Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HUKUM ADAT

DOSEN PENGANPU :

NURUL ADLIYAH, S.H., M.H.

OLEH :

FUTRI WINDI ASTUTI

NIM : 2103030074

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (HES)

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO (IAIN PALOPO)

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga
makalah dengan judul HUKUM ADAT dapat selesai dengan sebaik-baiknya.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas pertama semester 1 kelas
hukum ekonomi syariah dari Ibu Nurul pada bidang studi Hukum Adat.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu NURUL ADLIYAH,


S.H., M.H. selaku dosen mata kuliah Hukum Adat berkat tugas yang diberikan
ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan judul materi yang
diberikan.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan


banyak kesalahan. Oleh karena itu saya memohon maaf atas kesalahan dan
ketaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Saya juga
mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan kesalahan
dalam makalah ini.

Palopo, 24 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Penganatar

Daftar isi

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Kekuatan Berlakunya Hukum Adat

B. Ciri dan Sifat Hukum Adat

C. Masyarakat Hukum Adat

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Kritik Dan Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hukum adat atau hukum kebiasaan adalah serangkaian aturan yang mengikat pada
suatu masyarakat yang tidak tertulis dan bersumber dari kebiasaan yang tumbuh
dan berkembang pada suatu masyarakat tertentu yang kemudian diterima menjadi
hukum secara turun temurun.[1] Hukum adat sering pula disebut sebagai hukum
yang hidup dalam masyarakat (living law).[2]
Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai budaya, norma,
kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang mengatur tingkah laku manusia
antara satu sama lain yang lazim dilakukan di suatu kelompok masyarakat.[3]
Adat yang memiliki sanksi disebut dengan hukum adat sedangkan yang tidak
memiliki sanksi disebut dengan kebiasaan. Adat istiadat merupakan tata kelakuan
yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat
kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. Pelanggaran terhadap adat istiadat
ini akan menerima sanksi yang keras dari anggota lainnya.[4]

2. RUMUSAN MASALAH
Sesuia dengan latar belakang di atas, kita dapat uraikan rumusan masalah, yaitu :
1. Kekuatan berlakunya `hukum adat`
2. Ciri dan sifat hukum adat
3. Masyarakat hukum adat
BAB 2 PEMBAHASAN

A. Kekuatan Berlakkunya Hukum Adat.


Kekuatan hukum adat berlaku secara Yuridis, Sosiologi, dan Fisiologis.
Berikut adalah penjelas terkait Yuridis, Sosiologi, dan Fisiologis :

1. Kekuatan Berlaku secara Yuridis.


Dasar Berlakunya Hukum Adat Ditinjau Secara Yuridis dalam Berbagai
Peraturan Perundang-undangan Mempelajari segi Yuridis dasar berlakunya
Hukum Adat berarti mempelajari dasar hukum berlakunya Hukum Adat di
Indonesia (Saragih, l984:15). Berdasarkan fakta sejarah dapat dibagi dalam dua
periode yaitu pada jaman Kolonial (penjajahan Belanda dan Jepang) dan
jaman Indonesia Merdeka.

Dasar kekuatan berlaku Yuridis pada prinsipnya harus menunjukkan :


a. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan,
dalam arti harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang.
b. Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan
dengan materi yang diatur, terturama kalau diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau sederaja.
c. Keharusan megikuti tatacara tertentu, seperti pengundangan atau pengumuman
setiap udang-undang harus dalam Lembaran negara atau peraturam derah harus
mendapat persetujuan dari DPRD yang bersanhgkutan
d. Keharusan bahwa tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi tingkatannya.

