NPM : B1A020249
Kelas : I
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu negara ialah ilmu yang menyelidiki atau membicarakan negara, ini telah nyata
ditunjukkan sendiri oleh namanya.
A. Teori-teori pada jaman Yunani Kuno. Dari jaman Yunani Kuno antara lain dikemukakan :
a. Socrates
b. Plato
c. Aristoteles
d. Epicurus
e. Zeno
B. Jaman Romawi Kuno :
a. Polybius
b. Cicero
c. Seneca
C. Jaman pertengahan. Jaman abad pertengahan ini umurnya agak panjang, yaiu dimulai
dari abad ke V sampai abad ke XV. Jaman ini berbarengan dengan timbul dan
berkembangnya agama kristen, maka sudah barang tentu kalau pada jaman ini
perkembangan ilmu pengetahuan sedikit banyak berpengaruh oleh ajaran-ajaran
agama, sehingga menimbulkan faham teokratis. Ajaran-ajaran pertengahan ini
berkembang dalam dua periode, yaitu :
a. Jaman abad pertengahan sebelum perang salib, dari abad V sampai abad ke XII
b. Jaman abad pertengahan sesusah perang salib, dari abad XII sampai abad ke XV
D. Jaman renaissance. Kira-kira pada abad ke XVI. Pada jaman ini terjadi perubahan-
perubahan besar dlaam ilmu pengetahuan, terutama dalam ilmu kenegaraan.
E. Kaum Monarkomaken (tokoh-tokohnya: Hotman, Brutus, buchaman, Mariana,
Bellarmin, Suares, Milton dan yang terpenting Althusius)
F. Jaman berkembangnya Teori Hukum Alam. Ini terjadi pada abad ke XVII dan abad ke
XVIII. Teori Hukum Alam ini sesungguhnya memang mengalami perkembangan dalam
dua abad, yang dalam masing-masing abad ini meskipun materi ajarannya sama, tetapi
fungsinya berbeda. Bahwa ajaran Hukum Alam abad ke XVII berfungsi menerangkan,
sedangkan abad ke XVIII berfungsi menilai, adapun tokoh-tokoh :
1. Teori Hukum Alam abad ke XVII :
a. Grotius (Hugo de Groot)
b. Thomas Hobbes
c. Benedictus de Spinoza
d. John Locke
2. Teori Hukum Alam abad ke XVIII :
a. Frederik yang Agung
b. Monstesquieu
c. Jen Jacques Rousseau
d. Immanuel Kant
G. Jaman berkembangnya teori kekuatan (kekuasaan). Teori ini berkembang pada
permulaan abad-abad modern.
H. Teori positivisme. Teori ini merupakan reaksi terhadap teori-teori kelasik tradisional
(teori-teori yang telah disebutkan di atas). Teori positivisme ini antara lain dikemukakan
oleh : Hans Kelsen
I. Teori-Teori tentang hakekat negara
J. Teori tentang tujuan negara
K. Teori legitimasi kekuasaan, meliputi 3 masalah pokok :
a. Sumber kekuasaan
b. Pemegang kekuasaan (kekuasaan tertinggi = kedaulatan)
c. Pengesahan kekuasaan
L. Klasifikasi negara, akan dibicarakan masalah-masalah mengenai kemungkinan-
kemungkinan daripada bentuk negara; artinya seusatu yang dinamakan negara itu
mempunyai kemungkinan bentuk apa saja.
M. Susunan negara, akan membicarakan bentuk-bentuk negara ditinjau dari segi
susunannya. Negara kalau ditinjau dari segi susunannya.
N. Negara demokrasi modern. Nanti akan dibicarakan perkembangannya, yaitu mulai dari
demokrasi langsung (demokrasi kuno) yang mulai timbul dan berkembang sejak pada
jaman Yunani Kuno, sampai pada perkembangannnya mencapai demokrasi tidak
langsung (demokrasi modern = demokrasi perwakilan). Ini terjadi sekitar abad ke XVII
dan abad ke XVIII.
O. Negara Autokrasi Modern. Negara ini juga sering disebut negara dengan sistem satu
partai.
BAB II
Bahwa obyek atau lapangan pembicaraan Ilmu Negara adalah negara. Sesungguhnya ilmu
yang membicarakan negara itu tidak saja Ilmu Negara, melainkan masih banyak ilmu-ilmu
lainnya yang juga membicarakan negara. bahwa yang mempunyai hubungan erat dengan Ilmu
negara adalah :
Terdapat hubungan yang erat satu sama lin, karena ilmu-ilmu tersebut mempunyai pbyek
yang sama, yaitu negara. perbedaannya sesungguhnya hanya terletak pada sudut pandang
daripada masing-masing ilmu tersebut. Adapun perbedaan tersebut secara singkat adalah : di
satu pihak yaitu Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Pemerintahan memandang obyeknya,
yaitu negara, dari sifatnya atau pengertiannya yang kongkrit, artinya obyeknya itu sudah terikat
pada tempat, keadaan dan waktu, jadi telah mempunyai ajektif yang tertentu, misalnya Negara
Republik Indonesia, Negara Inggris, Negara Jepang. Sedangkan Ilmu Negara memandang
obyeknya itu, yaitu Negara, dari sifat atau dari pengertiannya yang abstrak, artinya obyeknya
itu dalam keadaan terlepas dari tempat, keadaan dan waktu, jadi tegasnya belum mempunyai
ajektif tertentu, bersifat abstrak-umum-universil.
Obyek daripada Ilmu Negara itu bersamaan dengan Obyek Hukum Tatanegara dan
bersamaan pula dengan obyek Hukum Tata Pemerintahan hanya sudut pandangannya yang
berlainan. Ilmu Negara memandang, menyelidiki, mempelajari obyeknya, yaitu negara, dalam
pengertiannya yang abstrak-umum-universil, sedangkan kalau kedua ilmu lainnya itu
memandang, menyelidiki, mempelajari obyeknya, yaitu juga negara dalam pengertiannya yang
kongkrit, hubungan yang erat ini menimbulkan konsekuensi bahwa Ilmu Negara merupakan
pengantar, atau dasar daripada Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Pemerintahan.
BAB III
Jauh sebelum adanya pemikiran tentang negara dan hukum, negara telah ada. Jadi oleh
karena ilmu kenegaraan itu menyangkut soal wewenang daripada penguasa, dasar wewenang
darpada penguasa, maka ilmu kenegaraan atau pemikiran tentang negara dan hukum itu, baru
dapat timbul dan berkembang bila susunan keanegaraannya, kemasyarakatannya sudah
mengizinkan akan adanya kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat.
Bangsa Yunani kuno lah yang pertama kali memulai mengadakan pemikiran tentang negara
dan hukum, dus kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat secara kritis dan jujur dimulai
pada bangsa Yunani Kuno. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu :
1. Adanya sifatagama yang tidak mengenal ajaran Tuhan yang ditetapkan sebagai kaidah
(kanon)
2. Keadaan geografi negara tersebut yang menjuruskan kepada perdagangan dan
perantauan sehingga bangsa Yunani sempat bertemu dan bertukar pikiran dengan
bangsa-bangsa lain
3. Bentuk negaranya, yaitu Republik-Demokratis, sehingga rakyat memerintah sedikit
dengan tanggung jawab sendiri
4. Kesadaran bangsa Yunani sebagai suatu kesatuan
5. Semuanya itu menjadikan orang-orang bangsa Yunani sebagai orang-orang ahli pikir dan
bernegara
Jadi dengan demikian berfikir secara filosofis dan kritis sudah dimulai pada jaman Yunani
Kuno, yaitu di Milete salah satu kota di Yunani.
Meskipun dalam negara ini dikatakan bahwa pemerintahan itu dipegang oleh
rakyat, tetapi dalam prakteknya pemerintahan itu ya hanya dipegang oleh orang-
orang tertentu saja. Negara ini disebut Demokrasi.
