SILABUS PIH

I. PENGANTAR : a. Sejarah
b.Istilah
c.Pengertian/Arti PIH
d.Tujuan
II. DISIPLIN HUKUM: a.Macam/Jenis Disiplin Hukum
b.Sifat Disiplin Hukum
c.Letak PIH dalam Disiplin Hukum
III. SUMBER HUKUM & BAHAN HUKUM
IV.ILMU TENTANG KAIDAH: a. Proses Terjadinya Kaidah
b. Kaidah Abstrak dan Kaidah Konkrit
c. Kaidah Hukum dan Kaidah Etika lainnya
d.Isi Kaidah
e.Sifat Kaidah; Fungsi dan Tujuan
f.Perumusan Kaidah
g.Penyimpangan Kaidah
i.Essensialia Kaidah
j.Penyataan Kaidah Hukum
h. Tanda-Tanda Penyataan Kaidah Hukum
l. Keberlakuan Hukum
k. Tanda-Tanda Penyataan Kaidah Hukum
l. Keberlakuan Hukum
V.ILMU TENTANG PENGERTIAN: a.Masyarakat Hukum
b.Subyek Hukum
c.Hak dan Kewajiban
d.Obyek Hukum
e.Peristiwa Hukum
f.Hubungan Hukum

VI.ILMU TENTANG KENYATAAN: a.Sejarah Hukum

b.Sosiologi Hukum
c.Antropologi Hukum
d.Psikologi Hukum
e.Perbandingan Hukum
VII.PARADIGMA HUKUM: a.Pengertian/Definisi Hukum
b.Pengertian-pengertian Dasar
c.Pembagian dan Sumber Hukum
d.Pembidangan Hukum
VIII.PENAFSIRAN
PENGANTAR ILMU HUKUM (PIH)

SEJARAH ISTILAH & ARTI PENGANTAR ILMU HUKUM. (Dudu, 2000)

• ISTILAH PENGANTAR ILMU HUKUM (PIH) PERTAMAKALI DIPERGUNAKAN
DI INDONESIA PADA TANGGAL 13 MARET 1946 KETIKA PERGURUAN
TINGGI GAJAH MADA DI DIRIKAN.
• PENGANTAR ILMU HUKUM MERUPAKAN TERJEMAHAN LANGSUNG DARI
MATA KULIAH “INLEIDING TOT DE RECHTSWETENSCHAP” YANG
DIBERIKAN DI RECHTSHOGE SCHOOL (RHS) ATAU SEKOLAH TINGGI
ILMU HUKUM DI BATAVIA PADA ZAMAN HINDIA BELANDA YANG DI
DIRIKAN PADA TAHUN 1924.

• PENGANTAR ILMU HUKUM ADALAH MATA KULIAH PRASYARAT BAGI

SEMUA MATA KULIAH KEAHLIAN HUKUM DAN TERMASUK DALAM
KELOMPOK MATA KULIAH DASAR KEAHLIAN (MKDK). SEBAGAI MATA
KULIAH DASAR KEAHLIAN,PENGANTAR ILMU HUKUM MEMBERIKAN
LANDASAN GUNA MENDUKUNG MATA KULIAH LAIN SEHINGGA DAPAT
MEMBANTU MEMUDAHKAN DAN MELANCARKAN STUDI

PENGANTAR ILMU DALAM ARTI LUAS BERMAKSUD MEMPELAJARI DASAR-

DASAR ATAU SENDI-SENDI HUKUM DI DALAM MENGANTARKAN ORANG
YANG MAU BELAJAR HUKUM KE ARAH HUKUM YANG SEBENARNYA.
DENGAN DEMIKIAN PENGANTAR ILMU HUKUM DALAM ARTI LUAS
ADALAH PENGANTAR ILMU HUKUM (GENERAL THEORY OF LAW) DALAM
ARTI SEMPIT DAN PENGANTAR HUKUM INDONESIA (IUS POSIVITUS, IUS
CONSTITUTUM, STELLIGRECHT)
PENGANTAR ILMU HUKUM MEMPERKENALKAN:
• KONSEP-KONSEP,
• GENERALISASI DAN TEORI HUKUM,
• PENGERTIAN DAN ASAS-ASAS HUKUM (GROND BEGRIPPEN & GROND
BEGINSELEN)

JADI PENGANTAR ILMU HUKUM ADALAH MATA KULIAH DASAR YANG BERTUJUAN
UNTUK MEMPERKENALKAN ILMU HUKUM SECARA KESELURUHAN SECARA GARIS
BESAR
HAKIKAT PENGANTAR ILMU HUKUM ADALAH SEBAGAI DASAR DARI PENGETAHUAN
HUKUM YANG MENGANDUNG PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR YANG MENJADI
AKAR DARI ILMU HUKUM. (JB DALYO DALAM DUDU 2000)

DALAM MEMPELAJARI PENGANTAR ILMU HUKUM AKAN BERHUBUNGAN DENGAN ILMU-

ILMU LAIN SEPERTI SEJARAH HUKUM, POLITIK HUKUM, ILMU HUKUM POSITIF,
SOSIOLOGI HUKUM DAN FILSAFAT HUKUM.
SEJARAH HUKUM (RECHTS GESCHIEDENIS) ADALAH SALAH SATU BIDANG STUDI HUKUM
YANG MEMPELAJARI PERKEMBANGAN DAN ASAL USUL HUKUM DALAM MASYARAKAT.
POLITIK HUKUM (RECHTS POLITIEK) ADALAH ILMU YANG MEMPUNYAI CIRI BERUPA
GAMBARAN KEGIATAN UNTUK MENENTUKAN ATAU MEMILIH HUKUM MANA YANG
SESUAI UNTUK MENCAPAI TUJUAN YANG DIKEHENDAKI OLEH MASYARAKAT.
POLITIK HUKUM MENCAKUP KEGIATAN-KEGIATAN MEMILIH NILAI-NILAI DAN MENETAPKAN
NILAI-NILAI (PURNADI PURBACARAKA DAN SOERJONO SOEKANTO DALAM DUDU 2000)
ILMU HUKUM POSITIF (POSITIVE RECHTSWETENSCHAP) ADALAH ILMU
PENGETAHUAN YANG MEMPELAJARI HUKUM YANG BERLAKU PADA SUATU
WAKTU DAN TEMPAT TERTENTU (LIVING LAW) ATAU SUATU TATA HUKUM
NEGARA TERTENTU.

SOSIOLOGI HUKUM (RECHTS SOCIOLOGIE) ADALAH SUATU CABANG ILMU

PENGETAHUAN YANG SECARA EMPIRIS DAN ANALITIS MEMPELAJARI
HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA HUKUM SEBAGAI GEJALA SOSIAL
DENGAN GEJALA-GEJALA SOSIAL LAINNYA.

FILSAFAT HUKUM (RECHTS FILOSOFIE) ADALAH REFLEKSI TENTANG HUKUM

YANG MEMPERMASALAHKAN HUKUM DARI PELBAGAI PERTANYAAN YANG
MENDASAR, SEPERTI:
- APAKAH HAKIKAT HUKUM (QUIT IUS)?
- APA DASAR-DASAR MENGIKATNYA HUKUM?
- MENGAPA HUKUM BERLAKU UMUM?
- BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA HUKUM DENGAN KEKUASAAN. MORAL
DAN KEADILAN?
 SEJARAH ISTILAH PIH

Enzyklopaedia der Rechtswissenschaft

Einfuhrung in die Rechtswissenschaft

Encyclopaedie der Rechtswissenschaft

Inleiding tot de Rechtswetenschap

pada Hoger Onderwijswet 1920

Inleiding tot de Rechtswetenschap pada

Rechtshoge School di Batavia 1924

Pengantar Ilmu Hukum pada Pergu ruan

Tinggi Gajah Mada pada 13 Maret 1946
PENGANTAR

PIH MEMPELAJARI/MEMAHAMI ASAS ILMU HUKUM.

PENGANTAR: MEMAHAMI ASAS ILMU PENGETAHUAN YANG TERSUSUN SECARA
SISTEMATIS.
APA ARTI HUKUM???

MENGAPA HUKUM SULIT DIDEFINISIKAN?

1. HUKUM MEMPUNYAI RUANG LINGKUP YANG LUAS: KARENA HUKUM ADA
DISETIAP/DISELURUH BIDANG KEHIDUPAN (POLITIK, EKONOMI DAN
SOSIAL).
2. HUKUM MEMPUNYAI BANYAK ASPEK (SEGI/DIMENSI/MATRA/ SUDUT).
1. ASPEK POLITIK; KARENA HUKUM DIBIKIN OLEH LEMBAGA POLITIK (UU
DIBUAT OLEH DPR BERSAMA PRESIDEN)
2. ASPEK PSIKOLOGI; KARENA HUKUM DIBIKIN OLEH JIWA MANUSIA.
3. ASPEK SOSIOLOGI; KARENA HUKUM ADA DI MASYARAKAT (UBI
SOCIETAS, UBI IUS)
4. KEBUDAYAAN;
Waluyadi (PIH dalam Perspektif Hukum Positif, 2001) mengatakan, hukum sulit
didefinisikan karena:

1. Hukum itu banyak segi dan meliputi segala larangan; bahwa tidak ada manusia
yang kepentingannya tidak tersentuh oleh keberadaan hukum. Artinya hukum tidak
hanya akan membicarakan tentang segala sesuatu yang diperbolehkan atau tidak
diperbolehkan, akan tetapi segala sesuatu yang menurut kepatutan dianggap sebagai
hal sebagai hal yang tidak patut, juga akan dilarang oleh hukum untuk dilakukannya.
Sementara pengertian apakah sesuatu itu patut atau tidak, akan sangat luas
cakupannya. Untuk kedua hal ini dapat disederhanakan bahwa hukum akan meliputi
segala larangan (Psl 362, 503 KUHP ttg ketertiban umum, Psl 1320 KUHPerdata ttg
syarat sah perjanjian, Psl 2 UUPerkawinan dst).
2. Hukum tidak dapat ditangkap oleh pancaindera dan abstrak; Meskipun hukum
tidak dapat dilihat dan ditangkap oleh pancaindra manusia, namun bukan berarti
identik dengan keberadaan sebuah angin. Sebab dalam situasi tertentu, hukum dapat
menjelma melalui sederetan pasal-pasal/undang-undang (Ontwikkeldeleek) maupun
berwujud sebagai aparat penegak hukum (The Man in the Street) dengan sarana dan
prasarana yang dapat dijadikan tempat bersidang. Jadi, keabstrakan dalam hukum
adalah tinjauan falsafah. Keberadaan sederetan pasal-pasal dalam undang-undang
ada yang bersifat umum dan adapula yang bersifat khusus, dalam arti langsung
menyentuh masyarakat dalam menyelesaikan kasus-kasus tertentu.
a. Undang-undang yang bersifat umum (in abstracto) dibentuk oleh lembaga yang
berwenang untuk itu.
b. Undang-undang yang bersifat khusus, yang langsung menyentuh masyarakat
secara khusus dalam menyelesaikan kasus-kasus tertentu (in concreto) akan dibentuk
oleh hakim, melalui putusannya.
Perpaduan antara sederetan pasal-pasal dalam undang-undang (Ontwikkeldeleek) dan
aparat penegak hukum (The Man in the Street) dengan baik akan menghasilkan
efektifitas hukum.
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa efektivitas hukum ditentukan oleh 5 faktor yaitu:
1. HUKUMnya,
2. PENEGAK HUKUMnya,
3. FASILITASnya,
4. KESADARAN HUKUM Masyarakat dan
5. BUDAYA HUKUM.

3. Hukum itu bersifat universal; Pemahaman hukum yang bersifat universal, akan
melahirkan hukum positif (ius constitutum). Mangapa? Karena setiap manusia
mempunyai berbagai kepentingan yang antara satu dengan lainnya tidak
selalu sama, sehingga apabila ada perselisihan tentang kepentingan tsb
diperlukan hukum yang lebih spesifik untuk menyelesaikannya.
Kenyataannyaa tidak satu hukumpun yang keberadaannya dapat diterima oleh
seluruh manusia di dunia. Oleh karena itu, biasanya hukum yang dibuat oleh
sekelompok orang tertentu pada saat tertentu, hanya akan berlaku bagi orang
tersebut dan diwilayahnya. (wilayah keberadaan pembuat UU)

Thomas Aquino berfikir alternatif tentang hukum yang bersifat universal melalui
HUKUM ALAM (LEX NATURALIS) dan mengatakan bahwa universalisasi
hukum hanya terbatas pada nilai-nilai yang terdapat didalamnya, seperti;
berbuat baik dan jauhi kejahatan, berbuatlah menurut akal sehat, cintailah
orang lain sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri dsb. Hubungannya
dengan keberadaan hukum positif, nilai-nilai tsb akan diadopsi kedalam
hukum tsb, dengan jalan memberikan sanksi hukum kepada barangsiapa yang
mengingkarinya.
PURNADI PURBACARAKA (DALAM DUDU 2000) JUGA MENGATAKAN
BAHWA HUKUM ITU BERSIFAT ABSTRAK, BANYAK SEGINYA DAN
LUAS CAKRAWALANYA, SEHINGGA TIDAK MUNGKIN MENYATUKAN
DALAM SATU RUMUSAN SECARA MEMUASKAN.
MAKA TEPATLAH YANG DIKATAKAN IMMANUEL KANT , “Noch suchen die
Juristen eine Definition zu ihren Begriffe von Recht”. SEDANGKAN
LEMAIRE DALAM BUKUNYA BERJUDUL Het recht in Indonesie
mengatakan “……De veelzijdigheid en veelomvattendheid van het recht
brengen niet alleen met zich, dat het onmogelijk is in een enkele definitie
aan te geven wat recht is” ARTINYA “HUKUM ITU BANYAK SEGINYA DAN
MELIPUTI SEGALA LAPANGAN. OLEH SEBAB ITU ORANG TIDAK
MUNGKIN MEMBUAT SUATU DEFINISI APA SEBENARNYA HUKUM
ITU”
I KISCH BERPENDAPAT, “OLEH KARENA HUKUM ITU TIDAK DAPAT
DITANGKAP PANCAINDERA, MAKA SUKAR MEMBUAT SUATU
DEFINISI HUKUM YANG MEMUASKAN UMUM. PENDAPAT INI
DIDUKUNG OLEH GUSTAV RADBRUCH DAN WALTHER
BURCKHARDT.
4. Hukum bersifat kontinyu; Hukum bukanlah suatu hal yang statis, hukum dari
waktu ke waktu senantiasa mengalami perubahan (Otje Salman, 1993). Hal ini
merupakan konsekuensi logis dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan
hukum itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain perkembangan
masyarakat karena terdapat hubungan timbal balik antara hukum dengan
masyarakat.
Hukum yang ada sekarang ini tidak muncul secara tiba-tiba begitu saja,
melainkan merupakan hasil dari suatu perkembangan itu sendiri (lihat Paradigma
Khun dalam Sosiologi Hukum)
5. Lingkup berlakunya hukum sangat luas; berkaitan dengan hak asasi manusia
yang merupakan hak dasar dengan segala dimensinya yang berlaku sejak lahir
sampai mati, maka hukum mengatur hak manusia sejak sebelum manusia lahir.
Artinya sebelum lahir manusia sudah menjadi subyek hukum apabila
kepentingan hukumnya menghendaki (dalam hal pewarisan), di bidang hukum
pidana kata-kata: Barangsiapa……...diartikan bahwa siapa saja.
6. Tidak semua hukum mempunyai sanksi; bahwa hukum itu ada yang bersanksi
ada yang tidak bersanksi. Yang dimaksud dengan sanksi hukum adalah akibat
yang ditimbulkan oleh hukum yang dikarenakan adanya perbuatan hukum yang
bersifat nestapa.
Definisi hukum yang diberikan oleh AM Sari Amin, SH menunjukkan adanya sanksi,
sementara Prof.Dr.Mochtar Kusumaatmadja, SH,LLM tidak menunjukan
adalanya sanksi, seperti yang kita baca dibawah ini:
Hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi
(SM Sari Amin).
Hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur
pergaulan hidup manusia dalam masyarakat, yang meliputi lembaga-lembaga
(institusi) dan proses-proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu
dalam kenyataa.
MASALAH YANG DAPAT DIKAJI OLEH ILMU HUKUM ADALAH
(SATJIPTO RAHARDJO):
1. MEMPELAJARI ASAS-ASAS HUKUM YANG POKOK
2. MEMPELAJARI SISTEM FORMAL DARI HUKUM
3. MEMPELAJARI KONSEP-KONSEP HUKUM DAN ARTI
FUNGSIONALNYA DALAM MASYARAKAT
4. MEMPELAJARI KEPENTINGAN-KEPENTINGAN SOSIAL
APASAJA YANG DILINDUNGI HUKUM
5. MEMPELAJARI APAKAH KEADILAN ITU DAN BAGAIMANA IA
DIWUJUDKAN MELALUI HUKUM
6. MEMPELAJARI PERKEMBANGAN HUKUM
7. MEMPELAJARI PEMIKIRAN-PEMIKIRAN HUKUM
8. INGIN MENGETAHUI TENTANG APA SESUNGGUHNYA
HUKUM ITU, DARI MANA DATANGNYA, APA YANG
DILAKUKANNYA DAN DENGAN CARA/SARANA APA
9. MEMPELAJARI BAGAIMANA SESUNGGUHNYA KEDUDUKAN
HUKUM ITU DALAM MASYARAKAT, BAGAIMANA HUBUNGAN
ATAU KETERKAITAN ANTARA HUKUM DENGAN SUB-SISTEM
LAIN DALAM MASYARAKAT, SEPERTI POLITIK, EKONOMI &
SOSIAL.
10. MEMPELAJARI KE-ILMUAN DARI ILMU HUKUM ITU SENDIRI
OLEH KARENA ITU, HAKIKAT ILMU HUKUM ADALAH INTER-
DISIPLINER KARENA ILMU HUKUM BERSINGGUNGAN
DENGAN ILMU-ILMU LAINNYA.
MENURUT SATJIPTO RAHARDJO (1980) DALAM BUKU
YANG BERJUDUL “HUKUM DAN MASYARAKAT”
MENGATAKAN BAHWA DALAM KENYATAAN SOSIAL,
PADA HAMPIR SETIAP BIDANG KEHIDUPAN
MASYARAKAT DIJUMPAI PERATURAN-PERATURAN
HUKUM.
FRIEDRICH CARL VON SAVIGNY MENGATAKAN: “HUKUM
MERUPAKAN KEHIDUPAN MANUSIA ITU SENDIRI” (DAS
RECHT IST DAS LEBEN DER MENSCHEN SELBT).
PIH MENGANTARKAN DAN MEMPERKENALKAN SENDI-
SENDI DASAR DARI HUKUM. SENDI-SENDI DASAR
YANG MENJADI FOKUS KAJIAN DARI PIH ADALAH:
• PENGERTIAN (YANG SERBA UMUM)
• KERANGKA (YANG SERBA DASAR)
• ASAS-ASAS (YANG SERBA POKOK)
PIH SEBAGAI CABANG ILMU PENGETAHUAN HARUS
MEMPERHATIKAN PERSYARATAN POKOK, YAITU
LOGIS, SISTEMATIS DAN METODIS SEHINGGA ILMU
HUKUM DAPAT DIUJI KEBENARANNYA.
HAL INI DISEBABKAN DALAM HUKUM TERDAPAT “RATIO
SCRIPTA” YAITU SUATU PENGGAMBARAN TERHADAP
SESUATU GEJALA HUKUM MELALUI ALUR BERPIKIR
SECARA RASIONAL (LOGIS), OLEH KARENA ITU HARUS
DIDUKUNG SUATU PEMAPARAN YANG RUNTUT
(SISTEMATIS) MELALUI PENDEKATAN TERTENTU
(METODIS).
DISIPLIN HUKUM SEBAGAI SISTEM AJARAN MENGENAI
HUKUM BAIK SEBAGAI SUATU YANG IDEAL (DAS SEIN/
APA YANAG SEHARUSNYA), DAN SUATU KENYATAAN
RIEL (DAS SOLLEN/APA YANG SENYATANYA).
ISTILAH HUKUM IDENTIK DENGAN ISTILAH: (DUDU, 2000)
• LAW (INGGRIS)
• DROIT (PERANCIS)
• RECHT (JERMAN)
• RECHT (BELANDA)
• DIRITO (ITALI)

HUKUM DALAM ARTI LUAS DAPAT DISAMAKAN DENGAN ATURAN, KAIDAH,

NORMA ATAU “UGERAN”, BAIK TERTULIS MAUPUN TIDAK TERTULIS, YANG
PADA DASARNYA BERLAKU DAN DIAKUI ORANG SEBAGAI PERATURAN YANG
HARUS DITAATI DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT DAN APABILA
DILANGGAR AKAN DIKENAKAN SANKSI.