2. Kekuatan Berlakunya Secara Sosiologis.

Dasar kekuatan berlaku Sosiologis harus mencerminkan kenyataan


penerimaan dalam Masayrakat

Menurut Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, bahwa landasan teoritis


sebagai dasar sosiologis berlakunya suatu kaidah hukum diadasarkan pada dua
teori yaitu :
a. Teori kekuasaan, bahwa secara sosiologis kaidah hukum berlaku karena
paksaan penguasa, terlepas diterima atau tidak diterima oleh masyarakat.
b. Teori pengakuan, kaidah hukum berlaku berdasarkan penerimaan dari
masyrakat tempat hukum itu berlaku.
Hukum yang berlaku di suatu negara merupakan suatu sistem artinya bahwa
hukum itu merupakan tatanan, merupakan satu kesatuan yang utuh yang terdiri
dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lainnya
(Mertokusumo, l986:100). Dengan kata lain bahwa sistem hukum adalah suatu
kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama
lainnya dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan. Keseluruhan tata hukum
nasional yang berlaku di Indonesia dapat disebut sebagai sistem hukum nasional.
Sistem hukum berkembang sesuai dengan perkembangan hukum. Selain itu
sistem hukum mempunyai sifat yang berkesinambungan, kontinyuitas dan
lengkap.
Dalam sistem hukum nasional wujud/ bentuk hukum yang ada dapat
dibedakan menjadi hukum tertulis (hukum yang tertuang dalan perundang-
undangan) dan hukum yang tidak tertulis (hukum adat, hukum kebiasaan).
Hukum yang berlaku di suatu negara dapat dibedakan menjadi hukum yang
benar-benar berlaku sebagai the living law (hukum yang hidup) ada hukum yang
diberlakukan tetapi tidak berlaku sebagai the living law. Sebagai contoh Hukum
yang berlaku dengan cara diberlakukan adalah hukum tertulis yaitu dengan cara
diundangkan dalam lembaran negara. Hukum tertulis dibuat ada yang berlaku
sebagai the living law tetapi juga ada yang tidak berlaku sebagai the living law
karena tidak ditaati/dilaksanakan oleh rakyat. Hukum tertulis yang diberlakukan
dengan cara diundangkan dalamlembaran negara kemudian dilaksanakan dan
ditaati oleh rakyat dapat dikatakan sebagai hukum yang hidup (the living law).
Sedangkan hukum tertulis yang walaupun telah diberlakukan dengan cara
diundangkan dalam lembaran negara tetapi ditinggalkan dan tidak dilaksanakan
oleh rakyat maka tidak dapat dikatakan sebagai the living law. Salah satu
contohnya adalah UU nomor 2 tahun 1960 tentang Bagi hasil. Hukum adat
sebagai hukum yang tidak tertulis tidak memerlukan prosedur/ upaya seperti
hukum tertulis, tetapi dapat berlaku dalam arti dilaksanakan oleh masyarakat
dengan sukarela karena memang itu miliknya. Hukum adat dikatakan sebagai the
living law karena Hukum adat berlaku di masyarakat, dilaksanakan dan ditaati
oleh rakyat tanpa harus melalui prosedur pengundangan dalam lembaran
negara. Berbagai istilah untuk menyebut hukum yang tidak tertulis sebagai the
living law yaitu ( People law, Indegenous law, unwritten law, common law,
customary law dan sebagainya).

