Anda di halaman 1dari 7

Negara autokrasi modern sering disebut negara dengan sistem satu partai atau partai tunggal.

Negara autokrasi dalam pengertian yang asli dewasa ini dapat dikatakan tidak ada, akan tetapi
menjadi autokrasi modern yang hampir dikatakan mirip dengan demokrasi modern.
Negara demokrasi modern dengan autokrasi modern tidaklah sama. Keduanya memiliki
perbedaan dalam pandangan tentang hakekat serta tujuan negara. Pada negara autokrasi modern
tujuan terakhirnya adalah menghimpun kekuasaan sebesar mungkin pada tangan negara. Auto
berarti sendiri, sedangkan kratos atau kratein berarti kekuasaan. Jadi, negara autokrasi dalam artian
yang murni adalah negara dimana pemerintahan negara itu betul-betul hanya dipegang atau
dilaksanakan oleh satu orang saja. Zaman sekarang, negara autokrasi yang sifatnya masih murni
sudah tidak ada seperti pada zaman kuno. Karena pada zaman modern, pada negara autokrasi
tersebut disamping seorang tunggal yag memegang pemerintahan negara itu didapati adanya
sebuah badan perwakilan yang mendampingi kekuasaan kepala negara tersebut. Jadi, sepintas
negara autokrasi modern dan negara demokrasi hampir sama, dalam arti bahwa pada kedua negara
tersebut terdapat adanya badan perwakilan. Tetapi terdapat perbedaan-perbedaan yang sifatnya
prinsipiil,pokok.
1.

Perbedaan antara Demokrasi Modern dengan Autokrasi Modern

Sebab-sebab tedapatnya perbedaan antara badan perwakilan pada negara autokrasi modern dengan
badan perwakilan pada negara demokrasi modern adalah :

Pandangan terhadap hakekat negara

Pada negara autokrasi modern, mengemukakan pandangannya atau ajarannya atau doktrinnya,
bahwa negara itu pada hakekatnya adalah merupakan suatu organisme yang dianggap sebagai
sesuatu kesatuan yang mempunyai dasar-dasar hidup, serta kehidupan, dan mempunyai
kepentingan sendiri, serta kepribadian sendiri.
Pada negara demokrasi modern, mengemukakan pandangannya atau ajarannya atau doktrinnya,
bahwa negara itu pada hakekatnya adalah merupakan suatu kumpulan atau kesatuan daripada para
individu. Dalam arti bahwa individu mempunyai peranan yang pokok yang harus menentukan dan
mengusahakan kebahagiaan serta kesentausaan negara.

Pandangan terhadap tujuan negara

Dalam sistem autokrasi, tujuan negara adalah menghimpun kekuasaan sebesar-besarnya pada
negara. Dalam sistem demokrasi, tujuan negara adalah untuk mengusahakan serta
menyelenggarakan kebahagiaan serta kesejahteraan rakyatnya.
Perbedaan antara badan perwakilan rakyat pada negara autokrasi modern dengan badan perwakilan
rakyat pada demokasi modern terletak pada :
a. Cara pengangkatan atau pemilihan dari anggota-anggota badan perwakilan rakyat tersebut
Pada negara autokrasi modern ini misalnya pada negara-negara fascist, pemilihan atau
pengangkatan daripada anggota-anggota badan perwakilan rakyat itu dimulai dari pengajuan caloncalon sementara oleh kesatuan-kesatuan sosial yang ada dalam negara itu, yang telah diakui secara
syah oleh negara.

Sedang pada negara-negara demokrasi modern, pemilihan atau pengangkatan anggota badan
perwakilan rakyat, rakyat mempunyai peranan yang penting, oleh karena ikut memilih secara
langsung siapa yang akan terpilih duduk di kursi badan perwakilan rakyat.

