Anda di halaman 1dari 57

Bab1.

Pengertian Hukum Indonesia


A. SEJARAH HUKUM INDONESIA
Setiap bangsa di dunia, mempunyai hukumnya sendiri yang berbeda antara bangsa yang satu
dengan bangsa yang lain. Begitu pula bangsa Indonesia mempunyai hukum sendiri yaitu Hukum
Indonesia. Cicero mengemukakan hubungan antara hukum dengan masyarakat dengan kalimat Ubi
societas ibi ius, artinya dimana ada masyarakat disana ada hukum. Hal ini mengandung makna
bahwa hukum berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial perilaku warga masyarakat.
Suatu tata hukum atau susunan hukum adalah seperangkat hukum tertulis yang di lengkapi dengan
hukum yang tidak tertulis sehingga membentuk suatu sistem hukum yang bulat dan berlaku pada
suatu waktu dan tempat tertentu. Hukum yang berlaku pada waktu tertentu dalam suatu tempat atau
wilayah negara tertentu, disebut juga hukum positif, dan dalam bahasa latinnya disebut ius
constitutum.
Konsep hukum positif ini bertitik tolak dari pandangan, bahwa hukum yang berlaku dalam suatu
negara adalah norma positif di dalam sitem perundang-undangan hukum nasional. Di dalam ilmu
hukum, pendekatan atau paradigma hukum positif, mempunyai relevansi dengan aliran filsafat
Positivisme yang berkembang di Eropa Kontinental, khususnya Perancis, Jerman, Inggris.
Paradigma positivisme ini menjadi dominan, sebagai akibat positivisasi hukum telah menjadi
prioritas utama dalam setiap upaya pembangunan hukum di negara-negara yang tengah tumbuh
modern dan menghendaki kesatuan dan/atau penyatuan, tidak cuma menuju nation state, melainkan
juga yang dulu menuju ke colonial state. Positivisasi hukum akibat proses nasionalisasi dan
etatisme hukum, dalam rangka penyempurnaan kemampuan negara dan pemerintah.
Pemberlakuan hukum positif Barat di Hindia Belanda tidak terlepas dari pengaruh kolonialisme.
Tanda-tanda tergesernya Hukum Adat dan Hukum Agama terlihat dari kebijakan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Kolonial Belanda melalui Indische Staatsregeling (IS), Algemene Bepalingen van
Wetgeving voor Nederlands Indie (AB), Regerings Reglement (RR), dan penerapan sistem hukum
Barat melalui kodifikasi dan unifikasi dengan diberlakukannya Burgelijke Wetboek (BW) dan
Wetboek van Koophandel (Wvk).
Tata hukum yang diciptakan oleh Pemerintah Hindia Belanda merupakan tata hukum barat yang
bersifat konkordan dengan tata hukum Belanda. Pemerintah Hindia Belanda mengadakan

pembagian golongan penduduk yang ada di Hindia Belanda menjadi 3 (tiga) golongan penduduk
sebagaimana diatur dalam Pasal 163 I.S (Indische staatsregeling), yaitu :
1. Golongan Eropa yaitu mereka yang tunduk pada peraturan-peraturan golongan hukum Eropa
(Barat) yaitu:
a. semua orang Belanda
b. semua orang yang berasal dari Eropa
c. semua orang Jepang
d. semua orang dari negara lain yang hukum keluarganya sama dengan hukum Belanda
e. anak keturunan dari mereka (a, b, c, dan d) yang lahir di Hindia Belanda
2. Golongan Timur Asing adalah mereka yang tidak termasuk golongan Eropa atau Bumiputera.
Misalnya India, Arab, dan Pakistan.
3. Golongan Bumiputera adalah semua orang yang termasuk rakyat Indonesia asli dari Hindia
Belanda dan tidak beralih masuk golongan rakyat lain dan mereka yang semula termasuk golongan
rakyat lain tetapi membaurkan diri dengan rakyat Indonesia asli.
Selanjutnya diadakan pembedaan terhadap hukum perdata yang berlaku bagi golongan penduduk di
Hindia Belanda, sebagaimana tercantum dalam Pasal 131 ayat (2) I.S, sebagai berikut:
1. Bagi golongan Eropa berlaku hukum Eropa. dengan arti hukum Eropa yang isinya sama dengan
isi hukum yang berlaku di negeri Belanda bagi orang Belanda.
Asas ini diberi nama asas konkordansi yakni hukum yang berlaku bagi golongan hukum Eropa
harus di persamakan (dikonkordansi) dengan hukum yang berlaku di Negeri Belanda.
2. Bagi golongan Bumiputera/Indonesia asli dan golongan Timur Asing berlaku hukum adat
mereka masing-masing.
Pada tahun 1917 dikarenakan ramainya dunia perdagangan maka dengan Staatsblad 1917 No. 129
orang-orang tionghoa dikeluarkan dari golongan Timur Asing, dan diberi kedudukan sendiri sebagai
golongan ke empat dengan nama golongan Timur Asing Tionghoa dan golongan Timur Asing bukan
Tionghoa.
Walaupun dikatakan ada 4(empat) golongan penduduk, namun oleh Pemerintah Hindia Belanda
dibuka kesempatan untuk pindah ke lain golongan, melalui 4 macam cara yaitu:
1. Persamaan hak (equalization)

Diatur dalam Stb. 1883 No. 192. Persamaan hak mengakibatkan bahwa seorang bukan
Eropa berubah statusnya menjadi orang Eropa. Untuk persamaan hak diperlukan Belsuit
Gubernur Jendral yang diumumkan dalam Staatsblad.
2. Peleburan (assimilation-oplossing)
Seorang dari golongan Eropa atau Timur asing dapat menjadi golongan Bumiputera, dengan
jalan peleburan.
3. Penundukan diri secara sukarela (voluntary submission)
Berdasarkan Pasal 131 ayat (4) I.S seorang Bumiputera atau Timur Asing dapat tunduk secara
sukarela pada hukum Perdata Eropa. Hal ini diatur Staatsblad 1917 No. 12 jo. Staatsblad 1926
No.360 yang mengatur empat macar penundukan diri yaitu:
a. Penundukan diri seluruhnya kepada hukum perdata Eropa
b. Penundukan diri untuk sebagian hukum perdata Barat/Eropa
c. Penundukan diri mengenai suatu perbuatan hukum tertentu saja
d. Penundukan diri secara anggapan
3. Penundukan secara tidak sengaja (involuntary submission)
Dilakukan berdasarkan:
1. Perundangan : Peraturan khusus yang mempengaruhi pilihan hukum dalam transaksi antara
golongan-golongan penduduk yang ditetapkan dalam 4 hal : perkawinan, anak tidak sah,
kontrak kerja, dan hak milik atas tanah.
2. Case Law: Seseorang dari suatu golongan dapat menjadi subyek hukum dari lain golongan.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Proklamasi kemerdekaan
tersebut tidak hanya merupakan manifestasi kemerdekaan politik Bangsa Indonesia yang telah
dijajah, tetapi juga manifestasi kemerdekaan di bidang lainnya, seperti hukum, ekonomi, dan lainlain. Dalam konteks hukum, bahwa sejak Proklamasi bangsa Indonesia telah mengambil keputusan
untuk menentukan dan melaksanakan hukumnya sendiri yaitu Hukum Bangsa Indonesia dengan tata
hukumnya yang baru, yaitu tata Hukum Indonesia.
Dalam Memorandum DPRGR tanggal 9 Juni 1966 antara lain disebutkan, bahwa :
Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dinyatakan pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah detik
penjebolan tertib hukum kolonial dan sekaligus detik pembangunan tertib hukum nasional, tertib
hukum Indonesia. Dengan demikian Proklamasi Kemerdekaan paling tidak mempunyai dua
makna yaitu:

1. Politis
Menegakkan Indonesia mejadi suatu negara/Negara Republik Indonesia yang dibentuk oleh bangsa
Indonesia.
2. Yuridis
Menetapkan tata hukum Indonesia.
Pembangunan negara dan masyarakat Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan, dimulai dengan
penataan sistem dan dasar susunan ketatanegaraan, termasuk tatanan hukum. Berkaitan dengan
tatanan hukum, agar tidak terjadi kekosongan hukum(rechtsvacuum), maka UUD 1945 mengatur
hal tersebut di dalam Aturan Peralihan.
Aturan Peralihan memuat ketentuan yang bersifat transisi, yaitu ketentuan-ketentuan yang mengatur
mengenai penyesuaian keadaan yang sudah ada pada saat mulai berlakunya peraturan yang baru,
sehingga peraturan yang baru tersebut dapat berjalan lancar dan tidak membawa dampak yang
merugikan. Dengan perkataan lain, bahwa fungsi dari Aturan Peralihan ialah untuk mencegah
terjadinya kekosongan hukum.
Dalam perkembangan ketatanegaraan Indonesia kemudian, ketentuan Pasal II Aturan Peralihan
UUD 1945 oleh MPR RI pada tahun 2002 dilakukan perubahan dalam hal penempatannya, yaitu
Pasal I dan Pasal II UUD 1945.

B. KEDUDUKAN MATA KULIAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA DALAM


STRUKTUR KURIKULUM NASIONAL
Dalam struktur kurikulum Fakultas Hukum di Indonesia, mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia
dimasukkan sebagai salah satu mata kuliah yang wajib diambil oleh setiap mahasiswa pada
semester pertama, seperti halnya mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum dan Ilmu Negara.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 232/U/2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, bahwa Struktur Kurikulum
Fakultas Hukum terdiri atas dua bagian yaitu, Kurikulum Inti (KURTI) dan Kurikulum Institusional
(KURTIN).
Adapun mata kuliah yang tergabung ke dalam KURTI terdiri atas lima kelompok mata kuliah,
yaitu : Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian, Mata kuliah Keilmuan dan Keterampilan, Mata

Kuliah Keahlian Berkarya, Mata Kuliah Perilaku Berkarya, dan Mata Kuliah Berkehidupan
Bermasyarakat. Mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia termasuk ke dalam kelompok Mata
Kuliah Keilmuan dan Keterampilan. sedangkan mata kuliah KURTIN secara umum dikenal dengan
mata kuliah Program Kekhususan (PK) yang dipilih sesuai dengan minat dan bakat mahasiswa,
serta mata kuliah pilihan.
Fungsi Pengantar Hukum Indonesia adalah memperkenalkan hukum yang berlaku di Indonesia, atau
dengan kata lain mata kuliah Pengatar Hukum Indonesia merupakan mata kuliah dasar atau mata
kuliah prasyarat untuk mengetahui dan memahami hukum positif Indonesia.
C. TUJUAN MEMPELAJARI HUKUM INDONESIA
Tujuan mempelajari hukum Indonesia adalah untuk memperkenalkan dan sekaligus mengetahui
hukum yang mengatur kehidupan negara dan masyarakat Indonesia, atau mengetahui kerangka
hukum positif Indonesia. Selain itu juga untuk mengetahui hak dan kewajiban serta sanksi yang
berlaku terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang.
D. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA MATA KULIAH PENGANTAR ILMU
HUKUM (PIH) DENGAN PENGANTAR HUKUM INDONESIA (PHI)
Persamaan antara mata kuliah PIH dengan mata kuliah PHI antara lain:
1. Baik PIH maupun PHI merupakan mata pelajaran dasar (basis leervak) dan merupakan mata
kuliah prasyarat dari mata kuliah lain di bidang hukum.
2. Keduanya merupakan mata kuliah yang mempelajari hukum.
Sedangkan perbedaan keduanya, antara lain:
Obyek PHI adalah hukum yang berlaku sekarang ini di Indonesia (hukum positif Indonesia) dan
bersifat konkret (hukum positif yang terbatas pada ruang dan waktu). Sedangkan obyek PIH adalah
hukum secara umum (universal) dan bersifat abstrak (hukum yang tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu)
E. POLITIK HUKUM INDONESIA
Di kalangan para sarjana, masih terdapat perbedaan pendapat mengenai letak politik hukum dari
perspektif keilmuan. Sebagian sarjana berpendapat bahwa politik hukum merupakan kajian dari
ilmu politik, khususnya para sarjana ilmu politik. sedangkan sarjana lainnya berpendapat, bahwa
politik hukum merupakan bagian dari ilmu hukum.