3. Kekuatan Berlaku Secara Filosofis.


Dasar kekuatan berlaku Filosofis menyangkut pandangan mengenai inti atau
hakikat dari kaidah hukum itu, yaitu apa yang menjadi cita hukum (rexhtsdee),
apa yang mereka harapkan dari hukum (misalnya apakah untuk menjamin
keadilan, ketertiban, kesejahteraan, dsb). Ketiganya merupakan syarat kekuatan
berlakunya suatu perturan perundang-undangan yang diharapkan memberikan
dampak positif bagi pencapaian efektifitas hukum itu sendiri.
Adapun yang dimaksud dasar filosofis dari Hukum Adat adalah sebenarnya
nilai-nilai dan sifat Hukum Adat itu sangat identik dan bahkan sudah terkandung
dalam butir-butir Pancasila. Sebagai contoh, religio magis, gotong royong,
musyawarah mufakat dan keadilan. Dengan demikian Pancasila merupakan
kristalisasi dari Hukum Adat. Dasar Berlakunya Hukum Adat ditinjau dari segi
Filosofi Hukum Adat yang hidup, tumbuh dan berkembang di indonesia sesuai
dengan perkembangan jaman yang berfiat luwes, fleksibel sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. UUD 1945
hanya menciptakan pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari
UUD RI. Pokok pokok pikiran tersebut menjiwai cita-cita hukum meliputi
hukum negara baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam pembukaan
UUD 1945 pokok pokok pikiran yang menjiwai perwujudan cicta-cita hukum
dasar negara adalah Pancasila. Penegasan Pancasila sebagai sumber tertib
hukum sangat berarti bagi hukum adat karena Hukum Adat berakar pada
kebudayaan rakyat sehingga dapat menjelmakan perasaan hukum yang
nyata dan hidup dikalangan rakyat dan mencerminkan kepribadian masyarakat
dan bangsa Indonesia (Wignjodipoero, l983:14). Dengan demikian hukum adat
secara filosofis merupakan hukum yang berlaku sesuai Pancasila sebagai
pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa Indonesia.

B. Ciri dan Fungsi Hukum Adat

1. Ciri-Ciri Hukum Adat


Timbal balik antara kelompok-kelompok, mengakui tingginya biaya penolakan
untuk menerima penilaian yang baik, mengambil orang-orang yang menolak
penilaian seperti itu di luar kelompok pendukung mereka dan mereka menjadi
orang buangan atau “penjahat.” Solusi yang diputuskan cenderung diterima
karena takut akan sanksi boikot yang berat ini. Asal, pembentukan, dan proses
akhir semua lembaga sosial (termasuk hukum) pada dasarnya sama dengan
pesanan spontan yang dijelaskan Adam Smith untuk pasar. Pasar
mengkoordinasikan interaksi, seperti halnya hukum adat. Keduanya berkembang
seperti yang mereka lakukan karena tindakan yang dimaksudkan untuk
dikoordinasikan dilakukan lebih efektif di bawah satu sistem atau proses daripada
yang lain. Pengaturan kelembagaan yang lebih efektif menggantikan yang kurang
efektif.

a. Diakui dan Tidak Tertulis


Hukum adat diakui, bukan karena didukung oleh kekuatan beberapa individu
atau lembaga yang kuat, tetapi karena setiap individu mengakui manfaat
berperilaku sesuai dengan harapan individu lain, bahwa orang lain juga
berperilaku seperti yang diharapkannya. Sebagai alternatif, jika minoritas secara
paksa memaksakan hukum dari atas, maka hukum itu akan membutuhkan lebih
banyak kekuatan untuk mempertahankan tatanan sosial daripada yang diperlukan
ketika hukum berkembang dari bawah melalui pengakuan dan penerimaan timbal
balik.

b. Mekanisme Penerimaan 2 Arah.


Timbal balik adalah sumber dasar baik pengakuan kewajiban untuk mematuhi
hukum dan penegakan hukum dalam sistem hukum adat. Artinya, individu harus
“bertukar” pengakuan atas aturan perilaku tertentu untuk keuntungan bersama
mereka seperti kelebihan dan kekurangan budaya politik parokial. Tiga kondisi
yang membuat tugas menjadi jelas dan dapat diterima oleh mereka yang
terpengaruh :
 Pertama, hubungan timbal balik dari mana kewajiban muncul harus dihasilkan
dari kesepakatan sukarela antara pihak yang terkena dampak; mereka sendiri
“menciptakan” tugas tersebut.
 Kedua , pertunjukkan timbal balik dari para pihak harus dalam arti yang sama
nilainya. Kita tidak bisa di sini berbicara tentang identitas yang tepat, karena tidak
masuk akal untuk saling bertukar, katakanlah, buku atau ide sebagai imbalan
untuk buku atau ide yang sama persis. Ikatan timbal balik menyatukan laki-laki,
bukan hanya terlepas dari perbedaan mereka tetapi karena perbedaan mereka.
 Ketiga, hubungan dalam masyarakat harus cukup cair sehingga tugas yang sama
Anda berutang kepada saya hari ini, saya dapat berhutang kepada Anda besok,
dengan kata lain, hubungan tugas harus dalam teori dan dalam praktiknya dapat
dipulihkan.