ENSIKLOPEDI INDONESIA
“HUKUM MERUPAKAN RANGKAIAN KAIDAH, PERATURAN-PERATURAN, TATA
ATURAN, BAIK TERTULIS MAUPUN TIDAK TERTULIS, YANG MENENTUKAN
ATAU MENGATUR HUBUNGAN-HUBUNGAN ANTARA PARA ANGGOTA
MASYARAKAT.
PERBEDAAN RUMUSAN INI BAHWA ENSIKLOPEDI MENEKANKAN KEPADA
PROSES DAN PROSEDUR (KAIDAH, PERATURAN DAN TATA ATURAN) SERTA
PERBEDAAN ANTARA SUMBER HUKUM TERTULIS (UNDANG-UNDANG) DAN
KEBIASAAN (KAIDAH TIDAK TERTULIS)
LETAK PENGANTAR ILMU HUKUM DALAM DISIPLIN HUKUM

ILMU HUKUM:
ILMU TTG KAIDAH
ILMU TTG PENGERTIAN
ILMU TTG KENYATAAN

UMUM

FILSAFAT HUKUM

DISIPLIN HUKUM

POLITIK HUKUM:
TEKNOLOGI HUKUM
KHUSUS SEJARAH TATA HUKUM
DISIPLIN/SISTEM TATA
HUKUM
Definisi Hukum. LIHAT JUGA DUDU HAL 7)
1. E.Utrecht
Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur atau mengurus tata tertib
suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
2. Prof.Dr.Mochtar Kusumaatmadja, SH,LLM
Hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur pergaulan
manusia dalam masyarakat, yang meliputi lembaga-lembaga (institution) dan proses-
proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.
3. Aristoteles
Hukum adalah serangkaian peraturan-peraturan yang mengikat penguasa dan
masyarakat.
4. Prof.Dr.Bambang Poernomo, SH
Hukum adalah suatu rangkaian ugeran atau peraturan yang menguasai tingkah laku dan
perbuatan tertentu dari manusia dalam hidup bermasyarakat.
5. SM. Amin, SH
Hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan
sanksi-sanksi.
6. M.H.Tirtaatmadja, SH
Hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-
tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika
melanggar aturan-aturan itu- akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya
orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dsb.
7. J.C.T Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah
laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang
berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan,
yaitu dengan hukuman tertentu.
8. Prof.Mr. Van Vollenhoven
Hukum adalah suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus
menerus dalam keadaan bentur membentur tanpa henti-hentinya dengan
gejala-gejala lainnya.
9. Prof.Mr.E.M.Meyers
Hukum adalah setiap peraturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan
dan menunjukkan tingkah laku orang dalam masyarakat yang menjadi
pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
10. Immanuell Kant
Hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas
dari orang-orang yang satu, dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas
dari orang lain, menurut peraturan hukum tentang kemerdekaan.
11. Prof.Sudiman Kartonodiprodjo, SH
Hukum adalah sesuatu yang berkuasa bagi kehidupan manusia, dimana
manusia dengan manusia lainnya berhubungan untuk mencapai tata tertib di
dalamnya.
12. Grotius
Hukum adalah peraturan tentang perbuatan moral yang menjamin keadilan.
13. Leon Duguit
Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang
daya penggunaannya pada saat tertentu di indahkan oleh suatu masyarakat
sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar
menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran
itu.
 DISIPLIN HUKUM

DISIPLIN HUKUM LAZIMNYA DIARTIKAN SEBAGAI SUATU SISTEM AJARAN TENTANG

HUKUM BAIK SEBAGAI NORMA (KAIDAH) MAUPUN SEBAGAI KENYATAAN
(REALITAS SOSIAL). (DIKUTIP DARI BUKU DASAR-DASAR ILMU HUKUM, SAUT P.
PANJAITAN, 1998)

DISIPLIN HUKUM MENYOROTI HUKUM SEBAGAI SUATU YANG DICITA-CITAKAN ATAU

APA YANG SEHARUSNYA (DAS SOLLEN) MAUPUN SEBAGAI REALITAS ATAU
KENYATAAN/SENYATANYA (DAS SEIN).

UNDANG-UNDANG ADALAH CONTOH DARI SUATU HUKUM YANG DICITA-CITAKAN.

SEDANGKAN HUKUM SEBAGAI REALITAS (KENYATAAN) ADALAH PERILAKU ATAU
SIKAP TINDAK HUKUM SEHARI-HARI.

SEBAGAI NORMA/KAIDAH (HUKUM YANG DICITA-CITAKAN) MAKA NORMA ATAU KAIDAH

ADALAH DISIPLIN HUKUM YANG PERSKRIPTIF, SEDANGKAN SEBAGAI REALITAS
ATAU KENYATAAN, DISIPLIN HUKUM DISINI BERSIFAT DESKRIPTIF.
MACAM/JENIS DISIPLIN HUKUM:
1. NOMOTETIS, ADALAH SISTEM AJARAN YANG MENEMUKAN GENERALISASI
(ABSTRAK) KENYATAAN/GEJALA SOSIAL. (SOSIOLOGI, EKONOMI, ANTROPOLGI,
LINGUISTIK DSB)
2. SEJARAH, ADALAH SISTEM AJARAN YANG BERTUJUAN MEREKONSTRUKSI
KENYATAAN/GEJALA PADA MASA LALU.
3. FILSAFAT, ADALAH SISTEM AJARAN YANG MENGURAIKAN, MERANGKUM DAN
MENYERASIKAN NILAI-NILAI KEHIDUPAN DALAM BERBAGAI KONTEKS.
4. HUKUM, ADALAH SISTEM AJARAN YANG MENENTUKAN APAKAH YANG
SEHARUSNYA DILAKUKAN (PRESKRIPTIF) ATAU YANG SENYATANYA DILAKUKAN
(DESKRIPTIF).
ILMU-ILMU HUKUM MENCAKUP ILMU TENTANG KAIDAH (NORM WISSENSCHAFT/
SOLLEN WISSENSCHAFT), ILMU TENTANG PENGERTIAN (BEGRIJPEN
WISSENSCHAFT) DAN ILMU TENTANG KENYATAAN (TATSACHEN
WISSENSCHAFT).
GABUNGAN ILMU TENTANG KAIDAH DAN ILMU TENTANG PENGERTIAN
DISEBUT DENGAN DOGMATIK HUKUM (RECHTS DOGMATIEK).

SIFAT DISIPLIN HUKUM:

1. PRESKRIPTIF, YAITU SISTEM AJARAN YANG MENENTUKAN APA YANG SEHARUSNYA
DILAKUKAN (DAS SOLLEN)
2. DESKRIPTIF, YAITU SISTEM AJARAN YANG MENENTUKAN APA YANG SENYATANYA
DILAKUKAN DALAM MENGHADAPI GEJALA/KENYATAAN (DAS SEIN)
3. ANALITIS, YAITU SISTEM AJARAN YANG MEMAHAMI, MENGURAIKAN DAN MENGANALISIS
GEJALA/KENYATAAN YANG DIHADAPI.
HUKUM DAPAT DIKATEGORIKAN KE DALAM DISIPLIN PRESPEKTIF (MENENTUKAN APAKAH YG
SEHARUSNYA DILAKUKAN) DAN DESKRIPTIF (MENENTUKAN APAKAH YANG SENYATANYA
DILAKUKAN)
KARENA ILMU HUKUM MEMPUNYAI RUANG LINGKUP YANG LUAS, MAKA PENDEKATAN
YANG DILAKUKAN DALAM ILMU HUKUM ADALAH PENDEKATAN INTERDISIPLINER,
MULTI-DISIPLINER DAN TRANSDISIPLINER.

DIKAITKAN DENGAN PEMBIDANGAN TATA HUKUM, MAKA BIDANG TATA HUKUM YANG
ADA DAPAT DIKAJI OLEH ILMU-ILMU HUKUM, FILSAFAT DAN ILMU SOSIAL LAINNYA
SBB:
1. HUKUM TATA NEGARA : 1. ILMU NEGARA
2. ILMU POLITIK
3. SOSIOLOGI (POLITIK & HUKUM NEG)
4. ANTROPOLOGI (POLITIK)
5. PSIKOLOGI (KEKUASAAN)
2. HUKUM ADMINISTRASI NEGARA: 1. ILMU ADMINISTRASI
2.SOSIOLOGI (PEMERINTAHAN)
3. HUKUM PIDANA : 1. KRIMINOLOGI
2. SOSIOLOGI (HUKUM PIDANA)
3. ANTROPOLOGI (HUKUM)
4. HUKUM PRIBADI/PRIVAT/PERDATA: 1. PSIKOLOGI
2. SOSIOLOGI
3. ANTROPOLOGI
5. HUKUM HARTA KEKAYAAN (PERDATA): ILMU EKONOMI
6. HUKUM KELUARGA (PERDATA): 1. PSIKOLOGI
2. SOSIOLOGI
3. ANTROPOLOGI
7. HUKUM WARIS (PERDATA) : 1. PSIKOLOGI
2. SOSIOLOGI
3. ANTROPOLOGI
 UNSUR-UNSUR HUKUM
(GEGEVENS VAN HET RECHT)

1. UNSUR IDIEL, KARENA TERLETAK DALAM BIDANG YANG ABSTRAK

YANG TIDAK DAPAT DIRABA DENGAN PANCA INDERA, NAMUN
KEHADIRANNYA DAPAT DIRASAKAN.
UNSUR IDIEL TERDAPAT DALAM DIRI MANUSIA, TERDIRI DARI CIPTA,
KARSA DAN RASA.
UNSUR CIPTA, HARUS DIASAH, DILANDASI LOGIKA, BERASPEK
KOGNITIF (MEMPUNYAI METODIK, SISTIMATIK & PENGERTIAN).
MENGHASILKAN ILMU TENTANG PENGERTIAN.
UNSUR KARSA, HARUS DIASUH, DILANDASI ETIKA DAN BERASPEK
KONATIF.
UNSUR RASA, HARUS DIASIH, DILANDASI ESTETIKA DAN BERASPEK
AFEKTIF.
KARSA (ETIKA) DAN RASA (ESTETIKA) MENGHASILKAN NILAI, ASAS DAN
KAIDAH.
2. UNSUR RIEL, TERDIRI DARI MANUSIA, ALAM DAN KEBUDAYAAN. UNSUR
INI MENCAKUP ASPEK EKSTERN-SOSIAL DALAM PERGAULAN HIDUP
DALAM MASYARAKAT. UNSUR RIEL MENCAKUP ASPEK EKSTERN-
SOSIAL DALAM PERGAULAN HIDUP DALAM MASYARAKAT.
UNSUR RIEL, MELAHIRKAN ILMU TENTANG KENYATAAN.
 SUMBER-SUMBER HUKUM

SUMBER HUKUM ADALAH KENYATAAN-KENYATAAN YANG MENIMBULKAN HUKUM

YANG BERLAKU DAN MENGIKAT SETIAP ORANG.
SUMBER HUKUM DIBEDAKAN ATAS:
1. SUMBER HUKUM DALAM ARTI FORMAL
MENGKAJI PROSEDUR ATAU TATA CARA PEMBENTUKAN SUATU HUKUM.
SUMBER HUKUM DALAM ARTI FORMAL DIBEDAKAN:
a. SUMBER HUKUM TERTULIS
* PERUNDANG-UNDANGAN
* YURISPRUDENSI
* TRAKTAT/PERJANJIAN
* DOKTRIN
b. SUMBER HUKUM TIDAK TERTULIS
* HUKUM KEBIASAAN
2. SUMBER HUKUM DALAM ARTI MATERIAL.
MENGKAJI FAKTOR-FAKTOR YANG TURUT MENENTUKAN ISI DARI HUKUM.
HUKUM DITENTUKAN OLEH 2 FAKTOR:
a. FAKTOR IDIEL; YAITU FAKTOR YANG BERDASARKAN KEPADA CITA-CITA
MASYARAKAT AKAN KEADILAN.
b. FAKTOR KEBUDAYAAN/SOSIAL KEMASYARAKATAN, ANTARA LAIN:
* STRUKTUR EKONOMI
* KEBIASAAN
* TATA HUKUM NEGARA LAIN
* AGAMA DAN KESUSILAAN
* KESADARAN HUKUM
 ANEKA CARA PEMBEDAAN HUKUM
MENURUT PURNADI PURBACARAKA & SOERJONO SOEKANTO, HUKUM DAPAT
DIBEDAKAN KE DALAM KLASIFIKASI SBB:
1. SEGI BENTUK
> HUKUM TERTULIS
> HUKUM TIDAK TERTULIS
2. SEGI ISI/HUBUNGAN HUKUM/KEPENTINGAN YANG DIATUR
> HUKUM PUBLIK
> HUKUM PRIVAT
3. SEGI KEBEDAAN EKSISTENSI
> HUKUM POSITIF (IUS CONSTITUTUM)
> HUKUM YANG DICITA-CITAKAN (IUS CONSTITUENDUM)
4. SEGI PEMBEDAAN WILAYAH BERLAKUNYA
> HUKUM ALAM; SEBAGAI HUKUM YANG BERLAKU DIMANA SAJA, KAPAN SAJA,
SIAPA SAJA YANG BERSIFAT UNIVERSAL (HAM)
> HUKUM POSITIF; HUKUM YANG BERLAKU PADA WAKTU DAN TEMPAT
TERTENTU (KUHP, KUHPERDATA, UUPERKAWINAN DLL)
5. SEGI SIFATNYA
> KAKU (RIGID) - HUKUM YANG BERSIFAT IMPERATIF
> LUWES (FLEXIBLE) - HUKUM YANG BERSIFAT FAKULTATIF
6. HUKUM SUBSTANTIF DAN HUKUM AJEKTIF
> HUKUM SUBSTANTIF ADALAH HUKUM YANG DILIHAT DARI ISINYA YANG
BERISIKAN PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN (HUKUM MATERIAL)
> HUKUM AJEKTIF ADALAH HUKUM YANG MENGATUR BAGAIMANA CARA
MELAKSANAKAN DAN MEMPERTAHANKAN HUKUM SUBSTANTIF (HUKUM
FORMAL/HUKUM ACARA)
7. HUKUM TERTULIS, TIDAK TERTULIS DAN TERCATAT.
 HUKUM SEBAGAI SISTEM KAIDAH
KAIDAH SEBAGAI PEDOMAN SIKAP-TINDAK ATAU PERIKELAKUAN DIPERLUKAN MANUSIA, KARENA
HASRAT MANUSIA UNTUK HIDUP LAYAK (BEHOORLIJK), PATUT, PANTAS DAN TERATUR.
TETAPI UKURAN DAN PANDANGAN MENGENAI KEHIDUPAN LAYAK, PATUT, PANTAS DAN TERATUR
ANTARA INDIVIDU TIDAKLAH SAMA, OLEH KARENA ITU DIPERLUKAN PEDOMAN ATAU
PATOKAN, AGAR KEHIDUPAN BERSAMA TERJAGA (PANTAS DAN TERATUR).
PEDOMAN/PATOKAN TSB ADALAH KAIDAH-KAIDAH YANG MENJADI PENGARAH HIDUP PRIBADI
(AGAMA & KESUSILAAN) DAN HIDUP ANTAR PRIBADI (KESOPANAN & HUKUM).
TUGAS KAIDAH HUKUM ADALAH PEMBERIAN KEPASTIAN HUKUM YANG BERTUJUAN TERJADINYA
KETERTIBAN DAN PEMBERIAN KESEBANDINGAN HUKUM YANG TERTUJU KEPADA
KETENANGAN ATAU KETENTRAMAN.

KETERTIBAN MEMPUNYAI CIRI-CIRI SBB; (CJM SCHUYT DLM SAUT P PANJAITAN, 1998)
1. DAPAT DIPROYEKSI SEBELUMNYA (VOORSPELBAARHEID)
2. KERJASAMA (COOPERATIE)
3. PENGENDALIAN THD KEKERASAN (CONTROLE VAN GEWELD)
4. KONSISTENSI (CONSISTENTIE)
5. TAHAN LAMA (DUURZAAMHEID)
6. STABILITAS (STABILITEIT)
7. HIERARKHI ( HIERARCHIE)
8. KOFORMITAS (CONFORMITEIT)
9. TIDAK ADANYA KONFLIK (AFWEZIGHEID VAN CONFLICT)
10. UNIFORMITAS (UNIFORMITEIT)
11. GOTONG ROYONG (GEMEENSCHAPPELIJKHEID)
12. TERATUR (REGLEMAAT)
13. DIDASARKAN KEPATUHAN (BEVEL)
14. BERPEGANG PADA TAHAP YANG TELAH DITENTUKAN (VILGORDE)
15. SESUAI DENGAN POLA (UITERLIJKE STIJL)
16. TERSUSUN (RANGSCHIKKING)
 ILMU TENTANG KAIDAH (NORM WISSENSCHAFT)

HUKUM SEBAGAI NORMA ATAU KAIDAH DITELAAH MELALUI ILMU TENTANG KAIDAH
(NORMWISSENSCHAFT), YANG MEMPELAJARI HUKUM SEBAGAI PEDOMAN,
STANDAR, PATOKAN, BAGAIMANA SEHARUSNYA MANUSIA BERSIKAP TINDAK
ATAU BERPERILAKU DALAM RANGKA MEMENUHI KEBUTUHAN
DASARNYA/POKOKNYA.

