatregelings setelah sebelumnya di
tahun 1922 pemerintah Belanda mengalami perubahan UU
(Grondwet), yang inti perubahannya terutama menyangkut
kekuasaan raja di daerah jajahan.
 Aturan penggolongan penduduk sudah diatur pada mulanya di
pasal 75 RR. Namun pada masa IS diatur kembali dipasal 163
IS dan 131 IS yang mengatur penggolongan hukum bagi
penduduk.
 Pasal 131 IS menyatakan beberapa hal yakni :
 Menghendaki supaya hukum itu ditulis tetap didalam
ordonansi.
 Memberlakukan hukum belanda bagi warga negara
belanda yang tinggal di Hindia Belanda berdasarkan
asas konkordasi.
 Membuka kemungkinan untuk unifikasi hukum yakni
menghendaki penundukan bagi golongan pribumi dan
timur asing untuk tunduk kepada hukum eropa.
 Memberlakukan dan menghormati hukum adat bagi
golongan pribumi apabila masyarakat menghendaki
demikian.
 Pasal 163 IS membagi penduduk menjadi
 Golongan Eropa
 Golongan Timur Asing
 Golongan Pribumi
c. Masa penjajahan Jepang
Peraturan-peraturan yang digunakan untuk mengatur pemerintahan dibuat
dengan dasar “Gun Seirei” melalui Osamu Seirei nomor 1 tahun 1942
menentukan “bahwa semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum
dan undang-undang dari pemerintah yang dulu tetap diakui sah untuk
sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan pemerintahan militer”. Pasal
131 IS dan pasal 163 IS tetap berlaku. Kemudian dikeluarkan Osamu Seirei
nomor istimewa mengatur aturan-aturan pidana umum dan khusus serta Gun
Seirei no. 14 tahun 1942.
d. Masa pasca Kemerdekaan
 Orde Lama
Era Orde Lama tahun 1950-1959 adalah era di mana presiden
Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar
Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai
dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959. Sebelum Republik
Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-
besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui
perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia,
Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan
perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus
1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan
menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia
1950 yang menganut sistem kabinet parlementer. Pada waktu itu
konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru
sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini
belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno
menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR
hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.
Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang
membubarkan Konstituante. Pada masa itu juga, terjadi banyak
pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil.
Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini yaitu: Kabinet Natsir (1950-
1951), Kabinet Sukiman-Suwirjo (1951-1952), Kabinet Wilopo
(1952-1953), Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955), Kabinet
Burhanuddin Harahap (1955-1956), Kabinet Ali Sastroamidjojo II
(1956-1957) dan Kabinet Djuanda (957-1959). Pada zaman Orde
Lama ini, kekuasaan kehakiman dalam hal ini Kejaksaan dan
Pengadilan tidak mandiri oleh karena berada dibawah dibawah
kekuasaan eksekutif dalam hal ini Presiden Soekarno sebagai
pemimpin revolusi.
 Orde Baru
Orde Baru merupakan sebutan bagi masa pemerintahan Presiden
Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang
merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan
semangat koreksi total atas penyimpangan yang dilakukan oleh
Soekarno pada masa Orde Lama.

Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka
waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal
ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di
negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin
juga semakin melebar.
Zaman Orde Baru secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri
dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa
jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada
tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia
“bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan
melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB”, dan menjadi
anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun
setelah Indonesia diterima pertama kalinya. Pada tahap awal, Presiden
Soeharto.

Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai


tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur
administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli
ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif.
Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer,
khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini
mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat.
Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi
tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan
jurang pembangunan antara pusat dan daerah.

Soeharto menggunakan konsep pembangunan yang diadopsi dari


seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang
diusung Ali Moertopo, dengan merestrukturisasi politik dan ekonomi
dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan
pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan
Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital
internasional. Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi.
Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara
asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi,
yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka.
Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan
pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini
diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari
komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama
sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya
bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke
Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu
memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak
menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan
pemerintahan Indonesia. Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga
Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta
dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan
pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa
kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu
bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang
sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. Perkembangan hukum
pada masa Orde Baru ini mengalami pasang surut, akan tetapi patut
diingat bahwa system Pemerintahan Orde Baru memiliki kelebihan
yaitu menyukseskan transmigrasi, mempelopori keluarga Berencana
(KB), memerangi buta huruf, menyukseskan keamanan dalam negeri,
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia serta
menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.
Sedangkan kekurangan pada system Pemerintahan Orde Baru ini yaitu

1) Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme

2) Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya


kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian
disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat

3) Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena


kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua

4) Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para


transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup
besar pada tahun-tahun pertamanya

5) Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang


tidak merata bagi si kaya dan si miskin)

6) Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama


masyarakat Tionghoa)

7) Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan

8) Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran


dan majalah yang dibredel

9) Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara


lain dengan program “Penembakan Misterius”

10) Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke


pemerintah/presiden selanjutnya)
11) Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit
penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru
karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.

12) Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk


berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.

Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan


sebagai tanda berakhirnya masa Orde Baru, untuk kemudian
digantikan Era Reformasi“.

Perlu kita ketahui bahwa pada Masa Orde Baru adalah merupakan
masa-masa yang bersifat memaksakan kehendak serta bermuatan
unsur politis semata, untuk kepentingan Pemerintah pada masa itu.
Dan pada masa Orde Baru itu pulalah, telah terjadinya pembelengguan
disegala sector, dimulai dari sector Hukum/undang-undang,
perekonomian/Bisnis, Kebebasan Informasi/Pers dan lain-lain
sebagainya.
Dan untuk mengembalikan Citra Bangsa Indonesia yaitu sebagai
Negara Hukum terutama dalam dibidang hukum dan Politik, untuk
meyakinakan bahwa revolusi belum selesai, dan UUD 1945 dijadikan
landasan idiil/Konstitusional, dengan dikeluarkannya Surat Perintah
Sebelas Maret pada Tahun 1967 serta dibentuknya kabinet baru
dengan sebutan Kabinet Pembangunan yang merupakan sebagai titik
awal perubahan kebijakan pemerintah secara menyeluruh. Dengan
Ketetapan MPRS No. XX : menetapkan sumber tertib Hukum
Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangn
Republik Indonesia, harus melaksanakan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen yaitu Pancasila.
Pada pembangunan lima tahun yang merupakan sebagai Rule of Law
pada tahun 1969 merujuk kepada paragraf Pendahuluan Bab XIII
UUD 1945 bahwa Indonesia adalah negara yang berazas atas hukum
dan bukan negara yang berdasarkan atas kekuasaan belaka, dimana
Hukum di fungsikan sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat
proses pembangunan melakukan pendekatan baru yang dapat dipakai
untuk merelevansi permasalahan hukum dan fungsi hukum dengan
permasalahan makro yang tidak hanya terbatas pada persoalan
normative dan ligitigatif (dengan kombinasi melakukan kodifikasi dan
unifikasi hukum nasional).

Kontinuitas Perkembangan Hukum Dari Hukum Kolonial Ke Hukum


Kolonial yng dinasionalisasi, adalah pendayagunaan hukum untuk
kepentingan pembangunan Indonesia, adalah dengan hukum yang
telah diakui dan berkembang dikalangan bisnis Internasional (berasal
dari hukum dan praktek bisnis Amirika), Para ahli hukum praktek
yang mempelajari hukum eropa (belanda), dalam hal ini, mochtar
berpengalaman luas dalam unsur-unsur hukum dan bisnis
Internasional, telah melakukan pengembangan hukum nasional
Indonesia dengan dasar hukum kolonial yang dikaji ulang berdasarkan
Grundnom Pancasila adalah yang dipandang paling logis. Dimana
Hukum Kolonial secara formil masih berlaku dan sebagian kaidah-
kaidahnya masih merupakan hukum positif Indonesia berdasarkan
ketentuan peralihan, terlihat terjadi pergerakan kearah pola-pola
hukum eropa (belanda), yang mengadopsi dari hukum adat, hukum
Amirika atau hukum Inggris, akan tetapi konfigurasinya/pola
sistematik dari eropa tidak dapat dibongkar, hukum tata niaga atau
hukum dagang (Handels recht Vav koophandel membedakan hukum
sebagai perekayasa social atau hukum ekonomi. Dalam Wetboek Van
Koohandel terdapat pula pengaturan mengenai leasing, kondominium,
pada Universitas Padjadjaran melihat masalah hukum perburuhan,
agraria, perpajakan dan pertambangan masuk kedalam hukum
ekonomi, sedangkan hukum dagang (belanda) dikualifikasikan
sebagai hukum privat (perdata), khususnya hukum ekonomi
berunsurkan kepada tindakan publik-administratif pemerintah, oleh
karenanya hukum dagang untuk mengatur mekanisme ekonomi pasar
bebas dan hukum ekonomi untuk mengatur mekanisme ekonomi
berencana. Pada era Orde Baru pencarian model hukum nasional
untuk memenuhi panggilan zaman dan untuk dijadikan dasar-dasar
utama pembangunan hukum nasional., dimana mengukuhkan hukum
adat akan berarti mengukuhan pluralisme hukum yang tidak berpihak
kepada hukum nasional untuk diunifikasikan (dalam wujud
kodifikasi), terlihat bahwa hukum adat plastis dan dinamis serta selalu
berubah secara kekal. Ide kodifikasi dan unifikasi diprakasai kolonial
yang berwawasan universalistis, dimana hukum adat adalah hukum
yang memiliki perasaan keadilan masyarakat lokal yang pluralistis.
Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum kolonial yang bertentangan
dengan hukum adat adalah merupakan tugas dan komitmen
Pemerintah Orde Baru untuk melakukan unifikasi dan kodifikasi
kedalam hukum nasional.