Karena sumber pengakuan hukum adat adalah timbal balik, hak milik pribadi
dan hak-hak individu cenderung merupakan aturan perilaku utama yang paling
penting dalam sistem hukum semacam itu.

c. Antisipasi Pelanggaran

Di bawah hukum adat, pelanggaran diperlakukan sebagai esalahan pribadi atau


cedera daripada kejahatan pelanggaran terhadap negara atau masyarakat.
Tindakan potensial oleh satu orang harus memengaruhi orang lain sebelum
pertanyaan tentang legalitas dapat muncul, tindakan apa pun yang tidak, seperti
apa yang dilakukan seseorang sendirian atau dalam kerja sama sukarela dengan
orang lain tetapi dengan cara yang jelas tidak merugikan siapa pun, tidak mungkin
menjadi subjek aturan perilaku di bawah hukum adat.

Hukum adatdapat digambarkan sebagai “bahasa interaksi”. Memfasilitasi


interaksi hanya dapat dicapai dengan pengakuan kode perilaku yang jelas
meskipun belum tentu ditulis yang ditegakkan melalui pengaturan pengadilan
yang dapat diterima dan diputuskan dengan baik disertai dengan sanksi hukum
yang efektif seperti tujuan konstitusi.

d. Penghormatan Spesifik
Bagaimana hak-hak muncul kembali dan mulai dihormati? Bagaimana
„hukum‟ muncul yang membawa penghormatan umum bagi „legitimasi‟ mereka?
”Dia berpendapat bahwa tindakan kolektif akan diperlukan untuk merancang“
kontrak sosial ”atau“ konstitusi ”untuk menentukan hak dan untuk membentuk
lembaga untuk menegakkan hak-hak tersebut.
Tetapi tindakan kolektif dapat dicapai melalui perjanjian individu, dengan
aturan yang berguna menyebar ke anggota lain dari suatu kelompok. Hak
kepemilikan akan ditentukan ketika manfaat melakukannya menutupi biaya
mendefinisikan dan menegakkan hak-hak tersebut. Manfaat semacam itu dapat
menjadi jelas karena perselisihan muncul, menyiratkan bahwa aturan yang ada
tidak cukup mencakup beberapa situasi baru. Para pihak yang terlibat harus
mengharapkan manfaat dari menyelesaikan sengketa.