Selain itu, muncul pertanyaan mengnai hubungan antara politik dan hukum, atau dengan perkataan
lain apakah hukum yang mempengaruhi politik atau sebaliknya. Terhadap pernyataan tersebut
timbul tiga pendapat, yaitu : Pertama, hukum determinan atas politik. Kedua, politik determinan
atas politik. Ketiga, politik dan hukum sebagai subsistem kemasyarakatan berada pada posisi yang
derajat determinasinya seimbang antara yang satu dengan yang lain.
Secara etimologis, istilah politik hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda Rechtspolitiek,
yang terbentuk dari dua kata yaitu recht dan politiek.
Beberapa pengertian tentang politik hukum yang di kemukakan oleh para sarjana, antara lain:
1. Padmo Wahyono
Politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang
akan dibentuk atau politik hukum adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang
dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Dalam hal ini kebijakan tersebut berkaitan dengan
pembentukan hukum, penerapan hukum, dan penegakannya sendiri.
2. Teuku Mohammad Radhie
Politik hukum sebagai pernyataan kehendak Penguasa Negara mengenai hukum yang berlaku di
wilayahnya dan mengenai arah kemana hukum hendak dikembangkan.
3. Satjipto Rahardjo
Politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan
sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat,
Politik hukum suatu negara berbeda dengan politik hukum negara lain. Perbedaan tersebut
disebabkan adanya perbedaan latar belakang sejarah, sosial budaya, perkembangan dunia, dan
kemauan politik dari masing-masing negara.
Politik Hukum Nasional Indonesia lahir sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17
Agustus 1945, dan pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan UUD 1945 sebagai hukum dasarnya.
Perubahan terhadap isi hukum positif menjadi suatu keharusan sebagai bagian penting dari politik
hukum nasional. selain itu pembaruan hukum juga harus diartikan sebagai seleksi terhadap produk
hukum lama dengan tetap mengambil nilai-nilai yang sesuai dengan ide dan realita negara
Indonesia sebagaimana diatur Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 sebagai landasan formal
konstitusional.

Dari perspektif formal lainnya, politik hukum nasional Indonesia antara lain dapat dilihat dari
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang dituangkan dalam ketetapan MPR. Tetapi dalam
perkembangan politik dan ketatanegaraan Indonesia selanjutnya, khususnya setelah dilakukannya
Perubahan UUd 1945, maka sebagai implikasi dari dilakukannya pemilihan umum Presiden dan
Wakil Presiden secara langsung sebagaimana diatur dalam Pasal 6 A UUD 1945 jo. Pasal 22 E ayat
(2), serta adanya perubahan terhadap tugas MPR sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UUD
1945.
Dalam Lampiran Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 telah ditetapkan Visi, Misi, dan Strategi
Pokok Pembangunan. Adapun Visi Pembangunan Nasional Tahun 2004-2009, yaitu:
1. Terwujudnya kehidupan masyrakat, banda, dan negara yang aman, bersatu, rukun, dan damai.
2. Terwujudnya masyarakat bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan, dan
hak asasi manusia
3. Terwujudunya perkenomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan
yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.
Berdasarkan Visi Pembangunan Nasional tersebut, telah ditetapkan 3 (tiga) Misi Pembangunan
Nasional Tahun 2004-2009, yaitu:
1. Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
2. Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis
3. Mewujudkan Indonesia yang sejahtera
Dalam upaya mewujudkan Visi dan Misi ditempuh 2 (dua) Strategi Pokok Pembangunan, yaitu:
1. Strategi Penataan Kembali Indonesia yang diarahkan untuk menyelamatkan sistem
ketatanegaraan RI berdasarkan semangat, jiwa, nilai, dan konsesnsus dasar yang melandasi
berdirinya Kebangsaan RI
2. Strategi Pembangunan Indonesia yang diarahkan untuk membangun Indonesia di segala
bidang yang merupakan perwujudan dari amanat yang tertera jelas dalam Pembukaan UUD
1945 terutama dalam pemenuhan hak dasar rakyat dan penciptaan landasar pembangunan yang
kokoh.
Adapun permasalahan dalam penyelenggaraan sistem dan politik hukum pada dasarnya meliputi:
1. Substansi Hukum
Diidentifikasi beberapa persoalan seperti : tumpang tindih dan inkonsistensi peraturan perundangundangan, implementasi undang-undang terhambat peraturan pelaksanaannya, tidak adanya
perjanjian ekstradisi dan Mutual Legal Assistance (MLA)

2. Struktur Hukum
Diidentifikasi persoalan, antara lain: kurangnya indepedensi kelembagaan hukum, akuntabilitas
kelembagaan hukum, sumber daya di bidang hukum, serta sistem peradilan yang tidak transparan
dan terbuka.
3. Budaya Hukum
Diidentifikasi beberapa persoalan, seperti : timbulnya degradasi hukum di lingkungan masyarakat
dan menurunnya kesadaran akan hak dan kewajiban hukum masyarakat.
Program-program pembangunan yang akan dilakukan untuk mendukung pembenahan sistem dan
politik hukum, meliputi:
1. Program perencanaan hukum
2. Program pembentukan hukum
3. Program peningkatan kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya
4. Program peningkatan kualitas profesi hukum
5. program peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi manusia

Bab 2. Hukum dan Pembagian Hukum


A. PENGERTIAN HUKUM
Beberapa sarjana memberikan definisi tentang hukum, antara lain:
1. Thomas Hobbes
Hukum adalah suatu aturan dari tindakan moral yang mewajibkan pada suatu yang benar.
2. Van Hollenhoven
Hukum adalah suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergejolak terus menerus dalam keadaan
bentur membentur tanpa henti-hentinya dengan gejala-gejala lain.
3. Utrecht
Hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan
seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran petunjuk
hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.
4. Mochtar Kusumaatmadja
Hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur pergaulan hidup manusia
dalam masyarakat yang bertujuan memelihara ketertiban yang meliputi lembaga-lembaga dan
proses-proses guna mewujudkan berlakunya kaidah itu sebagai kenyataan dalam masyarakat.
Secara umum, Hukum meliputi beberapa unsur, yaitu:
1. Peraturan mengenasi tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan yang berwenang/resmi
3. Peraturan itu bersifat memaksa
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Sedangkan ciri-ciri hukum adalah:
1. Adanya perintah dan/atau larangan
2. Perintah dan/atau larangan itu harus ditaati oleh setiap orang.
B. TUJUAN HUKUM
Secara umum terdapat empat aliran atau mashab hukum yang mengemukakan mengenai tujuan
hukum, antara lain:
1. Mashab Hukum Alam (Natural Law)
Menurut mashab ini bahwa hukum harus melindungi esensi kemanusiaan serta merupakan refleksi
dari kehendak Tuhan.
2. Mashab Historis (Historical Jurisprudence)
Menurut mashab ini bahwa hukum merupakan refleksi dari adat kebiasaan yang hidup tumbuh, dan
berkembang dalam masyarakat.

3. Mahsab Sociological Jurirprudence


Menurut mashab ini bahwa hukum dipandang sebagai alat rekayasa sosial menuju kesejahteraan
masyarakat.
4. Mashab Postivisme Hukum (Legal Postivism)
Menurut mashab ini bahwa hukum tertuang dalam peraturan yang tertulis yang merupakan hasil
dari proses legislasi suatu negara.
C. MACAM-MACAM PEMBAGIAN HUKUM
Hukum dapat dibagi dalam beberapa golongan hukum menurut asas-asas pembagian sebagai
berikut:
1. Menurut Bentuknya
a. Hukum tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan perundangundangan.
b. Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi
tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan.
2. Menurut Tempat Berlakunya
a. Hukum Nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
b. Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia
internasional.
c. Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain.
d. Hukum Gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh gereja.
3. Menurut Sumbernya
a. Undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
b. Kebiasaan, yaitu hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan.
c. Traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam perjanjian antar negara.
d. Yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
4. Menurut Waktu Berlakunya
a. Ius Constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang ini bagi suatu
masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
b. Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada masa yang akan
datang/hukum yang dicita-citakan.
c. Hukum Asasi (Hukum Alam) yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu
dan untuk segala bangsa di dunia, berlaku untuk selama-lamanya(abadi) terhadap siapapun
juga diseluruh tempat.

5. Menurut Isinya
a. Hukum Privat (Hukum Sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara oran
yang satu dengan orang yang lain, dengan menitik beratkan pada kepentingan
perorangan/pribadi.
b. Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat
perlengkapannya atau negara dengan perorangan (melindungi kepentingan umum).
6. Menurut Cara Mempertahankannya
a. Hukum Materiil, yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur
kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujudnya perintah-perintah dan
larangan-larangan.
b. Hukum Formil (hukum acara), yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang
mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materiil atau
peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara mengajukan suatu perkara ke muka
pengadilan dan bagaimana cara hakim memberikan keputusan.
7. Menurut Sifatnya
a. Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan
mempunyai paksaan mutlak.
b. Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang
bersangktuan telah membuat peraturan sendiri dalam perjanjian.
D. LAPANGAN-LAPANGAN HUKUM
Dalam UUDS 1950 Pasal 102 disebutkan beberapa lapangan hukum, yaitu:
1. Hukum Perdata
2. Hukum Dagang
3. Hukum Pidana Sipil
4. Hukum Pidana Militer
5. Hukum Acara Perdata
6. Hukum Acara Pidana
Kodifikasi Hukum adalah penyusunan materi hukum tertentu, yang terhimpun dan tersusun secara
sistematis dalam kitab undang-undang. Beberapa kodifikasi yang telah dikenal :
1. Burgerlijk Wetboek (BW) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer)
2. Wetboek van Strafrecht (Wvs) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
3. Wetboek van Koophandel (Wvk) Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
4. Herziene Inlands Reglement (HIR) Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB)

Bab 3. Sumber-Sumber Hukum


A. ARTI SUMBER HUKUM
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan
memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan
nyata bagi pelanggarnya.
B. SUMBER HUKUM MATERIIL DAN FORMIL
Sumber hukum dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi materiil dan formil. yang dimaksud dengan
sumber hukum materiil adalah kesadaran hukum masyarakat, kesadaran hukum yang hidup dalam
masyarakat yang dianggap seharusnya, dengan perkataan lain, menentukan isi apakah yang harus
dipenuhi agar sesuatu disebut hukum serta mempunyai kekuatan mengikat.
Sumber hukum formil adalah tempat dimana kita dapat menemukan aturan-aturan/ketentuanketentuan hukum.

C. MACAM-MACAM SUMBER HUKUM FORMIL


Yang termasuk sumber hukum formil adalah:
1. Undang-undang
Undang-undang adalah suatu peraturan/keputusan negara yang tertulis dibuat oleh alat
perlengkapan negara yang berwenang (bersama-sama oleh DPR dan Presiden) dan mengikat
masyarakat.
2. Kebiasaan
Kebiasaan adalah himpunan kaidah yang meskipun tidak ditentukan oleh badan-badan
perundangan. Hukum ini meliputi semua peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh
pemerintah, tetapi ditaati oleh seluruh rakyat, mereka yakin bahwa peraturan itu berlaku untuk
umum.
3. Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah keputusan hakim yang terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar
keputusan oleh hakik kemudian mengenai masalah yang sama.
4. Traktat
Traktat adalah Hukum yang ditetapkaj oleh negara-negara yang bersama-sama mengadakan suatu
perjanjian.

5. Doktrin
Doktrin adalah suatu ajaran dari seorang ahli hukum yang ternama/terkenal yang mempunyai
kekuasaan dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim.
Bab 4. Hukum Adat
A. PENGERTIAN HUKUM ADAT
Hukum adat adalah kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan masyarakat tertentu secara berulang-ulang
bersifat tidak tertulis namun seakan-seakan hukum yang bersifat tertulis dan bersifat wajib.
B. TEORI HUKUM ADAT
Dalam hukum adat dikenal adanya dua teori, yaitu:
1. Teori Receptio In Complexu, teori ini memuat tentang adat istiadat dan hukum adat yang
berlaku dalam suatu golongan masyarakat adalah receptio seluruhnya dari agama yang dianut
oleh golongan masyarakat tersebut
2. Teori Keputusan, hukum adat merupakan peraturan yang menjelma dari keputusan fungsionaris
hukum yang mempunyai wibawa dan pengaruh yang dalam pelaksanaannya berlaku serta
merta.
C. DASAR HUKUM BERLAKUNYA HUKUM ADAT
Hukum adat di Indonesia sudah dikenal sejak masa Hindia Belanda, pada dimana istilah hukum
adat pertama kali memiliki beberapa istilah diantara lain adalah Undang-undang agama, kebiasaan
dan lembaga rakyat.
Istilah ini dikenal terdapat dalam Pasal 11 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Nederlandsch
Indie (AB). Perkembangan hukum adatpun mengalami pasang surut, termasuk juga usaha unifikasi
sampai kepada upaya untuk menghilangkan hukum adat. Namun saat itu sarjana Belanda yaitu C.
Van Hollenhoven mengadakan penelitian dan mengumpulkan bahan-bahan hukum adat serta mulai
pengadakan penelitian tentang hukum adat.
Terhadap upaya-upaya ini maka Van Hollenhoven mendapat istilah sebagai bapak hukum adat
terhadap jasa-jasanya, yaitu:
1. Menghilangkan kesalahpahaman seolah-olah hukum adat itu identik dengan hukum islam
2. Membela hukum adat terhadap usaha-usaha penguasa untuk mendesak atau menghilangkan
hukum adat.
3. Membagi wilayah hukum adat Indonesia dalam 19 lingkungan hukum adat.

