Anda di halaman 1dari 8

TEORI LABELLING

KRIMINOLOGI KELAS E
Dosen Pembimbing : Samuel Saut Martua Samosir, S.H., M.H

Disusun Oleh :

Meida Putri Arisinta 160710101502

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER


TAHUN PELAJARAN 2017
PENGERTIAN :

Labeling adalah identitas yang diberikan oleh kelompok kepada individu berdasarkan
ciri-ciri yang dianggap minoritas oleh suatu kelompok masyarakat. Labeling cenderung
diberikan pada orang yang memiliki penyimpangan perilaku yang tidak sesuai dengan norma di
masyarakat. Seseorang yang diberi label akan mengalami perubahan peranan dan cenderung
akan berlaku seperti label yang diberikan kepadanya (Sujono, 1994).

Teori labeling mengatakan bahwa makin sering dan makin banyak orang yang
memberikan label kepadanya, orang atau kelompok tersebut akan menyerupai bahkan dapat
menjelma menjadi label yang diberikan kepadanya. Reaksi ini muncul karena seseorang yang
diberi label merasa terkurung dalam label yang diberikan kepadanya (Hikmat, 2008).

Labeling merupakan suatu teori yang muncul akibat reaksi masyarakat terhadap
perilaku seseorang yang dianggap menyimpang. Seseorang yang dianggap menyimpang
kemudian di cap atau diberi label oleh lingkungan sosialnya (Nitibaskara, 1994).

Labeling merupakan salah satu penyebab seseorang melakukan penyimpangan


sekunder. seseorang yang diberi label akan cenderung melakukan tindakan-tindakan lain yang
juga termasuk tindakan penyimpangan primer, khususnya dalam mempertahankan diri dari
pemberian label tersebut. Seseorang yang diberi label berusaha menghilangkan label yang
diberikan, tetapi akhirnya mereka cenderung melakukan penyimpangan yang lain karena tidak
dapat mempertahankan sikap terhadap label yang diberikan kepadanya (Martine, 2008).

Teori labeling memiliki dua proposisi, pertama, perilaku menyimpang bukan


merupakan perlawanan terhadap norma, tetapi berbagai perilaku yang berhasil didefinisikan
atau dijuluki menyimpang. Deviant atau penyimpangan tidak selalu dalam tindakan itu sendiri
tetapi merupakan respon terhadap orang lain dalam bertindak. Proposisi kedua, labeling itu
sendiri menghasilkan atau memperkuat penyimpangan. Respon orang-orang yang menyimpang
terhadap reaksi sosial menghasilkan penyimpangan sekunder yang mana mereka mendapatkan
citra diri atau definisi diri (self-image or self definition) sebagai seseorang yang secara permanen
terkunci dengan peran orang yang menyimpang. Penyimpangan merupakan outcome atau
akibat dari kesalahan sosial dan penggunaan kontrol sosial yang salah (Atwar, 2008).

Pada dasarnya, Teori Labelling dikorelasikan dengan buku Crime and the Community
dari Frank Tannenbaum. Kemudian dikembangkan oleh Howard Becker, Kai T. Erikson, Edwin
Lemert, dan Edwin Schur. Dari perspektif Howard S. Becker, kajian terhadap Teori Label
menekankan kepada dua aspek, yaitu :
1. Menjelaskan tentang mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu diberi cap atau
label
2. Pengaruh atau efek dari label sebagai suatu konsekuensi penyimpangan tingkah laku.

Dengan demikian, reaksi masyarakat terhadap suatu perilaku dapat menimbulkan


perilaku jahat. Kemudian, F.M Lemert, terkait dengan masalah kejahatan yang dilakukan,
membedakan tiga bentuk penyimpangan, yaitu :
1. Individual Deviation, dimana timbulnya penyimpangan diakibatkan tekanan psikis dari
dalam
2. Situasional Deviation, sebagai hasil stres atau tekanan dari keadaan
3. Systematic Deviation, sebagai pola-pola perilaku kejahatan terorganisir dalam sub-sub
kultur atau sistem tingkah laku

F.M Lemert juga membedakan antara penyimpangan primer (primary deviance) dan
penyimpangan sekunder (secondary deviance).
 Penyimpangan primer muncul dalam konteks sosial, budaya dan yang sangat bervariasi
dan hanya mempunyai efek samping bagi struktur fisik individu. Pada asasnya,
penyimpangan primer tidak mengakibatkan reorganisasi simbolis pada tingkat sikap
diri dan peran sosial.
 Penyimpangan sekunder adalah perilaku menyimpang atau peran sosial. Penyimpangan
sekunder adalah perilaku menyimpang atau peran sosial yang berdasar pada
penyimpangan primer. Para ahli Teori Label mengemukakan bahwa penyimpangan
sekunder adalah yang paling penting, karena merupakan proses interaksi antara orang
yang dilabel dengan pelabel dan pendekatan ini sering disebut teori interaksi.