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA MENURUT MASLOW

1. FOOD, SHELTER, CLOTHING (SANDANG, PANGAN & PAPAN)
2. SAFETY OF SELF AND PROPERTY (JAMINAN THD KEPEMILIKAN)
3. SELF-ESTEEM (HARGA DIRI)
4. SELF-ACTUALIZATION (PENGEMBANGAN DIRI)
5. LOVE (CINTA KASIH)

PROSES TERJADINYA KAIDAH.

DALAM RANGKA MEMENUHI KEBUTUHAN DASARNYA (POKOK), MANUSIA SALING
BERINTERAKSI. DALAM BERINTERAKSI TIDAK JARANG TERJADI BENTURAN DAN
BAHKAN KONFLIK KARENA ADANYA BEDA KEPENTINGAN DAN PERBEDAAN
PERSEPSI MENGENAI HIDUP YANG LAYAK, PATUT ATAU SEYOGYANYA. OLEH
KARENA ITU DIBUTUHKAN SUATU PEDOMAN, STANDAR, ATAU PATOKAN, HAL INI
DISEBUT DG KAIDAH ATAU NORMA.
TIMBULNYA KAIDAH BERSUMBER DARI ADANYA HASRAT MANUSIA UNTUK HIDUP
LAYAK/PATUT/PANTAS/SEYOGYANYA (BEHOORLIJK)
MACAM KAIDAH
a. KAIDAH ASPEK HIDUP PRIBADI
1. KAIDAH KEPERCAYAAN (KESUCIAN HIDUP BERIMAN),
BERSUMBER DARI TUHAN.
2. KAIDAH KESUSILAAN (KEBERSIHAN & KEBAIKAN HATI NURANI),
BERSUMBER DR HATI NURANI MANUSIA.
b. KAIDAH ASPEK HIDUP ANTAR PRIBADI
3. KAIDAH SOPAN SANTUN (KESEDAPAN HIDUP BERSAMA/
PLEASANT LIVING TOGETHER), BERSUMBER TATA PERGAULAN
ANTAR MANUSIA DAN BERLAKUNYA TIDAK UNIVERSAL.
4. KAIDAH HUKUM (KEDAMAIAN HIDUP BERSAMA/ PEACEFULL
LIVING TOGETHER),
MASING-MASING KAIDAH MEMPUNYAI NILAI FUNDAMENTAL DAN NILAI
AKTUAL.

ISI DAN SIFAT KAIDAH HUKUM

KAIDAH HUKUM SEBAGAI SUATU PERUMUSAN NILAI-NILAI HUKUM
(WAARDERINGSOORDEEL) TENTANG BAGAIMANA SEHARUSNYA
MANUSIA BERSIKAP TINDAK (BERPERILAKU).
ISI KAIDAH SIFAT KAIDAH
1. SURUHAN (GEBOD) 1. IMPERATIF
2. LARANGAN (VERBOD)
3. KEBOLEHAN (MOGEN) 2. FAKULTATIF

KAITAN ANTARA ISI DAN SIFAT KAIDAH HUKUM ADALAH BAHWA KAIDAH
HUKUM YANG BERISI SURUHAN (GEBOD) DAN KAIDAH HUKUM YANG
BERISI LARANGAN (VERBOD) DALAM BAHASA BELANDA DISEBUT
DENGAN DWINGENDRECHT PADA UMUMNYA BERSIFAT IMPERATIF
(MENGIKAT/MEMAKSA), UMUMNYA ADA DI HUKUM PUBLIK KHUSUSNYA
HUKUM PIDANA, SEDANGKAN KAIDAH HUKUM YANG BERISI KEBOLEHAN
(MOGEN) DISEBUT DENGAN AANVULLENDRECHT BERSIFAT FAKULTATIF
(MENGATUR ATAU MENAMBAHKAN, UMUMNYA ADA DI HUKUM PRIVAT
KHUSUSNYA HUKUM PERDATA.
TUGAS KAIDAH HUKUM ADALAH MENCAPAI KEADILAN.
KEADILAN ADALAH
KESERASIAN ANTARA NILAI KEPASTIAN HUKUM (RECHTSZEKERHEID)
DENGAN KESEBANDINGAN HUKUM (BILLIJKHEID)
TUGAS KAIDAH HUKUM BERUPA KEADILAN ADALAH PEMBERIAN
KEPASTIAN HUKUM YANG TERTUJU PADA KETERTIBAN, DAN
PEMBERIAN KESEBANDINGAN HUKUM YANG TERTUJU PADA
KETENANGAN ATAU KETENTRAMAN
TUJUAN HUKUM ADALAH MENCAPAI KEDAMAIAN.
KEDAMAIAN MERUPAKAN PASANGAN ANTARA KETERTIBAN (EKSTERN ANTAR
PRIBADI) DENGAN KETENTRAMAN/KETENANGAN (INTERN PRIBADI).
BEBERAPA AHLI HUKUM BERPENDAPAT TENTANG TUJUAN HUKUM (WALUYADI,
2001) ANTARA LAIN:
1. Prof.J.Van Kant. TUJUAN AKHIR DARI HUKUM ADALAH DALAM RANGKA
MENJAGA KEPENTINGAN TIAP-TIAP MANUSIA SUPAYA KEPENTINGAN-
KEPENTINGAN TSB TIDAK TERGANGGU.
2. Prof..Subekti, SH. SASARAN ATAU TUJUAN HUKUM ADALAH HENDAKNYA
HUKUM TSB MENGABDI KEPADA TUJUAN NEGARA YANG PADA POKOKNYA
MENDATANGKAN KEMAKMURAN DAN KEBANGKITAN PADA RAKYATNYA.
3. E.Utrecht. TUJUAN HUKUM ADALAH DEMI ADANYA KEPASTIAN HUKUM.
4. Aristoteles. YANG MENJADI TUJUAN HUKUM ADALAH DALAM RANGKA
MEMENUHI RASA KEADILAN MASYARAKAT (MANUSIA)
5. Prof.Van Apeldoorn. TUJUAN HUKUM ADALAH MENGATUR PERGAULAN
MANUSIA SUPAYA DAMAI.
6. Hammoerabi. MENGHENDAKI AGAR TUJUAN DARI HUKUM ITU YANG KUAT
TIDAK AKAN MERUGIKAN YANG LEMAH.
7. Bellefroid. YANG MENJADI TUJUAN HUKUM ADALAH DALAM RANGKA
MENJAMIN ADANYA KEADILAN DAN KEFAEDAHAN.
8. Jeremy Bentham . HUKUM SEMATA-MATA MENGHENDAKI SESUATU HAL
YANG BERFAEDAH SESUAI DENGAN DAYAGUNA.
NEGARA IKUT BERTANGGUNG JAWAB UNTUK MEWUJUDKAN TUJUAN
HUKUM, SALAH SATU ALASAN BAHWA TUJUAN HUKUM DAPAT DICAPAI
ADALAH KARENA HUKUM DIBENTUK OLEH LEMBAGA YANG BERWENANG.
PERTANYAAN; MENGAPA KITA SEBAGAI WARGA NEGARA MENTAATI
HUKUM??? HAL INI DAPAT DIJAWAB MELALUI BEBERAPA TEORI
DIANTARANYA:(WALUYADI, 2001)
1. TEORI KEDAULATAN TUHAN; BAHWA NEGARA ADALAH MERUPAKAN WAKIL
TUHAN, SEHINGGA NEGARA MEMPUNYAI KEWENANGAN UNTUK
MENYELENGGARAKAN TATA TERTIB DI DUNIA INI. SEMENTARA HUKUM ITU
ADALAH PERINTAH TUHAN. MAKA MANUSIA MENTAATI HUKUM PADA
HAKEKATNYA MENTAATI PERINTAH TUHAN.
2. TEORI PERJANJIAN; PADA DASARNYA NEGARA BERHAK UNTUK MENJATUHKAN
HUKUMAN KEPADA SESEORANG (WARGA NEGARA) KARENA IA SENDIRI YANG
TELAH BERJANJI SECARA KOLEKTIF UNTUK MENTAATI HUKUM YANG DIBUAT
OLEH NEGARA. DASAR TEORI PERJANJIAN INI ADALAH ADANYA PERJANJIAN
MASYARAKAT DALAM MEMBENTUK NEGARA.
3. TEORI KEDAULATAN HUKUM; PADA DASARNYA SESEORANG MENTAATI
HUKUM OLEH KARENA HUKUM ITU BERASAL DARI PERASAAN HUKUM SEBAGIAN
MASYARAKAT, AKIBATNYA APABILA KITA TIDAK MENTAATI HUKUM MAKA AKAN
DIANGGAP TIDAK MENGIKUTI NORMA-NORMA KEBENARAN YANG DIANUT OLEH
MASYARAKAT.
4. TEORI KEDAULATAN NEGARA; PADA DASARNYA SESEORANG MENTAATI
HUKUM KARENA IA SENDIRI YANG MENGHENDAKINYA. SEMENTARA NEGARA
YANG MEMPUNYAI HAK KEKUASAAN SEKALIGUS MEMPUNYAI KEKUATAN UNTUK
MENYELENGGARAKAN HUKUM.
BEBERAPA DEFINISI KEADILAN MENURUT FILOSOF.
1. PLATO; KEADILAN ADALAH DIDASARKAN PADA INSPIRASI.
2. ARISTOTELES; MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALISA YANG
BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP KEADILAN.
3. THERASIMATIS; KEADILAN ADALAH SESUATU YANG MENJADI MILIK
ORANG YANG TERKUAT (JUSTICE IS THE INTEREST OF THE STRONGER)
4. CHEPALOS; KEADILAN ADALAH KEJUJURAN
5. CICERO; KEADILAN ADALAH KEBENARAN YANG HAKIKI ITU SENDIRI.
6. POLERNASCOS; KEADILAN ADALAH MEMBERI KEPADA YANG BERHAK
MENERIMANYA.
7. ULPIANUS; KEADILAN ADALAH PEMERAN YANG PASTI DAN MENGIKAT
UNTUK MEMBERIKAN SESUATU SETIAP ORANG ATAS KARYANYA.
8. THOMAS AQUINAS; KEADILAN ADALAH KEMAUAN UNTUK MEMBERIKAN
KEPADA ORANG ATAS HAKNYA.
9. RODOLF KRANENBERG; KEADILAN ADALAH KESEIMBANGAN ANTARA
HAK DAN KEWAJIBAN.
MENURUT ROBERT J.WICKS (SAUT P.PANJAITAN, 1998)
MENGATAKAN BAHWA KEADAAN TIDAK TENTRAM APABILA
PRIBADI MENGALAMI:
1. FRUSTASI
2. KONFLIK
3. KEKHAWATIRAN

PERUMUSAN KAIDAH HUKUM

KAIDAH HUKUM DAPAT DIRUMUSKAN SECARA HIPOTETIS DAN SECARA
KATEGORIS.
PERUMUSAN KAIDAH HUKUM SECARA HIPOTETIS ADALAH PERUMUSAN
KAIDAH HUKUM YANG MENUNJUKKAN ADANYA HUBUNGAN
BERSYARAT ANTARA KONDISI DENGAN KONSEKUENSI.(APABILA
SEORANG LAKI-LAKI HENDAK BERISTERI (KONDISI), MAKA IA HANYA
BOLEH MENIKAH DENGAN SEORANG PEREMPUAN SEBAGAI ISTERINYA
(KONSEKUENSI)
PERUMUSAN KAIDAH HUKUM SECARA KATEGORIS, TIDAK MENUNJUKKAN
HUBUNGAN BERSYARAT ANTARA KONDISI DENGAN KONSEKUENSI.
(SEORANG LAKI-LAKI PADA ASASNYA HANYA BOLEH MEMPUNYAI
SEORANG ISTERI)
PERUMUSAN KAIDAH HUKUM SECARA HIPOTETIS DAN KATEGORIS
MERUPAKAN KONSEP IMMANUEL KANT MENGENAI “IMPERATIF” YANG
BERARTI PERINTAH ATAU KEHARUSAN.
PERINTAH ATAU KEHARUSAN IMPERATIF YANG HIPOTETIS MERUPAKAN
SUATU SIKAP-TINDAK/PERILAKU TERTENTU SEBAGAI ALAT DARI SUATU
TUJUAN. SEDANGKAN PERINTAH ATAU KEHARUSAN YANG KATEGORIS
MERUPAKAN SUATU TUJUAN DARI PERINTAH ITU SENDIRI.
KEDUA PERUMUSAN TSB MEMANG BERBEDA, TETAPI SAMA-SAMA
MENGHENDAKI ADANYA SUATU SIKAP-TINDAK/PERILAKU TERTENTU
YANG SIFATNYA IMPERATIF.
OLEH KARENA ITU MENURUT HANS KELSEN, PERINTAH YANG DIMAKSUD
OLEH KANT, BUKANLAH MERUPAKAN SUATU PERINTAH MORALITAS,
MELAINKAN BERSIFAT TEKNIS KETRAMPILAN SAJA (IMPERATIVE OF
SKILL), UNTUK KEPENTINGAN PRAKTIS (PRACTICAL NECESSITY). SEBAB
HANYA BERISIKAN HUBUNGAN “ALAT-TUJUAN” YANG DISADARI OLEH
KANT SEBAGAI SUATU HUBUNGAN “SEBAB-AKIBAT” (KAUSALITAS SAJA).
OLEH KARENA ITU, HANS KELSEN HANYA MENGAKUI ADANYA
HUBUNGAN SUATU SIKAP TINDAK/PERILAKU TERTENTU SEBAGAI
KONDISI DENGAN SANKSI SEBAGAI SUATU KONSEKUENSI, YANG
DIDASARKAN PADA ADANYA SUATU MORALITAS ATAU HUKUM, SEBAGAI
PRODUK SUATU KAIDAH.
IMANUEL KANT: PERUMUSAN KAIDAH HUKUM DI DASARKAN PADA PRINSIP
KAUSALITAS/HUBUNGAN SEBAB AKIBAT.
HANS KELSEN: PERUMUSAN KAIDAH HUKUM DI DASARKAN PADA
PRINSIP IMPUTASI/KONDISI-KONSEKUENSI.
KELSEN HANYA MENGAKUI PERUMUSAN HIPOTETIS, KARENA
KAIDAH HUKUM YANG DIRUMUSKAN SECARA HIPOTETIS
MENGIKAT SECARA MORAL (PERINTAH SECARA MORAL),
SEDANGKAN PERUMUSAN SECARA KATEGORIS BERSIFAT
TEKNIS KETRAMPILAN (IMPERATIVE OF SKILL).
PERUMUSAN KAIDAH SECARA HIPOTETIS: PERUMUSAN KAIDAH
HUKUM YANG MENUNJUKKAN ADANYA HUBUNGAN BERSYARAT
ANTARA KONDISI DENGAN KONSEKUENSI.
NORMA UMUM (GENERAL NORM), SIFATNYA ABSTRAK.
PERUMUSAN KAIDAH SECARA KATEGORIS: PERUMUSAN KAIDAH
HUKUM YANG TIDAK MENUNJUKKAN ADANYA HUBUNGAN
BERSYARAT ANTARA KONDISI DAN KONSEKUENSI.

PERBEDAAN ANTARA PERUMUSAN KATEGORIS DAN HIPOTETIS

MENURUT HANS KELSEN TERLETAK PADA PERBEDAAN ANTARA
KAIDAH YANG DINYATAKAN MELALUI SIKAP TINDAK/PERILAKU
KEWAJIBAN YANG TIDAK DIKONDISIKAN DENGAN KEWAJIBAN
SESUAI DENGAN KONDISI TERTENTU.
ESENSIALIA KAIDAH HUKUM.
ESENSIALIA KAIDAH HUKUM ADALAH MEMBATASI ATAU MEMATOKI (BUKAN
MEMAKSA. SEBAB HUKUM SEBAGAI KAIDAH MERUPAKAN PEDOMAN
ATAU PATOKAN TENTANG BAGAIMANA SEHARUSNYA MANUSIA
BERPERILAKU DALAM HUKUM.
SIFAT MEMAKSA BUKAN ESENSI DARI KAIDAH HUKUM, YANG DAPAT
MENGADAAN PAKSAAN ADALAH “DIRI SENDIRI” (ADANYA KESADARAN
HUKUM) DAN “ORANG LAIN” (PETUGAS).
BEBERAPA TEORI YANG MEMBICARAKAN HAKEKAT HUKUM.
1. TEORI IMPERATIF, MENGANGGAP BAHWA HUKUM ITU IDENTIK DENGAN
PERINTAH. MAZHAB DAN ALIRAN YANG MENDUKUNG PANDANGAN INI
ADALAH ALIRAN HUKUM ALAM, ALIRAN POSITIFISME HUKUM DAN ALIRAN
PRAGMATICAL LEGAL REALISM
a. ALIRAN HUKUM ALAM; HUKUM ITU BERSIFAT KODRAT (KETETAPAN
SANG PENCIPTA) YANG BERSIFAT UNIVERSAL YANG MASA
BERLAKUNYA TIDAK TERBATASI OLEH RUANG DAN WAKTU (PERINTAH
TUHAN). PENGEMBANGAN TEORI INI ADALAH TEORI TEOKRASI
(MANUSIA YG MENTAATI HUKUM DIDASARKAN PADA PENATAATANNYA
KEPADA TUHAN)
b. ALIRAN POSITIFISME HUKUM; HUKUM ADALAH APA YANG
DIPERINTAHKAN OLEH NEGARA SEBAGAIMANA TERCANTUM DI DALAM
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
 c. ALIRAN PRAGMATICAL LEGAL REALISM; BAHWA SETIAP KEPUTUSAN
HAKIM DIANALOGIKAN DENGAN PERINTAH.
2. TEORI INDIKATIF; ASAL MULA HUKUM DIORIENTASIKAN KEPADA
JIWA DAN SEMANGAT KESADARAN HUKUM YANG ADA DI DALAM
MASYARAKAT. HUKUM TIDAK DICIPTAKAN MELAINKAN TUMBUH
DAN BERKEMBANG SEIRING DENGAN KEBUDAYAAN DAN
PERADABAN MASYARAKAT.
a. LEON DUGUIT; HUKUM ADALAH ATURAN TINGKAH LAKU PARA
ANGGOTA MASYARAKAT, ATURAN YANG DAYA
PENGGUNAANNYA PADA SAAT TERTENTU DIINDAHKAN OLEH
SUATU MASYARAKAT SEBAGAI JAMINAN DARI KEPENTINGAN
BERSAMA DAN JIKA DILANGGAR MENIMBULKAN REAKSI
TERHADAP ORANG YANG MELAKUKAN PELANGGARAN ITU.
b. VON SAVIGNY; BAHWA HUKUM ITU HARUS DIPANDANG
SEBAGAI PENJELMAAN DARI JIWA ATAU ROH DARI
MASYARAKAT. HUKUM YANG HIDUP (LIVING LAW)
3. TEORI OPTATIF; MENITIK BERATKAN PADA SEGI DAYA IKATNYA
(PERINTAH) DAN INDIKATIF MENUNJUKKAN PADA ASAL MULA
HUKUM. TEORI HUKUM OPTATIF MENGACU KEPADA TUJUAN
DARI HUKUM ITU SENDIRI.
 Penyimpangan Kaidah Hukum
Pengecualian (Dispensasi)
Pembenaran (Rechts vaardgingsgrond)
a. Noodtoestand
b. B. Wetteliejk voorschirft
Penyelewengan (Delict/Delik)
1. Pidana Strafbaarfeit/Peristiwa
Pidana/delik
2.Perdata
Bebas Kesalahan (schuld op Onrechtmatigedaad/Perbuatan
melawan hukum
Heffingsgrond)
3. Tata negara Excessde
Overmacht (Berat Lawan) Pouvo/pelampauan Kewenangan
4. Administrasi Negara Deteournement
Depouvour/Penyalahgunaan
Kewenangan
PENYIMPANGAN TERHADAP KAIDAH HUKUM PADA UMUMNYA DIKENAKAN
TINDAKAN HUKUM BERUPA SANKSI (ANCAMAN HUKUMAN), HAL INI SERING
DISEBUT DENGAN PENYELEWENGAN.
PENYELEWENGAN ADALAH PENYIMPANGAN TERHADAP KAIDAH HUKUM
TANPA ADANYA DASAR YANG SAH.
PENGECUALIAN/DISPENSASI ADALAH PENYIMPANGAN KAIDAH HUKUM YANG
TIDAK DIKENAKAN ANCAMAN SANKSI, BISA DISEBABKAN TERPENUHINYA
DASAR YANG SAH YANG MEMBENARKAN UNTUK MENGHAPUSKAN
(MENIADAKAN) HUKUMAN.