Menurut Aristotles kekuasaan negara itu harus berada pada golongan warga
negara atau rakyat, yang berkumpul merupakan suatu kesatuan dan yang semuanya
telah mempunyai kecerdasan dan kebajikan yang cukup, di mana kelebihan dan
kekurangan saling berimbang. Inilah keadilan, yaitu terlaksananya kepentingan
umum. Aristoteles berpendapat bahwa tidak ada pemerintahan yang bersifat abadi,
karena di dalam tiap-tiap bentuk pemerintahan itu di dalam dirinya telah
mengandung benih-benih perkosaan diri atau semacam revolusi.
Jadi menurut Aristoteles bentuk negara yang terbaik itu adalah Republik
Konstitusionil dan tujuan negara adalah kesempurnaan diri manusia sebagai
anggota masyarakat, sedang disini yang diutamakn adalah masyarakat, sebab
kebahagian manusia tergantung daripada kebahagiaan masyarakat.
4. Epicurus
Epicurus menciptakan ajarannya yang bersifat individualistis. Individualisme nya
ini kemudian mendesak universalisme-nya Aristoteles, yang dulu sebagai
kebangsaan Yunani dimasukdkan sebagai dasae bagi cara berpikir mereka. Jadi
Epicurus adalah pencipta daripada ajaran individualisme, yang mengganggap bahwa
elemen atau bagian yang terpenting bukanlah negara atau masyarakat, bahkan
adanya negara itu adalah untuk memenuhi kepetingan individu-individu itu sendiri.
Oleh karena masyarakat itu terdiri daripada individu-individu sebagai atoom dan
individu-individu inilah sebagai bagian yang terpenting, maka ajaran Epicurus
tentang sifat susunan masyarakat atau negara disebut ajaran atoomisme. Ini adalah
sebagai lawan daripada organisme nya Aristoteles.
Dalam ajaran Epicurus ini telah terkandung benih-benih pertama daripada ajaran
perjanjian masyarakat yang kemudian akan muncul. Ini terbukti bahwa dalam
ajaran Epicurus itu orang dianggap sebagai atoom, sebagai elemen pokok yang
terkecil yang mempunyai kepribadian sendiri, maka dalam negara kepetingan
individu itulah yang harus diutamakan, sebagai dasar daripada kepetingan negara.
Menurut Epicurus yang hidup itu adalah individunya, yang merupakan keutuhan
itu adalah individunya, sedang negara atau masyarakat adalah buatan daripada
individu-individu tersebut, jadi sama dengan benda yang mati dan merupakan suatu
mekanisme. Maka yang harus diutamakan adalah individunya, kepetingan
individulah yang pertama-tama harus dipenuhi. Sebab individu inilah yang
menciptakan negata, oleh karena itu kalau kepetingan individu dipenuhi, ia akan
menjadi kuat dan demikiran pulalah keadaan negara yang diciptakan-nya.
Menurut Epicurus negara itu mungkin dibuat oleh manusia dengan disengaja
atau mungkin hanya secara kebetulan saja. Tetapi bagaimanapun juga negara itu
mesti untuk kepetingan manusia dan tugas negara hanyalah melayani manusia. Jadi
pada hakekatnya negara adalah merupakan alat bagi manusia untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Sedangkan tujuan negara adalah menyelenggarakan
ketertiban dan keamanan dan untuk terselenggaranya orang harus menundukkan
diri kepada pemerintah yang bagaimanapun bentuk dan sifatnya. Maka menurut
Epicurus tujuan negara itu selain menyelenggarakan ketertiban dan keamanan,
yang penting adalah menyelenggarakan kepetingan perseorangan.
5. Zeno
Ajaran filsafat Zeno adalah sangat berlawanan dengan ajaran Epicurus, ajaran
Zeno bersifat universalistis dan universalismenya itu tidak hanya meliputi bangsa
Yunani saja, seperti diajarkan dalam filsafatnya Aristoteles, tetapi meliputi seluruh
manusia dan bersifat kejiwaan, seluruh kemanusiaan, oleh karena itu lenyaplah
perbedaan antara orang Yunani dengan orang biadab, antara orang yang merdeka
dengan budak dan kemudian timbulah moral yang memungkinkah terbentuknya
kerajaan dunia, dimana setiap orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai
warga dunia.
B. Jaman Romawi Kuno
Berbeda dengan pada waktu jaman Yunani, pada jaman Romawi ini ilmu
pengetahuan, terutama Ilmu kenegaraan tidak dapat berkembang sedemikian rupa,
sehingga sesungguhnya sedikit sekali pengetahuan yang kita dapatkan dari jaman ini.
1. Pada jaman Romawi Ilmu pengetahuan tidak dapat berkembang dengan pesat. Hal
ini disebabkan karena bangsa Romawi adalah bangsa yang lebih menitik beratkan
soal-soal praktis daripada berpikir secara teoritis.
2. Kerajaan Romawi itu dimulai dari keadaan yang terpecah belah, tetapi yang
kemudian setelah melalui perperangan-peperangan, keadaan di Romawi mengalami
perubahan-perubahan.
Pemerintahan yang pertama kali pada jaman Romawi adalah Monarki atau
Kerajaan, yang meliputi berbagai-bagai suku bangsa. Di dalam sistem pemerintahan
yang pertama ini telah terlihat benih-benih demokrasi yang kemudian dapat
dilaksanakan setelah raja yang terakhir diusir dari takhtanya. Jadi dengan demikian
negara Romawi telah mengalami perubahan dari kerajaan menjadi demokrasi.
1. Polybius
Polybius itu sebetulnya adalah seorang ahli sejarah yang berkebangsaan Yunani.
Karena menurut Polybius bentuk negara atau pemerintahan yang satu sebenarnya
adalah merupakan akibat daripada bentuk negara yang lain, yang telah langsung
mendahuluinya. menurut Polybius, di mana-mana bentuk Monarki adalah
merupakan bentuk yang tertua yang didirikan atas kekuasaan dari rakyat yang
merupakan kesatuan berhubung dengan kecenderungan-kecenderungannya yang
berdasarkan alam.
2. Cicero
Negara menurut Cicero adanya itu adalah merupakan suatu keharusan dan yang
harus didasarkan atas ratio manusia. Mengenai bentuk pemerintahan Cicero
berpendapat bahwa bentuk yang baik itu adalah bentuk yang merupakan campuran
dari tiga bentuk pemerintahan yang baik-baik pula. Kiranya disini yang dimaksudkan
adalah campuran dari bentuk pemerintahan : Monarki, Aristokrasi dan Republik.
Mengenai pendapatnya tentang hukum, Cicero mengatakan bahwa hukum yang
baik adalah hukum yang didasarkan atas ratio yang murni tadi dan oleh karena itu
hukum positif harus berdasarkan atas dalil-dalil atau azas-azas hukum alam kodrat,
jika tidak demikian maka hukum positif tersebut tidak mempunyai kekuatan
mengikat. Bagi Cicero hukum adalah satu-satunya ikatan dalam negara.
C. Jaman Abad Pertengahan
Orang berpendapat bahwa jaman abad pertengahan ini dimulai dengan tahun 476
yaitu tahun keruntuhan kerajaan Romawi-Barat. Pada jaman abad pertengahan ini tidak
banyak memberikan kesempatan terhadap perkembangan pemikiran tentang negara
dan hukum, serta ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, karena cara orang berpikir pada
jaman abad pertengahan itu kurang kritis.