b. Sifat susunan daripada badan perwakilan rakyat


Sifat susunan daripada badan perwakilan rakyat badan negara autokrasi modern, sesuai dengan
pendapat mereka tentang hakekat negara, yaitu bahwa negara dianggap sebgai suatu organisme,
maka sifat susunan daripada badan perwakilan rakyatnya adalah koorporatif, oleh karena badan
perwakilan rakyat tersebut merupakan wakil daripada kesatuan-kesatuan sosial yang ada dan diakui
syah oleh negara di dalam masyarakat tersebut.
Sedangkan badan perwakilan rakyat pada negara demokrasi modern itu sifatnya adalah atoomistis,
oleh karena badan perwakilan rakyat tersebut merupakan wakil-wakil daripada rakyat pemilih.
c. Sifat kekuasaan daripda badan perwakilan rakyat
Pada negara autokrasi modern badan perwakilan rakyat itu sebenarnya tidak mempunyai kekuasaan
apa-apa , oleh karena badan perwkilan rakyat tersebut hanyalah merupakan pendukung saja
terhadap keputusan-keputusan yang telah diambil oleh badan eksekutif. Jadi kekuasaan didalam
negara autokrasi modern itu sebenarnya ada pada badan eksekutif.
Sedangkan pada negara demokrasi badan perwakilan rakyat mempunyai kekuasaan nyata yaitu
memegang kekuasaan perundang-undangan.
Menurut Kranenburg adanya badan perwakilan rakyat yang sifatnya korporatif dalam negara yang
memakai sistem satu partai atau sistem autokrasi modern , itu hanyalah merupakan kamuflase,
samaran belaka daripada suatu negara dictatorial dan absolutistis, atau menurut istilah klasik negara
tirani. Tetapi disamping kelemahan-kelemahan tersebut diatas, negara yang berpemrintahan
autoritaire itu mengandung pula kebaikan-kebaikan, yaitu adanya kemungkinan untuk mengambil
keputusan-keputusan secara cepat, serta mengadakan tindakan-tindakan tegas seperlunya,
terutama dalam keadaaan genting yang memerlukan adanya perubahan-perubahan secara radikal
baik dalam bidang pemerintahan, ketatanegaraan, ekonomi, politik, maupun sosial. Perubahanperubahan mana memang kadang-kadang perlu diadakan secara radikal.
Sebagai contoh misalnya bangsa romawi dahulu,dalam keadaan biasa, atau dalam keadaan tentram,
pemerintahannya itu mempergunakan sistem demokrasi. Akan tetapi bila dalam negara itu
mengalami keadaan bahaya, mereka merubah sistem pemerintahannya menjadi pemerintahan
diktatorial, supaya ada kesatuan pimpinan pemerintahan negara yang kuat , segala keputusan dan
tindakan dapat diambil secara tepat dan tegas, tetapi perubahan yang demikian itu hanya untuk
atau berlaku sementara waktu saja. Oleh karena itu apabila bahaya yang mengancan negara itu
telah tidak ada lagi, mereka mengembalikan pemerintahannya ke dalam sistem demokrasi.
Memang tidak ada suatu sistem yang sifatnya sempurna, karena dalam satu sistem pasti ada
kebaikan dan keemahannya. Bedanya, satu sistem mungkin mengandung lebih banyak kebaikan dari
sistem yang lainnya. Demikian pula misalnya dengan sistem diktatorial diatas. Diktator adalah