Berlakunya Hukum adat bagi golongan bumiputera pada masa Hindia Belanda, maka dasar
hukumnya adalah :
1. Pasal 11 AB
2. Pasal 75 ayat (3) Regerings Reglement (RR) Jo Pasal 131 ayat (3) sub b Indische Staatsregeling
(IS)
Berlakunya kedua peraturan diatas hapus bersamaan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia pada
17 Agustus 1945, dengan demikiran dasar hukum berlakunya hukum adat tidak lagi bersumber
dengan kedua peraturan diatas tetapi bersumber pada peraturan:
1. Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945
2. Pasal 18 b ayat (2) UUD 1945
3. Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945
Dalam perkembangannya ada beberapa ketentuan dalam hukum nasional yang bersumber dari
hukum adat antara lain:
a. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang UUPA
b. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan
c. Undang-undang No. 4 Tahun 2004 Tentang kekuasaan kehakiman
d. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
D. KEKERABATAN HUKUM ADAT
Dalam hukum adat, hubungan hukum yang mengatur dalam hubungan sosial kekerabatan hukum
adat ini, meliputi:
1. Kedudukan pribadi dalam hukum adat
2. Pertalian darah yang terdiri dari kedudukan anak kandung, kedudukan orang tua dan hubungan
anak dengan kerabat.
3. Pertalian adat meliputi kedudukan anak angkat dalam hukum adat, kedudukan anak tiri, dan
kedudukan anak asuh dalam hukum adat.
4. Pertalian perkawinan diantaranya bentuk perkawinan hukum adat.
E. PERSEKUTUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
Persekutuan masyarakat adat merupakan sekelompok masyarakat yang mempunyai tata susunan
yang tetap dan hidup bersama-sama dalam jangka waktu yang lama, sehingga menghasilkan suatu
kebudayaan, nilai-nilai dan norma.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya persektuan masyarakat hukum adat :


1. Faktor Genealogis, merupakan persekutuan masyarakat hukum adat yang pengikat utama
bagi anggota kelompoknya adalah persamaan dalam keturunan. Dalam faktor ini, ada tiga
macam golongan diantaranya:
a. Persekutuan masyarakat hukum adat yang patrilineal (Bapak)
b. Persekutuan masyarakat hukum adat yang matrilineal (Ibu)
c. Persekutuan masyarakat hukum adat yang parentall (Campur)
2. Faktor teritorial, merupakan persekutuan masyarakat hukum adat yang kelompok
anggotanya merasa terikat satu dengan yang lainnya, karena mersa dilahirkan dan menjalani
kehidupan bersama di tempat/wilayah yang sama. Persekutuan masyarakat terbagi dalam
tiga macam golongan, yaitu:
a. Persekutuan desa
b. Persekutuan daerah/wilayah
c. Perserikatan Kampong
F. PERKAWINAN DALAM HUKUM ADAT
Dalam hukum adat dikenal tiga macam sistem perkawinan, yaitu :
1. Sistem Endogami, hanya di perbolehkan kawin dengan orang dari sukunya sendiri.
2. Sistem Exogami, hanya boleh kawin dengan orang diluar suku keluarganya.
3. Sistem Eleutherogami, larangan yang bertalian dengan ikatan kekeluargaan.
Selain diatur sistem perkawinan dalam hukum adat juga diatur tentang bentuk perkawinan
diantaranya ada beberapa bentuk perkawinan antara lain:
1. Perkawinan jujur, perkawinan dengan dilakukan pembayaran jujur dari pihak keluarga pria
kepada pihak kerabat perempuan.
2. Perkawinan Semendo, perkawinan dimana suami setelah perkawinan menetap dan
berkedudukan serta masuk dalam kekerabatan pihak istri dan melepaskan hak dan
kedudukannya dipihak kekerabatan sendiri.
3. Perkawinan Bebas, perkawinan dimana keududukan suami istri dilepaskan dari tanggungjawab
orang tua/keluarga kedua belah pihak untuk dapat beridi sendiri membangun rumah tangga
yang bahagia dan kekal.

Bab 5. Hukum Islam


A. PENGERTIAN
Hukum Islam mempunyai 2 makna, yaitu:
1. Kumpulan norma-norma bagi manusia yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya yang
menyelamatkan kehidupannya.
2. Kumpulan norma-norma hukum yang dipakai oleh manusia agar ia hidup damai dengan Allah,
sesama manusia, sesama makhluk Allah yang dikuasainya dan dirinya.
B. SUMBER HUKUM ISLAM
1. Al Quran, kumpulan firman Allah yang disampaikan pada Nabi Muhammad SAW sebagai
Rasul, yang berisi norma-norma hukum Islam, yang dimaksudkan sebagai pedoman hidup bagi
manusia, agar ia dapat hidup bahagia dunia akhirat.
2. Sunnah Rasul, hukum kebiasaan Islam yang diperbuat oleh Rasul, baik berupa perbuatan,
perkataan maupun ketetapan atau diamnya Rasul.
3. Hadist, wadah/kumpulan sunnah Rasul
4. Ijtihad(akal pikiran), seluruh kemampuan daya pikir untuk memecahkan masalah yang diatur
di dalam Al Quran dan Hadist.

C. RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM


1. Hukum Perdata Islam
a. Munakahat, mengatur sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian, talak,
pemeliharaan anak dan segala akibatnya.
b. Faraid, mengatur segala masalah mengenai warisan, baik yang berhubungan dengan ahli
warism harta peninggalan, pembagian warisan dan wasiat.
c. Muammalah, mengatur hak kebendaan, seperti jual beli, sewa menyewa, dll.
2. Hukum Publik Islam
a. Jinayat, memuat aturan-aturan mengenai perbuatan yang diancam pidana
b. Al-Ahkam Al-Sultaniyah, membahas masalah mengenai ketatanegaraan.
c. Syiar, membaas urusan perang dan damai, antar agama, antar negara.
d. Mukhasamat, mengatur hukum acara/formil.
D. ASAS-ASAS HUKUM ISLAM
Asas-asas Hukum Islam, sebagai berikut:

1. ASAS-ASAS UMUM
a. Asas Keadlian
b. Asas Kepastian Hukum
c. Asas Kemanfaatan
2. ASAS HUKUM PIDANA
a. Asas Legalitas
b. Asas larangan memindahkan kesalahan kepada orang lain
3. ASAS HUKUM PERDATA
a. Asas kebolehan
b. Asas kemaslahatan hidup
c. Asas kebebasan dan kesuksesan
d. Asas menolak mudharat dan mengambil manfaat
e. Asas kebijaksanaan
f.

Asas kekeluargaan

g. Asas adil dan berimbang


h. Asas mendahulukan kewajiban dari hak
i.

Asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain

j.

Asas kemampuan bertindak

k. Asas kebebasan berusaha


l.

Asas mendapatkan sesuatu karena usaha dan jasa

m. Asas perlindungan hak


n. Asas hak milik yang berfungsi sosial
o. Asas yang bertindak baik harus dilindungi
p. Asas risiko yang dibebankan pada harta, tidak pada pekerja
q. Asas mengatur dan memberi petunjuk
r.

Asas tertulis dan diucapkan di depan saksi

4. ASAS HUKUM PERKAWINAN


Perkawinan adalah salah satu bentuk perjanjian suci antara seorang pria dengan seorang wanita
menurut yang mempunyai segi-segi perdata, berlaku asas:
a. Kesukarelaan
b. Persetujuan kedua belah pihak
c. Kebebasan memilih
d. Kemitraan suami istri
e. Untuk selama-selamanya
f.

Monogami terbuka

5. ASAS HUKUM KEWARISAN


a. Asas Ijbari
b. Asas Bilateral
c. Asas Individual
d. Asas keadilan berimbang
e. Akibat kematian
E. TEORI BERLAKUNYA HUKUM ISLAM DI INDONESIA
1. Teori Islam Sendiri (Al Quran dan Hadist)
2. Teori Otoritas/Penerimaan Sosial (Har Gibb)
Har Gibb berpendapat bahwa orang islam kalau telah menerima Islam sebagai agamanya, maka ia
menerima secara sosiologis/otoritas hukum islam terhadap dirinya.
3. Teori Receptio In Complexu
Menyatakan bahwa bagi orang islam berlaku hukum islam sebab dia telah memeluk agam islam,
yang penerapan hukumnya dilakukan oleh pengadilan agama.
4. Teori Receptie
Bagi rakyat pribumi pada dasarnya berlaku hukum adat, karenanya hukum islam berlaku kalau
sudah diterima oleh masyarakat adat menjadi adatnya.
5. Teori Receptie Exit
Mengatakan bahwa setelah proklamasi dan UUD 1945 dijadikan UUD Negara.
6. Teori Receptie A Contrario
a. bagi orang islam berlaku hukum islam
b. hal tersebut adalah sesuai dengan keyakinan dan cita-cita hukum, cita-cita batin dan moral
c. hukum adat berlaku bagi orang islam kalau tidak bertentangan dengan agama islam dan hukum
islam
7. Teori Eksistensi
Mengatakan bahwa setelah Indonesia merdeka dan karena dorongan kesadaran hukum sewaktu
dalam masa penjajahan dan dalam masa revolusi, maka hukum islam/agama ada/eksis dalam hukum
nasional.

Bab 6. Hukum Perdata


A. ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM PERDATA
1. Istilah Hukum Perdata
Di Indonesia terdapat berbagai istilah hukum keperdataan yang merupakan terjemahan dari istilah
hukum yang berasal dari bahasa Belanda : Privat Recht, Burgelijk Recht, dan Civiel Recht. Hukum
perdata di Indonesia berasal dari Bahasa Belanda : Burgerlijk Recht. Hukum perdata bersumber
pada KUHPer.
2. Pengetian Hukum Perdata
Menurut Subekti, Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat meterial, yaitu
segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan seseorang.
B. SEJARAH HUKUM PERDATA
Hukum perdata yang kini berlaku di Indonesia berasal dari Eropa, khususnya Belanda. Semenjak
kedatangan Belanda di Indonesia, hukum yang dipergunakan mereka, diusahakan agar sama dengan
hukum yang berlaku di negara asalnya. berlakunya satu sistem hukum di Indonesia yang sama
dengan seistem hukum yang berlaku di Negara Belanda disebut asas konkordansi, yang tercantum
dalam Pasal 75 RR jo. Pasal 131 IS. Berlakunya KUHPer di indonesia ialah mulai 1 Mei 1848
sampai dengan tahun 1942.
C. SUMBER HUKUM BERLAKUNYA HUKUM PERDATA DI INDONESIA
1. Semua peraturan perundangan Hindia Belanda yang diambil alih oleh Pemerintah Militer
Jepang ditambah dengan peraturan yang dibuat pemerintah Jepang sendiri, berlaku pada jaman
penjajahan Jepang di Indonesia.
2. Semua peraturan perundangan yang berlaku pada masa penjajahan Jepang yang diambil alih
oleh UUD 1945 ditambah dengan peraturan yang dibuat berdasarkan UUD 1945 tersebut,
berlaku pada masa UUD 1945.
3. Semua peraturan yang berlaku pada masa UUD 1945 yang diambil alih oleh konstitusi RIS
ditambah dengan peraturan-peraturan yang dibuat berdasarkan Konstitusi RIS tersebut, berlaku
selama masa Konstitusi RIS.
4. Semua peraturan perundangan yang berlaku pada masa konstitusi RIS yang diambil alih oleh
UUDS 1950, ditambah dengan peraturan yang dibuat berdasarkan UUDS 1950 tersebut selama
masa UUDS 1950.

5. Akhirnya semua peraturan perundangan yang berlaku selama masa berlakunya UUDS 1950
yang diambil alih oleh UUD 1945, ditambah dengan peraturan-peraturan perundangan yang
dibuat berdasarkan UUD 1945 ditambah lagi dengan peraturan-peraturan yang dibuat
berdasarkan Dekrit Presiden berlaku pada masa sekarang ini.
D. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
1. Pembagian Hukum Perdata berdasarkan KUH Perdata
KUHPer terdiri atas 4 buku, yaitu :
a. Buku I : tentang orang, yang memuat Hukum perorangan (Hukum Pribadi) dan Hukum
Kekeluargaan
b. Buku II : tentang benda, yang memuat Hukum Benda dan Hukum Waris
c. Buku III : tentang perikatan, yang memuat hukum harta kekayaan yang berkenaan dengan
hak-hak dan kewajiba yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu
d. Buku IV : tentang pembuktian dan daluwarsa, yang memuat perihal alat-alat pembukatian
dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hukum.
2. Pembagian Hukum Perdata menurut Ilmu Pengetahuan Hukum
Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, Hukum perdata dibagi dalam 4 bagian, yaitu :
a. Hukum perorangan
b. Hukum keluarga
c. Hukum harta kekayaan
d. Hukum waris

Bab 7. Hukum Dagang


A. PENGERTIAN HUKUM DAGANG
Menurut Achmad Ichsan hukum dagang adalah hukum yang mengatur masalah perdagangan atau
perniagaan, yaitu masalah yang timbul karena tingkah laku manusia (persoon) dalam perdagangan
atau perniagaan. Lebih tegas lagi H.M.N. Purwosutjipto menyatakan bahwa hukum dagang adalah
hukum perikatan yang timbul dalam lapangan perusahaan.
B. SUMBER-SUMBER HUKUM DAGANG
1. Pengaturan Hukum di dalam Kodifikasi:
a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHper)
b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
Buku I : tentang perdagangan pada umumnya.