Dengan demikian ajaran-ajaran kenegaraan, pemikir tentang negara dan hukum
pada jaman abad pertengahan ini bersifat ke-Tuhanan, bersifat Teokratis. Teori
Teokratis ini berkembang pada jaman abad pertengahan dan yang dimaksud abad
pertengah ini adalah jaman sesudah jatuhnya kerajaan Romawi Barat pada abad ke V
(tahun 476) sampau abad ke XV (tahun 1453 tahun jatuhnya kerajaan Romawi Timur)
atau sampai jaman Renaissance.
Bahwa jaman abad pertengahan yang berkembang selama lebih kurang sepuluh
abad itu, yaitu dari abad ke V sampai dengan abad ke XV, sesungguhnya terbagi dalam
dua masa, dua jaman. Pembagian tersebut ditandai dengan adanya atau terjadinya
peristiwa besar, yaitu perang salib. Kedua jaman itu ialah :
1. Jaman abad pertengahan sebelum perang salib, abad ke V sampai abad ke XII,
ajaran-ajaran tentang negara dan hukum yang ada sifatnya adalah sangat teokratis.
Segala sesuatu didasarkan atas kehendak Tuhan.
2. Jaman abad pertengahan sesudah perang salib, abad ke XII sampai abad XV, ajaran-
ajaran kenegaraan, ajaran-ajaran tentang negara dan hukum, yang ada telah banyak
dipengaruhi oleh ajaran-ajaran dari sarjana-sarjana Yunani Kuno, misalnya ajaran
dari Plato dan Aristoteles.
Dari jaman abad pertengahan bagian I, jaman abad pertengahan sebelum perang
salib, dari abad ke V sampai abad ke XII adalah ajaran dari Augustinus dan Thomas
Aquinas. Sedangkan dari jaman abad pertengan bagian ke II, jaman abad pertengahan
sesudah perang salib, dari abad ke XII sampai dengan abad ke XV adalah ajaran-ajaran
dari Marsilius.
1. Augustinus
Menurut Augustinus yang ajarannya sangat bersifat Teokratis, dikatakan bahwa
kedudukan gereja yang dipimpin oleh Paus itu lebih tinggi daripada kedudukan
negara yang diperintah oleh Raja. Adanya negara di dunia itu merupakan suatu
kejelekanm tetapi adanya itu merupakan suatu keharusan. Yang penting itu adalah
terciptanya suatu negara seperti yang diangan-angankan atau dicita-citakan oleh
agama, yaitu kerajaan Tuhan.
Dalam bukunya, Augustinus menyebutkan adanya dua macam negara, yaitu :
a) Civitas Dei atau negara Tuhan. Negara ini sangat dipuji oleh Augustinus,
karena ini adalah negara yang diangan-angakan, dicita-citakan oleh Agama.
b) Civitas Terrena atau Djaboli atau negara Iblis atau negara Duniawi. Negara ini
sangat dikecam dan ditolak oleh Augustinus.
2. Thomas Aquinas
Dalam ajarnan-ajarannya Thomas Aquinas banyak terpengaruh oleh ajaran
Aristoteles. Menurut Thomas Aquinas antara negara dengan gereja itu ada
kerjasama yang erat. Negara didukung dan dilindungi oleh gereja untuk mencapai
tujuannya. Selanjutnya Thomas Aquinas memberikan tempat yang khusu pada
manusia di dalam kedudukannya, tanpa kehendak, tetap manusia itu adalah sebagai
suatu makhluk sosial yang berhasrat untuk hidup bermasyarakat.
Menurut Thomas Aquinas ada kemungkinan bentuk daripada pemerintahan
suatu negara yang masing-masing itu kemudian dibedakan lebih lanjut menurut
sifat pemerintahan ialah :
a) Pemerintahan oleh satu orang. Ini yang baik disebut Monarki, yang buruk
disebut Tyranni.
b) Pemerintahan oleh beberapa orang. Ini yang baik disebut Aristoteles, yang
jelek disebut Oligarki
c) Pemerintahan oleh seluruh rakyat. Ini yang baik disebut politicia, ini kalau
menurut Aristotels disebut Republik Konstitusionil, yang jelek disebut
Demokrasi.
Dari jenis-jenis bentuk pemerintahan tersebut diatas, menurut Thomas Aquinas
yang paling baik adalah Monarki. Oleh karena tujuan negara itu aalah selain
memberi kemungkinan. Supaya manusia itu dapat mencapai kemulyaan abadi, juga
supaya manusia itu hidup susila. Oleh karena Monarki dipimpin oleh satu orang
tunggal, maka Monarki adalah yang paling utama, paling ideal, untuk dapat
melaksanakan ini semua.
Pendapat Thomas Aquinas, bahwa pemerintahan terbaik itu adalah Monarki.
Tetapi ini dapat berubah menjadi pemerintahan yang terburuk, bila sifat
pemerintahannya itu tidak lagi adil dan tidak ditujukan untuk kepentingan umum,
ini adalah Tyranni. Untuk mencegah timbul Tryanni, timbulnya pemerintahan yang
sewenang-wenang, Thomas Aquinas berpendapat supaya di dalam negara itu
diadakan Undang-Undang Dasar atau Konstitusi yang mengatur dan membatasi
tindakan-tindakan pemerintahan sedemikian rupa, sehingga dengan demikian
teperlihara baik-baiklah suatu sistem atau susunan ketatanegaraan dan dengan
demikian pemerintah itu tidak mendapatkan kesempatan untuk menjadikan
pemerintahannya menjadi Tyranni.
Thomas Aquinas memberikan ajarannya tentang keadilan dan hukum,
memperlihatkan bahwa ia telah mempersatukan ajaran-ajaran : Aristoteles, Stoa,
Romawi, dengan ajaran Augustinus tentang dasar kekuasaan yang bersifat teokratis.
Hanya saja sekarang dikatakan olehnya bahwa sumber tertinggi daripada hukum itu
adalah terletak pada kepribadian Tuhan. Thomas Aquinas mengadakan perbedaan
hukum dalam empat golongan, yaitu :
a) Hukum abad atau Lex aeterna
b) Hukum Alam
c) Hukum positif
d) Hukum Tuhan
Tentang keadilan, Thomas Aquinas mengatakan bahwa keadilan adalah
kemauan, yaitu kemauan untuk memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi
haknya.
3. Marsilius
Marsilius adalah ahli pemikir tentang negara dan hukum Franciscan, ia sekitar
tahun 1324 menerbitkan bukunya yang sangat terkenal, yang diberi nama Defensir
Pacis. Mengenai ajarannya tentang kenegaraan, Marsilius sangat dipengaruhi oleh
ajaran Aristoteles. Negara adalah suatu badan atau organisme yang mempunyai
dasar-dasar hidup dan mempunyai tujuan tertinggi, yang menyelenggarakan dan
mempertahankan perdamaian.
Jadi dari ajaran Marsilius tentang terjadinya negara itu telah terlihat dasar-dasar
daripada perjanjian masyarakat, yang telah meletakkan benih-benihya. Dalam
perjanjian itu menurut Marsilius, rakyat menunjuk sesorang yang diserahi untuk
memelihara perdamaian. Menurut Marsilius, kekuasaan negara yang tertinggi itu
ada pada rakyat, jadi kedaulatan itu ada pada rakyat, sebab rakyatlah yang berhak
membuat peraturan-peraturan hukum atau undang-undang.
D. Jaman Renaissance (abad ke XVI)
jaman Renaissance ini dimulai pada kira-kira pertengahan abad pertengahan
bagian yang kedua sampai pada akhir abad XVI. Pandangan hidup dan ajaran-ajaran
tentang negara dan hukum pada jaman Renaissance ini sangat dipengaruhi oleh
berbagai-bagai paham, pengaruh itu sedemikian kuatnya sehingga dapat merubah dan
membelokkan pandangan hidup dan ajaran-ajaran tentang negara dan hukum yang ada
pada waktu itu. Paham-paham yang mempengaruhi itu antara lain :
a) Berkembangnya kembali kebudayaan Yunani Kuno.
b) Sistem feodalisme yang berakar pada kebudayaan jaman Yunani Kuno.