kekuasaan pemerintah di dalam negara itu hanya dipegang, dilaksanakan, dan dipimpin oleh satu
orang tunggal saja yang disebut diktator. Sistem ini pun menimbulkan masalah, yaitu masalah
pembatasan kekuasaan.
Maurice Duverger menamakan kedua Weltanschaung tersebut dengan dua nama, yaitu
individualisme dan kolektivisme. Menurut doktrin kolektivisme, kelompok atau kesatuan sosial serta
kehidupan sosial dapat disamakan dengan tubuh manusia, dan kehidupan manusia. Manusia terdiri
atas kumpulan sel-sel, apabila sel-sel tersebut dipisah, maka kemungkinan dapat akan tetap hidup,
akan tetapi tentu saja tidak sesempurna saat mereka menyatu dan membentuk suatu manusia yang
utuh. Begitu pula manusia, manusia akan lebih sempurna hidupnya jika berbaur (menyatu) dengan
masyarakat. Doktrin kolektivisme sama sekali bertentangan dengan segala maksud untuk membatasi
kekuasaan penguasa.
Doktrin individualisme menuju kepada kesimpulan-kesimpulan yang tepat yang merupakan
kebalikan atas doktrin-doktrin kolektivisme. Menurut doktrin individualisme, masyarakat adalah
merupakan kenyataan sekunder, sedangkan setiap manusia merupakan kenyataan primer atau
kenyataan tingkat pertama, jadi individulah yang merupakan kesatuan yang bersifat fundamentil.
Manusia adalah makhluk yang tidak bisa dipisahkan terhadap manusia lain, karena dalam
kesatuan masyarakat tersebut senantiasa memelihara nilai-nilai peradaban dengan menyebarkan
kebajikan-kebajikan kepada anggota-anggotnya yaitu para individu. Kesatuan sosial menjadi terbatas
perananny, yitu menjamin kesempatan hidup kepada setiap manusia dan membuka jalan untuk
perkembangan yang selaras dengan watak watak atau sifat-sifat yang sebenarnya.
Jika doktrin kolektivisme menyatakan kehidupan dan hidup manusia didalam masyarakat itu
tak ubahnya seperti kehidupan dan hidupnya sel-sel di dalam tubuh manusia, sebagai imbangan
daripada postulat ini doktrin individualisme menyatakan bahwa kehidupan manusia di dalam
masyarakat itu disamakan dengan kumpulan lukisan-lukisan di dalam suatu pameran seni lukis,
dimana setiap lukisan itulah yng menjdi pokok harga atau nilai, dan bukan simetri kumpulan
seluruhnya. Dengan paham demikian, doktrin individualisme menganggap bahwa para penguasa
semata-mta berkewajiban untuk memelihara aturan-aturan sosial yang perlu untuk perkembangan
individu itulah yang menentukan batas-batas kekuasaan penguasa.
2.

Cara-cara Pembatasan Kekuasaan Penguasa

Menurut Maurice Duverger timbulnya dan terselenggaranya pembatasan kekuasaan


penguasa itu bukan karena hasil dari suatu pemikiran, melainkan oleh karena adanya kesukarankesukaran dan kesulitan-kesulitan serta rintangan yang bersifat keberadaan atau materiil., yang
merintangi maksud penguasa untuk melaksankan kekusaannya. Tetapi, keadaan tidaklah statis,
melaikna sebaliknya, keadaan selalu berubah dan berkembang, terutama alat-alat lalu lintas, ini
mengalami perkembnagan yang pesat. Perkembangan ini sangat menguntungkan para penguasa
karena memberikan kepada para penguasa suatu alat penerangan dan pegawasan yang luar biasa
dan yang tak ada taranya dalam abad-abad yang lampau.
Demikian pula keadaannya perkembangan alat-alat persenjataan, yang semakin lama
semakin ruwet, dalam arti bahwa alat-alat prsenjataan tersebut hanya dapat dilayani oleh orangorang tertentu, yaitu para ahli. Maka sejak itu berakatalah orang : barangsiapa dapat memiliki