PENGECUALIAAN/DISPENSASI DAPAT DIBEDAKAN MENJADI:

a. PEMBENARAN (RECHTVAARDIGINGSGROND)
1. KEADAAN TERDESAK (NOODTOESTAND)
2. MENJALANKAN PERINTAH UNDANG-UNDANG (WETTELIJK
VOORSCHRIFT)
b. BEBAS KESALAHAN (SCHULDOPHEFFINGSGROND), MISALNYA ADALAH
DALAM HAL BERAT LAWAN (OVERMACHT)
BAIK PENGECUALIAAN YANG BERDASARKAN KEPADA PEMBENARAN DAN
BEBAS KESALAHAN PELAKUNYA SAMA-SAMA TIDAK DAPAT DIBERIKAN
SANKSI KARENA MEMPUNYAI DASAR PENGHAPUSAN HUKUMAN (STRAF
UIT LUITINGSGROND).
APA BEDA RECHT VAAR DIGINGSGROND DG SCHULDOPHEFFINGSGROND)???
PENYATAAN KAIDAH HUKUM
KAIDAH HUKUM MERUPAKAN PERUMUSAN HUKUM (RECHTSOORDEEL)
TENTANG BAGAIMANA SEHARUSNYA ORANG BERSIKAP-
TINDAK/BERPERIKELAKU MENURUT HUKUM. JADI SIFATNYA ABSTRAK
DAN IDEAL (DAS SOLLEN=APA YANG SEHARUSNYA.
PENYATAAN KAIDAH HUKUM MENYANGKUT KAIDAH HUKUM DALAM
KENYATAAN RIEL, YANG MERUPAKAN PERWUJUDAN HUKUM. DISINI KITA
BERBICARA MASALAH KENYATAAN HUKUM (RECHTSWERKELIJKHEID)

BEBERAPA PANDANGAN TENTANG PENYATAAN KAIDAH HUKUM:

• MACAM PENYATAAN KAIDAH HUKUM
a. KAIDAH HUKUM UMUM (GENERAL NORM/ABSTRAK), CONTOH
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (UU)
b. KAIDAH HUKUM INDIVIDUAL (INDIVIDUEEL NORM/KONKRET), CONTOH
KEPUTUSAN PENGADILAN (VONNIS), KEPUTUSAN PEMERINTAH
(BESHIKKING), PERJANJIAN DSB.
LOGEMANN MENGATAKAN BAHWA KAIDAH HUKUM SEBAGAI KENYATAAN
IDEAL DAPAT MENJADI KENYATAAN RIEL MELALUI PENYATAAN KAIDAH
HUKUM UMUM DAN KAIDAH HUKUM IDIVIDUAL.
• SAAT TERJADINYA (HUBUNGAN ANTARA PENYATAAN KAIDAH
HUKUM UMUM DAN PENYATAAN KAIDAH HUKUM INDIVIDUAL)
HANS KELSEN: PENYATAAN KAIDAH HUKUM UMUM MENDAHULUI
PENYATAAN KAIDAH HUKUM INDIVIDUAL. (PENYATAAN KAIDAH
HUKUM INDIVIDUAL BERDASARKAN KEPADA PENYATAAN KAIDAH
HUKUM UMUM)
TER HAAR: PENYATAAN KAIDAH HUKUM INDIVIDUAL
MENYIMPULKAN PENYATAAN KAIDAH HUKUM UMUM (PENYATAAN
KAIDAH HUKUM INDIVIDUAL ADA TERLEBIH DAHULU
(MENDAHULUI) PENYATAAN KAIDAH HUKUM UMUM.

• HUBUNGANNYA DENGAN KEBIASAAN

LOGEMANN: BAHWA PENYATAAN KAIDAH HUKUM DIIKUTI OLEH
KEBIASAAN (PENYATAAN KAIDAH HUKUM MENDAHULUI
KEBIASAAN)
TER HAAR: MELALUI SIKAP-TINDAK/PERILAKU KEBIASAAN TIMBUL
TERLEBIH DAHULU, KEMUDIAN BARU DIRUMUSKAN
(DIABSTRAKSI) KE DALAM PENYATAAN KAIDAH HUKUM.
(KEBIASAAN MENDAHULUI PENYATAAN KAIDAH HUKUM)
• SIFAT PENYATAAN KAIDAH HUKUM
a. KONSTRUKTIF (KREATIF), YAITU PENYATAAN KAIDAH HUKUM
YANHG LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG MERUPAKAN
PENYATAAN KAIDAH HUKUM INDIVIDUAL SEKALIGUS PENYATAAN
KAIDAH HUKUM UMUM.
b. EKSEKUTIF, YAITU PENYATAAN KAIDAH HUKUM DIMANA
PENYATAAN KAIDAH HUKUM INDIVIDUAL YANG BERDASARKAN
KEPADA KAIDAH HUKUM UMUM.

• TANDA-TANDA
TANDA-TANDA PENYATAAN KAIDAH HUKUM DAPAT:
a. BERWUJUD, BERUPA:
BAHAN-BAHAN RESMI TERTULIS (PER-UU-AN, VONIS HAKIM,
AKTE DLL);
RAMBU LALU LINTAS DAN
BENDA-BENDA SEPERTI PATUNG VROUWE JUSTITI/DEWI
KEADILAN. PATUNG DEWI THEMIS
b. TIDAK BERWUJUD; BERUPA SUARA (BUNYI PELUIT, SIRINE,
CAHAHA, MORSE)
BICARA TENTANG PENYATAAN KAIDAH HUKUM (UMUM DAN
INDIVIDUAL) HANS KELSEN MENGATAKAN BAHWA SUATU TATA
KAIDAH HUKUM TERDIRI DARI SISTEM PERTINGKATAN
TERTENTU, DIMANA KAIDAH YANG LEBIH RENDAH DIDASARKAN
KEPADA KAIDAH YANG LEBIH TINGGI.

GRUNDNORM (NORMA DASAR)

STAATSFUNDAMENTEEL
(KAIDAH DASAR NEGARA/UUD)

ABSTRACT NORM
(PERATURAN PER-UU-AN)

INDIVIDUEEL NORM
KEBERLAKUAN KAIDAH HUKUM.
ULRICH KLUG (SAUT P PANJAITAN, 1998) DALAM BUKUM BERJUDUL “RECHTSLUCKE
UND RECHTSGELTUNG” MEMBAGI SECARA RINCI 9 PENGERTIAN KEBERLAKUAN:
1. KEBERLAKUAN YURIDIS, YAITU DALAM PENGERTIAN “POSIVITAS” KAIDAH HUKUM
(HUKUM POSITIF), SIFATNYA NORMATIF.
2. KEBERLAKUAN ETIS, DALAM HAL SIFAT “MEWAJIBKAN” DARI SUATU KAIDAH
HUKUM, DAN CENDERUNG EVAKUATIF.
3. KEBERLAKUAN IDEAL, BILA SUATU KAIDAH HUKUM BERTUMPU PADA KAIDAH
MORAL YANG LEBIH TINGGI DAN CENDERUNG FILOSOFIS.
4. KEBERLAKUAN RIEL, JIKA ANGGOTA MASYARAKAT BERSIKAP-
TINDAK/BERPERILAKU SESUAI DENGAN KAIDAH HUKUM YANG ADA. SIFATNYA
EMPIRIS ATAU SOSIOLOGIS.
5. KEBERLAKUAN ONTOLOGIS YAITU JIKA KAIDAH HUKUM YANG BERSANGKUTAN
DIPOSITIFKAN OLEH PEMBENTUK UU YANG TIDAK DIDASARKAN PADA TUNTUNAN
FUNDAMENTAL DALAM PEMBENTUKAN KAIDAH HUKUM.
6. KEBERLAKUAN SOSIO-RELATIF YAITU DALAM HAL SUATU KAIDAH HUKUM YANG
TIDAK MEMILIKI KEBERLAKUAN YURIDIS, ETIS DAN RIEL, NAMUN MASIH
MENAWARKAN SESUATU KEPADA ANGGOTA MASYARAKAT.
7. KEBERLAKUAN DEKORATIF YAITU HANYA SEBAGAI LAMBANG.
8. KEBERLAKUAN ESTETIS YAITU JIKA SUATU KAIDAH HUKUM MEMILIKI ELEGANSI
TERTENTU.
9. KEBERLAKUAN LOGIKAL YAITU BILA SUATU KAIDAH HUKUM YANG SECARA
INTERNAL TIDAK BERTENTANGAN.
JJH BRUGGINK (SAUT P PANJAITAN, 1998) MEMBEDAKAN KEBERLAKUAN KAIDAH
HUKUM MENJADI:
1. KEBERLAKUAN FAKTUAL (EMPIRIS) TERJADI JIKA WARGA MASYARAKAT
MEMATUHI KAIDAH HUKUM. KEBERLAKUAN HUKUM FAKTUAL/EMPIRIS BERKAITAN
DENGAN EFEKTIVITAS HUKUM.
2. KEBERLAKUAN NORMATIF (FORMAL) DIDASARKAN KEPADA SISTEM
PERTINGKATAN HUKUM (HIERARKHIS), DIMANA KAIDAH HUKUM HARUS
BERDASARKAN KEPADA KAIDAH HUKUM YANG UMUM.
3. KEBERLAKUAN EVALUATIF, JIKA SUATU KAIDAH HUKUM ITU BERDASARKAN
ISINYA YANG DIPANDANG MEMPUNYAI NILAI, BAIK SECARA EMPIRIS (DITERIMA
MASYARAKAT), FILOSOFIS (ADANYA SIFAT MEWAJIBKAN SEHINGGA MEMPUNYAI
KEKUATAN MENGIKAT), DAN MATERIEL (ISI KAIDAH HUKUM DIANGGAP BENAR
SEHINGGA DIPATUHI).

LINGKUP KEBERLAKUAN KAIDAH HUKUM (AJARAN GEBIEDSLEER)

1. RUIMTEGEBIED (WILAYAH)
2. PERSONENGEBIED (PRIBADI/SUBYEK HUKUM)
3. TIJDSGEBIED (WAKTU)
4. ZAAKSGEBIED (IKHWAL ATAU URUSAN)

MENURUT GELDINSTHEORIE LANDASAN KEBERLAKUAN KAIDAH HUKUM DIDASARKAN

KEPADA:
1. LANDASAN YURIDIS 3. LANDASAN FILOSOFIS
2. LANDASAN SOSIOLOGIS
 ILMU TENTANG PENGERTIAN
BEGRIJPEN WISSENSCHAFT

ILMU PENGERTIAN (DALAM) HUKUM MEMPELAJARI PENGERTIAN-

PENGERTIAN DASAR/POKOK DALAM HUKUM.
PENGERTIAN (BEGRIJP) ADALAH ISI PIKIRAN (GEDACHTENINHOUD) YANG
DIMUNCULKAN OLEH SEBUAH PERKATAAN TERTENTU JIKA SEBUAH
OBYEK MEMPEROLEH PENAMAAN (PENYEBUTAN).
PENGERTIAN YANG DIMAKSUD DISINI TIDAK SAMA DENGAN DEFINISI.
DEFINISI ADALAH SEBUAH PENGERTIAN DENGAN SIFAT-SIFAT KHUSUS,
YANG MENGUNGKAPKAN ISI SEBUAH PERKATAAN.

ILMU TENTANG PENGERTIAN HUKUM, TIDAK BERMAKSUD MEMBERIKAN

BATASAN DEFINISI MENGENAI APAKAH HUKUM ITU JUGA TIDAK
BERMAKSUD MEMBAHAS PENGERTIAN HUKUM (ARTI HUKUM) YANG
DIBERIKAN OLEH MASYARAKAT.

PURNADI PURBACARAKA DAN SOERJONO SOEKANTO DALAM BUKU “SENDI-

SENDI ILMU HUKUM DAN TATA HUKUM” (1979) MENGATAKAN BAHWA
ADA 10 ARTI HUKUM YANG DIBERIKAN OLEH MASYARAKAT.
ARTI HUKUM YANG DIBERIKAN OLEH MASYARAKAT.
1. HUKUM SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN, DIBERIKAN OLEH KALANGAN ILMUWAN;
2. HUKUM SEBAGAI DISIPLIN, DIBERIKAN OLEH FILOSOF, TEORITISI DAN POLITISI
(POLITIK HUKUM);
3. HUKUM SEBAGAI KAIDAH, DIBERIKAN OLEH FILOSOF, ORANG YANG BIJAKSANA;
4. HUKUM SEBAGAI LEMBAGA SOSIAL, DIBERIKAN OLEH FILOSOF, AHLI SOSIAL
HUKUM;*
5. HUKUM SEBAGAI TATA HUKUM, DIBERITKAN OLEH DPR DAN EKSEKUTIF;
6. HUKUM SEBAGAI PETUGAS, DIBERIKAN OLEH PEDAGANG KAKI LIMA , PENGGUNA
JALAN,
7. HUKUM SEBAGAI KEPUTUSAN PENGUASA, DIBERIKAN OLEH PARA ATASAN DAN
BAWAHAN DALAM SUATU INSTANSI ATAU LEMBAGA NEGARA;
8. HUKUM SEBAGAI PROSES PEMERINTAHAN, DIBERIKAN OLEH ANGGOTA DAN
PIMPINAN EKSEKUTIF;
9. HUKUM SEBAGAI SARANA SISTEM PENGENDALIAN SOSIAL, DIBERIKAN OLEH
PARA PEMBENTUK DAN PELAKSANA HUKUM;*
10. HUKUM SEBAGAI SIKAP TINDAK ATAU PERILAKU YANG AJEG, DIBERIKAN OLEH
ANGGOTA MASYARAKAT DAN PEMUKA MASYARAKAT;
11. HUKUM SEBAGAI JALINAN NILAI-NILAI DIBERIKAN OLEH FILOSOF, TEORITISI (AHLI
YURISPRUDENSI)
12. HUKUM SEBAGAI SENI, DIBERIKAN OLEH MEREKA YANG PEKA TERHADAP
LINGKUNGANNYA’ AHLI KARIKATUR (OTJE SALMAN, YG DIKUTIP OLEH WALUYADI,
2001).
SISTEMATIKA PENGERTIAN DASAR ILMU HUKUM.
1. MASYARAKAT HUKUM; MASYARAKAT DIARTIKAN SEBAGAI SUATU
SISTEM HUBUNGAN YANG TERATUR. MAKA PENGERTIAN MASYARAKAT
HUKUM ADALAH SISTEM HUBUNGAN TERATUR DENGAN HUKUMNYA
SENDIRI. HUKUMNYA SENDIRI ADALAH HUKUM YANG TERCIPTA DI
DALAM, OLEH DAN UNTUK MASYARAKAT DALAM HUBUNGAN TSB.
HUBUNGAN DAPAT BERUPA RELASI (ABSTRAK) ATAU KOMUNIKASI
(KONKRET).
2. SUBYEK HUKUM; SETIAP PIHAK SEBAGAI PENDUKUNG HAK DAN
KEWAJIBAN
DARI HAKIKATNYA, SUBYEK HUKUM DIBEDAKAN ANTARA:
a. PRIBADI KODRATI (NATUURLIJKE PERSOON)
b. PRIBADI HUKUM (RECHTS PERSOON); YAITU SUATU KESATUAN
ORGANISASI, PENGURUS BESERTA HARTA KEKAYAANNYA BAIK YANG
BERSIFAT KEPERDATAAN (PRIVAT) MAUPUN KENEGARAAN (PUBLIK),
YANG DALAM LALU LINTAS HUBUNGAN HUKUM DIAKUI SEBAGAI
PENDUKUNG HAK DAN KEWAJIBAN.
TEORI YANG DIGUNAKAN DALAM MENENTUKAN PRIBADI HUKUM
ANTARA LAIN: TEORI FIKSI, TEORI HARTA BERTUJUAN, TEORI REALITAS
HUKUM, TEORI HARTA KEKAYAAN BERSAMA DAN TEORI ORGA.
c. TOKOH ATU PEJABAT (AMBTENAAR/AMBDRAGERS)
DARI SIFATNYA SUBYEK HUKUM TERDIRI DARI:
1. SUBYEK HUKUM MANDIRI; KARENA BERKEMAMPUAN PENUH UNTUK
BERSIKAP TINDAK/BERPERILAKU.
2. SUBYEK HUKUM TERLINDUNGI; KARENA DIANGGAP TIDAK MAMPU
BERSIKAP TINDAK/BERPERILAKU. SEPERTI BELUM CUKUP UMUR
(MINDERJARIG), ORANG GILA, PEMBOROS, PEMABUK YANG OLEH HUKUM
DITETAPKAN DI BAWAH SUATU PERWALIAN (CURATELE). MEREKA CAKAP
(ONBEKWAAMHEID).
3. SUBYEK HUKUM PERANTARA; MESKIPUN BERKEMAMPUAN PENUH
NAMUN SIKAP TINDAKNYA DIBATASI SEBATAS PIHAK YANG DIWAKILI
(DIANTARAINYA). MISAL KUASA HUKUM (PENGACARA)