1. Niccolo Machiavelli
Ajarannya tentang negara dan hukum ditulis dalam bukunya yang sangat
terkenal yang diberi nama II principe artinya sang Raja atau buku pelajaran untuk
Raja. Ia menunjukkan dengan terang dan tegas pemisahan antara azas-azas
kesusilaan dengan azas-azas kenegaraan yang berarti bahwa orang dalam lapangan
ilmu kenegaraan tidak pernah menghiraukan atau memperhatikan azas-azas
kesusilaan.
Ajaran Niccolo Machavelli yang menggantikan ajaran-ajaran dari jaman abad
pertengahan yang bersifat teologis adalah suatu ajaran yang bersifat kosmis
Naturalistis, suatu realisme modern, yang berdasarkan atas ajaran-ajaran kuno,
khusunya dari praktek pemerintahan bangsa Romawi.
Tujuan negara menurut Nicollo Machiavelli adalah sangat berbeda dengan
ajaran-ajaran yang telah terdahulu, yaitu untuk mencapai kesempurnaan seperti
yang diajarkan oleh sarjana-sarjana jaman abad pertengahan. Sedang menuru
Niccolo tujuan negara adalah mengusahakan terselenggaranya ketertiban,
keamanan dan ketentraman. Dan ini hanya dapat dicapai oleh pemerintah seorang
raja yang mempunyai menghimpun absolut.
Ajaran Niccolo Machiavelli kebanyakan lebih berupa ilmu keangeraan praktis
(hukum tatanegara) daripad ateori tentang negara dan hukum (ilmu negara),
meskipun sesungguhnya yang terakhir ini merupakan dasar daripada yang pertama
ia adalah seorang realis sejati yang pertama-tama di dalam ilmu negara.
Sesuai dengan sifat naturalistisnya, Niccolo Machiavelli berpendapat bahwa
hukum dan kekuasaan itu adalah sama. Sebab siapa yang mempunyai kekuasaan ia
mempunyai hukum dan siapa yang tidak mempunyai kekuasaan, tidak akan pernah
mempunyai hukum.
Bentuk negara menurut Niccolo yang paling baik adalah Monarki, dari alam
pikirannya ia mengatakan, apabila orang-orang itu ekonomis sama kuatnya, maka
sebaiknya dilaksanakan sistem pemerintahan yang demokratis, ia memberikan nilai
yang tinggi kepada Demokrasi itu, akan tetapi untuk diperlukan keseluruhan
daripada warga negara yang mengerti dan mempunyai selera untuk usaha bersama
itu. Sedangkan bentuk Aristokrasi ditolaknya.
2. Thomas Morus
Thomas Morus menerbitkan sebuah buku karangannya, yang sesungguhnya
tidak ada sangkut pautnya dengan masalah pemikiran tentang negara dn hukum.
Karena buku tersebut bersigat roman keangeraan, yaitu De optimo rei publicae
statu deque nova insula Utopia, tentang susunan pemerintahan yang paling baik
dan tentang pulau yang tidak dikenal, yang dinamakan negara entah berantah atau
dengan singkat disebut Utopia, karena tulisannya itulah nama Thomas Morus
terkenal di seluruh dunia bahkan namanya dapat diabadikan dalam sejarah
pemikiran tentang negara dan hukum
3. Jean Bodin
Jean Bodin menyatakan bahwa tujuan negara itu adalah kekuasaan. Definisinya
tentang negara, negara adalah keseluruhan dari keluarga-keluarga dengan segala
miliknya, yang dipimpin oleh akal dari seorang penguasa yang berdaulat. Ia
berpendapat bahwa keluarga itu afalah asal atau dasar daripada negara, baik
menurut logika maupun menurut sejarah.
Menurut Jean Bodin penguasa yang pertama itu adalah pemimpin militer yang
memperlibatkan kekuasaannya. Kalau menurut Jean Bodin kedaulatan itu adalah
kekuasaan tertinggi untuk membuat hukum di dalam suatu negara, yang sifatnya :
a) Tunggal, ini berarti bahwa hanya negaralah yang memiliki.
b) Asli, ini berarti bahwa kekuasaan itu tidak berasal dari kekuasaan lain.
c) Abadi, ini berarti bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi atau kedaulatan
itu adalah negaram yang menurut pendapat Jean Bodin negara itu adanya abadi.
d) Tidak dapat dibagi-bagi ini berati bahwa kedaulatan itu tiak dapat diserahkan
kepada orang atau badan lain, baik sebagaian maupun seluruhnya.
E. Kaum Monarkomaken
Istilah Monarkomaken dalam pengertian yang umum berarti anti raja atau
menentang raja. Tetapi sesungguhnya pengertian ini adalah kurang tepat sebab ajaran-
ajaran dari para ahli pemikir tentang negara dan hukum yang dimasukkan dalam
golongan kaum Monarkemen sama sekali tidak anti atau melawan raja-raja, bahkan
tidak anti atau melawan sistem pemerintahan absolutisme pada umumnya, melainkan
yang ditentang ataau dilawan itu adalah eksesnya.
Memang pada waktu raja-raja itu memerintah dengan kekuasaan yang absolut
timbul akibat juga dalam lapangan keagamaan atau kepercayaan, yaitu bahwa raja
dapat menentukan agama apa yang harus dianut oleh rakyatnya. Maka dalam lapangan
agama lalu timbul aliran reformasi. Nama-nama yang terkenal dari kaum reformasi ini
adalah : Luther, Melanchthon, Zwingli, dan Chalvin. Mereka ini pada pokoknya tidak
setuju dengan susunan organisasi gereja yang ada pada waktu itu. Luther yang memulai
gerakan ini, yaitu gerakan pembaharuan, pada tahun 1517.
F. Jaman Bekermbangnay Hukum Alam
1. Teori Hukum Alam abad ke XVII
Ajaran hukum alam memberikan suatu dasar baru bagi tinjauan mengenai
pemikiran tentang negara dan hukum, yang didalam sejarah pemikiran tentang
negera dan hukum mempunyai keududkan tersedniri dan penting, serta
mempunyai akibat-akibat yang lebih jauh dalam perkembangan tata
ketatanegaraan, terutama di Eropa Barat khususnya dalam abad ke XVII dan abad
ke XVIII, teori hukum alam ini sangat berkuasa dan menimbulkan ajaran-ajaran
baru.
Pemikiran tentang negara dan hukum dalam abad ke XVI, mengenai penjelmaan
kekuasaan absolut dan pembenarannya atau penguatannya yuridis, serta
penetapan-penetapan batas yang perlu untuk itu. Persoalan yang lain ialah :
mengenai tujuan daripada sistem absolutisme itu sendiri. Ada sesuatu yang khas
untuk jaman itu, ialah dasar baru yang bersifat umum dalam hal ini dasar pemikiran
tentang negara dan hukum. Alasannya tidak bersifat teologis melainkan bersifat
rasional dan hiptoesis.
Untuk memecahakn soal bagaimana terjadinya negara atau asal-usul negara,
maka teori hukum alam berpokok pangkal pada keaan manusia pada waktu negara
itu sendiri belum terbentuk, belum ada, jadi masih dalam keadaan alam bebas.
Bahwa dalam keadaan alam bebas itu, manusia sesungguhnya telah mempunyai
rasio, akal, jadi sudah dapat berpikir.