kekuatan senjata, tentu dapat menyelamatkan diri dari semua gerakan rakyat. Dan sejak itu pula,
orang tidak lagi membuat revolusi melawan rakyat.
Lebih-lebih denaga adanya pengawasan pemerintah atas persuratkabaran, radio, filn,
pendidikan, dan sebagainya. Tindakan-tindakan ini semua merupakan senjata yang ampuh bagi
penguasa untuk dengan leluasa melaksanakan propaganda secara besaran-besaran, yang lama
kelamaan sukar ditentang oleh rakyat. Maka dari itu suatu usaha untuk mendapatkan cara, dan
dengan cara itu kekuaaan penguasa dapat di batasi, merupakan masalah yang maha besar, lebihlebih pada waktu itu usaha tersebut sangat sulit dilaksanakan.
Menurut Maurice Duverger, ada tiga macam usaha untuk dapat melaksankan pembatasan
kekusaan itu, yang masing-masin bergerak pada dalam lapangan yang tesendiri. 3 macam usaha
tersebut ialah:
1. Usaha pertama ditunjukan untuk melemahkan atau membatasi kekuasaan penguasa dengan secra
langsung. Di dalam usaha ini ada tiga macam cara yang umum dipergunkan, yaitu :
a. Pemilihan para penguasa
Pada waktu kita mempelajari atau membicarakan system pemerintahan demokrasi, kita telah
mengetahui bahwa pemilihan para penguasa oleh rakyat yank akan diperintah, itu merupakan salah
atu cara yang paling mudah dan praktis untuk melaksanakan dan mencapai maksud daripada prinsip
pembatasan kekusaan penguasa. Tetapi yang demikian ini harus disertai syarat-syarat bahwa
pemilihan itu harus betul-betul bebas dan beres. Kalau memang betul-betul demikian halnya ini akan
memaksa para penguasa untuk memberikan pertanggungjawaban kepada rakyat. Dan
pertanggungjawaban itu bukan sekedar pertanggungjaban yang tidak ada sanksinya apa-apa ,
melainkan pengertian peranggungjawaban di sini ialah pertanggungjawaban politis, dengan sanksi
yang bersifat politis juga, dan sanksi yang paling berat adalah : apabila kebijaksanaan penguasa itu
tidak dapat diterima oleh rakyat, maka penguasa akan kehilangan kekuasaannya, dan ini berarti
jatuhnya kekasaan mereka. Tetapi apabila penguasa tersebut mulai menyadari bahwa kekuasaan
mereka itu sebenarnya mereka peroleh dari rakyat, dan mulai saat itu pula menyegani rakat, maka
ini merupakan titik pangkal daripada kebijaksanaan penguasa. Meskipun pemilihan ini sebenarnya
tidak dapat terlepas dari kelemahan-kelemahan, ini tergantung daripada system pemilihan dan sikap
rakyat terhadap penguasa, namun pemilihan tetap merupakn suatu cara yang paling tepat dan tegas
untuk membatasi kekuasaan penguasa.
b. Pembagian kekuasaan
Dikemukakan oleh Maurice Duverger sebagai salah satu cara yan baik untuk membatasi atau
melemahkan kekuasaan penguasa, dengan maksud untuk mencegah agar para penguasa itu jangan
sampai menyalah gunakan kekuasaannya atau bertindak sewenang-wenang dengan melebarkan
cengkraman totaliternya atas rakyat.
Menurut Montesque, pembagian kekuasaan bisa dengan trias politika. Tetapi, ada juga tipe
pembagian kekuasaan yang lain yaitu sistem dwidewan yang dapat mencegah timbulnya
pelanggaran yang mungkin timbul atau terjadi pada sistem satu dewan. Segitupula sistem
tripartisme, yang penyerahan kekuasaan ada pada tiga partai terbesar yang turut di dalamnya

pembagian sektor-sektor dalam lapangan usaha pemeritah dan yang masing-masing di bawah
pimpinan seorang presiden dewan menteri, tetapi sebenarnya hanya berupa lambang.
Disamping itu, terdapat juga sistem federalisme dan sistem desentralisasi dianggap sebagai caracara pembagian kekuasaan. Karena yang terjadi adalah pembagian kekuasaan secara vertikal dan
tidak menjuruske pembagian kekuasaan secara horisontal.
c. Kontrol yurisdiksionil
Maksudnya adalah adanya peraturan-peraturan hukum yang menentukan hak-hak atau kekuasaankekuasaan tersebut,dan pelaksanaannya diawasi dan dilindungi oleh organ-organ pengadilan dari
lembaga-lembaga lainnya dengan tujuan membatasi kekuasaan penguasa, tetapi juga pemberian
kekuasaan kepada lembaga pengadilan untuk mengontrol, mengatur serta mengendalikan lembagalembaga politik dan lembaga-lembaga administrasi.
Suatu kontrol yurisdiksionil yang sempurna dan lengkap menurut Maurice Duverger harus meliputi
dua ha, yaitu:
Pertama, kontrl atas syah tidaknya tindakan-tindakan badan eksekutif, agar dengan demikian
tercegah timbulnya pelanggaran-pelanggaran terhadap undang-undang.
Kedua, kontrol agar undang-undang dan eraturan-peraturan hukum lainnya tidak menyimpang dari
undang-undang dasar atau konstitusi.
2. Usaha kedua untuk membaasi kekuasaan penguasa ialah: menambah atau memperkuat
kekuasaan pihak yang diperintah. Jadi daya kesanggupan rakyat untuk menolak pengaruh-pengaruh
dari penguasa ditambah atau diperkuaat.
Salah satu cara yang disebut oleh Maurice Duverger yang menurut sifatnya memang harus
dimasukkan ke dalam golongan usaha yang kedua adalah yang dinamakannya kekuasaan pribadi.
Menurut Maurice Duverger, kekuasaan pribadi adalah semua lembaga yang diadakan dan di pimpin
sendiri oleh warga Negara, maksudnya oleh rakyat, atau tegasnya oleh orang-orang yang diperintah
itu sendiri, dan yang member ikan kesempatan kepada meereka untuk menentang kehendak Negara
yang merugikan rakyat. Misalnya : _ untuk zaman modern _ hak milik individual, perkumpulanperkumpulan, serta pers, dan sebagainya ( semua itu merupakan rintangan-rintangan besar untuk
pelaksanaan kekuasaan mutlak dari penguasa, karena dengan hal-hal itu kekuasaan rakyat yang
diperintah menjadi bertambah kuat.
Menurut Maurice Duverger, sistem demokrasi semi langsung tidak ada hubungannya dengan
pemilihan para penguasa, dan bahwa adanya persamaan antara demokrasi langsung, demokrasi
semi langsung, dan demokrasi perwakilan itu tidak bersifat azasi. Lagipula sistem-sistem : hak
inisiatif, hak referendum, dan hak veto ttidak ada halangannya, jadi dapat dilaksanakan dalam suatu
sistem autokrasi, dimana para penguasa itu terjamin kekuasaannya, misalnya oleh aturan-aturan
keturunan. Sehingga dalam arti kata yang setepat-tepatnya demokrasi semi langsung kehilangan
sifat demokrasinya.
Dikatakan juga oleh Maurice Duverger, bahwa yang menjadi tujuan pokok dari prosedur tersebut
adalah memberikan alat kepada warga Negara untuk menjamin terlaksananya pembatasan