PRIBADI HUKUM MENURUT TEORI FIKSI: MERUPAKAN SUATU ABSTRAKSI

(BUKAN HAL YANG KONKRET) DIMANA SUATU HUBUNGAN HUKUM HAK
DAN KEWAJIBAN YANG TIMBUL MEMBERI KEHENDAK BERKUASA
(WILSMACHT) KEPADA ORANG-ORANG YANG MENJADI PENGURUS.
PRIBADI HUKUM MENURUT TEORI HARTA BERTUJUAN: MENGATAKAN
BAHWA KEKAYAAN BADAN HUKUM ITU TIDAK TERDIRI DARI HAK-HAK
SEBAGAIMANA LAZIMNYA, YAITU TERLEPAS DARI WEWENANG YANG
MEMEGANGNYA (ONPERSOONLIJK SUBJEKLOOS)). INTINYA TIDAK
KEPADA SIAPAKAH SUBYEK HUKUM ITU, TETAPI KEKAYAAN TERSEBUT
DIURUS DENGAN TUJUAN APA (TERTENTU)
PRIBADI HUKUM MENURUT TEORI KENYATAAN YURIDIS: BADAN HUKUM
MERUPAKAN SUATU REALITAS SOSIAL, KONKRET, RIEL MESKIPUN TIDAK
BISA DIRABA.
PRIBADI HUKUM MENURUT HARTA KEKAYAAN BERSAMA: BAHWA BADAN
HUKUM MERUPAKAN SUATU KUMPULAN YANG MEMPUNYAI HARTA
BERSAMA DARI PENGURUSNYA, OLEH KARENA ITU MEREKA HARUS
BERTANGGUNG-JAWAB BERSAMA-SAMA.
PRIBADI HUKUM MENURUT TEORI ORGAN: SUATU ORGANISME YANG RIEL
YANG HIDUP DAN BEKERJA SEPERTI MANUSIA (BUKAN MERUPAKAN
KEKAYAAN/HAK)

3. HAK DAN KEWAJIBAN (DALAM ILMU PENGERTIAN)

HAK DAN KEWAJIBAN DIARTIKAN SEBAGAI PERANAN. PERANAN ADALAH
PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN. HAK ADALAH PERANAN YANG
BOLEH TIDAK DILAKSANAKAN (FAKULTATIF), SEDANGKAN KEWAJIBAN
MERUPAKAN PERANAN YANG HARUS DILAKSANAKAN (IMPERATIF).
HAK DAN KEWAJIBAN DIBEDAKAN MENJADI:
= HAK DAN KEWAJIBAN SEARAH (HUTANG-PIUTANG)
= HAK DAN KEWAJIBAN JAMAK ARAH/ABSOLUT (HAK NEGARA UNTUK
MENAGIH PAJAK, HAK UNTUK HIDUP, HAK ATAS KEHORMATAN, HAK ATAS
KEBEBASAN, HAK KEKELUARGAAN, HAK KEBENDAAN DLL.
4. PERISTIWA HUKUM
PERISTIWA HUKUM ADALAH PERISTIWA YANG AKIBATNYA DIATUR OLEH
HUKUM, ATAU SETIAP PERISTIWA YANG MEMPUNYAI AKIBAT HUKUM.
PERISTIWA HUKUM DAPAT DIKELOMPOKAN MENJADI 3:
a. PERISTIWA HUKUM KARENA “KEADAAN” (OMSTANDIGHEID)
1. ALAMIAH; SIANG DAN MALAM
2. KEJIWAAN; NORMAL DAN ABNORMAL (GILA DLL)
3. SOSIAL; KEADAAN DARURAT/PERANG, KEBAKARAN,
BANJIR, GEMPA DLL.
b. PERISTIWA HUKUM KARENA “KEJADIAN” (GEBEURTENIS);
KELAHIRAN, KEMATIAN, PERKAWINAN.
c. PERISTIWA HUKUM BERUPA “SIKAP TINDAK/PERILAKU” (GEDRAGING);
1. MENURUT HUKUM; HIBAH, MEMBUAT AKTE WARIS, PEMILU.
2. MELANGGAR HUKUM; PENYELEWENGAN DALAM KAIDAH (PELAMPAUAN
BATAS KEWENANGAN/EXCESS DE POUVOIR; PENYALAHGUNAAN
KEKUASAAN/DETOURNEMENT DE POUVOIR; PENYELEWENGAN
PERDATA/ONRECHTMATIGEDAAD; PERISTIWA PIDANA/DELIK/
STRAFBAARFEIT)
3. SIKAP TINDAK/PERILAKU LAINNYA; JUAL BELI DALAM HUKUM ADAT
(ZAAKSWAARNEMING VIDE PSL.1354 KUHERDATA)
5. HUBUNGAN HUKUM
HUBUNGAN HUKUM (RECHTSBETREKKING) ADALAH SETIAP HUBUNGAN
YANG TERJADI DALAM MASYARAKAT YANG DIBERI KUALIFIKASI OLEH
HUKUM SEBAGAI HUBUNGAN HUKUM, SEBAGAI IKATAN HAK DAN
KEWAJIBAN BAGI MASING-MASING PIHAK YANG MELAKUKANNYA.
HUBUNGAN HUKUM DIBEDAKAN:
1. a. HUBUNGAN SEDERAJAT (NEBENEINANDER); CONTOH DALAM HUKUM
PERDATA (JUAL-BELI), HUKUM KENEGARAAN DAN HUKUM
INTERNASIONAL (NEGARA – NEGARA).
1.b. HUBUNGAN BEDA DERAJAT (NACHEINANDER); CONTOH DALAM
HUKUM NEGARA (PENGUASA DG WARGA), HUKUM PERDATA (ORANGTUA
DG ANAK).
2.a. HUBUNGAN TIMBAL-BALIK; PARA PIHAK MEMPUNYAI HAK DAN
KEWAJIBAN.
2.b. HUBUNGAN TIMPANG; SALAH SATU PIHAK HANYA MEMPUNYAI HAK
DAN PIHAK LAIN HANYA MEMPUNYAI KEWAJIBAN
6. OBYEK HUKUM
OBYEK HUKUM ADALAH SEGALA SESUATU YANG MENJADI OBYEK DARI
HUBUNGAN HUKUM, PADA DASARNYA DAPAT NILAI YANG DILANDASI
OLEH ADANYA KEPENTINGAN (PUNYA NILAI EKONOMI/ DIHARGAI DENGAN
UANG) BAGI SUBYEK HUKUM.
POHON ILMU HUKUM
DILIHAT DARI POHON ILMU HUKUM, MAKA DISIPLIN HUKUM DAPAT DIBEDAKAN MENJADI:
I. DISIPLIN DASAR, TERDIRI DARI:
• FILSAFAT HUKUM
• SOSIOLOGI HUKUM
• ANTROPOLOGI HUKUM
• PSIKOLOGI HUKUM
• SEJARAH HUKUM
• PERBANDINGAN HUKUM
II. DISIPLIN POKOK, TERDIRI DARI:
• ILMU KAEDAH HUKUM
• ILMU PENGERTIAN HUKUM
III. DISIPLIN CABANG, TERDIRI DARI:
• ILMU HTN
• ILMU HAN
• ILMU HUKUM PRIBADI
• ILMU HUKUM HARTA KEKAYAAN
• ILMU HUKUM KELUARGA
• ILMU HUKUM WARIS
• ILMU HUKUM PIDANA
III. DISIPLIN RANTING, TERDIRI DARI:
• ILMU HUKUM SUBSTANTIF
• ILMU HUKUM AJEKTIF
 ILMU TENTANG KENYATAAN
(TATSACHENWISSENSCHAFT)

1. SOSIOLOGI HUKUM.
ANZILOTTI (1882) ADALAH ORANG PERTAMA YANG MEMPERKENALKAN ISTILAH
“SOSIOLOGI HUKUM”. PADA HAKEKATNYA SOSIOLOGI HUKUM LAHIR DARI HASIL
PEMIKIRAN FILSAFAT HUKUM, ILMU HUKUM DAN SOSIOLOGI.

RUANG LINGKUP SOSIOLOGI HUKUM BERKISAR KEPADA:

a. MEMPELAJARI DASAR SOSIAL DARI HUKUM, BERDASARKAN ANGGAPAN BAHWA
HUKUM TIMBUL DARI PROSES SOSIAL LAINNYA (THE GENETIC SOCIOLOGY OF
LAW).
b. MEMPELAJARI EFEK ATAU PENGARUH HUKUM TERHADAP GEJALA-GEJALA SOSIAL
LAINNYA DALAM MASYARAKAT (THE OPERATIONAL SOSIOLOGY OF LAW)

DARI PERSPEKTIF PENELITIAN, SOSIOLOGI HUKUM DIBEDAKAN:

a. SOSIOLOGI HUKUM TEORITIS, YANG BERTUJUAN UNTUK MENGHASILKAN
GENERALISASI ATAU ABSTRAKSI SETELAH PENGUMPULAN DATA,
PEMERIKSAAAN TERHADAP KETERATURAN-KETERATURAN SOSIAL, DAN
PENGEMBANGAN HIPOTETIS (ADA HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT)
b. SOSIOLOGI HUKUM PRAKTIS /EMPIRIS, BERTUJUAN UNTUK MENGUJI HIPOTESA-
HIPOTESA, MELALUI PENDEKATAN YANG SISTEMATIS DAN METODOLOGIS.
SETIAP DISIPLIN HARUSLAH MEMILIKI OBYEK KAJIAN YANG JELAS DAN TERPILAH DALAM BAHASA LATIN DISEBUT
“CLARA ET DISTINCTA”.
SOSIOLOGI HUKUM MEMPUNYAI POKOK BAHASAN/OBYEK MATERIAL YAITU:
• DASAR SOSIAL DARI HUKUM (LANDASAN SOSIOLOGIS) ARTINYA LANDASAN TEMPAT DIMANA HUKUM ITU
HIDUP, TUMBUH DAN BERKEMBANG. TEMPAT HUKUM ITU HIDUP, TUMBUH DAN BERKEMBANG ADALAH
MASYARAKAT, OLEH SEBAB ITU KALAU TIDAK ADA MASYARAKAT, MAKA DENGAN SENDIRINYA TIDAK AKAN
ADA HUKUM. DIMANA ADA MASYARAKAT DISITU ADA HUKUM, SEPERTI YANG DIKATAKAN OLEH CICERO (ABAD
6 SM).
• PENGARUH HUKUM TERHADAP MASYARAKAT ARTINYA WALAUPUN HUKUM ITU MEDIUMNYA ADALAH
MASYARAKAT, AKAN TETAPI HUKUM ITU SENDIRI DAPAT MEMPENGARUHI MASYARAKAT (MEDIUMNYA ADALAH
MASYARAKAT). ADAKALANYA HUKUM ITU DIPERGUNAKAN SEBAGAI ALAT UNTUK MENGUBAH MASYARAKAT
(LAW AS A TOOL OF SOCIAL ENGENEERING). JIKA HUKUM DIPERGUNAKAN UNTUK MENGUBAH MASYARAKAT
MAKA HARUS DIPERHATIKAN BIDANG-BIDANG KEHIDUPAN DI DALAM MASYRAKAT ITU YANG DAPAT DIUBAH
SECARA EFEKTIF (TERCAPAI TUJUAN) OLEH HUKUM.

BIDANG KEHIDUPAN ITU DAPAT DIBEDAKAN:

BIDANG KEHIDUPAN NETRAL (NON-SENSITIF), TERDIRI DARI:
• BIDANG TATA NEGARA
• BIDANG ADMINISTRASI NEGARA
• BIDANG PIDANA
BIDANG KEHIDUPAN NON NETRAL (SENSITIF), TERDIRI DARI:
• BIDANG KEHIDUPAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN
• BIDANG KEHIDUPAN KELUARGA
• BIDANG KEHIDUPAN WARIS

BIDANG KEHIDUPAN NETRAL AKAN LEBIH EFEKTIF JIKA DIUBAH MELALUI HUKUM. BIDANG KEHIDUPAN NON-
NETRAL AKAN LEBIH SULIT JIKA DIUBAH MELALUI HUKUM, OLEH SEBAB ITU BIDANG KEHIDUPAN NON-NETRAL,
FUNGSI HUKUM JANGAN DIJADIKAN SEBAGAI ALAT UNTUK MENGUBAH MELAINKAN SEBAGAI ALAT
PENGENDALIAN SOSIAL (LAW AS A TOOL SOCIAL CONTROL)
PENYAJIAN SOSIOLOGI HUKUM DIMAKSUDKAN SEBAGAI USAHA UNTUK
MEMUNGKINKAN PEMBENTUKAN KAJIAN HUKUM YANG BERSIFAT
SOSIOLOGIS (SOCIOGICAL JURISPRUDENCE/SOCIOLOGISCHE RECHTS
THEORIEEN).
TUJUAN SOSIOLOGI HUKUM ADALAH UNTUK MERELATIFKAN DOGMATIK
HUKUM. DITEKANKAN PADA BEREAKSINYA ATAU BERPROSESNYA
HUKUM DALAM MASYARAKAT (LAW IN ACTION), APAKAH BERFUNGSI
DENGAN BAIK ATAU TIDAK. (EFEKTIVITAS HUKUM)

PENDEKATAN TERHADAP SOSIOLOGI HUKUM DAPAT DIKELOMPOKAN KE

DALAM PENDEKATAN:
1. INSTRUMENTALIK (DIKEMUKAKAN OLEH ADAM PODGORECKI, GFA
SAWYER). PENDEKATAN INSTRUMENTALIK DILAKUKAN TERTUJU KEPADA
EFEKTIVITAS HUKUM & AKIBAT YANG TIDAK DIPERHITUNGKAN DALAM
PROSES LEGALISASI. STUDI INI MEMBANTU MEMBERIKAN PREDIKSI
TERHADAP AKIBAT DIBERLAKUKANNYA HUKUM TERTENTU. PENDEKATAN
INI LEBIH MENEKANKAN KEPADA FUNGSI HUKUM SEBAGAI SARANA
PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH PENGUASA. DALAM PENDEKATAN INI
PARA AHLI LEBIH BERPERAN SEBAGAI TEKNISI, SEHINGGA ASPEK-ASPEK
STRUKTUR SOSIAL SERING TERABAIKAN. (INI KELEMAHAN PENDEKATAN
INSTRUMENTALIK). TUJUANNYA, MEMPERKECIL JURANG PEMISAH
ANTARA HUKUM (LAW IN BOOKS) DENGAN PRAKTEK (LAW IN ACTION).
2. HUKUM ALAM & POSITIVITAS (PHILIP SELZNICK DAN JEROME H.SKOLNICK
(HUKUM ALAM) & BLACK (POSITIVITAS). SELZNICK BERPENDAPAT
BAHWA DALAM PROSES LEGALITAS (PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG)
YANG DIUTAMAKAN ADALAH ADANYA PENGATURAN HUKUM YANG
MEMBATASI KEKUASAAN DARI PENGUASA DALAM RANGKA MENEGAKKAN
PRINSIP RASIONAL “NEGARA HUKUM” (RULE OF LAW) DAN TERTIB SIPIL
(CIVIL IN ORDER). BILA PROSES INI TIDAK TERCAPAI MAKA AKAN
TERJADI LEGALISME (LEGISM). LEGALITAS DALAM PENDEKATAN INI
LEBIH CONDONG KEPADA BAGAIMANA MEKANISME PERATURAN HUKUM
YANG TELAH DIBUAT ITU DAPAT DILAKSANAKAN. SEMENTARA BLACK
BERPENDAPAT, PENDEKATAN POSITIVITAS DAPAT MENGATASI
KELEMAHAN PENDEKATAN HUKUM ALAM, DENGAN MEMUSATKAN
PERHATIAN YANG MEMBAHAS SEMUA JENIS PENGENDALIAN SOSIAL
YANG DILAKUKAN OLEH PENGUASA. PENDEKATAN HUKUM ALAM &
POSITIVITAS LEBIH MENEKANKAN KEPADA ADANYA PROSES LEGALISASI
DAN PRINSIP LEGALITAS NORMATIF. KELEMAHAN PENDEKATAN INI
TERLETAK KEPADA PANDANGAN YANG LEBIH MENGUTAMAKAN
KETENTUAN HUKUM FORMAL, SEHINGGA PENDEKATAN INI TERASA KAKU
DAN MEKANISTIS.
3. PARADIGMATIK (THOMAS S.KHUN). ISTILAH PARADIGMA PERTAMA KALI
DIPOPULERKAN OLEH THOMAS S.KHUN DALAM BUKU YANG BERJUDUL
“THE STRUCTURE OF SCIENTIFIC REVOLUTION”.
3. PENDEKATAN PARADIGMATIK MEMPELAJARI DAN MENGKRITIK
PARADIGMA YANG ADA. MEMPELAJARI KENYATAAN HUKUM DALAM
MEMBANDINGKAN DENGAN PARADIGMA YANG BERLAKU SERTA
MENGADAKAN REKOMENDASI UNTUK MERUBAH NORMA ATAU PERILAKU
YANG ADA DAN MENGAJUKAN PARADIGMA BARU. PARADIGMA DALAM
KONSEP KUHN INI DAPAT BERUPA TEORI, HIPOTESIS, PENGERTIAN DAN
METODE YANG BERKENAAN DENGAN MASALAH ILMIAH TERTENTU.
MATRIKS DISIPLINER ISTILAH YANG JUGA DIGUNAKAN OLEH KUHN
UNTUK PARADIGMA. MENURUTNYA PARADIGMA/MATRIKS DISIPLINER
MERUPAKAN KESELURUHAN MAJEMUK DARI SUATU KEBENARAN ILMIAH
YANG TERDIRI DARI: GENERALISASI SIMBOLIK ATAU HUKUM ALAMIAH
DAN DEFINISI-DEFINISI, UNSUR-UNSUR METAFISIK, NILAI-NILAI SERTA
CONTOH PENYELESAIAN MASALAH SECARA ILMIAH.

TEORI KUHN.

P1 NS A C SR P2
P1 : PARADIGMA SATU. SUATU MASA (YANG BELUM) MEMUNCULKAN KEBENARAN
ILMIAH YANG MAPAN HINGGA TERCAPAINYA GAGASAN BARU.
NS : NORMAL SCIENCE. STABIL, DIMANA DICAPAINYA KONSENSUS ILMIAH MENGENAI
GAGASAN BARU TSB.
A : ANOMALI. KEADAAN YANG MULAI GOYAH KARENA MUNCULNYA GAGASAN YANG
LEBIH BARU LAGI YANG BERBEDA DENGAN KEBENARAN ILMIAH YANG ADA.
C : CRISIS. MUNCUL PERTENTANGAN APAKAH GAGASAN YANG LEBIH BARU DITOLAK
ATAU DIKUKUHKAN.
SR : SCIENTIFIC REVOLUTION. PENERIMAAN GAGASAN YANG LEBIH BARU SECARA
REVOLUSIONER DAN MENOLAK PARADIGMA YANG TELAH ADA.
P2 : PARADIGMA DUA. NEW PARADIGM; MUNCUL DAN DITERIMANYA PARADIGMA
BARU.