Buku II : tentang hak dan kewajiban yang terbit dari pelayaran

2. Pengaturan di luar Kodifikasi


a. UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan
b. UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
c. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
d. UU No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.
3. Hukum kebiasaan.
C. HUBUNGAN ANTARA KUHPer DAN KUHD
Hubungan antara KUHD dengan KUHPer ini dapat ditermukan dalam Pasal 1 KUHD yang
menyebutkkan :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sepanjang tidak diatur lain, berlaku juga terhadap hal-hal
yang juga diatur dalam Kitab ini

D. BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN
Sesuatu dapat dikatakan sebagai perusahaan jika memenuhi unsur-unsur di bawah ini :
1. Bentuk usaha, baik yang dijalankan secara orang perseorangan maupun badan usaha.
2. Melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus.
3. Tujuannya adalah untuk mencari keuntungan atau laba.

1. Perusahaan Perseorangan
Perusahaan Perseorangan adalah perusahaan yang dilakukan oleh satu orang pengusaha. Di dalam
perusahaan ini yang menjadi pengusaha hanya satu orang.
2. Badan Usaha
a. perusahaan yang tidak berbadan hukum
1. Persekutuan perdata
Perjanjian antara dua orang atau lebih mengikat diri untuk memasukan sesuatu ke dalam
persekutuan dengan maksud membagi keuntungan yang diperoleh karenanya.
1. Persekutuan dengan Firma
Persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama.
2. Persekutuan komanditer (CV)
Persekutuan Firma yang mempunyai satu atau lebih persekutuan komanditer.
a. perusahaan yang berbadan hukum
1. Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan merujuk kepada modal PT yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham.
2. Perusahaan Perseroan (Persero)
BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau
paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh NKRI yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
3. Perusahaan Umum (Perum)
BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk
kemanfaatan umum berupa penyediaan baran dan/atau jasa yang bermutu tinggi sekaligus mengejar
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
4. Koperasi
Badan usaha yang beranggotkan orang-seorang atau badan hukum koperasi yang melandaskan
usahanya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan
asas kekeluargaan.
E. SURAT BERHARGA
1. Pengertian dan Penggolongan Surat Berharga
Surat berharga sebagai surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan
pemenuhan suatu prestasi, yang berupa uang, tetapi pembayaran tersebut tidak dilakukan dengan
menggunakan uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain, alat bayar itu berupa surat
yang di dalamnya mengandung perintah kepada pihak ketiga atau pernyataan sanggup untuk
membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.
Suatu surat dapat disebut sebagai berharga jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Surat bukti tuntutan utang


2. Pembawa hak
3. Dapat dengan mudah diperjualbelikan. Contoh surat berharga : Wesel, Cek, Surat Sanggup
Bab 8. Hukum Pidana
A. PENGERTIAN
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap
kepentingan umum, dimana pelanggaran kejahatan tersebut diancam dengan hukuman yang
merupakan penderitaan dan siksaan.
Hukum pidana dapat dibagi dan dibedakan atas berbagai dasar atau cara, antara lain:
1. Hukum pidana dalam keadaan diam dan hukum pidana dalam keadaan bergerak. atas dasar ini
hukum pidana dibedakan antara hukum pidana materil dan formil.
2. Hukum pidana dalam arti obyektif dan subyektif
Hukum pidana obyektif disebut juga dengan Ius Ponale, adalah hukum pidana yang dilihat dari
aspek alarangan-larangan tersebut, larangan mana di sertai dengan ancaman pidana bagi siapa yang
melanggar larangan tersebut.
Hukum pidana subyektif disebut juga dengan Ius Peoniendi sebagai aspek subyektifnya hukum
pidana, dalam arti aturan yang berisi atau mengenai hak atau kewenangan negara
3. Atas dasar pada siapa berlakunya hukum pidana
a. hukum pidana umum, hukum pidana yang ditujukan dan berlaku untuk semua warga penduduk
negara atau subyek hukum
b. hukum pidana khusus, hukum pidana yang dibentuk oleh negara yang hanya dikhususkan
berlaku bagis subyek hukum tertentu saja.
B. SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA
1. Sumber hukum tertulis:
a. KUHP
b. Hukum pidana militer
c. UU Pidana diluar kitab UU hukum pidana
d. UU lain yang bukan UU hukum pidana, tapi memuat sanksi pidana.
2. Sumber hukum tidak tertulis
Praktek putusan pengadilan didasarkan pada hubungan delik adat dengan UU Drt No. 1 Tahun 1951
Pasal 5 ayat (3b) dan UU No. 14 Tahun 1970 Jo. UU No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan
Kehakiman.

Sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)


Buku I

: tentang ketentuan umum (Pasal 1-103)

Buku II : tentang kejahatan (Pasal104-488)


Buku III : tentang pelanggaran (Pasal 489-569)
C. ASAS-ASAS DALAM HUKUM PIDANA
1. Asas Legalitas
Tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan
perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilaksanakan
2. Asas Lex Temporis Delicti
Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap
terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.
3. Asas Tiasa Pidana tanpa kesalahan
Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan
bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.
4. Asas hukum pidana tidak berlaku surut
Hukum pidana tidak berlaku surut, tetapi berlaku kedepan.
D. RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
1. Asas teritorial, hukum pidana berlaku di wilayah RI, siapapun yang melakukan tindak
pidana
2. Asas nasional aktif, hukum pidana berlaku bagi WNI yang diluar wilayah negara Indonesia
yang bersalah melakukan kejahatan
3. Asas nasional pasif, untuk melindungi kepentingan nasional, maka kejahatan yang dilakukan
siapa saja termasuk orang asing dapat dihukum di pengadilan Negara Indonesia
4. Asas Universal, berlaku bagi kejahatan yang merugikan kepentingan negara di dunia
Internasional
E. MACAM-MACAM DELIK
Delik adalah perbuatan pidana, yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan
mana disertai dengan ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar
larangan tersebut.
Macam-macam delik:
1. Delik Formil : delik yang perumusannya dititik beratkan kepada perbuatan yang dilarang
2. Delik materii : delik yang perumusannya dititik beratkan kepada akibat yang tidak di kehendaki

3. Delik commissionis : delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan


4. Delik ommisionis : delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah ialah tidak melakukan
sesuatu yang diperintahkan/diharuskan
5. Delik dolus : delik yang memuat unsur kesengajaan
6. Delik culpa : delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur
7. Delik tunggal : delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali
8. Delik berganda : delik yang baru merupakan delik, apabila dilakukan beberapa kali perbuatan
9. Delik aduan : delik yang penuntutannya hanya dapat dilakukan apabila ada pengaduan dari
pihak yang terkena
F. MACAM-MACAM PIDANA
1. Pidana Pokok, terdiri dari :
a. Mati
b. Penjara
c. Kurungan
d. Denda
e. Tutupan
2. Pidana Tambahan, terdiri dari:
a. Perampasan barang tertentu
b. Pencabutan hak tertentu
c. Pengumuman keputusan hakim

Bab 9. Hukum Acara Perdata


A. Pendahuluan
Dalam Hukum Acara Perdata maupun Hukum Acara Pidana dikenal adanya kompetisi (wewenang)
badan peradilan yang dibagi atas:
1. Kompetisi/ Wewenang Absolut yaitu kekuasaan utuk mengadili yang diberikan oleh undang
undang sesuai jenis badan pengadilan
2. Kompetisi/ Wewenang relatif yaitu kekuasaan untuk mengadili menurut wilayah hukumnya
suatu badan pengadilan.
Jenis-jenis Badan Pengadilan
Menurut Pasal 10 ayat (1) UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Kekuasaan
Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
dibawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan dalam ayat (2) nya dikatakan bahwa Badan peradilan yang berbeda di bawah Mahkamah
Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan:
1.
2.
3.
4.
5.

Peradilan Umum
Peradilan Agama
Peradilan Militer
Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Niaga

B. Pengertian Hukum Acara Perdata


Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin
ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hukum.
Objek dari hukum acara perdata ialahkeseluruhan yang bertujuan melaksanakan dan
memprtahankan atau menegakkan hukum perdata materiil dengan perantara kekuasaan negara.
Hukum acara perdata meliputi tiga tahapyindakan, yaitu thap pendahuluan, tahap penentuan dan
tahap pelaksanaan. Tahap pendahuluan merupakan persiapan menuju kepada penentuan atau
pelaksanaan. Dalam tahap penetuan diadakan pemeriksaan peristiwa dan pembuktian sekaligus

sampai kepada putusannya. Sedangkan dalam tahap pelaksanaan diadakan pelaksanaan dari pada
putusan.

C. Sumber Hukum Acara Perdata


Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU Darurat No.1 Tahun 1951, hukum acara perdata pada Pengadilan
Negeri dilakukan dengan memperhatikan ketentuan UU Darurat tersebut. Menurut Soepomo,
dengan dihapuskannya RAAD VAN Justitie dan Hooggerechtshof, maka Rv sudah tidak berlaku
lagi,sehingga dengan demikian hanya HIR dan Rbg. saja yg berlaku.
Perlu dipastikan pula, ketentuan yang tercantum dalam UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,
yang memuat beberapa ketentuan tentang hukum acara perdata.

Bagi Pengadilan Tinggi hukum acara perdata dalam hal banding diatur dalam UU No. 20 Tahun
1947 untuk daerah Jawa dan Madura, sedang untuk daerah luar Jawa dan Madura diatur dalam Rbg,
Pasal 199-205.
D. Asas-Asas Hukum Acara Perdata
1. Hukum Bersifat Menunggu.
Asas dari hukum acara pada umumnya,dalam hal ini hukum acara perdata, ialah bahwa
pelaksanaannya, yaitu inisiatif untuk mengajukan tuntunan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang
berkepentingan. Jadi apakah akan ada proses atau tidak, apakah suatu perkara atau tuntutan hak itu
akan diajukan atau tidak, sepenuhnya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan.
Akan tetapi sekali perkara diajukan kepadanya, hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
mengadilinya, sekalipun dengan dahlil bahwa hukum tidak atau kurang jelas. Hal ini termuat dalam
Pasal 16 ayat (1) uu No. 4 Tahun 2004, yaitu Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau
kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya.
2. Hukum Pasif
Hakim di dalam memeriksa perkara perdata bersikap pasif dalam arti kata bahwa ruang lingkup atau
luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh
para pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim. Hakim hanya membantu para pencari keadilan
dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan(Pasal 5
ayat (2) UU No.4 Tahun 2004).
3. Sifat terbukanya persidangan.

Sidang pemeriksaan pengadilan pada asasnya adalah terbuka untuk umum, yang berarti bahwa
setiap orang dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan persidangan. Tujuan dari pada asas
ini tidak lain untuk memberikan perlindngan hak hak asasi manusia dalam bidang peradilan serta
untuk lebih menjamin obyektivitas peradilan dengan mempertanggung-jawabkan pemeriksaan yang
fair, tidak memihak serta putusan yang adil kepada masyarakat. Asas ini kita jumpai dalam Pasal 19
ayat (1) UU No.4 tahun 2004
4. Mendengar kedua belah pihak
Di dalam hukum acara perdata kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak memihak dan
didengar bersama-sama. Bahwa semua pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak
membedakan orang, seperti yang dimuat dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004, mengandung
arti bahwa di dalam hukum acara perdata yang berperkara harus sama sama diperhatikan, berhak
atas perlakuan yang sama dan adil serta masing-masing harus diberikan kesempatan untuk memberi
pendapatnya.
5. Putusan harus disertai alasan alasan
Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk
mengadili(Pasal 25 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004, Pasal 184 ayat (1), 319 HIR, 195, 618 Rbg).
Betapa pentingnya alasan-alasan sebagai dasar putusan dapat kita lihat dari beberapa putusan MA
yang menetapkan, bahwa putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup dipertimbangkan
(ovoldoende gemotiveerd) merupakan alasan untuk kasasi dan harus dibatalkan.

6. Beracara dikenakan biaya


Untuk berperkara pada asasnya dikenakan biaya (Pasal 121 ayat (4), 182, 183 HIR, 145 ayat (4),
192-194 Rbg). biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk panggilan,
pemberitahuan para pihak serta biaya materai. Disampin itu apabila diminta bantuan seorang
pengacara, maka harus pula dikeluarkan biaya
Agi mereka yang tidak mampu mengeluarkan biaya perkara, dapat mengajukan perkara secara
Cuma-Cuma (pro deo) dengan mendapatkan ijin untuk dibebaskan dari pembayaran perkara,
dengan mengajukan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh kepala polisi (Pasal 237 HIR,
237 Rbg).
7. Tidak ada keharusan mewakilkan

HIR ridak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan keada orang lain, sehingga pemeriksaan di
persidangn terjadi secara langsung terhadap para pihak yang langsung berkepentingan. Akan tetapi
para pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasanya kalau dikehendaki (Pasal 123 HIR, 147 Rbg).
E. Pembuktian
Membuktikan dalam hukum acara mempunyai arti yuridis. Didadalm ilmu hukum tidak mungkin
adanya pembuktian yang logis dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup segala
kemungkinan akan bukti lawan, akan tetapi merupakan pembuktian yang konvensionil yang bersifat
khusus. Pembuktian dalam arti yuridis hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara atau yang
memperoleh hak dari mereka.
Dalam pembuktian secara yuridis, sering terjadi bahwa pengamatannya sebagai dasar dari
pembuktian tidak bersifat langsung didasarkan atas kesaksian oleh orang lain. Kecuali itu
dipisahkan antara pihak yang mengajukan alar-alat bukti dan pihak yang harus menetapkan bahwa
sesuatu telah terbukti.
Tujuan pembuktian adalah putusan hakim yang didasarkan atas pembuktian tersebut. Walaupun
putusan hakim yang didasarkan atas pembuktian tersebut. Walaupun putusan itu diharuskan
obyektif, namun dalam hal pembuktian dibedakan antara pembuktian dalam perkara pidana yang
mensyaratkan adanya keyakinan dan pembuktian dala perkara perdata yang tidak secara tegas
mensyaratkan adanya keyakinan.