kekuasaan sehingga dapat secara langsung menahan keputusan-keputusan penguasa. Negara yang
telah mempraktekkan sistem itu adalah Swiss. Dan keberatan-keberatan yang dialami Swiss dalam
mempraktekkan sistem itu, yaitu sistem referendum, adalah :
1. Sistem tersebut lambat jalannya.
2. Sistem tersebut di dalamnya mengandung kecenderungan untuk menimbulkan semangat
konservatif, artinya dimana-mana rakyat selalu mencurigai hal-hal baru.
3. Kelemahan yang paling berat ialah adanya resiko timbulnya sikap masa bodoh di kalangan
rakyat pemilih apabila terlalu sering diadakan pemungutan suara, entah pemungutan suara
untuk referendum obligator atau referendum fakultatif.
3. Usaha ketiga dalam pembatasan kekuasaan penguasa, dapat juga dipertimbangkan usaha untuk
mengendalikan kelaliman-kelaliman pihak penguasa dari masyarakat atau negara yang satu
terhadap negara atau masyarakat yang lain, dengan mengusahakan adanya semacam intervensi oleh
penguasa dari masyarakat atau negara yang lain, dan intervensi ini dilakukan secara timbal-balik.
Usaha ini disebut pengendalian atau pembatasan secara federalisme. Usaha ini dapat dibedakan
dalam dua cara, yaitu:
1. Pembatasan kekuasaan penguasa secara federalisme yang bersifat intern, atau dalam
negeri.
2. Pembatasan kekuasaan penguasa yang diseenggarakan oleh pengawasan iternasional.
Sistem federalisme adalah suatu usaha utuk membatasi penguasa, jadi suatu usaha untuk menjaga
jangan sampai rakyat dikuasai, terbenam oleh pengaruh kekuasaan pusat atau jangan sampai
pemerintah pusat mempunyai kekuasaan yang absolut dan bertindak sewenang-wenang.
Federalisme tidak hanya terbatas pada suatu negara saja, tetapi negara itu sendirilah yang menjadi
aggotanya dan yang harus diawasi. Jadi, ini adalah suatu pengawasan atau kontrol internasional.
Maka, kalau pengawasan internasional itu sudah terlaksana, Maurice Duverger menyatakan bahwa
prinsip lama tentang noninvestasi dalam urusan intern suatu negara harus dihapuskan, karena
intervensi adalah suatu syarat untuk dapat terselenggaranya organisasi iternasional.
Jadi, pertama harus ditemukan batas minimal dari hak-hak dasar yang harus dijamin, untuk semua
orang oleh konstitusi dan peraturan-peraturan hukum lainnya dari negara-negara yang
bersangkutan.
Setelah itu, PBB harus mempuyai satu orgaisasi pengawas yang baik dan lengkap, dan harus
dilindungi oleh imunitet diplomatik istimewa, jadi mempunyai kebebasan untuk mendatangi semua
negara anggota, untuk mengadakan pengawasan,npenyelidikan sambil menerima laporan-laporan
dari negara-negara yang bersangkutan, yaitu negara-negara anggota, dan mereka selanjutya harus
dapat mengundang pengadilan internasional untuk bersidang dan memutuskan dengan khidmat
semua pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh negara anggota. Agar berjalan dengan
baik, hak veto dan apa saja yang merintangi pelaksanaan itu harus dihapuskan (Soehino, 1996: 256276).
3.