POKOK-POKOK PENDEKATAN PARADIGMATIK BAGI SOSIOLOGI HUKUM ADALAH:

a. SOSIOLOGI HUKUM BERTUGAS UNTUK MEMPELAJARI DAN MENGKRITIK
PARADIGMA YANG ADA.
b. MEMPELAJARI KENYATAAN HUKUM, MENGIDENTIFIKASI PERBEDAAN ANTARA
KENYATAAN DENGAN PARADIGMA YANG BERLAKU DAN MENGAJUKAN
REKOMENDASI UNTUK MENGADAKAN PERUBAHAN PADA SIKAP TINDAK/PERILAKU
ATAU NORMA.
c. MENGAJUKAN PARADIGMA BARU.

DENGAN KATA LAIN, SOSIOLOGI HUKUM MEMPELAJARI PENGARUH TIMBAL-BALIK

ANTARA GEJALA SOSIAL DENGAN HUKUM (PENDEKATAN PARADIGMATIK)
SELANJUTNYA , SEBAGAIMANA HALNYA DENGAN BAHASA, MAKA HUKUMPUN DALAM
KATA FK.VON SAVIGNY YANG DIKENAL OLEH SETIAP AHLI HUKUM “IST UNS WIRD
MIT DEM VOLKE”. SEBAB HUKUM ITU ADALAH “DAS LEBEN DEN MENSCHEN
SELBST, VON EINER BESONDEREN SEITE ANGESEHEN” (PROF.KUSUMADI
PUDJOSEWOJO,SH DALAM PEDOMAN PELAJARAN TATA HUKUM INDONESIA,
2008).
INI MENGANDUNG 2 HAL:
1. TATA HUKUM ITU ERAT PERIKATANNYA DENGAN SUATU MASYARAKAT
TERTENTU; TATA HUKUM ADALAH SUATU GEJALA MASAYARAKAT.
2. BAGAIMANA PERTALIAN DAN PENGARUH SUATU TATAHUKUM TERHADAP
GEJALA-GEJALA LAIN (KESENIAN, BAHASA, KEPERCAYAAN, KESEJAHTERAAN
DLL) DARI MASYARAKAT YANG BERSANGKUTAN ATAU TERHADAP SELURUH
STRUKTUR MASYARAKAT ITU DAN SEBALIKNYA, DAPAT PULA MENJADI OBYEK
TERSENDIRI DARI ILMU PENGETAHUAN HUKUM YAITU “SOSIOLOGI HUKUM”.

GEJALA SOSIAL TERDIRI DARI:

1. STRUKTUR SOSIAL: KESELURUHAN JALINAN ANTARA UNSUR-UNSUR SOSIAL
YANG POKOK YANG MENCAKUP KELOMPOK SOSIAL, KEBUDAYAAN, LEMBAGA
SOSIAL, STRATIFIKASI SOSIAL, KEKUASAAN DAN WEWENANG.
2. PROSES SOSIAL: PENGARUH TIMBAL BALIK ANTARA BERBAGAI BIDANG
KEHIDUPAN YG MENCAKUP INTERAKSI SOSIAL, PERUBAHAN SOSIAL DAN
MASALAH SOSIAL.
2. ANTROPOLOGI HUKUM.
ANTROPOLOGI DIBEDAKAN KEDALAM 2 GOLONGAN YAITU:
a. ANTROPOLOGI FISIK, TERDIRI DARI
1. PALEO-ANTROPOLOGI: MEMPELAJARI SEJARAH TERJADINYA
PERKEMBANGAN MANUSIA SEBAGAI MAHLUK BIOLOGIS.
2. SOMATOLOGI: MEMPELAJARI TERJADINYA PERKEMBANGAN
MANUSIA DARI SUDUT CIRI BADANIAH.
b. ANTROPOLOGI BUDAYA, TERDIRI DARI:
1. ETNOLINGUISTIK; MEMPELAJARI PENYEBARAN DAN
PERTUMBUHAN BAHASA MANUSIA.
2. PRE-HISTORY; MEMPELAJARI TERJADINYA PERKEMBANGAN DAN
PENYEBARAN KEBUDAYAAN MANUSIA.
3. ETNOLOGI; MEMPELAJARI DASAR-DASAR KEBUDAYAAN MANUSIA
DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT.

ANTROPOLOGI HUKUM (SECARA KONVENSIONAL) MENURUT PAUL

BOHANAN MERUPAKAN: “CABANG ILMU PENGETAHUAN YANG
MEMPELAJARI POLA-POLA SENGKETA DAN PENYELESAIANNYA, BAIK
PADA MASYARAKAT YANG SEDERHANA MAUPUN PADA MASYARAKAT
YANG MENGALAMI MODERNISASI”.
MENURUT LEOPOLD POSPISSIL (SALAH SEORANG YANG TELAH MELAKUKAN
PENELITIAN ANTROPOLOGI TERHADAP HUKUM) MENGATAKAN: BAHWA HUKUM
ADALAH PERATURAN-PERATURAN ATAU CARA BERPERILAKU YANG
DIWAJIBKAN KARENA ADANYA SUATU ANCAMAN HUKUMAN YANG
DIPAKSAKAN OLEH PENGUASA.
DISARANKAN BAHWA ANALISIS TERHADAP GEJALA HUKUM HENDAKNYA DITEKANKAN
PADA ATRIBUT-ATRIBUT DARI KARAKTERISTIK HUKUM.

ATRIBUT KARAKTERISTIK HUKUM (LEOPOLD POSPISSIL) ADALAH:

1. WEWENANG (AUTHORITY)
2. TUJUAN AGAR HUKUM DILAKSANAKAN SECARA UNIVERSAL (INTENTION OF
UNIVERSAL APPLICATION)
3. HAK DAN KEWAJIBAN (OBLIGATION)
4. SANKSI (SANCTION).

WEWENANG (HUKUM), MERUPAKAN KEKUASAAN YANG DIAKUI. KEPUTUSAN YANG

DIAMBIL ADALAH UNTUK DILAKSANAKAN SECARA UNIVERSAL, ARTINYA BILA ADA
MASALAH-MASALAH DIKEMUDIAN HARI, MAKA AKAN DIPUTUSKAN BERDASARKAN
PRINSIP YANG SAMA. KEPUTUSAN YANG DIAMBIL HARUS MENYIMPULKAN
ADANYA HAK DAN KEWAJIBAN, YANG TERHADAP KETIDAK TAATAN TERHADAP
KEPUTUSAN DIMAKSUDKAN DAPAT DIKENAKAN SANKSI (FISIK MAUPUN
PSIKOLOGIS).
POSPISSIL MEMBERI TEKANAN ADANYA KONFLIK (POLA SENGKETA) DAN
PENYELESAIANNYA
RUANG LINGKUP ANTROPOLOGI HUKUM MENURUT LEOPOLD POSPISSIL SEBAIKNYA
DIKAITKAN DENGAN BEBERAPA FUNGSI HUKUM YAITU:
 SEBAGAI SARANA PENGENDALIAN SOSIAL
 SEBAGAI SARANA UNTUK MEMPERLANCAR INTERAKSI SOSIAL, DAN
 SEBAGAI SARANA PEMBAHARUAN.

RUANG LINGKUP & MASALAH ANTROPOLOGI HUKUM (LAURA NADER DALAM BUKU
“THE ANTHROPOLOGICAL STUDY OF LAW) ADALAH:
1. APAKAH HUKUM TERDAPAT DALAM MASYARAKAT.
2. APAKAH YANG MENJADI KARAKTERISTIK UNIVERSAL DARI HUKUM.
3. BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA HUKUM DENGAN ASPEK-ASPEK LAIN DARI
KEBUDAYAAN DAN ORGANISASI SOSIAL.
4. APAKAH VARIASI PADA KARAKTERISTIK HUKUM ADALAH TERBATAS SEHINGGA
MEMUNGKINKAN ADANYA TYPOLOGI HUKUM TERTENTU.
5. APAKAH TYPOLOGI HUKUM TSB BERGUNA UNTUK MENELAAH HUBUNGAN ANTARA
HUKUM DENGAN ASPEK-ASPEK LAIN DARI KEBUDAYAAN DAN ORGANISASI SOSIAL.
6. BAGAIMANA DAN MENGAPA HUKUM BERUBAH.
7. APAKAH YANG AKAN TERJADI APABILA SISTEM HUKUM BERBAGAI MASYARAKAT
DAN KEBUDAYAAN SALING BERHUBUNGAN.
8. APAKAH AKIBAT ADANYA BERBAGAI SUB-SISTEM HUKUM DALAM MASYARAKAT.
9. BAGAIMANAKAH CARA MENDESKRIPSIKAN SISTEM-SISTEM HUKUM.
10. BAGAIMANA DAN DALAM KONDISI-KONDISI APA SAJA DAPAT DIADAKAN
PERBANDINGAN SISTEM HUKUM.
SETIAP SISTEM HUKUM BIASANYA MEMPUNYAI SUB-SISTEM. SEORANG BERNAMA FRIEDMANN
MENGATAKAN BHW SUB SISTEM HUKUM TERDIRI DARI:
1. STRUKTUR HUKUM, SEPERTI LEMBAGA2 PENEGAK HUKUM YAITU LEMBAGA PERADILAN,
KEJAKSAAAN, KEPOLISIAN, PENGACARA, LEMBAGA PEMASYARAKATAN.
2. SUBSTANSI HUKUM YG TERDIRI DARI PERUNDANG-UNDANGAN, SEPERTI PERUNDANG-
UNDANGAN DI BID TATA NEGARA, ADMINISTRASI NEGARA, BID PERDATA DLL
3. BUDAYA HUKUM (LEGAL CULTURE) YANG PADA INTINYA MEMBICARAKAN SESUATU YANG
DIANGGAP BAIK ATAU DIANGGAP BURUK. SESUATU YANG DIANGGAP BAIK ATAU DIANGGAP
BURUK SERING DINAMAKAN NILAI. (BUDAYA HUKUM INTINYA BICARA TENTANG NILAI)

NILAI DI DALAM HUKUM DINAMAKAN “NILAI ANTINOMI” YAITU NILAI-NILAI YANG SELALU BERELASI
DENGAN NILAI LAINNYA. RELASI ITU TIDAK DAPAT DIPISAH (CONTINUM).

CONTOH NILAI-NILAI ANTINOMI:

1. KEBEBASAN BERELASI DENGAN KETERTIBAN
2. KEPASTIAN HUKUM BERELASI DENGAN KESEBANDINGAN HUKUM
3. KONSERVATISME BERELASI DENGAN INOVATISME (KEBAHARUAN)
4. PLURALISME HUKUM BERELASI DENGAN KESATUAN HUKUM (PLURALISME _ KESATUAN)
5. PROTEKSI (PERLINDUNGAN) HUKUM BERELASI DENGAN RESTRIKSI HUKUM
(PROTEKSI_RESTRIKSI).

KETIGA KOMPONEN DARI SISTEM HUKUM TSB DIATAS SELALU BERJALINAN ERAT, ARTINYA UNTUK
TERCIPTA HUKUM YANG BAIK KETIGA KOMPONEN ITU HARUSLAH DALAM HUBUNGAN YANG
HARMONIS, TIDAK BERTENTANGAN SATU SAMA LAINNYA.
NILAI-NILAI YANG DIKAJI OLEH BUDAYA HUKUM SELANJUTNYA DIJABARKAN KE DALAM AZAS DAN
AZAS SELANJUTNYA DIRUMUSKAN KE DALAM NORMA. DAN NORMA MENJADI PATOKAN
PERILAKU, YANG JIKA DIGAMBARKAN MENJADI SBB: (LIAT STUFFENBAU THEORY).
3.PSIKOLOGI HUKUM
PSIKOLOGI HUKUM ADALAH CABANG ILMU PENGETAHUAN HUKUM YANG MENYOROTI HUKUM
SEBAGAI PERKEMBANGAN JIWA MANUSIA.

RUANG LINGKUP KAJIAN DARI PSIKOLOGI HUKUM ADALAH MENGKAJI

SIKAPTINDAK/PERIKELAKUAN HUKUM YANG MENCAKUP:
1. PERWUJUDAN DARI GEJALA-GEJALA KEJIWAAN TERTENTU
2. LANDASAN KEJIWAAN DARI SIKAPTINDAK/PERILAKU.

DENGAN KATA LAIN PSIKOLOGI HUKUM MEMBAHAS FAKTOR-FAKTOR KEJIWAAN YANG

MENDORONG ORANG PATUH PADA HUKUM ATAU YANG MENDORONG ORANG UNTUK
MELANGGAR HUKUM.

FAKTOR-FAKTOR KEJIWAAN ORANG PATUH PADA HUKUM ANTARA LAIN:

1. KAREN TAKUT KEPADA SANKSI HUKUM TSB (COMPLAYENT). (SANKSI HUKUM DISEBUT JUGA
EFEK YANG MENAKUT-NAKUTI ORANG).
2. UNTUK MENJAGA HUBUNGAN BAIK DENGAN PENGUASA/PEMERINTAH
3. UNTUK MENJAGA HUBUNGAN BAIK DENGAN SESAMA MASYARAKAT
4. NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM HUKUM TSB COCOK ATAU SESUAI DENGAN NILAI-NILAI
YANG DIANUTNYA (INTERNALIZE)

SEDANGKAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG ORANG MELANGGAR HUKUM ADALAH

KARENA:
1. KEBERANIAN MENGAMBIL RESIKO
2. KEADAAN TERTEKAN (DEPRESI)
3. KARENA FAKTOR KEBUTUHAN HIDUP YANG TIDAK TERCUKUPI
PENGETAHUAN TENTANG LATAR BELAKANG KEJIWAAN MANUSIA AKAN DAPAT
MEMBANTU PEMBENTUKKAN HUKUM DAN PENERAPAN HUKUM AGAR BENAR-BENAR
BERFUNGSI DENGAN MEMAHAMI, MENGENDALIKAN DAN MEMBUAT PREDIKSI
TENTANG SIKAPTINDAK/PERIKELAKUAN MANUSIA.

SIKAPTINDAK/PERIKELAKUAN HUKUM DIKLASIFIKASIKAN MENJADI:

1. NORMAL, MENYEBABKAN SESEORANG AKAN MEMATUHI HUKUM. HAL INI DILANDASI
OLEH ADANYA KEYAKINAN ATAU KESADARAN AKAN KEDAMAIAN PERGAULAN HIDUP.
KEYAKINAN ATAU KESADARAN HUKUM INI MENJADI LANDASAN KEAJEGKAN
(REGELMATIGHEDEN) MAUPUN KEPUTUSAN (BESLISSINGEN), MERUPAKAN WADAH
DARI JALINAN NILAI-NILAI YANG MENGENDAP DALAM SANUBARI MANUSIA. INILAH
KESADARAN HUKUM (RECHTSBEWUSTZIJN) ATAU PERASAAN HUKUM
(RECHTSGEFUHL).
2. ABNORMAL, MENYEBABKAN SESEORANG MELANGGAR HUKUM.

KAJIAN PSIKOLOGI KAITANNYA DENGAN ILMU HUKUM DIBATASI KEPADA:

1. KEPRIBADIAN
2. PROSES BELAJAR
3. EMOSIONAL, YANG MENCAKUP PERASAAN, KHAWATR, KONFLIK DAN KECEWA
4. KELAINAN KEJIWAAN.

KELAINAN KEJIWAAN MENCAKUP:

1. NEUROSIS,
2. PSIKOSIS.
NEUROSIS ADALAH KEADAAN KEJIWAAN YANG MENUNJUKKAN GEJALA ADANYA
PERASAAN KHAWATIR YANG BERLEBIHAN PADA SESEORANG, SEPERTI: PHOBIA,
DEPRESI, POSESIF DSB.
PSIKOSIS ADALAH KEADAAN KEJIWAAN PADA SESEORANG YANG DITANDAI DENGAN
GEJALA YANG MENYANGKUT BEBERAPA ASPEK REALITAS YANG DIHADAPI,
SEPERTI: ORANG YANG TIDAK MENGACUHKAN KEADAAN ATAU KEJADIAN
DISEKITARNYA (SCIZOPHRENIA, PARANOID).

PERKEMBANGAN KEJIWAAN DALAM KEHIDUPAN MANUSIA DIPENGARUHI OLEH:

1. PROSES PEMATANGAN
2. PROSES BELAJAR (IMITASI DAN EDUKASI)
3. PROSES PENGALAMAN.

KEPATUHAN HUKUM MERUPAKAN PROSES PSIKOLOGIS YANG DAPAT DIKELOMPOKAN:

1. COMPLIANCE, YAITU KEPATUHAN TERHADAP HUKUM DIDASARKAN PADA HARAPAN
AKAN IMBALAN TERTENTU UNTUK MENGHINDARKAN DIRI DARI HUKUMAN.
KEPATUHAN HUKUM DISINI TIDAK DILANDASI KEYAKINAN AKAN TUJUAN HUKUM,
TETAPI DITEKANKAN KEPADA SISTEM DAN MEKANISME PENGENDALIAN DARI
PEMEGANG KEKUASAAN. AKIBATNYA ORANG AKAN PATUH TERHADAP HUKUM
APABILA ADA PENGAWASAN DARI PENGUASA.
2. IDENTIFICATION, YAITU KEPATUHAN TERHADAP HUKUM BUKAN KARENA NILAI
ALAMIAH MELAINKAN UNTUK MENJAGA KEUTUHAN KELOMPOK SERTA UNTUK
MENJAGA HUBUNGAN BAIK DENGAN PENGUASA. AKIBATNYA KEPATUHAN
TERHADAP HUKUM SANGAT BERGANTUNG DG BAIK-BURUKNYA HUBUNGAN
DENGAN PENGUASA.
3. INTERNALIZATION, YAITU KEPATUHAN TERHADAP HUKUM KARENA ADANYA
KESADARAN BAHWA NILAI-NILAI DALAM HUKUM DIANGGAP SESUAI DENGAN
NILAI NALURIAH WARGA MASYARAKAT.
4. KEPENTINGAN-KEPENTINGAN YANG TERJAMIN, YAITU KEPATUHAN TERHADAP
HUKUM APABILA KEPENTINGAN-KEPENTINGAN TERJAMIN.