Bahwa teori hukum alam itu berkembang dalam bentuknya yang baru atau
modern dalam abad ke XVII dan abad ke XVIII. Tetapi dalam kedua abad ini, ajaran
hukum alam mempunyai perbedaan, perbedaan itu bersifat pokok, prinsipil atau
azasi. Bersamaan dengan berkembangnya ajaran hukum alam pada abad ke XVII itu
orang mulai sadar akan kesewenang-wenangan para raja yang memerintah dengan
kekuasaan yang absolut, serta eksesnya atau bahayanya.
Dalam abad ke XVII dimana sifat dan sikap ajaran hukum alam itu hanya
menerima dan menerangkan. Bahkan malahan menguatkan dengan memberikan
dasar-dasar hukum yang ilmiah terhadap keadaan dan kenyataan yang ada,
demikian juga hal pemikiran tentang negara dan hukum, maka akibatnya tidak
mempunyai pengaruh politik apapun, jadi keadaan tenang-tenang saja, karena
semua itu dianggap telah sebagaimana mestinya dan karenanya sesuai pula dengan
rasio.
A) Grotius (Hugo de Groot)
Menulis buku karangannya yang terkenal De Jure Belli ac Pacis yang
kemudian setelah selesai dipersembahkannya kepada raja Prancis Louis XIII.
Dengan bukunya itulah Grotius menjadi seorang ahli pemikir besar tentang
negara dan hukum, serta dianggap sebagai peletak dasar pertama atau pelopor,
bahkan pencipta daripada hukum alam modern.
Filsafat Grotius tentang negara dan hukum adalah suatu usaha untuk
mengatasi segala perpecahan di lapangan agama. Dengan berdasarkan pada
akal manusia yang berlaku umum itu. Bahkan tidak hanya terbatas pada kaum
kristen saja, melainkan juga berlaku utnuk dan mengikat semua orang kafir dan
atheis.
Dalam menetapkan dasar-dasar modern utnuk pemikiran tentang negara
dan hukum, misalnya, Grotius sangat terpengaruh oleh ajaran Aristoteles,
bahwa manusia itu adalah makhluk sosial, sehingga karena itu ia selalu
mempunyai hasrat untuk hidup bermasyarakat. Akan tetapi, demikian Grotius,
manusia itu memiliki akal atau rasio, lain halnya dengan hewan, maka dari itu
kepetingan dan keuntungan diri sendiri yang menyingkirkan kepentingan umum,
tidak dapat dijadikan dasar daripada pikiran tentang keadilan.
Menurut Grotius hukum antar negara itu diartikan sebagai hukum yang
mengatur hubungan antar negara-negara. Grotius juga menyatakan bahwa yang
mengikat antara negara-negara atau hukum yang berlaku antara negara-negara
itu adalah suatu norma tertentu, yang norma itu meskipun tidak tertulis atau
tidak ditetapka dalam hukum negara.
Hukum alam menurut Grotius adalah segala ketentuan yang benar dan
baik menurut rasio dan tidak mungkin salah, lagi pula adil, sebagai contoh :
a) Orang harus menghormati milik orang lain
b) Orang harus menghormati orang lain
c) Orang harus mengganti kerugian yang ditimbulkan karena kesalahannya
d) Orang harus menepati janji
e) Orang harus mengembalikan milik orang lain yang ada padanya secara tidak
syah
B) Thomas Hobbes
Keadaan sistem oemerintahan absolutisme inilah yang dibelas oleh
Thomas Hobbes dalam arti Thomas Hobbes menerima keadan dan kenyataan
itu sebagai suatu keadaan dan kenyataan yang sewajaenya, maka kemudian ini
diterangkan dan diberi dasar-dasar hukumnya untuk menguatkan keadaan dan
kenyataan tersebut.
Sebagai seorang penganut aliran hukum alam Thomas Hobbes di dalam
menerangkan atau menguraikan ajarannya itu berpokok pangkai atau bertitik
tolak pada keadaan manusia seblum adanya negara, jadi masih dalam keadaan
alamiyah, dimana manusia itu hidup dalam keadaan alam bebas tanpa ikatan
suatu apapun, dalam keadaan demikian ini mereka disebut manusia itu
abstrakto.
Teori perjanjian masyarakat menurut Thomas Hobbes adalah perjanjian
masyarakat yang sifatnya langsung, artinya orang-orang yang
menyelenggarakan perjanjian itu langsung menyerahkan atau melepaskan
haknya atau kemerdekaannya kepada raja, jadi tidak melalui masyarakat, raja
berada di luar perjanjian, jadi tidak merupakan pihak dalam perjanjian itu,
dengan demikian raja tidak terikat oleh perjanjian dan mempunyai kekuasaan
yang absolut.
Didalam perjanjian masyarakat itu tersimpul penyerahan hak-hak dari
individu-individu kepada masyarakat, kecuali dari raja, ingat, bahwa raja disini
tidak ikut dalam perjanjian. Dengan demikian menurut Thomas Hobbes, karena
raja bukan partai di dalam perjanjian itu, maka raja tidak ada janji-janji apalagi
terikat oleh perjanjian, maka kekuasaan raja adalah absolut. Raja dapat
melaksanakan apa saja, bahkan diperbolehkan membunuh sekalipun, asal ini
untuk perdamaian yang menajdi tujuan daripada perjanjian masyarakat.
Thomas Hobbes adalah seorang penganut agama, ia percaya kepada
adanya Tuhan, jadi bukan seorang atheis. Tetapi pendapatnya mengenai
hubungan antara negara dengan gereja adalah bahwa gereja itu menjadi satu
dengan negara dan raja adalah pemimpin.
C) Benedictus de Spinozh
Bukunya yang terpenting dalam pemikiran tentang negara dan hukum
adalah etika yang disusun geometris dan traktat Teologis politik, jadi dengan
demikian Spinoza tidak mengatakan bagaimana orang itu seharusnya, tetapi
yang dinyatakan adalah bagaimana orang itu dalam keadaan alam yang
sewajarnya. Menurut Spinoza, manusia itu, baik waktu masih dalam keadaan
alamiah, maupun sesudah bernegara, perbuatannya tidak semata-mata
berpedoman atau di dasarkan pada rasio saja, akan tetapi sebagian besar dari
perbuatan manusia itu dipengaruhi oleh hawa nafsunya malahan inilai yang
memberi corak pada perbuatan manusia.
Jika perbuatan manusia itu hanya di dasarkan atas rasio saja, ini belum
memberikan kepuasaan. Oleh karena manusia sebagai makhluk sosial yag
membutuhkan perdamaian. Hal ini dijelaskan oleh Spinozoa, bahwa dalam
keadaan alamiah manusia itu memang hiduo dengan segala hawa nafsunya,
tetapi hal ini tidak memberikan kepuasan, karena sebagai makhluk sosial
manusia itu ingin hidup dengan damai, aman, tenteram dan tanpa ketakutan.
Untuk mencapai tujuan inilah maka manusia membentuk negara.
Tugas negara menurut Spinoza adalah menyelenggarakan perdamaian,
ketentraman dan menghilangkan ketakutan, mengenai bentuk negara yang
dipilih Spinoza adalah bentuk Aristokrasi, sebab di sini yang berkuasa adalah
beberapa orang dan dasar kekuasannya akan lebih kokoh dan kuat daripada
dalam monarki yang hanya diperintah oleh satu orang saja yang selalu
dipengaruhi oleh kepentingan pribadi, apalagi kalau sifatnya turun-temurun,
jadi pokoknya monarki ditolak.
Dari seluruh ajarannya, Spinoza lebih memperlihatkan cara berpikir, yang
berdasarkan atas kenyataan dan telah mengganti pandangan yang asbtrak
tentang susuna pemerintah dengan suatu pandangan yag berdasarkan atas
kenyataan, dimana keadaan-keadaan yang nyata menguasai pikiran tentang
negara dan hukum seluruhnya.
