NIM : 02011281924504
1. Fase Kolonialisme
Masa dimana masuknya pengaruh asing ke wilayah nusantara, pada masa itu di
nusantara sudah berdiri kerajaan kecil maupun besar, antara lain kerajaan
Kutai,Tarumanegara,Mataram. Masing-masing kerajaan di wilayah Nusantara sudah
memiliki tata hukum masing-masing hanya saja tata hukum tersebut baru terbatas
pada aturan-aturan hukum yang berlaku di wilayah masing-masing kerajaan, sehingga
tata hukum antara satu kerajaan dengan kerajaan lain berbeda-beda.
2. Kolonialisme
Masa ini ditandai kedatangan bangsa-bangsa asing terutama dari Eropa ke wilayah
Nusantara antara lain bangsa Portugis,Belanda,Inggris,Jepang. Kedatangan bangsa
asing tersebut pada mulanya bertujuan untuk mengeksploitasi rempah-rempah dan
hasil bumi di Nusantara. Jika dikelompokkan secara garis besar tata hukum masa
kolonialisme dapat dibuat menjadi 4 kelompok
a. Masa VOC
VOC merupakan perusahaan dagang multi nasional yang pusat di Belanda,
sebagai sebuah perusahaan besar. VOC memiliki beberapa keistimewaan, hak
keistimewaan VOC disebut dengan hak octroi yaitu hak/keistimewaan yang
dimiliki VOC untuk memonopoli perdagangan, melakukan negosiasi memiliki
tentara dan menguasai pelabuhan-pelabuhan dagang. Banyak keistimewaan
VOC ini menyebabkan banyak ahli yang menyebutnya sebagai negara didalam
nergara. Pada saat kekuasaan VOC di Nusantara, wilayah Nusantara disebut
Hindia Belanda yang dipimpin oleh seorang Gubernur Jendral yang
berkedudukan di Batavia. Pada masa VOC hal-hal yang terkait pada hukum
tidak terlalu menjadi perhatian karena VOC lebih fokus kepada masalah
perdagangan untuk internal VOC sendiri berlaku hukum yang dibentuk oleh
para direksi VOC yang di Belanda. Namun disamping itu, pemerintah Belanda
memberi kewenangan kepada Gubernur Jenderal di Hindia Belanda, yang
pada masa itu di pegang oleh Gubernur Jenderal Peter Both untuk menyusun
peraturan-peraturan hukum di Hindia Belanda yang harus disesuaikan dengan
kebutuhan VOC pada tahun 1642 Gubernur berhasil menyelesaikan
penyusunan tersebut yang diberi nama Statuta Van Batavia yang kemudian
diperbaharui pada tahun 1766 dengan nama Statuta Batavia atau Niewe
Bataviase Statuten. Ketentuan ini berlaku di Hindia Belanda sampai berakhir
nya masa kekuasaan VOC yang ditandai dengan pembubaran VOC pada
tanggal 13 Desember 1799.
b. Masa Penajajahan Pemerintah Belanda
Sejak berakhirnya kekuasaan VOC pada tanggal 13 Desember 1799 dan
dimulainya Pemerintahan Hindia Belanda pada tanggal 1 Januari 1800, hingga
masuk pemerintahan Jepang banyak peraturan-peraturan perundang-undangan
yang telah dikeluarkan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Yang menjadi
pokok peraturan pada zaman Hindia Belanda adalah
Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (AV)
Peraturan ini dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 termuat dalam
Stb 1847 No.23. Dalam masa berlakunya AB terdapat beberapa
peraturan lain yang diberlakukan antara lain :
Reglement of de Rechterlijk Organisatie (RO) atau peraturan
organisasi Pengadilan
Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum
Sipil/Perdata (KUHS/KUHP)
Wetboek van Koophandel (WvK) atau Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD)
Reglement of de Burgerlijke Rechtsvordering (RV) atau
peraturan tentang Acara Perdata
(sumber)
https://ilhamendra.files.wordpress.com/2009/02/dikrat-phi-
sejarah.pdf
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka
waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal
ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di
negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin
juga semakin melebar.
Zaman Orde Baru secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri
dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa
jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada
tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia
“bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan
melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB”, dan menjadi
anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun
setelah Indonesia diterima pertama kalinya. Pada tahap awal, Presiden
Soeharto.