BEBERAPA CONTOH GEJALA PSIKOLOGIS YANG MENYEBABKAN SESEORANG

MELANGGAR HUKUM ANTARA LAIN:
1. NEUROSIS (PHOBIA, DEPRESI, POSESIF)
2. PSIKOSIS (SCIZOPHRENIA, PARANOID, INVOLUTIONAL)
3. GEJALA SOSIOPETRIK MENCAKUP:
a. REAKSI ANTI SOSIAL (PSIKOPAT), DENGAN CIRI-CIRI YANG HAMPIR TIDAK
MEMPUNYAI ETIKA MORAL. MISAL: TIDAK PERNAH MERASA BERSALAH, TIDAK
PERNAH BERTANGGUNGJAWAB, TIDAK MEMPUNYAI TUJUAN HIDUP DSB.
b. REAKSI DIS-SOSIAL, YAITU ORANG YANG SELALU BERUSAN DENGAN HUKUM
KARENA ADANYA KEKURANGAN DALAM KEPRIBADIANNYA.
c. DEVIASI SEKSUAL (HOMO-SEKS, LESBIAN, SADISTIS, MACHOHISM), YAITU
ORANG YANG MEMPUNYAI KELAINAN SEKSUAL.
d. KETERGANTUNGAN (ADDICTION), YAITU ORANG YANG TERGANTUNG PADA
“NAPZA”
4. PERBANDINGAN HUKUM
PERBANDINGAN HUKUM ADALAH CABANG ILMU PENGETAHUN YANG MENYOROTI
DAN MEMPERBANDINGKAN SISTEM-SISTEM HUKUM YANG BERLAKU DI DALAM
SATU ATAU BEBERAPA MASYARAKAT, SEHINGGA DIDAPATKAN DESKRIPSI
MENGENAI PERSAMAAN ATAU PERBEDAANNYA (SOERJONO SOEKANTO).

PERBANDINGAN HUKUM DAPAT DIPERGUNAKAN BAIK SEBAGAI METODE ATAU

SEBAGAI ILMU.

RUANG LINGKUP PERBANDINGAN HUKUM ADALAH MEMPERBANDINGKAN SISTEM

HUKUM ATAU SUATU ATAU BEBERAPA MASYARAKAT BERKAITAN DENGAN:
1. ISI KAIDAH HUKUM
2. DASAR MASYARAKAT
3. SEBAB-SEBABNYA, SEHINGGA DI DAPAT PERSAMAAN ATAU PERBEDAANNYA.

SEDANGNKAN MENURUT SOERJONO SOEKANTO, RUANG LINGKUP PERBANDINGAN

HUKUM ADALAH MEMBANDINGKAN:
1. SISTEM HUKUM ATAU SUB-SISTEM HUKUM, DENGAN KERANGKA DASAR
PENGERTIAN-PENGERTIAN POKOK DALAM HUKUM.
2. FUNGSI HUKUM, DENGAN KERANGKA DASAR BIDANG TATA HUKUM
3. POLA PENANGGULANGAN MASALAH-MASALAH HUKUM DENGAN KERANGKA
DASAR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS HUKUM
DARI PERSPEKTIF PENELITIAN DAPAT DIBEDAKAN CABANG-CABANG PERBANDINGAN
HUKUM SBB:
1. DESKRIPTIF COMPARATIVE LAW, YAITU PERBANDINGAN HUKUM YANG
BERTUJUAN UNTUK MENGUMPULKAN BAHAN-BAHAN TENTANG SISTEM HUKUM
BERBAGAI MASYARAKAT, DENGAN MENYAJIKAN PERBANDINGAN MENGENAI
LEMBAGA HUKUM TERTENTU ATAU KAIDAH HUKUM TERTENTU YANG MERUPAKAN
BAGIAN DARI LEMBAGA HUKUM TSB.
2. COMPARATIVE HISTORY OF LAW, YAITU PERBANDINGAN HUKUM YANG
BERTUJUAN MEMANTAPKAN SEJARAH UNIVERSAL HUKUM SEBAGAI SUATU
GEJALA SOSIAL YANG MERUPAKAN EVOLUSI DARI LEMBAGA HUKUM TSB.
3. COMPARATIVE LEGISLATION, YAITU PERBANDINGAN HUKUM YANG BERTUJUAN
UNTUK MENENTUKAN TEMPAT BAGI ILMU HUKUM NASIONAL BAIK SEBAGAI HASIL
PENGEMBANGAN STUDI HUKUM MAUPUN SEBAGAI HASIL DARI KESADARAN ATAS
PERASAAN HUKUM INTERNASIONAL, SEHINGGA TUJUANNYA ADALAH MENYUSUN
ADANYA ASAS-ASAS HUKUM UNIVERSAL.

KEGUNAAN MEMPELAJARI PERBANDINGAN HUKUM ADALAH:

1. UNIFIKASI ATAU PENYATUAN HUKUM
2. HARMONISASI HUKUM
3. PEMBAHARUAN HUKUM
4. PENENTUAN ASAS-ASAS HUKUM YANG UNIVERSAL.
PARADIGMA PERBANDINGAN HUKUM SEBAGAI ILMU:
1. PARADIGMA PERBANDINGAN HUKUM TERHADAP 2 SISTEM HUKUM DARI 2
MASYARAKAT YANG BERBEDA.
2. PARADIGMA PERBANDINGAN HUKUM TERHADAP SISTEM HUKUM DARI SATU
MASYARAKAT YANG SISTEM HUKUMNYA MAJEMUK. CONTOH: SISTEM HUKUM
ADAT MASYARAKAT A DENGAN MASYARAKAT B, ATAU SISTEM HUKUM BARAT
DENGAN SISTEM HUKUM ADAT.
3. PARADIGMA PERBANDINGAN HUKUM YANG HANYA MENGGUNAKAAN
PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR HUKUM TERTENTU, BAIK SELURUHNYA
MAUPUN SEBAGAIAN ATAU SALAH SATUNYA SAJA, GUNA MENDAPATKAN
PERBANDINGAN PENGERTIAN DASAR HUKUM DARI BERBAGAI BIDANG TATA
HUKUM DALAM SATU ATAU BEBERAPA MASYARAKAT.

5. SEJARAH HUKUM.
SEJARAH HUKUM ADALAH ILMU PENGETAHUAN YANG MENYOROTI PERKEMBANGAN
DAN ASAL-USUL SISTEM HUKUM DALAM SATU ATAU BEBERAPA MASYARAKAT.

SEJARAH HUKUM DAPAT DIBEDAKAN (LEMAIRE):

1. SEJARAH HUKUM EKSTERN (UMUM). RUANG LINGKUPNYA ADALAH
PERKEMBANGAN SECARA MENYELURUH DARI SUATU HUKUM POSITIF TERTENTU.
OBYEKNYA, SEJARAH PEMBENTUKAN HUKUM ATAS PENGARUH SUMBER-
SUMBER HUKUM DALAM ARTI FORMAL PADA PERIODE TERTENTU.
2. SEJARAH HUKUM INTERN. RUANG LINGKUPNYA ADALAH LEMBAGA-LEMBAGA DAN
PENGERTIAN-PENGERTIAN HUKUM DARI SUATU BID HUKUM TERTENTU MENURUT
PERIODE TERTENTU. MIS. LEMBAGA PERKAWINAN HUB NYA DG UUPERKAWINAN.
TOKOH ALIRAN HISTORICAL JURISPRUDENCE YANG BERNAMA FRIEDRICH CARL VON
SAVIG MENGATAKAN BAHWA:
1. HUKUM DITEMUKAN DAN TIDAK DIBUAT, OLEH KARENA ITU PERUNDANG-
UNDANGAN LEBIH RENDAH DARI PADA KEBIASAAN ATAU ADAT-ISTIADAT.
2. HUKUM BERKEMBANG SESUAI DENGAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT ITU
SENDIRI.
3. TIDAK ADA HUKUM YANG BENAR-BENAR BERSIFAT UNIVERSAL, SESUAI DENGAN
KARAKTERISTIK DAN NILAI-NILAI YANG ADA DALAM MASYARAKAT YANG
BERSANGKUTAN ATAU SESUAI DENGAN JIWA BANGSA (VOLKGEIST).

DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERBANDINGAN HUKUM SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN,

SEJARAH HUKUM MEMPUNYAI HUBUNGAN YANG SANGAT ERAT KARENA
PERBANDINGAN HUKUM TIDAK HANYA MENCARI PERBEDAAN DAN PERSAMAAN
SAJA TETAPI JUGA MENJELASKAN DAN INI DIPEROLEH DARI SEJARAH HUKUM.
SEJARAH HUKUM TIDAK SAMA DENGAN PENAFSIRAN SEJARAH.
PENAFSIRAN SEJARAH MERUPAKAN METODE (PENAFSIRAN) YANG TIMBUL DAN
DITERAPKAN UNTUK MAKSUD PRAKTIS (PRAKTEK HUKUM). TITIK TOLAK
PENAFSIRAN SEJARAH ADALAH KAIDAH HUKUM ITU SENDIRI UNTUK DIKAJI
SEJARAH TERJADINYA DAN DITERAPKAN UNTUK KASUS TERTENTU. SEDANGKAN
SEJARAH HUKUM MERUPAKAN ILMU (PENGETAHUAN), YANG SANGAT PENTING,
DISINI ADALAH GEJALA-GEJALA HUKUM YANG UNIK DALAM PROSES KRONOLOGIS
SERTA SEBAB-SEBAB TERJADINYA GEJALA TERSEBUT. NAMUN DEMIKIAN,
WALAUPUN BERBEDA ANTARA PENAFSIRAN SEJARAH DENGAN SEJARAH HUKUM
MEMPUNYAI KETERKAITAN. SEJARAH HUKUM JUGA BERMANFAAT BAGI PRAKTEK
HUKUM.
 BAHAN HUKUM

SOERJONO SOEKANTO & SRI MAMUJI (1985) DALAM BUKU PENELITIAN HUKUM NORMATIF
MENGATAKAN BAHWA BAHAN HUKUM TERDIRI DARI:
1. BAHAN HUKUM PRIMER; ADALAH BAHAN HUKUM YANG MENGIKAT YANG TERDIRI DARI NORMA
DASAR (PANCASILA DAN PEMBUKAAN UUD 1945), ATURAN DASAR, PERUNDANG-UNDANGAN,
BAHAN HUKUM YANG TIDAK DIKODIFIKASI, YURISPRUDENSI DAN TRAKTAT/PERJANJIAN.
2. BAHAN HUKUM SEKUNDER; MEMBERIKAN PENJELASAN MENGENAI BAHAN HUKUM PRIMER.
MIS. RANCANGAN UNDANG-UNDANG (RUU), HASIL PENELITIAN, HASIL KARYA DI BIDANG
HUKUM. FUNGSINYA MENJELASKAN BAHAN HUKUM PRIMER.
3. BAHAN HUKUM TERSIER (PELENGKAP); YAITU BAHAN YANG MEMBERIKAN PETUNJUK DAN
PENJELASAN TERHADAP BAHAN HUKUM PRIMER DAN SEKUNDER. CONTOH: KAMUS HUKUM,
INDEKS MAJALAH HUKUM.

SUMBER HUKUM

SUMBER HUKUM ADALAH KENYATAAN-KENYATAAN YANG MENIMBULKAN HUKUM YANG BERLAKU

DAN MENGIKAT SETIAP ORANG. SUMBER HUKUM DIBEDAKAN ATAS:
1. SUMBER HUKUM DALAM ARTI FORMAL; MENGKAJI PROSEDUR ATAU TATA CARA
PEMBENTUKKAN SUATU HUKUM, YANG DIBEDAKAN:
a. HUKUM TERTULIS, BERUPA PERUNDANG-UNDANGAN, YURISPRUDENSI,
TRAKTAT/PERJANJIAN DAN DOKTRIN.
b. TIDAK HUKUM TERTULIS, BERUPA HUKUM KEBIASAAN.
2. SUMBER HUKUM DALAM ARTI MATERIAL; YAITU FAKTOR-FAKTOR YANG TURUT MENENTUKAN
ISI DARI HUKUM. HUKUM DITENTUKAN OLEH 2 FAKTOR YAITU:
a. FAKTOR IDIEL; YAITU FAKTOR YANG BERDASARKAN KEPADA CITA-CITA MASYARAKAT AKAN
KEADILAN.
b. FAKTOR KEBUDAYAAN/SOSIAL KEMASYARAKATAN ANTARA LAIN STRUKTUR EKONOMI,
KEBIASAAN, TATA HUKUM NEGARA LAIN, AGAMA & KESUSILAAN DAN KESADARAN HUKUM.
 ANEKA CARA PEMBEDAAN HUKUM

MENURUT PURNADI PURBACARAKA & SOERJONO SOEKANTO (1986) HUKUM DAPAT

DIBEDAKAN DALAM KLASIFIKASI SBB:
1. SEGI BENTUK; HUKUM TERTULIS DAN HUKUM TIDAK TERTULIS
2. SEGI ISI/HUBUNGAN HUKUM/KEPENTINGAN YANG DIATUR; HUKUM PUBLIK DAN
HUKUM PRIVAT.
3. SEGI KEBEDAAN EKSISTENSI; HUKUM POSITIF (IUS CONSTITUTUM) DAN HUKUM
YANG DICITA-CITAKAN (IUS CONSTITUENDUM)
4. SEGI PEMBEDAAN WILAYAH KEBERLAKUANNYA; HUKUM ALAM (SEBAGAI HUKUM
YANG BERLAKU DIMANA SAJA, KAPAN SAJA, SIAPA SAJA YANG BERSIFAT
UNIVERSAL SEPERTI HAK ASASI MANUSIA (HAM)) DAN HUKUM POSITIF YAITU
HUKUM YANG BERLAKU PADA WAKTU DAN TEMPAT TERTENTU (KUHP,
KUHPERDATA, UU PERKAWINAN DLL).
5. SEGI SIFATNYA; HUKUM YANG BERSIFAT RIGID/KAKU YAITU HUKUM YANG
BERSIFAT IMPERATIF DAN HUKUM YANG BERSIFAT FLEXIBLE/LUWES YAITU HUKUM
YANG BERSIFAT FAKULTATIF.
6. HUKUM SUBSTANTIF (HUKUM YANG DILIHAT DARI ISINYA YANG BERISIKAN
PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN (HUKUM MATERIAL)) DAN HUKUM AJEKTIF
(HUKUM YANG MENGATUR BAGAIMANA CARA MELAKSANAKAN DAN
MEMPERTAHANKAN HUKUM SUBSTANTIF (HUKUM FORMAL/HUKUM ACARA)).
7. HUKUM TERTULIS, HUKUM TIDAK TERTULIS DAN HUKUM YANG TERCATAT.
 PENAFSIRAN & KONSTRUKSI HUKUM.

LEMBAGA PEMBENTUK UNDANG-UNDANG (LEGISLATIF) DAN HAKIM SEBAGAI ORANG

YANG BERHAK MEMUTUSKAN SENGKETA HUKUM YANG DIAJUKAN OLEH
MASYARAKAT ADALAH PIHAK YANG BERPERAN UNTUK TERBENTUKANNYA HUKUM.
KEDUA LEMBAGA INI MEMPUNYAI PERAN YANG SAMA TETAPI FUNGSINYA
BERBEDA.
LEGISLATIF MENCIPTAKAN HUKUM YANG BERLAKU UMUM YANG BERSIFAT ABSTRAK (IN
ABSTRACO), SEDANGKAN HAKIM MENERAPKAN (MENGIMPLEMENTASIKAN) HUKUM
YANG BERSIFAT UMUM. DALAM MEMBERIKAN PENJELASANNYA TERHADAP SUATU
HUKUM YANG BERSIFAT UMUM HAKIM MENGGUNAKAN APA YANG DISEBUT
DENGAN “PENAFSIRAN” (INTERPRETASI).
MACAM PENAFSIRAN.
1. PENAFSIRAN TATA BAHASA;
2. PENAFSIRAN EKSTENSIF; MEMPERLUAS ARTI KATA-KATA DALAM PERATURAN/UU
3. PENAFSIRAN OTENTIK/RESMI; PENAFSIRAN YG DIBERIKAN OLEH PEMBENTUK UU
4. PENAFSIRAN SISTEMATIS; (PASAL/PASAL-PASAL YANG MENJELASKAN PASAL
BERIKUTNYA)
5. PENAFSIRAN SOSIOLOGIS; MENYELESAIKANPERBEDAAN ANTARA HUKUM POSITIF
DG HUKUM YANG HIDUP DITENGAH-TENGAH MASYARAKAT.
6. PENAFSIRAN SEJARAH; MENINJAU DARI SEJARAH TERBENTUKNYA HUKUM/UU
7. PENAFSIRAN NASIONAL; PENAFSIRAN NASIONAL TERJADI APABILA TERJADI
NASIONALISASI (PERUBAHAN DARI HUKUM KOLONIAL KE HUKUM NASIONAL)
KONSTRUKSI HUKUM; ADALAH MENYAMAKAN PENGERTIAN “JUAL BELI” DENGAN
PENGALIHAN SESUATU BENDA KEPADA PIHAK LAIN (MENGHIBAHKAN,
MEWASIATKAN,MEWARISKAN SERTA PERBUATAN HUKUM LAIN DENGAN MAKSUD
UNTUK MEMINDAHKAN HAK).
 POLITIK HUKUM

HUKUM DAN POLITIK MERUPAKAN 2 HAL YANG TIDAK DAPAT DIPISAHKAN SATU
DENGAN YANG LAIN. (SAUT P PANJAITAN, 1998)
POLITIK HUKUM ADALAH CABANG ILMU PENGETAHUAN HUKUM YANG MEMPELAJARI
PROSES PEMILIHAN DAN PENERAPAN NILAI-NILAI DALAM HUKUM
POLITIK HUKUM MERUPAKAN DISIPLIN YANG MEMANFAATKAN MATERI FILSAFAT
HUKUM (YANG MENYANGKUT TUJUAN YANG DIINGINKAN) SERTA MATERI ILMU
TENTANG KENYATAAN HUKUM DAN DOGMATIK HUKUM (BERKAITAN DENGAN CARA
MENCAPAI TUJUAN). HAL INI BERKAITAN/RELEVAN DENGAN KEGIATAN
PEMBENTUKAN DAN PENEMUAN HUKUM.
JADI, POLITIK HUKUM MENGKAJI STRATEGI (POLITIEK ALS ETHIEK) DAN TAKTIK
(POLITIEK ALS TECHNIEK), DALAM KEGIATAN PEMBENTUKKAN HUKUM
(RECHTSVORMING) MAUPUN PENEMUAN HUKUM (RECHTSVINDING). POLITIK
HUKUM SEBAGAI TEORI, AKAN MENGUNGKAPKAN “POLICY EVOLUATION” DAN
“POLICY APPROXIMATION”.
SATJIPTO RAHARDJO (SAUT P PANJAITAN, 1998) MENGATAKAN, DUA HAL YANG
MENJADI KAJIAN POLITIK HUKUM YAITU KAPANKAH WAKTUNYA HUKUM ITU PERLU
DIRUBAH DAN BAGAIMANA CARANYA PERUBAHAN TSB DILAKUKAN, SERTA
DAPATKAH DIRUMUSKAN ADANYA SUATU POLA YANG MAPAN YANG DAPAT
DIJADIKAN PEDOMAN DALAM PROSES PEMILIHAN TUJUAN DAN CARA PENERAPAN
DARI TUJUAN TSB. SELAIN ITU, POLITIK HUKUM MEMERLUKAN PENGUASAAN
TERHADAP PEMBIDANGAN TATA HUKUM TERMASUK SEJARAH TATA HUKUM.
DENGAN KATA LAIN, POLITIK HUKUM MERUPAKAN SUATU DISIPLIN HUKUM YANG
KHUSUS MENCAKUP TEKNOLOGI HUKUM (KEGIATAN PEMBENTUKAN
HUKUM/RECHTSVORMING & PENEMUAN HUKUM/RECHTSVINDING) DAN DISIPLIN
TATA HUKUM (SEJARAH TATA HUKUM, DISIPLIN HTN, HAN, HUKUM PRIBADI, HUKUM
HARTA KEKAYAAN, HUKUM KELUARGA, HUKUM WARIS, HUKUM PIDANA, HUKUM
ACARA, HUKUM INTERNASIONAL).
MAKA SYARAT UMUM POLITIK HUKUM ADALAH BERSIFAT EMPIRIS-FUNGSIONAL DAN
BERMETODE TELEOLOGIS-KONSTRUKTIF.
KEGIATAN PEMBENTUKAN HUKUM (RECHTSVORMING) DILAKUKAN MELALUI PROSEDUR
PEMBUATAN UNDANG-UNDANG/LEGISLATIF BERSIFAT UMUM DAN ABSTRAK.
SEDANGKAN PENEMUAN HUKUM (RECHTSVIDING) BERUPA KEGIATAN MENJALANKAN
UNDANG-UNDANG ATAU MENGISI KEKOSONGAN MASALAH YANG BERSIFAT
INDIVIDUAL-KONKRET. MISALNYA PERIJINAN DI BIDANG PEMERINTAHAN (BESTUUR),
KEPUTUSAN-KEPUTUSAN DI BIDANG ADMINISTRASI (POLITIE/KEBIJAKAN) DAN
KEPUTUSAN HAKIM DI BIDANG PERADILAN (RECTHSPRAAK).