F. Alat-Alat Bukti
Menurut Paton maka alat bukti dapat bersifat oral, documentary atau material. Alat bukti yang
bersifat oral merupakan kata-kata yang diucapkan oleh seorang di persidangan: kesaksian tentang
suatu peristiwa merupakan alat bukti yang bersifat oral.
Menurut sistem HIR, dalam acara perdata hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah,yang berarti
bahwa hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan oleh
undang-undang saja. Alat-alat dalam acara perdata yang disebutkan oleh undang-undang(Pasal
164HIR, 284 Rbg, 1866 BW) ialah: alat bukti tertulis, pembuktian dengan sanksi, persangkaanpersangkaan, pengakuan dan sumpah.

G. Definisi Putusan
Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai putusan pejabat negara yang
diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau
meyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.
Putusan yang diucapkan di persidangan (uitspraak) tidak boleh berbeda dengan yang tertulis
(vonnis). Mahkamah Agung dengan Surat EdaranNo. 5 Tahun 1959 tanggal 20 april 1959 dan No. 1
Tahun 1962 tanggal 7 maret 1962 menginstruksikan antara lain agar pada waktu putusan diucapkan
konsep putusan harus sudah selesai.

H. Jenis-Jenis Putusan
Pasal 185 ayat 1 HIR (Pasal 196 ayat 1Rbg) membedakan antara putusan akhir dan putusan yang
bukan putusan akhir.
1. Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri suatu sengketa atau perkara dalam suatu
tingkah peradilan tertentu. Putusan akhir ini ada yang bersifat menghukum (condemnatoir),
ada yang bersifat menciptakan (constitutif) dan ada pula yang bersifat menerangkan atau
menyatakan(declaratoir).
a. Putusan condemnatoir adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan
untuk memenuhi prestasi
b. Putusan constitutif adalah putusan yang meniadakan atau menciptakan suatu keadaan
hukum, misalnya pemutusan perkawinan, pengangkatan wali, pemberian pengampuan,
pernyataan pailit, pemutusan perjanjian (pasal 1266, 1267 BW) dan sebagainya
c. Putusan declaratoir adalah putusan yang isinya bersifat menerangkan atau menyatakan apa
yang sah, misalnya bahwa anak yang menjadi sengketa adalah anak yang dilahirkan dari
perkawinan yang sah.
2. Bukan putusan akhir atau disebut juga putusan sela atau putusan antara, yang fungsinya
tidak lain untuk memperlancar pemeriksaan perkara.
I. Upaya Hukum Terhadap Putusan.
Suatu putusan hakim itu tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat
memihak.
Upaya hukum perlu dibedakan dari dasar hukum kalau menegani dasar hukum itu hakim secara ex
officio wajib menambahkannya (Pasal 178 ayat 1 HIR, 189 ayat 1Rbg), maka dalam hal upaya
hukum pihak yang bersangkutanlah yang tegas tegas harus mengajukannya.

Sifat dan berlakunya upaya hukum itu berbeda, tergantung apakah upaya hukum biasa atau upaya
hukum istimewa.
1. Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang
ditentukan oleh undang-undang. Wewenang untuk menggunakannya harus dengan
menerima putusan. Upaya hukum biasa bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk
sementara. Upaya hukum biasa ialah: perlawanan (verzet), banding dan kasasi.
2. Untuk putusan-putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti ini tersedia
upaya hukum istimewa. Upaya hukum istimewa ini hanya dibolehkan dalam hal hal tertentu
yang disebut undang-undang saja. Termasuk upaya hukum istimewa ialah request civil
(peninjauan kembali) dan derdenverzet (perlawanan) dari pihak ketiga.
J. Jenis-Jenis Pelaksanaan Putusan
Ada beberapa jenis pelaksanaan putusan, yaitu:
1. Eksekusi putusan yang mengukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang.
Prestasi yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang. Eksekusi ini diatur dalam Pasal
196 HIR (Pasal 208 Rgb)
2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan. Hal ini diatur
dalam Pasal 225 HIR (Pasal 259 Rgb)
3. Eksekusi riil. Eksekusi ini tidak diatur dalam HIR tetapi diatur dalam Pasal 1033 Rv. Yang
dimaksudkan dengan eksekusi riil oleh Pasal 1033 Rv ialah pelaksanaan putusan hakim
yang memerintahkan pengosongkan benda tetap. Apabila orang yang dihukum untuk
mengosongkan benda tetap untuk tidak mau memenuhi surat perintah hakim, maka hakim
akan memerintahkan dengan surat kepada jurusita supaya dengan bantuan panitera
pengadilan dan kalau perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara, agar barang tetap itu
dikosongkan oleh orang yang dihukum beserta keluarganya.

Bab 10. Hukum Acara Pidana


A. Pengertian

Hukum acara pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur cara pelaksanaan ketentuanketentuan hukum pidana jika ada pelanggaran terhadap norma-norma yang dimaksud oleh
ketentuan-ketentuan itu.
B. Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana
Tujuan hukum acara pidana antara lain dapat dibaca pada Pedoman Pelaksanaan KUHP yang
dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman sebagai berikut:
Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya
mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara
pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan
untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan sesuatu pelanggaran hukum, dan
selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti
bahwa suatu tindakan pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat
dipersalahkan
Van Bemmelen mengemukakan tiga fungsi hukum acara pidana, yaitu:
1.
2.
3.
C.
1.
2.

Mencari dan menemukan kebenaran


Pemberian keputusan oleh hakim
Pelaksanaan keputusan
Sumber-Sumber Formil Hukum Acara Pidana
Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945
UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP). Dan

Peraturan Pelaksanaannya No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP


3. UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
D. Proses Berperkara Dalam Hukum Acara Pidana
Dalam perkara melalu proses acra pidana melalui beberapa tahap diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
E.
1.

Penyelidikan
Penyidikan
Penuntutan
Pemeriksaan dipengadilan
Putusan
Eksekusi
Asas-Asas Dalam Hukum Acara Pidana
Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Pencantuman peradilan cepta(contante justitie; speedy trial) di dalam KUHP cukup banyak yang
diwujudkan dengan istilah segera itu. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan yang
dianut di dalam KUHP sebenarnya merupakan penjabaran Undang-Undang ketentuan undangundang Kekuasaan Kehakiman tersebut.

Peradilan cepat (terutama untuk menghindari penahanan yang lama sebelum ada keputusan hakim)
merupakan bagian dari hak-hak asasi manusia. Begitu pula peradilan bebas, jujur, dan tidak
memihak yang di tonjolkan dalam undang-undang tersebut
2. Praduga tak bersalah (Presumption of innocence)
Asas ini disebut dalam UU No. 4 Tahun 2004 Pokok Kekuaaan Kehakiman dan juga dalam
Penjelasan Umum butir 3c KUHAP yang berbunyi : Setiap orang yang disangka, ditangkap,
ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum tetap.
3. Asas Oportunitas
Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli, artinya tiada badan lain
yang boleh melakukan itu. Ini disebut dominus litis di tangan penuntut umum atau jaksa. Dominus
berasal dari bahasa Latin, yang artinya pemilik. Hakim tidak dapat meminta supaya delik diajukan
kepadanya. Jadi hakim hanya menunggu saja penuntutan dari penuntut umum.
Menurut asas yang tersebut pertama, penuntut umum wajib menuntut suatu delik. Ini dianut
misalnya di Jerman menurut Deusche Strafprozessodnung, 152 ayat (2). Menurut asas yang disebut
kedua, penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menurut
pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum.
4. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum
Pada kepala sub paragraf ini telah tegas tertulis pemeriksaan pengadilan, yang berarti
pemeriksaan pendahuluan, penyidikan dan praperadilan tidak terbuka untuk umum.
Penetapan hakim bahwa persidangan tertutup untuk umum itu tidak dapat dibanding. Walaupun
persidangan dinyatakan tertutup untuk umum, namun keputusan hakin dinyatakan dalam sidang
yang terbuka untuk umum. Bahkan Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 18 dan
KUHAP Pasal 195 tegas menyatakan: Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
5. Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum
Asas yang umum dianut di negara-negara yang berdasarkan hukum ini tegas tercantum pula dalam
Undang-Undang Pokok Pasal 5 ayat (1) tersebut berbunyi Pengadilan mengadili menurut hukum

dengan tidak membeda-bedakan Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) dan KUHAP dalam
penjelasan umum butir 3a orang
6. Peradilan Dilakukan Oleh Hakim Karena Jabatannya dan Tetap
Ini berarti bahwa pengambilan keputusan salah tidaknya terdakwa dilakukan oleh Hakim karena
jabatannya dan bersifat tetap. Untuk jabatan ini diangkat hakim-hakim yang tetap oleh kepala
negara.
F. BANTUAN HUKUM
Dalam Pasal 69 sampai 74 KUHAP diatur tentang bantuan hukum tersebut dimana
tersangka/terdakwa mendapat kebebasan-kebebasan yang sangat luas. Kebebasan itu antara lain:
1. Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan
2. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan
3. Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan
pada setiap waktu
4. Pembicaraan antara penasihat hukum dan tersangka tidak didengar oleh penyidik dan
penuntut umum kecuali pada delik yang menyangkut keamanan negara
5. Turunan berita acara diberikan kepada tersangkat atau penasihat hukum guna kepentingan
pembelaan
6. Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka/terdakwa
G. ALAT-ALAT BUKTI DALAM HUKUM ACARA PIDANA
Berkaitan dengan alat-alat bukti hukum acara pidana diatur dalam Pasal 184 KUHAP diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.

Keterangan saksi
Keterangan ahli
Surat-surat
Petunjuk
Keterangan terdakwa

H. KEPUTUSAN HAKIM
Keputusan hakim yang diatur dalam Pasal 313, Pasal 314, dan Pasal 315 KUHAP dapat berupa :
1. Putusan yang mengandung pembebasan terdakwa yang merupakan putusan bebas bagi
terdakwa, putusan ini diambil oleh hakim apabila peristiwa yang disebut dalam surat
dakwaan baik sebagian maupun seluruhnya tidak terbukt secara sah dan meyakinkan.
2. Putusan pelepasan terdakwa dari segala tuntutan. Putusan ini ditetapkan hakim karena
meskipun peristiwa hukum yang terjadi dalam tuduhan terbukti tetapi tidak merupakan
kejahatan atau pelanggaran.