e. Penyelesaian Permasalahan Dengan Kesepakan Bersama


Penyelesaian perselisihan dapat menjadi sumber utama perubahan hukum
karena adjudicator akan sering membuat aturan yang lebih tepat tentang
perbedaan pendapat yang ada, dan bahkan memberikan aturan baru karena tidak
ada aturan yang diakui secara umum yang mencakup situasi baru. Jika kelompok
yang relevan menerima putusan itu menjadi bagian dari hukum adat, tetapi bukan
karena itu dipaksakan secara koersif pada suatu kelompok oleh beberapa otoritas
yang mendukung pengadilan. Dengan demikian, aturan yang baik yang
memfasilitasi interaksi cenderung dipilih seiring waktu, sementara keputusan
yang buruk diabaikan seperti tujuan sosialisme.
Penyelesaian perselisihan bukan satu-satunya sumber evolusi hukum di bawah
hukum adat. Individu dapat mengamati orang lain berperilaku dengan cara
tertentu dalam situasi baru dan mengadopsi perilaku yang sama, mengakui
manfaat menghindari konfrontasi. Institusi untuk penegakan hukum juga
berevolusi karena pengakuan atas manfaat timbal balik. Pertimbangkan
pengembangan prosedur penyelesaian sengketa. Tidak ada otoritas koersif serupa
negara yang ada dalam sistem adat untuk memaksa pihak yang berselisih masuk
ke pengadilan.
f. Adanya Sifat “Balas Dendam”.
Karena aturan hukum adat bersifat balas dendam, pihak yang dirugikan harus
mengejar penuntutan. Dalam keadaan seperti itu, individu memiliki insentif
timbal balik yang kuat untuk membentuk kelompok dukungan timbal balik untuk
masalah hukum. Riasan kelompok-kelompok tersebut dapat mencerminkan
keluarga seperti yang sering terjadi di masyarakat primitif, agama seperti dalam
beberapa kelompok primitif, kedekatan geografis, kesamaan fungsional seperti
dengan hukum komersial, atau pengaturan kontrak. Anggota kelompok
diwajibkan untuk membantu anggota lain dalam perselisihan yang sah, mengingat
bahwa anggota telah memenuhi kewajibannya di masa lalu.
Dengan demikian, Jika timbul perselisihan, kelompok pendukung timbal balik
memberi individu posisi kekuatan. Namun, ini tidak berarti bahwa perselisihan
diselesaikan oleh peperangan antar kelompok. Kekerasan adalah cara yang mahal
untuk menyelesaikan perselisihan: jika penuduh dan kelompok pendukungnya
menyerang terdakwa, kelompok tertuduh wajib membalas serangan itu.
Akibatnya, pengaturan dan prosedur untuk penyelesaian sengketa tanpa kekerasan
harus berkembang sangat cepat dalam sistem hukum adat.

g. Penggunaan Sistem Kekuasaan


Dorongan untuk menerima ajudikasi dalam sistem hukum adat dan juga dalam
sistem otoriter adalah ancaman kekuatan di mana-mana, tetapi penggunaan
kekuatan semacam itu tentu saja tidak mungkin menjadi norma. Sebaliknya,
kesepakatan antara para pihak harus dinegosiasikan. Seringkali, arbiter atau
mediator yang dapat diterima bersama dipilih untuk mempertimbangkan
perselisihan, tetapi individu atau kelompok ini tidak akan memiliki otoritas untuk
memaksakan solusi pada pihak yang berselisih.
Oleh karena itu, putusan harus dapat diterima oleh kelompok-kelompok di
mana kedua belah pihak yang berselisih berada. Satu-satunya kekuatan nyata
yang dimiliki seorang arbiter atau mediator di bawah sistem semacam itu adalah
persuasi. Jika pelaku yang dituduh terbukti bersalah, “hukuman” cenderung
bersifat ekonomi: restitusi dalam bentuk denda atau ganti rugi yang harus
dibayarkan kepada penggugat. Tanggung jawab, niat, nilai kerusakan, dan status
orang yang dirugikan semuanya dapat dipertimbangkan dalam menentukan ganti
rugi. Setiap invasi orang atau properti umumnya dinilai dari segi properti.
Penghakiman menurut hukum adat biasanya dapat dilaksanakan karena ancaman
yang efektif dari total pengasingan oleh masyarakat misalnya, suku primitif,
komunitas pedagang.
Proses evolusi bukanlah salah satu desain yang disengaja. Dalam kasus
masyarakat primitif, misalnya, kelompok kekerabatan awal atau lingkungan
adalah pengaturan sosial yang efektif untuk menginternalisasi manfaat hukum
timbal balik serta manfaat lain yang timbul dari produksi koperasi, pertahanan,
praktik keagamaan, dan sebagainya untuk pengaturan yang ada sebelumnya .
Yang lain melihat beberapa manfaat itu dan bergabung dengan kelompok-
kelompok yang ada atau menyalin karakteristik sukses mereka dan membentuk
kelompok-kelompok baru. Baik anggota kelompok paling awal maupun mereka
yang mengikuti harus memahami apa aspek tertentu dari kontrak yang benar-
benar memfasilitasi interaksi yang mengarah pada peningkatan tatanan sosial.