PERUNDANG-UNDANGAN.
PERUNDANG-UNDANGAN ADALAH SEGALA PERATURAN TERTULIS MULAI DARI UNDANG-
UNDANG HINGGA PADA PERATURAN PELAKSANA TERENDAH. (LIHAT TAP MPR YANG
MENGATUR TENTANG PERUNDANG-UNDANGAN)
PENGERTIAN UNDANG-UNDANG DAPAT DIKELOMPOKAN MENJADI 2:
1. UNDANG-UNDANG DALAM ARTI FORMAL, YAITU KEPUTUSAN TERTULIS YANG
DIADAKAN OLEH PEMBENTUK UNDANG-UNDANG (PRESIDEN DENGAN PERSETUJUAN
DPR), DAN
2. UNDANG-UNDANG DALAM ARTI MATERIAL, YAITU PERATURAN TERTULIS YANG
BERLAKU UMUM DAN DIBUAT OLEH PENGUASA (PUSAT ATAU DAERAH) YANG SAH.
UNDANG-UNDANG DALAM ARTI MATERIAL DITEKANKAN DARI SEGI ISINYA DAN TERBAGI
DALAM 2 GOLONGAN YAITU:
1. PERATURAN PUSAT (ALGEMENE VERORDENING), IALAH PERATURAN TERTULIS YANG
DIBUAT OLEH PEMERINTAH PUSAT YANG BERLAKU DISELURUH ATAU SEBAGIAN
WILAYAH NEGARA. MISAL: UU PEMILU, UU PERKAWINAN DLL.
2. PERATURAN SETEMPAT (LOCALE VERORDENING), IALAH PERATURAN TERTULIS
YANG DIBUAT OLEH PENGUASA SETEMPAT DAN HANYA BERLAKU DI TEMPAT ATAU
DAERAH ITU SAJA. MISAL: PERDA KOTA PALEMBANG TENTANG KEBERSIHAN,
KETERTIBAN DAN KEAMANAN DI KOTA PALEMBANG.

ASAS PERUNDANG-UNDANGAN.
1. UNDANG-UNDANG TIDAK BERLAKU SURUT, ARTINYA UNDANG-UNDANG HANYA
BERLAKU TERHADAP PERISTIWA YANG DISEBUT DALAM UNDANG-UNDANG TSB DAN
PERISTIWA ITU TERJADI SETELAH UNDANG-UNDANG DINYATAKAN BERLAKU.
2. UNDANG-UNDANG YANG LEBIH RENDAH TIDAK BOLEH BERTENTANGAN DENGAN
UNDANG-UNDANG YANG LEBIH TINGGI.
3. LEX SPECIALIS DEROGAT LEX PRIORI (GENERALIS), ARTINYA UNDANG-UNDANG YANG
BERSIFAT KHUSUS MENGENYAMPINGKAN UNDANG-UNDANG YANG BERSIFAT UMUM.
4. LEX POSTERIORI DEROGAT LEX PRIORI, ARTINYA UNDANG-UNDANG YANG BERLAKU
BELAKANGAN MEMBATALKAN UNDANG-UNDANG YANG BERLAKU TERDAHULU,
DENGAN SYARAT: HAL YANG DIATUR SAMA, MAKNA DAN TUJUANNYA BERBEDA.
5. UNDANG-UNDANG TIDAK DAPAT DIGANGGU GUGAT (SEPANJANG UNDANG-UNDANG
ITU DIBUAT OLEH BADAN NEGARA YANG MEMEGANG KEDAULATAN RAKYAT)
6. UNDANG-UNDANG SEBAGAI SARANA UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT.
JANGKA WAKTU BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG.
1. UNDANG-UNDANG YANG TERTENTU JANGKA WAKTUNYA DENGAN DISEBUTKAN
DALAM UNDANG-UNDANG YANG BERSANGKUTAN.
2. UNDANG-UNDANG YANG TIDAK DISEBUT JANGKA WAKTUNYA, MAKA:
a. UNDANG-UNDANG TSB BERLAKU SAMPAI DINYATAKAN TIDAK BERLAKU LAGI
SECARA TEGAS MAUPUN TIDAK OLEH UNDANG-UNDANG KEMUDIAN.
b. UNDANG-UNDANG TERUS BERLAKU JIKA DINYATAKAN TETAP BERLAKU OLEH
SUATU PERATURAN KEMUDIAN.

DALAM MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG (RUU) ADA 4 TAHAP YANG

HARUS DIIKUTI:
1. TAHAP PRAKARSA RUU
2. TAHAP PENYUSUNAN DAN PENGOLAHAN
3. TAHAP PERSIDANGAN (MELALUI BEBERAPA KALI JENIS PERSIDANGAN DI DPR)
4. TAHAP PENGESAHAN DAN PENGUNDANGAN.

BILA SUATU UNDANG-UNDANG TELAH DISAHKAN MAKA PROSES BERIKUTNYA ADALAH

PENGUNDANGAN.

BEBERAPA ALIRAN/MAZHAB DALAM PEMIKIRAN HUKUM MEMPUNYAI PENGARUH BAGI

PEMBUATAN UNDANG-UNDANG DAN PENERAPAN HUKUM TERMASUK DALAM PROSES
PERADILAN. ATAU BEBERAPA ALIRAN PEMIKIRAN HUKUM MEWARNAI PRAKTEK
HUKUM. ALIRAN/MAZHAB HUKUM YANG DIKENAL ADALAH ALIRAN LEGISME, FREIE
RECHTSBEWEGUNG DAN ALIRAN RECHTSVINDING.
1. ALIRAN LEGISME; ALIRAN INI MENGATAKAN BAHWA HUKUM IDENTIK DENGAN
UNDANG-UNDANG (MENGANGGAP BAHWA SEMUA HUKUM TERDAPAT DALAM UU). HAKIM DALAM
MELAKSANAKAN TUGASNYA TERIKAT PADA UNDANG-UNDANG, SEHINGGA PEKERJAANNYA
HANYA MELAKUKAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG BELAKA (WETS TOEPASSING), DENGAN
JALAN PEMBENTUKAN SILOGISME HUKUM ATAU JURIDIS-CHESYLOGISME YAITU SUATU DEDUKSI
LOGIS DARI SUATU PERUMUSAN YANG LUAS KEPADA KEADAAN KHUSUS, SEHINGGA SAMPAI
KEPADA SUATU KESIMPULAN. JADI MENENTUKAN PERUMUSAN PREPOSISI MAYOR (SIAPA
MEMBELI HARUS MEMBAYAR) KEPADA PREPOSISI MINOR (SI A MEMBELI) SEHINGGA SAMPAI
PADA CONCLUSIO (SI A HARUS MEMBAYAR). ALIRAN INI BERKEYAKINAN BAHWA SEMUA
PERSOALAN SOSIAL AKAN SEGERA TERSELESAIKAN APABILA TELAH DIKELUARKAN UU YANG
PENGATURNYA.
2. ALIRAN FREIE RECHTSBEWEGUNG; ALIRAN INI BERTOLAK BELAKANG DENGAN ALIRAN
LEGISME. ALIRAN INI BERANGGAPAN BAHWA DI DALAM MELAKSANAKAN TUGASNYA SEORANG
HAKIM BEBAS UNTUK MELAKUKAN TUGASNYA MENURUT UNDANG-UNDANG ATAU TIDAK.
MENURUT ALIRAN INI PEKERJAAN HALIM ADALAH MELAKUKAN PENCIPTAAN HUKUM. AKIBATNYA
ADALAH BAHWA MEMAHAMI YURISPRUDENSI MERUPAKAN HAL YANG PRIMER DI DALAM
MEMPELAJARI HUKUM, SEDANGKAN UNDANG-UNDANG MERUPAKAN HAL YANG SEKUNDER, PADA
ALIRAN INI HAKIM SEBAGAI PENCIPTA HUKUM (JUDGE MADE LAW), KARENA KEPUTUSAN YANG
BERDASARKAN KEYAKINAN MERUPAKAN HUKUM. DAN KEPUTUSANNYA INI LEBIH BERSIFAT
DINAMIS DAN UP TO DATE KARENA SENANTIASA MEMPERHATIKAN KEADAAN DAN
PERKEMBANGAN MASYARAKAT.
3. ALIRAN RECHTSVINDING; ALIRAN INI MENGATAKAN BAHWA BENAR HAKIM TERIKAT
PADA UNDANG-UNDANG, AKAN TETAPI TIDALAH SEKETAT PANDANGAN LEGISME, KARENA HAKIM
JUGA MEMILIKI KEBEBASAN WALAUPUN TIDAK SEBEBAS SEPERTI PADA ALIRAN FREIE
RECHTSBEWEGUNG. PADA ALIRAN INI HAKIM DALAM MELAKSANAKAN TUGASNYA MEMPUNYAI
“KEBEBASAN YANG TERIKAT” (GEBONDED-VRIJHEID) ATAU “KETERIKATAN YANG BEBAS’ (VRIJE-
GEBONDENHEID). OLEH KARENA ITU TUGAS HAKIM MERUPAKAN UPAYA MELAKUKAN
RECHTSVINDING (MENEMUKAN UNDANG-UNDANG) ARTINYA ADALAH HAKIM MENYELARASKAN
UNDANG-UNDANG PADA TUNTUTAN ZAMAN.
 POLITIK HUKUM

MENGUTIP PENDAPAT DR.SOEDJONO DIRDJOSISWORO, SH (2008) POLITIK HUKUM ADALAH

DISIPLIN HUKUM YANG MENGKHUSUSKAN DIRINYA PADA USAHA MEMERANKAN
HUKUM DALAM MENCAPAI TUJUAN YANG DICITA-CITAKAN OLEH MASYARAKAT
TERTENTU.
SEMENTARA SAUT P PANJAITAN (1998) MENGATAKAN BAHWA POLITIK HUKUM ADALAH
CABANG ILMU PENGETAHUAN HUKUM YANG MEMPELAJARI PROSES PEMILIHAN DAN
PENERAPAN NILAI-NILAI DALAM HUKUM. POLITIK HUKUM MERUPAKAN DISIPLIN
YANG MEMANFAATKAN MATERI FILSAFAT HUKUM (MENYANGKUT TUJUAN YANG
DIINGINKAN) SERTA MATERI ILMU TENTANG KENYATAAN HUKUM DAN DOGMATIK
HUKUM (BERKAITAN DENGAN CARA MENCAPAI TUJUAN). HAL INI TERUTAMA SEKALI
RELEVAN DENGAN KEGIATAN PEMBENTUKAN DAN PENEMUAN HUKUM.
JADI POLITIK HUKUM MENGKAJI STRATEGI (POLITIEK ALS ETHIEK) DAN TAKTIK (POLITIEK
ALS TECHNIEK), DALAM KEGIATAN PEMBENTUKAN HUKUM (RECHTSVORMING) MAUPUN
PENEMUAN HUKUM (RECHTS VINDING). POLITIK HUKUM SEBAGAI TEORI AKAN
MENGUNGKAPKAN “POLICY EVOLUATION” DAN “POLICY APPROXIMATION”.
HUKUM DAN POLITIK MERUPAKAN 2 HAL YANG TIDAK DAPAT DIPISAHKAN SATU DENGAN
YANG LAIN. SATU SISI, HUKUM MERUPAKAN SUATU PROSES DARI PRODUK POLITIK
(MEMILIH DAN MENERAPKAN NILAI-NILAI DALAM HUKUM), SEDANGKAN DISISI LAIN
HUKUM YANG ADA DAPAT MEMBATASI KEKUASAAN POLITIK. HUKUM DAN POLITIK
IBARAT 2 SISI DARI SEKEPING UANG LOGAM, DAPAT DIBEDAKAN NAMUN SULIT
MEMISAHKANNYA.
HANS KELSEN (SAUT P PANJAITAN, 1998) PENGGAGAS “THE PURE THEORY OF LAW”
MENGATAKAN BAHWA PEMISAHAN POLITIK SECARA TEGAS SEBAGAIMANA DITUNTUT
OLEH AJARAN MURNI TENTANG HUKUM SEMATA-MATA HANYA BERKAITAN ILMU
HUKUM DAN BUKAN DENGAN OBYEKNYA, YAITU HUKUM ITU SENDIRI. HUKUM TIDAK
DAPAT DIPISAHKAN DARI POLITIK.
FRIEDMANN (SAUT P PANJAITAN, 1998) JUSTRU MENGINGINKAN ADANYA PENGKAJIAN
DALAM ILMU HUKUM YANG TIDAK DAPAT DILEPASKAN DARI TEORI POLITK.
MENURUT LOGEMANN, POLITIK MERUPAKAN PERBUATAN MEMILIAH DAN CARA
MENERAPKAN NILAI-NILAI TERTENTU, UNTUK MENCAPAI TUJUAN-TUJUAN SOSIAL
TERTENTU.
SEBAGAI DISIPLIN, ILMU POLITIK MENCARI CARA-CARA YANG DAPAT DIPERGUNAKAN
UNTUK MENCAPAI TUJUAN-TUJUAN SOSIAL YANG TELAH DITETAPKAN. DENGAN
DEMIKIAN, ILMU POLITIK MENELITI KEMUNGKINAN PENCAPAIAN TUJUAN SOSIAL
YANG TELAH DITETAPKAN DAN CARA MENCAPAI TUJUAN TSB. KETERKAITAN ANTARA
ILMU HUKUM DAN ILMU POLITIK MELAHIRKAN (ILMU) POLITIK HUKUM.
SATJIPTO RAHARDJO MENGATAKAN BAHWA YANG MENJADI OBYEK KAJIAN DALAM
POLITIK HUKUM ADALAH:
• KAPANKAH WAKTUNYA HUKUM ITU PERLU DIRUBAH, DAN
• BAGAIMANA CARANYA PERUBAHAN TSB DILAKUKAN, SERTA
• DAPATKAH DIRUMUSKAN ADANYA SUATU POLA YANG MAPAN YANG DAPAT
DIJADIKAN PEDOMAN DALAM PROSES PEMILIHAN TUJUAN DAN CARA PENERAPAN
DARI TUJUAN TSB.
SELAIN ITU, POLITIK HUKUM MEMERLUKAN PENGUASAAN TERHADAP PEMBIDANGAN
TATA HUKUM TERMASUK SEJARAH HUKUM.
SYARAT UMUM POLITIK HUKUM ADALAH BERSIFAT EMPIRIS-FUNGSIONAL DAN
BERMETODE TELEOLOGIS-KONSTRUKTIF.

DENGAN KATA LAIN:

POLITIK HUKUM ADALAH CABANG ILMU PENGETAHUAN HUKUM YANG MEMPELAJARI
PROSES PEMILIHAN DAN PENERAPAN NILAI-NILAI DALAM HUKUM.

POLITIK HUKUM MERUPAKAN DISIPLIN YANG MEMANFAATKAN MATERI FILSAFAT HUKUM

(MENYANGKUT TUJUAN YANG DIINGINKAN) SERTA MATERI ILMU TENTANG
KENYATAAN HUKUM DAN DOGMATIK HUKUM (BERKAITAN DENGAN CARA MENCAPAI
TUJUAN). HAL INI TERUTAMA SEKALI RELEVAN DENGAN KEGIATAN PEMBENTUKAN
DAN PENEMUAN HUKUM.

POLITIK HUKUM DIGUNAKAN SEBAGAI PELAKSANA BERLAKUNYA SUATU ATURAN HUKUM.

DAFTAR BUKU YANG DISADUR:
1. R. ABDOEL DJAMILI, SH. PENGANTAR HUKUM INDONESIA. Edisi Revisi. Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada, 2009.
2. DRS. DUDU DUSWARA MACHMUDIN, SH, MHUM. PENGANTAR ILMU HUKUM. Sebuah
Sketsa. Cetakan ke-2. Bandung: PT. Refika Aditama, 2003.
3. PROF. KUSUMADI PUDJOSEWOJO, SH. PEDOMAN PELAJARAN TATA HUKUM
INDONESIA. Cetakan ke-11. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
4. Prof.Dr.Mr. L.J. van Apeldoorn. Pengantar Ilmu Hukum (INLEIDING TOT DE STUDIE VAN
HET NEDERLANDSE RECHT). Cetakan ke-33. Jakarta; PT.Pradnya Paramita, 2009.
5. SAUT P.PANJAITAN. DASAR-DASAR ILMU HUKUM (ASAS, PENGERTIAN DAN
SISTEMATIKA). Palembang: Penerbit Universitas Sriwijaya, 1998.
6. Dr. SOEDJONO DIRDJOSISWORO, SH. PENGANTAR ILMU HUKUM. Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada, 2008.
7. PROF.DR.SUDIKNO MERTOKUSUMO, SH. MENGENAL HUKUM SUATU PENGANTAR.
Cetakan ke-3. Yoyakarta: Liberty, 2007
8. Waluyadi, SH. Pengantar Ilmu Hukum Dalam Perspektif Hukum Positif. Jakarta: Djambatan,
2001.

SELAMAT BELAJAR
Wahyu Ernaningsih, SH,MHum.