3. Penghukuman terdakwa

I. UPAYA HUKUM
Upaya hukum dapat dibedakan dalam 2 bentuk, yakni upaya hukum biasa dan upaya hukum luar
biasa. Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian yakni banding dan kasasi. Sedangkan upaya
hukum luar biasa terdiri dari peninjauan kembali dan kasasi demi kepentingan umum.
Banding
Menurut ketentuan Pasal 233 ayat (1) KUHAP yang menyatakan permintaan banding dapat
diajukan ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau pentuntu
umum. Pengecualian banding menurut KUHAP antara lain:
1. Terhadap putusan bebas (vrijspraak)
2. Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyngkut masalah kurang tepatnya penerapan
hukum
3. Putusan pengadilan dalam acara cepat (perkara rol)
Tujuan banding adalah:
1. Menguji putusan pengadilan tingkat pertama tentang ketepatannya
2. Untuk pemeriksaan baru untuk keseluruhan perkara itu
Kasasi
Tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan
putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum.
Alasan mengajukan asasi menurut KUHAP antara lain:
a. Apakah benar suatu perauran hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana
mestinya
b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang
c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenang
Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali dapat dilakukan atas dasar:
1. Terdapat keadaan baru ang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah
diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau

putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterma
atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan
2. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan
tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu,
ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain
3. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata
Yang berhak mengajukan Peninjauan Kembali adalah:
1. Terpidana
2. Ahli waris dari terpidana
Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Kasai demi kepentingan hukum dapat dilakukan atas permohonan pihak yang berkepentingan atau
atas permohonan Jaksa Agung karena jabatannya, dengan pengertian bahwa kasasi demi
kepentingan hukum denan tidak dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan
Menurut Pasal 259 KUHAP menyatakan bahwa:
1. Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung dapat diajukan satu kali
permohonan kasasi oleh jaksa agung
2. Putusan kasasi demi pentingan hukum tidak boleh merugikan yang berkepentingan.
Bab 11. Hukum Tata Negara
A. Istilah dan Pengertian Hukum Tata Negara
Istilah hukum tata negara merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda staatsrecht, Perancis
droit constitutionelle, Jerman verfassungsrecht dan Inggris constituyional law.
Dalam keputusan Belanda istilah Hukum Tata Negara atau staatsrecht mempunyai dua macam
pengertian, yaitu sebagai Ilmu Hukum Tata Negara (staatsrecht wetenschap) dan Hukum Tata
Negara Positif (positief staatsrecht. Pengantar Hukum Indonesia hanya terbatas pada Hukum Tata
Negara Positif, yaitu hukum tata negara yang berlaku pada suatu saat dan tempat tertentu.
Istilah staatsrecht selain dipergunakan untuk membedakan antara hukum tata negara dan ilmu
hukum tata negara, sering juga dipergunakan untuk menyebut Hukum Tata Negara dalam arti luas
atau Hukum Negara (staatsrecht in ruime zin). Hukum Tata Negara dalam arti luas meliputi Hukum

Tata Negara dalam arti sempit atau Hukum Tata Negara (staatsrecht in engere zin) dan Hukum
Administrasi Negara/Hukum Tata Pemerintahan/Hukum Tata Usaha Negara (administratief recht).
Menurut Logemann, bahwa Hukum Tata Negara dalam arti sempit (staatsrecht in engere zin)
membahas mengenai ajaran tentang pribadi hukum (persoonleer) dan ajaran tentang lingkungan
berlakunya hukum (gebiedsleer).
Berdasarkan hal tersebut, J.H.A Logemanndalam bukunya Over de Theorie van een Stellig
Staatsrecht mengatakan, bahwa Hukum Tata Negara adalah serangkaian kaidah hukum mengenai
lingkungan berlakunya hukum dari suatu negara.
Selanjutnya dalam buku yang berjudul College aantekeningen over het staatsrecht van Nederlands
Indie, Logemann memberikan penjelasan lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan Hukum Tata
Negara adalah serangkaian kaidah hukum yang mengatur jabatan-jabatan apa saja yang terdapat
dalam susunan ketatanegaraan suatu negara, siapa yang mengadakan jabatan itu, bagaimana
pengisian jabatan dengan pejabat, apakah tugas jabatan-jabatan itu, apakah wewenang hukum
jabatan-jabatan itu, bagaimanahubungan kekuasaan antara jabatan-jabatan itu sama lain, dan dalam
batas-batas apakah organisasi negara atau bagiannya menjalankan tugas dan kewajibannya.
Beberapa sarjana lain juga memberikan definisi atau pengertian tentang Hukum Tata Negara antara
lain:

1. A.V. Dicey
Hukum Tata Negara sebagai hukum yang menunjukan segala peraturan yang berisi secara langsung
atau tidak langsung tentang pembagian kekuasaan dan pelaksanaan yang tertinggi dalam suatu
negara.
2. Donner
Hukum Tata Negara merupakan kunci dan puncak dari tata hukum. Dikatan puncak karena HTN
merupakan garis besar dari tata hukum.
3. Van Vollenhoven
Hukum Tata Negara adalah hukum tentang distribusi kekuasaan negara atau hukum tentang
organisasi kelembagaan negara dan wewenang.

B. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Bidang Ilmu Lainnya.


1. Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara.
Perbedaan dari kedua bidang ilmu ini terletak pada segi obyek penyelidikannya dan manfaatnya.
Ilmu Negara obyek penyelidikannya adalah asas-asas dan pengertian-pengertian pokok(umum)
tentang Negara dan HTN pada umumnya. Sedangkan HTN obyek penyelidikannya adalah hukum
positif dari suatu negara tertentu. Kemudian dari segu manfaatnya, dalam Ilmu Negara yang
terpenting adalah segi teoritis (seinswissenschaff). Sedangkan HTN yang diutamakan adalah
ketentuan hukum positif (normativen wiisenschaff), atau dengan kata lain, Ilmu Negara merupakan
ilmu pengantar lebih lanjut untuk mempelajari Hukum Tata Negara.
1. Hukum Tata Negara degan Hukum Administrasi Negara
Terdapat dua golongan pendapat yang berkembang diantara para ahli hukum, yaitu:
a. Tidak terdapat perbedaan yang bersifat hakiki antara HTN dan HAN, tetapi hanya karena
pertimbangan manfaat saja. HAN merupakan HTN dalam arti luas setelah dikurangi dengan
HTN dalam arti sempit. Berkaitan dengan hal ini terdapat satu teori yang disebut Teori
Residu yang dikemukakan oleh Van Vollenhoven dalam bukunya Omtrek van het
Administratief recht mengatakan, bahwa HAN adalah sisa dari keseluruhan hukum nasional
suatu negara setelah dikurangi dengan hukum tata negara material, hukum perdata material
dan hukum pidana material.
b. Terdapat perbedaan hakiki antara HTN dan HAN:
HAN mengatur hukum tentang negara dalam keadan bergerak (dinamis),

sedangkan HTN mengatur hukum tentang negara dalam keadaan diam (statis)
Tanpa HAN alat-alat perlengkapan negara yang ada belum dapat menjalankan
tugasnya, karena belum ada pedomannya. Sebaliknya tanpa HTN akan

mengakibatkan kekacauan dalam menyelenggaraan organisasi negara.


HTN diperlukan untuk memberikan batas-batas tanggung jawab dan wewenang

dari perangkat administrasi negara.


2. Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan antara HTN dan Ilmu Politik sangat berkaitan erat, sebab Ilmu Politik hakikatnya juga
merupakan ilmu kenegaraan, yaitu pengetahuan yang memberikan dan membahas segala sesuat
berkaitan dengan usaha penguasa negara dan alat-alatnya atau untuk mempertahankannya. Ditinjau
dari segi istilah, Ilmu Negara dalam Bahasa Inggris disebut dengan The General Theory of State,
Political Theory.
C. Sumber Hukum Hukum Tata Negara

1. Sumber Hukum Materiil, yaitu sumber penyebab adanya Hukum Tata Negara yaitu
keyakinan hukum atau kesadaran hukum masyarakat. Dengan kata lain, sumber hukum
materiil adalah hukum yang menentukan isi hukum. Tergolong ke dalam sumber hukum
materiilsalah satunya adalah Pancasila.
2. Sumber Hukum Formil, yaitu sumber hukum yang mewujudkan ketentuan hukum, yang di
wujudkan dalam bentuk tertentu.
Tergolong ke dalam sumber hukum formil HTN adalah:
a.
b.
c.
d.
e.

Hukum tertulis (perundang-undangan)


Traktat atau perjanjian
Hukum tidak tertulis
Yurisprudensi
Pendapat pakar yang berpengaruh(doktrin)

Menurut Pasal 7 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004, Jenis dan Hirarki Peraturan Perundang-Undangan
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
D.

UUD 1945
Undang-Undang/Peraturan Pemerintahan sebagai Pengganti Undang-Undang
Peraturan Pemerintah
Peraturan Presiden
Peraturan Daerah
Konstitusi

Konsitusi merupakan bagian dari Hukum Tata Negara, sebab iamerupakan sumber hukum formil
yang utama dari Hukum Tata Negara. Konstitusi bentuknya ada yang tertulis yang disebut dari
Undang-Undang Dasar, dan konstitusi yang tidak tertulis disebut dengan Konvesi Ketatanegaraan
Sejak Indonesia merdeka hingga saat ini telah berlaku empat Undang-Undang Dasar, yaitu:
1.
2.
3.
4.

UUD 1945 (berlaku tanggal 18 agustus 1945 s/d 27 desember 1949)


Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 desember 1949 s/d 17 agustus 1950)
Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (tanggal 17 agustus 1950 s/d 5 juli 1959)
UUD Negara RI Tahun 1945(hasil perubahan I sampai dengan IV), meliputi Perubahan
Pertama yang ditetapkan dalam Sidang Umum MPR tanggal 19 oktober 1999, Perubahan
Kedua yang ditetapkan dama Sidang tahunan MPR tanggal 18 agustus 2000, Perubahan
Ketiga yang ditetapkan dalam Sidang tahunan MPR tanggal 9 november 2001, dan
Perubahan Keempat yang ditetapkan dalam Sidang tahunan MPR tanggal 10 agustus 2002.

Adapun sistematika UUD 1945 yang diatur dalam Pasal II Aturan Tambahan yang menyebutkan
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 terdiri dari Pembukaan, dan Pasal-pasalnya.

Hasil kerja dari Komisi Konstitusi kemudian dilaporkan kepada Badan Pekerja MPR dengan hasil
antara lain sebagai berikut:

Badan Pekerja MPR berpendapat bahwa hasil kerja Komisi Konstitusi tidak sepenuhnya
sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh MPR, sebagai konsekuensinya, maka proses
dan hasil kerja komisi konstitusi berjalan sendiri tanpa memiliki keterkaitan dengan proses

dan hasil kerja MPR.


Terdapat perbedaan pendapat dari anggota komisi konstitusi
Hasil kerja Komisi Konstitusi lebih dititik beratkan pada konstruksi bepikir akademis yang
tidak mengenal benar dan salah secara mutlak. Perdebatan hasil dari Komisi Konstitusi tetap

bermuara pada pilihan politis MPR hasil periode 2004-2009.


E. Lembaga-Lembaga Negara Di Indonesia
Secara definitif, alat kelengkapan negara atau yang lazim disebut sebagai lembaga negara adalah
institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi negara. Menurut teori-teori klasik
mengenai negara, setidaknya terdapat beberapa fungsi negara yang pentin, seperti fungsimembuat
peraturan (legislatif), fungsi penyelenggaraan pemerintahan (eksekutif), dan fungsi mengadili
(yudikatif, yudisial).
Beberapa lembaga negara ang akan diuraikandibawah ini merupakan lembaga negara yang diatur
dalam UUD 1945, antara lain:
1. Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR)
Apabila dilihat dari pasal-pasal UUD1945, maka terjadi perubahan mendasar terhadap kedudukan
MPR dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Perubahan tersebut antara lainditemukan pada Pasal
1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945.
Tujuan dan wewenang MPR antara lain:
a. Mengubah dan menetapkan UUD (Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 37)
b. Melantik Presiden dan Wakil Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 3 ayat (2))
c. Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya atas
usul DPR (Pasal 7 A)
d. Memilih Wakil Presiden dan dua calon yang diusulkan dalam hal terjadi kekosongan
Wakil Presiden (Pasal 8 ayat (2))
e. Memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden yang diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan partai politik, jika Presiden
dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melaksanakan
kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan (Pasal 8 ayat (3))

f. Melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum TAP MPRS dan MPR (Pasal I
Aturan Tambahan)
2. Dewan Perwakilan Rakyat (PR)
Dasar hukumnya diatur dalam Pasal 2 ayat (1), 19,20,20A,22 dan Pasal 22 B UUD1945 jo. UU No.
12 Tahun 2003 tentang Pemil dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Pengisian angogota DPR periode 1999-2004 dilakukan melalui pemilihan umum dan pengangkatan.
Adapun jumlah anggota DPR saat ini berjumlah 500 orang, terdiri dari 462 orang dari partai politik
pemenang pemilu, dan 38 orang terdiri dari anggota TNI/Polri yang diangkat. Menurut Pasal 47 UU
No. 12 Tahun 2003, jumlah anggota DPR ditetapkan sebnyak 550 orang.
Menurut Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 bahwa anggota DPR dipilih melalui pemilu. Sedangkan
menurut Pasal 22 E ayat (3) UUD 1945, peserta pemilu memilih anggota DPR dan DPRD adalah
partai politik.
Fungsi DPR menurut Pasal 20 A ayat (1) UUD 1945 meliputi fungsi legislasi, fungsi anggaran dan
fungsi pengawasan. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi tersebut DPR mempunyai tugas dan
wewenang yaitu:
a. Membentuk undang-undang
b. Menetapkan APBN
c. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal pengangkatan duta dan penerimaan
duta negara lain
d. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal pemberian amnesti dan abolisi
e. Membahas hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang diberitahukan
oleh BPK
f. Memberikan persetujuan atas pernyataan perang, pembuatan perdamaian, dan perjanjian
dnegan negara lain serta meratifikasi perjanjian internasional yang dilakukan oleh Presiden
g. Menampung dan menindaklanjuti hasil pengaduan dari masyarakat, dll.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya DPR mempunyai hak, baik hak yang dimiliki oleh
DPR sebagai lembaga negara maupun hak anggota DPR. Adapun hak-hak DPR yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengajukan rancangan undang-undang


Mengadakan perubahan atas rancangan undang-undang
Mengadakan pembahasan rancangan undang-undang
Meminta keterangan kepada Presiden (interpelasi)
Penyelidikan (angket)
Menyatakan pendapat
Mengajukan/menganjurkan, memberikan pertimbangan dan memberikan pendapat jika

ditentukan oleh undang-undang


h. Menghadirkan seseorang untuk dimintai keterangan.

Adapun hak-hak anggota DPR:


a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.