D) John Lokce
Ajaran John Locke tentang negara dan hukum nantinya adalah
merupakan jembatan antara pemikiran tentang negara dan hukum pada abad
XVII dengan pemikiran tentang negara dan hukum pada abad ke XVIII. Dan
dengan demikian hukum alam pada abad ke XVII mengalami suatu
pertumbuhan serta pekermbangan yang sama sekali lain daripada pertumbuhan
serta perkembangannya yang semula. Ini disebabkan karena adanya faktor-
faktor yang terletak di luar obyek dari pikiran yang sebenarnya, di luar pikiran
yang abstrak.
Mengenai pendapatnya tentang hukum alam, pendapat John Locke
masih sama dengan pendapat-pendapat sebelumnya, yaitu bahwa hukum alam
tetap mempunyai dasar rasional dari perjanjian masyarakat yang timbul dari
hak-hak manusia dari keadaan ilmiah, tetapi cara berpikir yang bersifat logis-
deductief-matematis telah dilepaskan dan diganti dengan suatu cara berpikir
yang realistis, dengan memperlihatkan sungguh-sungguh praktek
ketatanegaraan dan hukum.
John Locke sebagaimana ia ahli pemikir hukum alam, mendasarkan juga
teorinya pada keadaan manusia dalam alam bebas dan memang mengganggap
bahwa keadaan alamm bebas atau keadaan alamiah itu mendahului adanya
negara dan dalam keadaan itupun telah ada perdamaian. Selanjutnya menurut
John Locke dalam keadaan alam bebas atau alamiah itu manusia telah
mempunyai hak-hak alamiah, yaitu hak-hak manusia yang dimilikinya secara
pribadi. Hak-hak alamiah yang dimaksudkan itu adalah :
1. Hak akan hidup
2. Hak akan kebebasan atau kemerdekaan
3. Hak akan milik, hak akan memiliki sesuatu
Tugas menurut John Locke adalah menetapkan dan melaksanakan hukum
alam. Hukum alam di sini dalam pengertiannya yang luas, artinya negara itu tidak
hanya menetapkan dan melaksanakan hukum alam saja, tetapi dalam membuat
peraturan-peraturan atau undang-undang negarapun harus juga berpedoman
pada hukum alam. Jadi dengan demikian tugas negara adalah :
1. Membuat atau menetapkan peraturan. Jadi dalam hal ini negara
melaksanakan kekuasaan perundang-undangan, legislatif
2. Melaksanakan peraturan-peraturan yang ditetapkan itu. Tugas ini sebetulnya
sama pentingnya dengan tugas yang pertama
3. Kekuasaan mengatur hubungan dengan negara-negara lain, federatif
Ketiga tugas inilah yang kemudian disebut Trias Politika. Kemudian John Locke
membicarakan tentang bentuk-bentuk negara yang dapat dibedakan menjadi :
1. Apabila kekuasaan perundang-undangan itu diserahkan kepada satu orang
saja, maka negara ini disebut Monarki
2. Apabila kekuasaan perundangan-undangan itu diserahkan kepada beberapa
orang atau kepada suatu Dewan, maka negara ini disebut Aristokrasi
3. Apabila kekuasaan perundang-undangan itu, diserahkan kepada masyarakat
seluruhnya atau rakyat, sedang pemerintah hanya melaksanakan saja, maka
negara ini disebut Demokrasi.
Ia berpendapat bahwa kekuasaan tertinggi jadi kekuasaan perundang-undangan,
tidak mungkin terletak di tangan rakyat, tak pernah orang melihat suatu
permusyawaratan rakyat umum yang mengangkat seorang raja, paling-paling
golongan terbanyak.
BAB IV
HAKEKAT NEGARA
Hakekat negara, dengan ini dimaksudkan sebagai suatu penggambaran tentang sifat
daripada negara. maka dri itu penggambaran tentang hakekat negara ini mesti ada
hubungannya dengan tujuan negara, bahkan penggambaran tentang hakekat negara biasanya
disesuaikan dengan tujuan negara.
Tujuan negara adalah merupakan kepentingan utama daripada tatanan suatu negara.
padangan tentang hakekat negara sangat erat pula hubungannya dengan filsafat yang
dianutnya. Dengan demikian banyak pendapat atau pandangan tentang tujuan negara,
sebanyak aliran filsafat yang ada.
BAB V
TEORI-TEORI TENTANG TUJUAN NEGARA
Karena tujuan negara itu menentukan segala keadaan dalam negara, maka orang
biasanya menyelipkan pembicaraan tentang ajaran tujuan negara ini dalam ajaran
keseluruhannya untuk menentukan sifat daripada ajarannya.
Pentingnya pembicaraan tentang tujuan negara ini terutama berhubungan dengan
bentuk negara, susunan negara, organ-organ negara, atau badan-badan negara yang harus
diadakan, fungsi dan ugas daripada organ-organ tersebut, serta hubungannya antara organ
yang satu dengan yang lain yang selalu harus disesuaikan dengan tujuan negara.
Dengan mengetahui tujuan negara itu, kita dapat menjawab soal legitimasi kekuasaan,
yaitu kekuasaan daripada organisasi negara, juga dapat mengetahui sifat daripada organisasi
negara. karena semuanya itu harus sesuai dengan tujuan negara. sebenarnya mengenai
masalah tujuan negara ini tidak ada seorang sarjana ahli pemikir tentang negara dan hukum
pun yang dapat merumuskan dengan tepat dalam satu rumusan, yang meliputi semua unsur.
Jadi mereka itu sebenarnya hanya dapat mengadakan suatu penyebutan atau perumusan yang
sifatnya sama-samar dan umum. Sebab tujuan negara itu dalam banyak hal tergantung pada
tempat, keadaan, waktu, serta sifat daripada kekuasaan penguasa.
BAB VI
TEORI LEGITIMASI KEKUASAAN
Tentang sumber kekuasaan, pertama diberikan oleh teori teokrasi yang menyatakan bahwa
asal atau sumber daripada kekuasaan itu adalah dari tuhan. Kedua diberikan oleh teori hukum
alam, teori ini menyatakan bahwa kekuasaan itu berasal dari rakyat.
Tentang pemegang kekuasaan (kekuasaan tertinggi atau kedaulatan) maksudnya kekuasan
tertinggi atau kedaulatan itu siapa yang memiliki atau memegang di dalam suatu negara itu.
Adanya pendapat menyatakan bahwa kedaultan itu artinya adalah kekuasaan yang tertinggi
dalam suatu negara. Undang-Undang Dasar Negara 1945, didalam penjelasannya dikatakan
bahwa kedaulatan itu adalah kekuasaan yang tertinggi tetapi tidak dijelaskan lebih lanjut
kekuasaan yang tertinggi untuk apa dan bagaimana sifatnya.
Dikatakan bahwa kedaulatan itu adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. kekuasaan
itu adalah kemampuan daripada seseorang atau segolongan orang untuk mengubah berbagai-
bagai tabiat atau sikap dalam suatu kebiasaan, menurut keinginannya dan untuk mencegah
perubahan-perubahan tabiat atau sikap yang tidak menjadi keinginannya dalam suatu
kebiasaan. Artinya kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara itu, yaitu kekuasaan yang bersifat
dapat menentukan dalam taraf tertinggi dan terakhir, dan dalam masalah ini harus diingat
kembali apa yang telah ditentukn di atas, yaitu bahwa masalah ini sifatnya ganda.
a. Teori Kedaulatan Tuhan
Menurut sejarahnya yang paling tua adalah teori kedaulatan Tuhan, yaitu yang
mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi itu yang memiliki atau ada pada Tuhan. Teori ini
berkembang pada jaman abad pertengahan, yaitu antara abad ke V sampai abad ke XV.