2. Fungsi Hukum Adat.


Fungsi yang utama untuk mengatur kehidupan. Keberadaan hukum dan hukum
adat adalah untuk membantu agar masyarakat dapat hidup rukun karena keduanya
melahirkan aturan yang akan mengatur tingkah laku manusia.
a. Sebagai Pedoman dalam Bertingkah Laku
Hukum adat dalam fungsinya sebagai pedoman merupakan pedoman bagi
manusia dalam bertingkah laku, bertindak, berbuat di dalam masyarakat.Pedoman
ini merupakan landasan bagi masyarakat agar tidak melakukan pelanggaran
pelanggaran hukum yang sifatnya akan merugikan baik terhadap diri sendiri atau
juga masyarakat sekitar.
b. Fungsi Pengawasan
Hukum adat melalui petugas-petugas adat akan mengawasi segala tingkah laku
anggota masyarakat agar sesuai dengan hukum adat yang berlaku dalam contoh
pelanggaran demokrasi. Jika terjadi pelanggaran maka akan dikenakan sanksi
untuk memulihkan keseimbangan. Tentu saja fungsi pengawasan ini merupakan
fungsi yang sangat penting terutama sebgai upaya penegakan terhadap hukum
adat. Bayangkan jika tidak pengawasan maka setiap msyarakat dapat melakukan
apapun yang diinginkannya bahkan dapat melakukan perbuatan anarkis yang
sangat merugikan dan dapat menggangu stabilitas kemanan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
c. Membina Hukum Nasional
Dalam rangka membina hukum nasional hukum adat tidak saja berarti
menciptakan hukum baru yang memenuhi tuntutan rasa keadilan dan kepastian
hukum, tetapi juga memenuhi tujuan dan tuntutan naluri kebangsaan sesuai
ideologi kebangsaan yakni Pancasila. Dalam rangka menyusun peraturan
perundang-undangan nasional yang baru, diperlukan mempelajari informasi dan
bahan sebanyak-banyaknya dari hasil kajian dan penelitian terhadap hukum adat
dan etnografi yang hidup dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebagimana
pada sanksi pelanggaran hak patendan contoh pelanggaran hak cipta film.
d. Memupuk dan Mengembalikan Kepribadian Bangsa.
Hukum adat merupakan hukum asli yang mencerminkan budaya bangsa
Indonesia, tentu akan mempertebal rasa harga diri, tujuan rasa kebangsaan dan
rasa kebanggaan pada setiap warga negara Indonesia. Rasa bangga terhadap
budaya sendiri akan tumbuh jika ada kesadaran mengetahui tujuan kebudayaan
bangsa sendiri, di mana hukum adat merupakan bagian tujuan dari kebudayaan
bangsa Indonesia yang tercermin dn sudah ada dan mendarah daging sebagai
bagian dari kepribadian bangsa Indonesia.
e. Membantu Dalam Praktik Peradilan
Dalam praktis dan praktik peradilan, hukum adat dapat dipakai dalam
memutus tujuan perkara-perkara yang terjadi antarwarga masyarakat yang tunduk
pada hukum adat. Penyelesaian kasus-kasus dan konflik adat masyarakat di
bidang pertanahan, hukum waris, hukum perkawinan, akan lebih sederhana jika
dilakukan dengan mempelajari hukum adat, hal ini sesuai dengan corak/sifatnya
yang masih mengedepankan kepentingan bersama secara kekeluargaan didasarkan
pada musyawarah mufakat, dengan menggunakan mediator atau arbitor para
fungsionaris adat di wilayah itu (ketua adat, kepala adat desa di wilayahnya).
f. Sebagai Sumber untuk Pembentukan Hukum Positif Indonesia
Hukum adat dapat menjadi bagian dalam sumber hukum Indonesia dalam
rangka membentuk hukum yang positif. Sebagaimana kita tahu bahwa hukum
adat terbentuk dan ada karena eksistensi masyarakat adat yang tentunya memiliki
nilai positif bagi kelangsungan hukum di Indonesia. NIlai nilai yang terkandung
dalma hukum adat merupakan nilai yang diturunkan secara turun temurun dan
dihormati oleh semua C. Masyarakat Hukum Adat kalangan terutama masyarakat