Mengajukan pertanyaan
Menyampaikan usul dan pendapat
Imunitasi
Mengajukan usul rancangan undang-undang
Protokoler
Keuangan dan administrasi
Dewan Perwakilan Daerah

DPR merupakan lembaga negara baru yang akan terbentuk berdasarkan hasil Pemilu tahun 2004.
Dasar Hukum Dewan Perwakilan Daerah (DPD) diatur dalam Pasal 2 ayat (1) , Pasal 22C dan Pasal
22 D UUD 1945 jo. UU No. 12 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD,
dan DPRD. Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu yang jumlahnya sama untuk
setiap provinsi. Menurut Pasal 30 UU No. 22 Tahun 2003,jumlah anggota DPD dari setiap provinsi
ditetapkan sebanyak 4 orang.
DPD mempunyai fungsi mengajukan usul, ikut membahas dan memberikan pertimbangan di bidang
legislasi tertentu, pengawasan atas pelaksanaan legislasi tertentu. Sedangkan tugas dan wewenang
DPD antara lain: dapat mengajukan kepada DPR rancangan Undang-Undang, memberikan
pertimbangan kepada DPR, melakukan pengawasan terhadap hal-hal ang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran dan pemggabungan daerah, dll.
DPD mempunyai hak, baik yang dimiliki oleh DPD maupun hak dari anggota DPD, sebagaimana
diatur dalam UUD 1945 dan UU No. 22 Tahun2003,
4. Presiden
Salah satu lembaga negara yang pertama kali dibentuk bersamaan dengan ditetapkannya UUD 1945
adalah Presiden. Hal ini ditemukan dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 (sebelum
dilakukannya Perubahan UUD 1945) yang menyebtkan: untuk pertama kali Presiden dan Wakil
Presiden dipilih oleh PPKI
Kedudukan Presiden menurut UUD 1945 aslah sebagai Kepala Negara Pemerintahan. Sebagai
Kepala Negara Pemerintahan ia mempunyai kekuasaan yang meliputi (diplomatic power, military
power, judicial power, administrative power dan legislative power).
Mengenai tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pengaturannya dijumpai dalam Pasal 3
ayat (2), (3), Pasal 6,6A,7,7A,7B dan Pasal 8 UUD1945. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6.A
UUD1945 dikeluarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden. Dengan Undang-Undang ini untuk pertamakalinya dalam sejarah ketatanegaraan


Indonesia dilakukan pemilu secara langsung.
5. Badan Pemeriksaan Keuangan
Tugas BPK adalah memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara dan memeriksa
sema pelaksanaan APBN (Pasal 23 E ayat (1) UUD 1945 jo. Pasal 2 UU No.5 tahun 1973). BPK
berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan disetiap Provinsi (Pasal 23 G UUD
1945).
Anggota BPK dipilih oleh anggota DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) dan diresmikan oleh Presiden (Pasal 23 F UUD 1945). BPK terdiri dari seorang
ketua merangkap anggota dan 5 orang anggota, dengan masa jabatan 5 tahun (Pasal 6, Pasal 9 UU
No. 5Tahun 1973).
6. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung adalah salah satu lembaga negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman.
Menurut Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan lain yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. Meskipun MA merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman,
tetapi dalam peradilan pidana harus memperhatikan juga hak prerogatif Presiden sebagaimana
diatur dalam Pasal 14 UUD 1945.
Selanjutnya Pasal 24 A UUD 1945 menyebutkan, bahwa MA berwenang mengadili pada tingkat
kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang (yudicial review) dan
mempunyai wewenang lainnya yang dierikan oleh undang-undang.
7. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi diatur dalamPasal 24 C UUD 1945. Lembaga negara ini merupakan lembaga
negara baru hasil perubahan UUD 1945. Pembentukan mahkamah konstitusi sejalan dengan
dianutnya paham negara dalam UUD1945. Dalam negara hukum harus dijaga paham konstitusional,
artinya tidak boleh ada undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
bertentangan dengan UUD 1945. Untuk menjaga prinsip konstitusi. (MPR RI, 2005:105)
Menurut Pasal 24 C ayat(1) UUD 1945 jo. Pasal 10 UU No. 24 tahun 2003, Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

a. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945


b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
1945
c. Memutus pembubaran partai politik
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu
Mahkamah Konstitusi mempunya sembilan orang hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden.
Pegajuan calon hakim di konstitusi masing-masing tiga orang dari DPR, Presiden dan Mahkamah
Agung (Pasal 24 C ayat (3) UUD 1945)
rasi Negara
A. PENGERTIAN
Hukum Administrasi Negara (HAN) dalam bahasa Belanda disebut dengan administratief recht atau
Bestuurrecht, di Perancis disebut Droit Administratif, di Jerman disebut dengan Verwaltungsrecht, dan
di Inggris serta Amerika Serikat dikenal dengan Administrative Law. Di Indonesia penyebutan istilah
hukum administrasi negara ini belum ada keseragaman, ada yang menggunakan istilah Hukum Tata
Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Pemerintahan atau Hukum Tata Usaha Negara. Perbedaan istilah
ini disebabkan HAN merupakan bidang hukum yang relatif muda.
Definisi/pengertian hukum administrasi negara menurut beberapa sarjana, antara lain:
1. J.M. Baron de Geraldo mengatakan bahwa obyek hukum administrasi adalah peraturanperaturan yang mengatur hubungan timbal balik antara pemerintah dan rakyat.
2. Van Vollenhoven mengatakan, bahwa hukum administrasi adalah keseluruhan ketentuan yang
mengikat alat-alat perlengkapan negara, baik tinggi maupun rendah, setelah alat-alat itu akan
menggunakan kewenangan-kewenangan ketatanegaraan.
3. J.H.A. Logemann mengatakan, bahwa hukum administrasi meliputi peraturan-peraturan
khusus, yang disamping hukum perdata positif yang berlaku umum, mengatur cara-cara
organisasi negara ikut serta dalam lalu lintas masyarakat.
4. E. Utrecht mengatakan, bahwa hukum administrasi negara menguji hubungan hukum istimewa
yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (ambtsdrager) administrasi negara melakukan
tugas mereka yang khusus.
Yang dimaksud dengan administrasi negara menurut Utrecht adalah gabungan jabatan-jabatan
aparat administrasi di bawah pimpinan pemerintah yang melakukan sebagian pekerjaan
pemerintah/tugas pemerintah. Administrasi sendiri diartikan sebagai bestuur atau pemerintah,
hukum administrasi sendiri sering disebut juga dengan hukum tata pemerintahan.
Menurut Van Vollenhoven, bahwa ciri-ciri hukum administrasi negara yaitu, untuk sebagian hukum
administrasi negara merupakan pembatasan terhadap kebebasan pemerintah. Dengan demikian,
latar belakang dilahirkannya hukum administrasi negara untuk perlindungan hukum bagi rakyat.
Van Wijk-Konijnenbelt mengatakan bahwa hukum administrasi negara merupakan instrumen

yuridis bagi penguasa untuk secara aktif terlibat dengan masyarakat, dan merupakan hukum yang
memungkinkan warga masyarakat mempengaruhi penguasa dan memberikan perlindungan terhadap
penguasa.
Berdasarkan hal tersebut terdapat tiga fungsi hukum administrasi negara, yaitu fungsi norma,
instrumen, dan jaminan, yang meliputi:
a. Mengatur sarana bagi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat.
b. Mengatur cara-cara partisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan
pengendalian.
c. Perlindungan hukum.
Menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk pemerintahan yang baik.
B. SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Sumber hukum materiil, yaitu sumber penyebab adanya Hukum Administrasi Negara, yaitu
keyakinan hukum atau kesadaran hukum masyarakat. Contohnya adalah Pancasila.
1. Sumber hukum formil, yaitu sumber hukum yang mewujudkan kekuatan dan berlakunya
suatu ketentuan hukum, yang diwujudkan dalam bentuk tertentu.
Tergolong ke dala sumber hukum formil HAN adalah:
a. Hukum Tertulis (UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
b.
c.
d.
e.
f.

Perundang-Undangan)
Hukum Internasional
Hukum tidak tertulis (konvensi ketatanegaraan)
Yurisprudensi
Keputusan Tata Usaha Negara
Pendapat pakar yang berpengaruh (doktrin)

2. SUSUNAN PEMERINTAHAN
Susunan organisasi negara Indonesia terdiri dari dua susunan utama, yaitu susunan
pemerintah tingkat pusat dan susunan pemerintah tingkat Daerah. Pemerintah Pusat
adalah Presiden dan para Menteri. Sedangkan Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah
beserta perangkat Daerah otonom yang lain. Susunan Pemerintahan Tingkat Daerah
terdiri dari Provinsi, Kabupaten/Kota dan Desa.
Hubungan antar tingkat pemerintahan terbagi menjadi dua, yaitu hubungan vertikal
(pengawasan, kontrol), yang dilaksanakan oleh badan-badan pemerintah yang lebih
tinggi terhadap badan yang lebih rendah, serta hubungan horizontal (kerjasama) antar
badan pemerintah yang sejajar.

C. PENYELENGGARA PEMERINTAHAN TINGKAT PUSAT


a. Presiden
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945). Menurut
Jellinek bahwa pengertian kekuasaan pemerintahan mengandung segi formal dan segi materiil. Dari
segi formal pemerintahan terkandung unsur mengatur dan memutus, sedangkan kekuasaan dalam
arti materiil mengandung unsur kekuasaan memerintah dan melaksanakan.
Van Vollenhoven mengatakan bahwa pemerintahan mengandung fungsi ketataprajaan, pengaturan,
keamanan/kepolisian, dan peradilan.
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan, berarti Presiden menjalankan kekuasaan dalam
bidang pemerintahan (eksekutif), legislatif dan kehakiman (hak prerogatif Presiden).

b. Menteri
Berdasarkan Pasal 17 UUD 1945, bahwa Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Menteri mempunyai tugas memimpin departemen,
menentukan kebijakan di bidang pemerintahan yang secara fungsional ada dibawahnya, serta
membina dan melaksanakan kerjasama dengan departemen, instansi dan organisasi negara lainnya.
c. Lembaga Pemerintahan Non Departemen
Lembaga ini adalah badan pemerintahan tingkat pusat yang menjalankan wewenang, tugas, dan
tanggung jawab menyelenggarakan pemerintahan di bidang tertentu. Badan ini berada dibawah
tanggung jawab Presiden, contohnya BULOG, LIPI, BKKBN, dll.

D. PENYELENGGARA PEMERINTAHAN TINGKAT DAERAH


Menurut Pasal 18 ayat (1) UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi, dan daerah Provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Pemerintahan daerah
provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.
Lalu dikeluarkanlah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut Pasal 1 angka
2, bahwa yang dimaksud Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan RI sebagaimana dimaksud
dalam UUD 1945.

Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 angka 3 adalag
Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
E. KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA
Secara umum Keputusan Tata Usaha Negara merupakan pengertian yang sangat umum dan abstrak,
Keputusan Tata Usaha Negara disebut juga dengan Penetapan (beschikking) dengan ciri-ciri norma
hukumnya bersifat individual, konkret dan sekali selesai (einmalig).
Norma hukum yang individual konkret adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk seseorang
atau orang-orang tertentu dan perbuatannya bersifat nyata (konkret). Sedangkan norma hukum
einmalig maksudnya, norma hukum tersebut berlaku hanya satu kali saja dan setelah itu selesai.
Menurut UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Keputusan Tata Usaha
Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara
yang berisi tindakan-tindakan hukum tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.

UU No. 5 Tahun 1986 kemudian diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU
No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Menurut Pasal 2 UU No. 9 Tahun 2004,
tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara adalah:
a.
b.
c.
d.

Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata


Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum
Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan
Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHP dan

KUHAP
e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia
g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan umum.
Pada hakikatnya kewenangan untuk membuat keputusan tata usaha negara diperoleh dengan dua
cara, yaitu denga atribusi, yaitu wewenang yang melekat pada suatu jabatan, dan delegasi, yaitu
pemindahan atua pengalihan atau pelimpahan wewenang.

Sanksi pada Hukum Administrasi Negara, yaitu: paksaan pemerintah (bestuurdwang), penarikan
kembali putusan yang menguntungkan, pembayaran denda administratif, pengenaan uang paksa, dll.

Bab 13. Hukum Agraria


A. PENGERTIAN

Agraria dalam bahasa Latin berasal dari kata ager yang berarti tanah atau sebidang tanah.
Pengertian Hukum Agraria menurut UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria merupakan pengertian dalam arti luas yaitu merupakan suatu kelompok berbagai bidang
hukum, yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu
yang meliputi bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya serta ruang angkasa dalam
batas-batas tertentu.
Kelompok bidang hukum itu sendiri:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hukum tanah
Hukum air
Hukum pertambangan
Hukum perikanan
Hukum kehutanan
Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa.