Mula-mula dikatakan bahwa yang mewakili Tuhan di dunia ini, jadi juga di dalam
suatu negara adalah Paus, ini adalah pendapat dari Ausgustinus. Kemudian dikatakan
bahwa kekuasaan raja dan Paus itu sam, hanya saja tugasnya berlainan, raja dalam
lapangan keduniawain, sedangkan Paus dalam lapangan keagamaan. Ini adalah
pendapat dari Thomas Aquinas. Perkembangan selanjutnya menitik beratkan kekuasaan
itu ada pada negara atau raja, ini adalah ajaran dari Marsilius. Menurut ajaran Marsilius
raja itu adalah wakil daripada Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan atau memegang
kedaulatan di dunia.
b. Teori Kedaulatan Negara
Teori Kedaulatan Negara menyatakan, bahwa kedaulatan itu tidak ada pada
Tuhan, seperti yang dikatakan oleh para penganut teori Kedaulatan Tuhan (Gods-
souvereiniteii). Penganut teori kedaulatan negara ini antara lain adalah Jean Bodin dan
Georg Jelinek.
Hanya perlu kiranya disini diperhatikan bahwa pada hakekatnya teori kedaulatan
negara itu atau Staats-Souvereiniteit, hanya menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi itu
ada pada negara, entah kekuasaan itu siftnya absolut, entah sifatnya terbatas dan ini
harus dibedakan dengan pengertian ajaran Staats-absoiutisme. Karena dalam ajaran
Staats-Souvereiniteit itu pada prinsipnya hanya dikatakan bahwa kekuasaan tertinggi itu
ada pada negara, kekuasaan tertinggu ini mungkin bersifat absolut, tetapi mungkin juga
bersifat terbatas. Sedang dalam ajaran Staats-absolutisme dikatakan bahwa kekuasaan
negara itu sifatnya absolut, jadi berarti tidak mungkin bersifat terbatas, dalam arti
bahwa negara itu kekuasaannya meliputi segala segi kehidupan masyarakat, sehingga
mengakibatkan para warga negara itu tidak lagi mempunyai kepribadian.
Selain itu bahwa dalam Staats-souverei dapat bersamaan dengan liberalisme,
teori kedaulatan negara ini juga dikemukakan oleh Georg Jeilinek. Pada pokoknya
Jellinek mengatakan bahwa hukum itu adalah merupakan penjelmaan daripada
kehendak atau kemauan negara.
c. Teori Kedaulatan Hukum
Menurut teori Kedaulatan Hukum atau Rechts-Souvereiniteit tersebut yang
memiliki bahkan yang merupakan kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara itu adalah
hukum itu sendiri. Karena baik raja atau penguasa maupun rakyat atau warganegara,
bahkan negara itu sendiri semuanya tunduk kepada hukum. Semua sikap, tingkah laku
dan perbuatannya harus sesuai atau menurut hukum, jadi menurut Krabbe yang
berdaulat itu adalah hukum.
Krabbe yang menjadi sumber hukum itu adalah rasa hukum yang terdapat di
dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian menurut Krabbe hukum itu adalah
merupakan penjelmaan daripada salah satu bagian dari perasaan manusia.
d. Teori kedaulatan Rakyat
Yang dimaksud oleh Rousseau dengan kedaulatan rakyat itu pada prinsipnya
adalah cara atau sistem yang bagaimanakan pemecahan sesuatu soal itu menurut cara
atau sistem tertentu yang memenuhi kehendak umum. Teori kedaulatan rakyat ini
antara lain juga diikuti oleh Immanuel Kant, yaitu mengatakan bahwa tujuan negara itu
adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan daripada para warga
negaranya. Dalam pengertian bahwa kebebasan di sini adalah kebebasan dalam batas-
batas perundang-undangan.
BAB VII
KLASIFIKASI NEGARA
1. Klasifikasi Negara Klasik-tradisional
Plato, Aristoteles, Polybius,j dan Thomas van Aquinas yang telah dibicarakan di
atas, mereka ini mengklasifikasikan negara dalam tiga bentuk, yaitu Monarki, Aristokrasi,
dan Demokrasi. Sedangkan yang dipergunakan sebagai kriteria adalah :
a. Susunan daripada pemerintahannya
b. Sifat dari pemerintahannya. Artinya pemerintahan itu ditunjukkan untuk kepetingan
umum, ini yang baik ataukah hanya untuk kepentingan mereka yang memegang
pemerintahan itu saja, ini yang buruk.
2. Klasifikasi Negara dalam Bentuk Monarki dan Republik
Pengertian Monarki itu untuk jaman modern menunjuk adanya lembaga
kenegaraan yang khusus kedudukannya, yaitu lembaga kenegaraan yang disebut kepala
negara, yang mempunyai kedudukan khusu berbeda dengan kedudukan kepala negara
yang lain. Kekhususannya itu adalah bahwa lembaga ini sebagai kedudukan dapat
diwariskan . jadi tegasnya kepala negara dari negara yang berbentuk monarki itu
mendapat kedudukan karena pewarisan. Maka lebih sesuai keadaan sekarang, untuk
membedakan Monarki dan Republik apabila kita menggunakan kriteria yang
dikemukakan oleh Leon Duguit.
Maka menurut Leon Duguit negara itu disebut monarki apabila kepala negaranya
ditunjuk atau diangkat berdasarkan sistem pewarisan. Tegasnya kepala negara itu
mendapatkan kedudukannya. Karena warisan dari kepala negara yang langsung
mendahuluinya. jadi di sini ada suatu lembaga negara, yaitu kedudukan kepala negara,
yang dapat diwariskan. Sedangkan suatu negara itu disebut republik, apabila kepa
negaranya itu ditunjuk atau diangkat tidak berdasarkan sistem pewarisan, jadi misalnya
dapat dengan cara pemilihan, perampasan, penunjukan dan sebagainya.
3. Autoritaren Fuhrerstaat
Negara autoritaren Fuhrerstaat adalah suatu negara yang dipimpin oleh
kekuasaaan negara, yang berdasarkan atas pandangan autoritet negara. jadi kiranya
dapatlah dikatakan bahwa negara ini merupakan bentuk campuran antara monarki dan
republik dan mempunyai sifat-sifat monarki dan republik. Dikatakan mempunyai sifat
monarki dalam arti bahwa negara Autoritaren Fuhrerstaat ini maksudnya ialah bahwa
penunjukan atau pengangkatan kepala negaranya tidak memakai azas seperti yang
biasanya dipakai dalam pengangkatan atau penunjukan kepala negara pada negara
republik.
Di samping itu dikatakan juga mempunyai sifat republik dalam arti bahwa negara
Autoritaren Fuhrerstaat ini juga dikuasai oleh azas kesamaan, hanya saja bedanya bahwa
azas kesamaan dalam negara Autoritaren Fuhrerstaat ini maksudnya ialah bahwa
penunjukan atau pengangkatan kepala negaranya itu tidak memakai azas seperti yang
biasanya dipakai dalam penunjukan atau pengangkatan kepala negara pada negara
monarki.
Jadi sekali lagi penunjukan atau pengangkatan kepala negara Autoritaren
Fuhrerstaat ini tidak sama dengan penunjukan atau pengangkatan kepala negara pada
negara monarki maupun pada negara republik, melainkan berdasarkan pada pandangan
autoritet negara, berdasarkan pada kemampuan memerintah serta kemampuan
menguasai rakyatnya.
4. Klasifikasi Negara menurut Prof. Mr. R Kranenburg
Menurut Kranenburg negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi
kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa, dengan
tujuan untuk menyelenggarakan kepentingan mereka bersama. Kesimpulannya ialah
bahwa sifat hakekat negara ini tergantung pada problem atau masalah bagaimanakah
sifat hubungan antara fungsi-fungsi negara itu satu sama lain. Dengan demikian
Kranenburg mengadakan klasifikasi negara berdasarkan kriteria :
1. Sifat hubungan antara fungsi-fungsi dengan organ-organ yang ada di dalam negara
itu.