adat yang ada didalamnya berbeda dengan contoh kasus pelanggaran ham di
masyarakat.
g. Dapat Digunakan Sebagai Lapangan Hukum Pedata
Sitem hukum positif di Indonesia selain dikenal menganut sistem hukum
oidana didalamnya juga terdapat sistem hukum lain yakni hukum perdata. Hukum
perdata ini biasa dipakai dlam menyelesaikan sengeketa yang berhubungan
dengan warisan atau juga perkara yang tidak berkaitan dengan pelanggaran
hukum pidana. Pada dasarnya sebelum ada hukum perdata, hukum adat telah
lebih dahulu mengatur mengenai hal ini.
C. Masyarakat Hukum Adat
Karaeristik Masyarakat Hukum Adat, UU NO.27/2007 JO. UU NO.1/2014 Pasal
1 Angka 33, “Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang secara
turuntemurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan
Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang
kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan
adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.”
Dalam Pasal 18 b ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, disebutkan
bahwa negara mengakui dan menghormati tiap kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak adatnya. Lebih lanjut, ikatan (penguasaan) masyarakat hukum
adat dengan tanah dan sumber daya alamnya sebagai salah satu pilar identitas
masyarakat hukum adat, diperkuat lagi dalam pasal 6 (2) UU No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyebutkan; “Identitas masyarakat
hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat (hak-hak atas wilayah adat)
dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman”.
Menurut Sandra, masyarakat hukum adat adalah sebuah perpustakaan, karena
di dalamnya terdapat informasi yang membentuk identitas dan perlindungan
terhadap masyarakat hukum adat, ini perlu disahkan dalam peraturan Daerah
(Perda) dan rancangan undang-undang masyarakat hukum adat. Hal ini dilakukan
agar perpustakaan yang berisikan informasi berharga tersebut tidak hilang
terbakar zaman serta adanya kepastian hukum tentang perlindungan akan hak
masyarakat hukum adat.
Setuju dengan Sandra, Dahniar memaparkan, pada pasal 67 Undang-Undang
Kehutanan (UUK) No.41 tahun 1999, pada ayat satu menyebutkan, sepanjang
menurut kenyataannya masyarakat hukum adat masih ada dan diakui
keberadaannya, memiliki hak untuk melakukan pemungutan hasil hutan dalam
memenuhi kebutuhan hidup sehari hari, serta mengelola hutan berdasarkan hukum
adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang. Penetapan
masyarakat hukum adat tersebut dikuatkan dengan Peraturan Daerah.
Bambang mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) telah berupaya setiap tahunnya berkomunikasi dengan pemerintah
daerah untuk menetapkan Peraturan Daerah (Perda) terkait masyarakat hukum
adat. Upaya lain yang dilakukan KLHK adalah melakukan penetapan hutan adat,
dimana sampai dengan Mei 2020, KLHK telah menetapkan 66 (enam puluh
enem) unit hutan adat dengan luas keseluruhan kurang lebih ± 44.630 hektar,
sehingga memberikan manfaat bagi kurang lebih ± 36.519 Kepala keluarga (KK).
Masyarakat hukum adat atau Kawasan Konservasi Masyarakat Adat
(KKMA) merupakan kekayaan bangsa tetapi bukan benda mati karena ada
manusia didalamnya. Negara perlu melindungi, menghormati, serta memenuhinya
hak manusia yang telah mengelolanya. Masyarakat hukum adat telah
berkontribusi dalam mengestafetkan informasi dari generasi kegenerasi sehingga
terbangunlah sebuah peradaban. “Oleh karena itu mari bersama-sama melakukan
langkah strategis dan segera untuk melindungi KKMA,” tukas Sandra.
(Feri/LY/RPS)
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan

Tujuan Hukum Adat menjadi salah satu kajian dari pembelajaran dalam
menjabarkan mengenai hukum. Hukum adat merupakan sebuah sistem hukum
yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial masyarakat Indonesia serta
negara-negara lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat sendiri
merupakan hukum asli bangsa Indonesia. Dimana sumbernya berasal dari
peraturan-peraturan hukum yang tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta
dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.

Oleh karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh berkembang di


masyarakat, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan
bersifat elastis.Terdapat dua pendapat berbeda mengenai asal kata adat ini. Di satu
pihak ada yang menyatakan bahwa adat berasal dari bahasa Arab yang artinya
kebiasaan. Sedangkan menurut pendapat Prof. Amura, istilah adat ini berasal dari
Bahasa Sanskerta sebab menurutnya istilah ini telah dipergunakan oleh orang
Minangkabau kurang lebih sejak 2000 tahun yang lalu sebgaimana tujuan dan
sifat hukum ketenagakerjaan .

Hukum adat yang ada di Indonesia terbentuk karena masyarakat Indonesia


yang memang hidup dan tumbuh atas dasar adat yang dijunjung masing masing.
Sebagimana kita tahu bahwa eksistensi adat dan budaya masih begitu melekat dan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari jati diri sebagai bangsa
Indonesia. Maka dari itu, hukum adat merupakan salah satu bentuk kekeyaan
yang bangsa ini miliki. Sehingga keberadaannya harus terus dijunjung tinggi
sebagai bagian dari ciri bangsa.

B. Kritik Dan Saran


Demikian makalah ini kami susun dan semoga bermanfaat untuk menambah
khazanah keilmuan kita. Kritik dan Saran yang membangun kami harapkan untuk
perbaikan penyusunan makalah

DAFTAR PUSTAKA
1. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat#:~:text=Dari%20Wikipedia%20bahasa
%20Indonesia%2C%20ensiklopedia%20bebas
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat#:~:text=Hukum%20adat%20atau,livin
g%20law).%5B2%5D

3. "Hukum Adat, Kewajiban atau Hak?". GEOTIMES. 2020-09-17. Diakses tanggal


2021-10-28.

4. Tobin, B. (2014). Indigenous peoples, customary law and human rights: Why
living law matter.
5. Media, Kompas Cyber. "Perbedaan Hukum Kebiasaan dan Hukum Adat Halaman
all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2021-10-28.
6. Atik Catur Budiati (2009). Sosiologi Kontekstual Untuk SMA & MA (PDF).
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 36. ISBN 978-979-068-
219-1.
7. https://guruppkn.com/ciri-ciri-hukum-
adat#:~:text=Hukuman%20sering%20merupakan,peningkatan%20tatanan%20sos
ial.
8. https://hukamnas.com/tujuan-hukum-
adat#:~:text=bentuk%20kekeyaan%20yang%20bangsa%20ini%20miliki.%20Seh
ingga%20keberadaannya%20harus%20terus%20dijunjung%20tinggi%20sebagai
%20bagian%20dari%20cirri%20bangsa.
9. https://kkp.go.id/djprl/p4k/infografis-detail/3130-karakteristik-masyarakat-
hukum-
adat#:~:text=Masyarakat%20Hukum%20Adat%20adalah%20sekelompok,dan%2
0tatanan%20hukum%20adat%20di.

Anda mungkin juga menyukai