B. SUMBER HUKUM AGRARIA


1. Sumber hukum tertulis:
a. UUD 1945 khususnya Pasal 33 ayat (3)
b. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria
c. Peraturan-peraturang pelaksana UUPA
d. Peraturan-peraturan lama yang untuk sementara masih berlaku berdasarkan
ketentuan-ketentuan pasal peralihan.
2. Sumber hukum yang tidak tertulis:
a. Norma-norma hukum adat
b. Hukum kebiasaan baru, yurisprudensi, dan perjanjian para pihak yang tidak
bertentangan dengan UUPA.

C. UNIFIKASI HUKUM TANAH NASIONAL


Sebelum lahirnya UUPA, hukum tanah Indonesia terdiri dari berbagai hukum tanah yang masingmasing didasarkan pada konsepsi yang berbeda. Perangkat hukum tanah yang berlaku waktu itu
adalah:
1.
2.
3.
4.

Hukum tanah adat


Hukum tanah barat
Hukum tanah dari berbagai swapraja yang berkonsepsi feodal
Hukum tanah administratif yang sebagian besar merupakan peninggalan

kolonial.
5. Hukum tanah antar golongan

Dengan demikian peraturan-peratuan dan keputusan-keputusam yang tidak berlaku lagi dengan
adanya UUPA adalah:
1.
2.
3.
4.

Seluruh Pasal 51 IS danAgrarische wet 1870.


Penghapusan pernyataan-pernyataan domein.
Penghapusan peraturan hak agrarisch eigendom
Pencabutan beberapa pasal pada Buku II KUH Perdata yang berkaitan dengan
bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

Tujuan pokok UUPA:


1. Meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan
merupakan alat untuk membawa kemakmuran bagi rakyat.
2. Meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam
hukum pertanahan.
3. Meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak
atas tanah bagi rakyat.
D. HAK PENGUASAAN ATAS TANAH
Dalam hukum tanah nasional hierarki hak penguasaan atas tanah adalah:
1. Hak Bangsa Indonesia (Pasal 1)
2. Hak Bangsa Indonesia merupakan hak tertinggi karena seluruh wilayah Indonesia adalah
kesatuan tanah air Indonesia.
3. Hak menguasai dari negara (Pasal 2)
4.
5. Bersifat sebagai hubungan hukum publik, berupa kegiatan untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa.
b. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-rang dengan bumi,
air, dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan hukum yang mengenai bumu, air, dan luar angkasa.
1. Hak ulayat masyarakat hukum adat (Pasal 3)
Seperangkat wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang
berhubungan dengan tanah.
2. Hak-hak individual
a. Hak-hak atas tanah (Pasal 4)
1. Primer, yaitu Hak Milik, Hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai
yang diberikan oleh negara.
2. Sekunder, yaitu Hak Guna Usaha dan Hak Pakai yang diberikan oleh
pemilik tanah, hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak
sewa, dll. (Pasal 37, 41, dan 53).
b. Wakaf (Pasal 49)

Perbuatan hukum yang dilakukan seseorang atau badan hukum dengan


memisahkan sebagian hartanya berupa tanah dan melembagakannya untuk
selama-lamanya menjadi wakaf sosial.
c. Hak jaminan atas tanah, hak tanggungan (Pasal 23,33,39,51, dan UU No. 4
Tahun 1996)
E. HAK-HAK ATAS TANAH DALAM UUPA
1. Hak milik adalah hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dimiliki warga negara Indonesia, tidak berbatas waktu tertentu.
2. Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah negara, jangka waktu
paling lama 25 atau 35 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 35 tahun.
3. Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan bangunan diatas tanah negara
atau tanah orang lain, paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun.
4. Hak sewa adalah hak untuk mempergunakan tanah milik orang lain dengan
membayar uang sewa kepada pemiliknya.
5. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil tanah dari
negara atau tanah milik orang lain.\
6. Hak gadai adalah hak untuk menggunakan tanag kepunyaan orang lain yang
mempunyai hutang kepadanya.
7. Hak usaha bagi hasil adalah hak untuk mengusahakan tanah pertanahan
berdasarkan perjanjian antara pemiliknya dengan seseorang atau badan hukum.
8. Hak menumpang adalah hak adat untuk izin lisan dari pemiliknya.
F. HAK JAMINAN ATAS TANAH
Pengaturannya terdapat dalam UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Disingkat UUHT)
diundangkan dalam LN No. 42 tahun 1996. Hak tanggungan adalah lembaga hak
jaminan atas tanah yang memberikan perlindungan dan kedudukan istimewa pada
kreditor dalam kaitannya dengan suatu utang piutang untuk menjamin pelunasan
piutangnya.
Kedudukan istimewa tersebut adalah :
1. Droit de preference, kreditur pemegang hak tanggungan mempunyai hak
mendahului dari kreditor-kreditor yang lain untuk mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan benda jaminan, apabila debitor cedera janji.
(wanprestasi).
2. Droit de suite, Hak tanggungan tetap membebani obyek hak tanggungan
ditangan siapapun bende tersebut berada, berarti bahwa kreditor pemegang hak
tanggungan tetap berhak menjual lelang benda kreditor pemegang hak
tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, walaupun sudah
dipinahkan haknya kepada pihak lain.

Sedangkan obyek hak tanggungan adalah :


1. Hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan;
2. Hak pakai atas negara
3. Bangunan ruang susun dan hak milik atas satuan bangunan rumah susun
yang berdiri diatas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai
diberikan oleh negara.

Bab 14. Hukum Internasional


A. ISTILAH
Hukum internasional (publik) adalah suatu istilah baku yang dipergunakan untuk
menunjukkan suatu sistem hukum yang mengatur hubungan hukum antara subyek-subyek
hukum didalam masyarakat internasional modern.
Istilah hukum internasional pernah juga disebut sebagai:
1. Hukum bangsa-bangsa
2. Hukum antar bangsa
3. Hukum antar negara
B. PENGERTIAN
Hukum internasional (hukum publik internasional) yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara subyek hukum internasional yang satu dengan yang lainnya. Pada jaman Romawi
hukum internasional disebut dengan ius gentium (hukum antar bangsa) yang mengatur
mengenai:
1. Ius gentium adalah hukum yang mengatur antara warga kota Roma dengan orang asing.
2. Ius gentium adalah hukum yang diturunkan dari tata tertib alam yang mengatur
masyarakat sebagai bangsa yaitu hukum alam.
Pengertian hukum internasional menurut beberapa sarjana hukum:
1. Pendapat Bellefroid
Hukum internasional ialah hukum yang mengatur tatanan dari masyarakat internasional
dan hubungan-hubungan hukum antar masyarakat satu dengan lainnya.
2. Pendapat JG Starke
Hukum internasional dapat dirumuskan sebagai sekumpul hukum yang sebagian besar
terdiri dari aasa-asas dan peraturan-peraturan tingkah laku yang mengikat negara-negara
dan karenanya ditaati dalam hubungan negara-negara.
3. Pendapat dari Mochtar kusumaatmadja

Keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas-batas negara antara lain:
a. Negara dengan negara
b. Negara dengan subyek hukum lain
c. Subyek hukum bukan negara satu sama lain

C. SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL


1. Negara yang merdeka dan berdaulat
2. Gabungan negara-negara
3. Vatikan atau tahta suci yang dikepalai oleh Sri Paus
4. Organisasi internasional
5. Manusia pribadi dalam pengertian yang terbatas
6. Pihak-pihak dalam sengketa
D. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
1. Perjanjian Internasional
2. Kebiasaan Internasional yang diterima sebagai hukum
3. Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab
4. Yurisprudensi dan doktrin internasional
E. ASAS ASAS HUKUM INTERNASIONAL
1. Asas Pacta sund Servanda: perjanjian sebagai hukum
2. Asas Bonafides: itikad baik
3. Asas Abus de Droit: penyalahgunaan wewenang
4. Asas Reciprocity: timbal balik
5. Asas Immunity: kekebalan
6. Asas Universal, dll.
F. LUAS BIDANG HUKUM INTERNASIONAL
1. Hukum Laut
2. Hukum Udara
3. Hukum Angkasa
4. Hukum Diplomatik dan Konsuler
5. Hukum Organisasi Internasional
6. Hukum Ekonomi Internasional
7. Hukum Perjanjian Internasional
8. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
9. Hukum Perang, dll.

Bab 15. Hukum Perdata Internasional


A. ISTILAH

Istilah Hukum Perdata Internasional yang digunakan di Indonesia merupakan terjemahan dari
istilah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Private International Law


Internasional Private Law
Internationales Privatrecht
Internatinal privaatrecht
Droit International Prive
Diritto Internazionale Privato

Istilah Hukum Perdata Internasional masih banyak mendapat kritik atau keberatan dari pakar HPI,
yaitu:
1. HPI bukan merupakan hukum internasional tetapi hukum nasional.
2. Istilah internasional dalam HPI bukan hukum antar negara
3. Ada ketidakkonsekuenan penggunaan istilah antara kata "perdata" dengan kata
"internasional".

B. PENGERTIAN
Definisi HPI yang dikemukakan oleh para ahli:
1. Menurut Prof. Van Brakel pengertian hukum perdata internasional adalah hukum nasional
yang ditulis untuk hubungan-hubungan hukum internasional.
2. Menurut Mr. Sauveplane pengertian hukum perdata internasional adalah keseluruhan aturanaturan yang mengatur hubungan-hubungan hukum privat yang mengandung elemen
internasional dan hubungan hukum yang memiliki kaitan dengan negara asing.
3. Menurut Prof. Sudargo Gautama pengertian hukum perdata internasional adalah keseluruhan
peraturan dan keputusan hukum yang menunjukan stelsel hukum manakah yang berlaku
atau apakah yang merupakan hukum.

C. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DENGAN


HUKUM INTERNASIONAL (PUBLIK)

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah dan
asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melutas batas negara. Jadi HPI adalah hukum
yang masing-masing tunduk pada hukum perdata nasional yang berbeda.
Adapun yang dimaksud dengan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah hukum dan asas
hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintas batas negara yang bukan
bersifat keperdataan.
Dari pengertian tersebut maka antara HPI dan HI terdapat persamaan yaitu sama mengatur
hubungan atau persoalan yang melintas batas negara. Perbedaannya terletak pada sifat hukum
hubungan atau persoalan yang diaturnya.

D. SUMBER SUMBER HUKUM PERDATA INTERNASIONAL


Sumber Hukum Perdata Internasional adalah hukum nasional dari masing-masing negara. Sumber
utamanya adalah undang-undang, perjanjian-perjanjian, hukum kebiasaan, dan yurisprudensi.
Sumber hukum dari Hukum Perdata Internasional di Indonesia adalah:
1. Statuta personalia (Pasal 16AB)
"Ketentuan-ketentuan perundangan tentang kedudukan hukum dan kewenangan individu
bertindak tetap mengikat warga negara Indonesia walaupun berada diluar negeri"
2. Statuta Realia (Pasal 17 AB)
"Mengenai benda tidak bergerak berlaku hukum dari negara dimana tempat beda itu
terletak"
3. Statuta Mixta (Pasal 18 AB)
"Bentuk suatu tindakan hukum mengikuti bentuk hukum yang ditentukan oleh hukum
negara atau tempat dilakukannya tindakan itu"
E. MASALAH-MASALAH POKOK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
Masalah yang terdapat dalam HPI adalah:
1. Hakim atau badan peradilan manakah yang berwenang menyelesaikan persoalan yuridis
yang mengandung unsur asing.
2. Hukum manakah yang harus diberlakukan untuk mengatur dan atau menyelesaikan
3.

persoalan yuridis yang mengandung unsur asing.


Bilamana suatu pengadilan harus memperhatikan dan mengakui putusan hakim asing.

F. ASAS-ASAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Subyek Hukum
1. Asas Nasional (kewarganegaraan)
Statuta personal seseorang seseorang ditetapkan berdasarkan hukum kewarganegaraan orang
itu
2. Asas Domicile
Status dan kewenangan seseorang ditentukan berdasarkan hukum domicile
Hukum Benda
Dalam penyelesaian masalah HPI yang berkaitan dengan hukum benda digunakan asas Lex Rei
Sitae atau Lex Situs atau hukum tempat beda tersebut berada/terletak. Untuk benda bergerak,
ditentukan berdasarkan hukum dari pemegang atau pemilik benda tersebut.
Hukum Perjanjian
Asas Lex Loci Contractus merupakan asas tertua yang dilandasi prinsip Locus Regit Actum. Lex
Loci Contractus yaitu hukum dari tempat pembuatan kontrak. Sekarang ini hukum dari tempat
pembuatan kontrak agak sulit ditentukan, karena semakin banyak berkembangnya teknologi maju
seperti telex, telegram, dsb. Untuk mempermudah, maka dialihkan keseimbangan hukum dari
tempat pelaksanaan kontrak, yang dikenal dengan asas Lex Loci Solutionis.
Asas kebebasan parah pihak (Party Autonomy) merupakan perkembangan apresiasi terhadap asas
utama dalam perjanjian yaitu asas bahwa "Setiap orang pada dasarnya memiliki kebebasan untuk
mengikatkan diri pada perjanjian"

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TRISAKTI

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

Nama : Putri Hasana Fabilla


NIM

: 010001500335

Dosen : Bpk. Bambang Sucondro, SH. MH

Anda mungkin juga menyukai