2. Sifat dari pada organ negara itu sendiri.
Dengan mempergunakan kriteria ini, negara dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Negara di mana semua fungsi atau kekuasaan negara itu dipusatkan pada satu
organ. Negara yang demikian ini adalah negara yang melaksanakan sistem absolut.
2. Negara dimana fungsi-fungsi atau kekuasaan-kekuasaan negar itu dipisah-pisahkan,
pemisahan kekuasaan ini biasanya yang dianut adalah ajaran daripada
Monstesquieu, kemudian masing-masing kekuasaan itu diserahkan atau
didistribusikan kepada beberapa organ.
5. Klasifikasi Negara menurut Hans Kelsen
Dengan kriteria yang pertama, yaitu sifat mengikatnya peraturan-peraturan
hukum yang dibuat atau dikeluarkan oleh penguasa yang berwenang dan kriteria yang
kedua, yaitu sifat kekuasaan penguasa atau pemerintah dalam mencampuri atau
mengatur peri kehidupan daripada para warga negaranya.
Setelah kita mempelajari klasifikasi negara yang dikemukakan oleh Hans Kelsen,
maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa pada umumnya negara-negara yang
memakai sistem autonomi, yaitu negara di mana si penguasa yang membuat itu
mengelurkan peraturan-peraturan hukum itu terikat atau terkena juga oleh peraturan-
peraturan hukum yang dibuatnya, ada kecenderungan untuk merubah sistemnya itu
kearah system liberalisme, sebab orang itu tidak begitu senang kalau sangat terikat atau
kebebasannya sangat dibatasi. Menurut Hans Klesen ada empat jenis negara, yaitu :
Heteronom, Autonom, Totaliter dan Liberal.
6. Klasifikasi Negara menurut R.M. Mac Iver
Mac Iver mengatakan bahwa sebenarnya bentuk-bentuk pemerintahan itu
sangatlah sukar untuk diklasifikasikan, hal ini disebabkan bahwa sistem pemerintahan
yang pernah ada dalam sejarah ketatanegaraan, itu tidaklah banyak yang dapat
mempertahankan dirinya agak lama, karena sistem itu mesti mendapatkan pengaruh
dari kekuatan-kekuatan baru, oleh karenanya secara cepat ataupun secara perlahan-
lahan tentu mengalami perubahan.
Jadi kesimpulannya, tidaklah ada satu bentuk pemerintahan pun yang dapat
bertahan secara kekal, meskipun ada beberapa tipe bentuk pemerintahan yang utama,
kadang-kadang secara relatif dapat bertahan agak lama. Mac Iver mengemukakan
adanya dua macam sistem mengklasifikasikan negara, yaitu :
1. A tri partite classification of state
2. A bi partite classification of state
7. Klasifikasi Negara menurut Maurice Duverger
Maurice Duverger dalam mengklasifikasikan negara mempergunakan kriteria,
bagaimanakah sifat relasi atau hubungan antara para penguasa dengan rakyat yang
diperintah. Relasi tersebut nampak dengan jelas pada cara atau sistem pemilihan atau
pengangkatan para penguasa tersebut. Adapun cara atau sistem ini, banyak sekali corak
ragamnya, yang meskipun demikian dapat digolongkan dalam dua cara, yang kemudian
nanti dua cara ini masih dapat dikombinasikan dalam sistem campuran, yaitu :
1. Dalam pengangkatan para penguasa itu ialah cara atau sistem di mana rakyat tidak
diikutsertakan dalam pengangkatan atau pemilihan orang-orang yang akan
memegang kekuasaan pemerintahan negara. negara yang demikian disebut negara
autokrasi.
2. Cara atau sistem yang kedua yang dikemukakan oleh Maurice Duverger dalam
pengangkataan para penguasa adalah suatu cara di mana dalam pengangkatan para
penguasa tersebut rakyat diikut-sertakan. Sistem demokrasi ini disebut pula
demokrasi liberal
3. Cara atau sistem yang ketiga yang dikemukakan oleh Maurice Duverger dalam
pengangkatan atau pemilihan para penguasa adalah suatu sistem campuran atau
kombinasi antara sistem demokrasi dengan sistem autokrasi. Sistem campuran ini
nanti akan menimbulkan negara oligarki.
Menurut Maurice Duverger sistem pemerintahan campuran ini adalah
merupakan suatu sistem pemerintahan di mana orang-orang yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara itu dipilih atau diangkat dengan cara-cara yang
merupakan bentuk peralihan dari cara autokrasi ke cara demokrasi.
8. Klasifikasi Negara menurut Harold J. Laski
Negara menurut H.J Laski dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Bila rakyat dapat atau mempunyai wewenang ikut campur dalam pembuatan
undang-undang, maka dalam hal ini bentuk negara tersebut sedikit banyak adalah
demokrasi
2. Bila rakyat tidak atau tidak mempunyai wewenang untuk ikut campur dalam
pembuatan undang-undang, maka dalam hal ini bentuk negara tersebut sedikit
banyak adalah autokrasi.
9. Klasifikasi Negara Menurut Sir John A.R Marriott
Marriot mengajukan klasifikasi baru. Klasifikasinya tersebut beliau
mempergunakan dasar atau kriteria sistem kenegaraannya dan yang dimaksud dengan
sistem kenegaraan ini ada tiga hal pokok, yaitu :
1. Mengenai susunan pemerintahannya
2. Mengenai sifat konstitusinya atau undang-undang dasarnya
3. Mengenai sistem pemerintahannya
10. Klasifikasi Negara Menurut S.D Leacock
Pertama-tama Leacock mengklasifikasikan negara ke dalam dua jenis, yaitu
negara-negara despotis dan negara-negara demokratis.
11. Klasifikasi Negara menurut H.N Sinha
Sinha menambah kekurangan-kekurangan klasifikasi Leacock dengan bentuk-
bentuk pemerintahan yang totaliter atau autoriter dan yang bersifat anti-demokratis itu.
BAB VIII
SUSUNAN NEGARA
1. Negara kesatuan
Negara kesatuan dapat disebut pula Negara Unitaris. Negara kesatuan hanya ada
satu pemerintah, yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang
tertinggi dalam bidang pemerintahan negara, menetapkan kebijaksanaan pemerintahan
dan melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah-daerah.
2. Negara federasi
Negara Federasi adalah negara yang bersusunan jamak, maksudnya negara ini
tersusun dari beberapa negara yang semula telah berdiri sendiri sebagai negara yang
merdeka dan berdaulat, mempunyai Undang-Undang Dasar sendiri serta pemerintahan
sendiri.
Negara Federasi memiliki Undang-Undang Dasar dan Pemerintahan Pusat yang
disebut Pemerintah Gabungan atau Pemerintah Federasi. Dengan demikian dalam
Negara Federasi ini ada :
a. Dua macam negara, yaitu Negara Federasi atau Negara Gabungan dan negara-
negara Belgian.
b. Dua macam negara pemerintah, yaitu pemerintah Negara Federasi dan pemerintah
Negara-Negara Bagian
c. Dua macam Undang-Undang dasar, yaitu Undang-Undang Dasar negara Federasi dan
Undang-Undang Dasar masing-masing Negara Bagian
d. Negara di dalam negara, yaitu bahwa Negara-Negara Bagian itu beradanya di dalam
negara Federasi
e. Dua macam urusan pemerintahan, yaitu urusan pemerintahan yang pokok-pokok
dan yang berkaitan dengan kepentingan bersama negara-negara bagian
Negara federasi dapat dibedakan menjadi dua macam jenis, yaitu :
1. Negara serikat
2. Perserikatan negara
BAB IX