Ide Law as a Tool of Social Engineering adalah untuk memfungsikan


hukum guna merekayasa kehidupan ekonomi nasional saja dengan
tidak melupakan hukum tata negara (terlihatlah mendahulukan
infrastruktut politik dan ekonomi.
 Reformasi
Istilah Reformasi pertama kali digunakan oleh Paus Gregorius VII,
yang artinya sebagai usaha untuk membentuk kembali. Menurut
Soetandyo Wignojosoebroto, reformasi tidak hanya dimaknai sebagai
usaha untuk membentuk kembali, melainkan sebagai usaha
melaksanakan perbaikan tatanan di dalam struktur.

Sedangkan tujuan reformasi yaitu untuk memperbaiki sistem hukum,


menegakkan supremasi hukum, sistem politik, agar dapat mencapai
tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi yakni
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur.
Reformasi ini diperlukan karena:

1) Orde baru telah membangun sistem politik monopoli dan


mempertahankan status quo.

2) Orde baru membatasi jumlah partai politik (2 partai politik dan


golkar)

3) Memelihara birokrasi yang otoriter

4) Membangun ekonomi klientelisme ekonomi pemerintah dan


swasta.

5) Melakukan represi ideologi serta penggunaan wacana otoriter.

Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya


saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan
digantikan wakil presiden BJ Habibie. Salah satu latar belakang
jatuhnya Pemerintahan Presiden Soeharto ini, yaitu terjadinya krisis
finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan
semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap
pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya
demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi
mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Pemerintahan Soeharto
semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang
kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan
mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan
yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih
untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Beberapa langkah perubahan diambil oleh Habibie, seperti liberalisasi


parpol, pemberian kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan
pencabutan UU Subversi. Walaupun begitu Habibie juga sempat
tergoda meloloskan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya, namun
urung dilakukan karena besarnya tekanan politik dan kejadian Tragedi
Semanggi II yang menewaskan mahasiswa UI, Yun Hap.
Pada pemilu tahun 1999, Abdurrahman Wahid terpilih sebgai Presiden
keempat RI. Dalam pemerintahanya banyak diwarnai dengan gerakan-
gerakan separatisme yang makin berkembang di Aceh, Maluku dan
Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman Wahid yang
ditentang oleh MPR/DPR. Selanjunya pada tahun 2004, Pemilihan
umum secara langsung untuk pertama kalinya dilakukan dan yang
terpilih ialah Presiden SBY yang kemudia juga terpelih untuk kedua
kalinya. Perbaikan dari sektor hukum yang terjadi pada masa ini juga
tidak terlalu memuaskan.

Jadi, sejarah hukum pada zaman reformasi ini lebih ditekankan pada
tereliminasi posisi ABRI di DPR, DPD menggantikan Utusan Daerah
dan Utusan golongan, Terbentuknya multi partai politik,
Terealisasinya penyelenggaraan otonomi daerah yang dititik beratkan
pada daerah Tk. II, MPR hanya sebagai forum pertemuan antara DPD
dan DPR, Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung serta
Terbentuknya lembaga hukum yang baru seperti MK, KPK dan KY.
Akan tetapi persoalan hukum yang lain yang mesti harus
disempurnakan kembali yaitu biaya demokrasi masih terlalu mahal,
Terjadi korupsi merajalela dimana-mana, Fungsi DPD sebagai wakil
daerah sangat terbatas, karena hanya beranggotakan 1/3 dari anggota
DPR, maka dalam voting “one man one voute”, tdk ada keseimbangan
dengan anggota DPR, Penegakan hukum belum mencerminkan jiwa
reformasi (terutama para aparat penegak hukum masih ada yang
bermetal korup) serta Pelaksanaan otonomi daerah yang berbasis pada
Bottom up, belum menunjukkan hasil yang maksimal.
(sumber)
https://dalitelaumbanua.wordpress.com/2012/05/30/sejarah-
hukum-di-indonesia/amp/
 Tata urutan perundang-undangan Indonesia
 Ketetapan MPRS (TAP.MPRS) TAP.MPRS NO.
XX/MPRS/1966 JO TAP MPR NO V/MPR/1973
sebagai berikut:
 UUD 1945
 TAP MPR
 Undang-undang
 Peraturan pemerintah pengganti undang-undang
(perpu).
 Peraturan Pemerintah (PP)
 Keputusan Presiden (KEPRES)
 Peraturan Pelaksana lainnya.
 Berubah / direvisi oleh TAP MPR NO. III/MPR/2000
menjadi :
 UUD 1945
 Ketetapan MPR (TAP MPR)
 Undang-undang
 Peraturan Pemerintah
 Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang
(PERPU)
 Keputusan Presiden (KEPRES)
 Peraturan Daerah.
 Direvisi lagi oleh PASAL 7 (1) UU NO 10 TAHUN
2004 :
 UUD
 UU/PERPU
 Peraturan Pemerintah
 PERPRESS
 PERDA (PEMPROV,KAB/KOTA,DESA).
 UU N0. 12 TAHUN 2011
 UUD 1945
 TAP MPR
 UU/Peraturan pemerintah pengganti UU
 Peraturan Pemerintah
 Peraturan Presiden
 Peraturan Daerah Provinsi
 Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Anda mungkin juga menyukai