Jenis-Jenis Negara Autokrasi Modern

Fasisme Italia

Tokoh fasisme Italia adalah Benito Mussolini. Fasisme adalah suatu gerakan partai politik di Eropa
Barat, yang muncul dari kemiskinan akibat Perang Dunia I, baik yang menang maupun yang kalah
perang. Akibat kemiskinan yang merajalela di satu pihak, sementara di pihak lain usaha pemerintah
untuk mengatasi hal itu pun belum nampak hasilnya, maka timbul rasa tak percaya terhadap
pemerintah. Hal inilah yang mengakibatkan krisis keuangan Italia saat itu. Guna mengatasi krisis
tersebut, gerakan ini berusaha menyatukan tiga partai/golongan yang ada di Italia sebelum Perang
Dunia I, yaitu partai nasional, partai syandicatisme, dan partai agama.

Nazisme Jerman

Tokoh nazisme Jerman adalah Adolf Hitler. Nazi sebenarnya adalah sebuah partai. Nama lengkap
partai tersebut adalah Nationa Sozialistiche Deutsche Arbeiter Partai (NSDAP), yaitu partai buruh
yang semula bernama Deutsche Arbeiter Partai (DAP). Adolf Hitler semulai sebagai anggota DAP,
namun karena pengaruhnya dan kecakapannya berbicara, maka akhirnya ia terpilih sebagai
pemimpin partai. Setelah menjadi pemimpin nama DAP dilengkapi menjadi NSDAP. Latar belakang
timbulnya Nazisme Jerman akibat kekalahan Jerman pada Perang Dunia I serta tekanan-tekanan
negara sekututerhadap Jerman, yang oleh Jerman dipandang sebagai penghinaan. Kehadiran Hitler
untuk emperbaiki itu lewat kekerasan.

Komunisme Uni Soviet

Uni Soviet Sosialis Republik (USSR) adalah negara sosialis kaum buruh dan petani. Peham sosialis
yang dianut USSR ini berasal dari paham sosialis Eropa. Timbulnya sosialisme di Eropa adalah akibat
dari Revousi Industri pada abad XVIII, yang mengakibatkan banyak beruh terpaksa menganggur
karena perusahaan-perusahaan lebih banyak menggunakan tenaga mesin daripada tenaga manusia.
Akibat pengangguran tersebut maka banyak buruh yang mencari pekerjaan, sedangkan lapangan
kerja sedikit, akibatnya nasib buruh terlantar. Untuk membela nasib buruh inilah lahir gerakan
sosialisme. Tokoh-tokoh gerakan ini adalah Karl Marx dan Friedrich Engels. Keduanya adalah
penganut golongan Hegelian-Kiri, yaitu golongan yang berusaha menarik kesimpulan yang bersifat
ateis dan revolusioner dari filsafat Hegel. Marx dan Engels pada tahun 1848 menulis Communistisch
Manifest atau Manifesto Komunis, yang kemudian disalin dalam berbagai bahasa, dan dipelajari di
berbagai negara.
Khusus mengenai negara-negara komunis ini sering pula disebut bahwa sistem pemerintahan yang
berlaku adalah demokrasi rakyat atau terkadang pula disebut demokrasi sentralisme, maka
kenyataan mengaburkan arti demokrasi itu sendiri. Akan tetapi, jika dilihat kenyataannya bahwa
yang berlaku hanyalah satu partai, dan pemerintahannya di tangan satu orang, maka jelaslah bahwa
apapun nama yang disandang negara itu adalah tergolong negara autokrasi (Max Boli Sabon dkk,
1994: 192-195).

Anda mungkin juga menyukai