Perlu kita ketahui bahwa pada Masa Orde Baru adalah merupakan
masa-masa yang bersifat memaksakan kehendak serta bermuatan
unsur politis semata, untuk kepentingan Pemerintah pada masa itu.
Dan pada masa Orde Baru itu pulalah, telah terjadinya pembelengguan
disegala sector, dimulai dari sector Hukum/undang-undang,
perekonomian/Bisnis, Kebebasan Informasi/Pers dan lain-lain
sebagainya.
Dan untuk mengembalikan Citra Bangsa Indonesia yaitu sebagai
Negara Hukum terutama dalam dibidang hukum dan Politik, untuk
meyakinakan bahwa revolusi belum selesai, dan UUD 1945 dijadikan
landasan idiil/Konstitusional, dengan dikeluarkannya Surat Perintah
Sebelas Maret pada Tahun 1967 serta dibentuknya kabinet baru
dengan sebutan Kabinet Pembangunan yang merupakan sebagai titik
awal perubahan kebijakan pemerintah secara menyeluruh. Dengan
Ketetapan MPRS No. XX : menetapkan sumber tertib Hukum
Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangn
Republik Indonesia, harus melaksanakan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen yaitu Pancasila.
Pada pembangunan lima tahun yang merupakan sebagai Rule of Law
pada tahun 1969 merujuk kepada paragraf Pendahuluan Bab XIII
UUD 1945 bahwa Indonesia adalah negara yang berazas atas hukum
dan bukan negara yang berdasarkan atas kekuasaan belaka, dimana
Hukum di fungsikan sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat
proses pembangunan melakukan pendekatan baru yang dapat dipakai
untuk merelevansi permasalahan hukum dan fungsi hukum dengan
permasalahan makro yang tidak hanya terbatas pada persoalan
normative dan ligitigatif (dengan kombinasi melakukan kodifikasi dan
unifikasi hukum nasional).
Jadi, sejarah hukum pada zaman reformasi ini lebih ditekankan pada
tereliminasi posisi ABRI di DPR, DPD menggantikan Utusan Daerah
dan Utusan golongan, Terbentuknya multi partai politik,
Terealisasinya penyelenggaraan otonomi daerah yang dititik beratkan
pada daerah Tk. II, MPR hanya sebagai forum pertemuan antara DPD
dan DPR, Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung serta
Terbentuknya lembaga hukum yang baru seperti MK, KPK dan KY.
Akan tetapi persoalan hukum yang lain yang mesti harus
disempurnakan kembali yaitu biaya demokrasi masih terlalu mahal,
Terjadi korupsi merajalela dimana-mana, Fungsi DPD sebagai wakil
daerah sangat terbatas, karena hanya beranggotakan 1/3 dari anggota
DPR, maka dalam voting “one man one voute”, tdk ada keseimbangan
dengan anggota DPR, Penegakan hukum belum mencerminkan jiwa
reformasi (terutama para aparat penegak hukum masih ada yang
bermetal korup) serta Pelaksanaan otonomi daerah yang berbasis pada
Bottom up, belum menunjukkan hasil yang maksimal.
(sumber)
https://dalitelaumbanua.wordpress.com/2012/05/30/sejarah-
hukum-di-indonesia/amp/
Tata urutan perundang-undangan Indonesia
Ketetapan MPRS (TAP.MPRS) TAP.MPRS NO.
XX/MPRS/1966 JO TAP MPR NO V/MPR/1973
sebagai berikut:
UUD 1945
TAP MPR
Undang-undang
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang
(perpu).
Peraturan Pemerintah (PP)
Keputusan Presiden (KEPRES)
Peraturan Pelaksana lainnya.
Berubah / direvisi oleh TAP MPR NO. III/MPR/2000
menjadi :
UUD 1945
Ketetapan MPR (TAP MPR)
Undang-undang
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang
(PERPU)
Keputusan Presiden (KEPRES)
Peraturan Daerah.
Direvisi lagi oleh PASAL 7 (1) UU NO 10 TAHUN
2004 :
UUD
UU/PERPU
Peraturan Pemerintah
PERPRESS
PERDA (PEMPROV,KAB/KOTA,DESA).
UU N0. 12 TAHUN 2011
UUD 1945
TAP MPR
UU/Peraturan pemerintah pengganti UU
Peraturan Pemerintah
Peraturan Presiden
Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.