Menurut Howard S. Becker, harus dibedakan antara pelanggar hukum dengan pelaku
kejahatan. Pelanggaran hukum merupakan perilaku, sedangkan kejahatan adalah reaksi kepada
orang lain terhadap perilaku itu. Pelabelan terhadap seseorang terjadi pada saat / waktu ketika
melakukan aksi, siapa yang melakukan dan siapa korbannya serta perspepsi masyarakat
terhadap konsekuensi aksinya.

Apabila dijabarkan, secara gradual asumsi dasar Teori Labelling meliputi aspek-aspek :
1. Tidak ada satu pun perbuatan yang pada dasarnya bersifat kriminal
2. Perumusan kejahatan dilakukan oleh kelompok yang bersifat dominan atau kelompok
berkuasa
3. Penerapan aturan tentang kejahatan dilakukan untuk kepentingan pihak yang berkuasa
4. Orang tidak menjadi penjahat karena melanggar hukum, tapi karena ditetapkan
demikian oleh penguasa
5. Pada dasarnya semua orang pernah melakukan kejahatan, sehingga tidak patut jika
dibuat dua kategori, yaitu jahat dan orang tidak jahat.

Schrag, sebagai seorang penganut aliran labelling, mengatakan bahwa asumsi yang
terdapat dalam Teori Labelling adalah :
1. Tidak ada satu perbuatan yang terjadi dengan sendirinya bersifat kriminal
2. Rumusan atau batasan tentang kejahatan dan penjahat dipaksakan sesuai dengan
kepentingan mereka yang memiliki kekuasaan
3. Seseorang menjadi penjahat bukan karena ia melanggar undang-undang melainkan
karena ia ditetapkan demikian oleh penguasa
4. Sehubungan dengan kenyataan bahwa setiap orang dapat berbuat baik dan tidak baik,
tidak baik berarti bahwa mereka dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :
kelompok kriminal dan non-kriminal
5. Tindakan penangkapan merupakan awal dari proses labelling
6. Penangkapan dan pengambilan keputusan dalam sistem peradilan pidana adalah fungsi
dari pelaku / penjahat sebagai lawan dari karakteristik pelanggarannya
7. Usia, tingkatan sosial-ekonomi, dan ras merupakan karakteristik umum pelaku
kejahatan yang menimbulkan perbedaan pengambilan keputusan dalam sistem
peradilan pidana
8. Sistem peradilan pidana dibentuk berdasarkan perspektif kehendak bebas yang
memperkenalkan penilaian dan penolakan terhadap mereka yang dipandang sebagai
penjahat
9. Labelling merupakan suatu proses yang akan melahirkan identifikasi dengan citra
sebagai deviant dan sub-kultur serta menghasilkan “rejection of the rejector”

Menurut aliran ini, kejahatan terbentuk karena aturan-aturan lingkungan, sifat individualistik,
serta reaksi masyarakat terhadap kejahatan. Karena adanya reaksi masyarakat terhadap suatu
perilaku, maka dapat menimbulkan suatu perilaku yang jahat.

Bahwa proses pemberian label, merupakan penyebab seseorang untuk menjadi jahat. Ada dua
hal yang perlu diperhatikan, dalam proses pemberian label :
1. Adanya label akan menimbulkan perhatian masyarakat terhadap orang yang diberi
label. Hal ini, akan menyebabkan masyarakat di sekitarnya memperhatikan terus-
menerus orang yang diberi label tersebut, maka hal ini menurut kami, akan terbentuk
Attachment partial
2. Adanya label, mungkin akan diterima oleh individu tersebut dan berusaha untuk
menjalankan sebagaimana label yang diletakkan pada dirinya

Teori-teori umum tentang penyimpangan mencoba menjelaskan semua bentuk


penyimpangan. Tetapi, teori-teori terbatas lebih mempunyai lingkup penjelasan yang terbatas.
Beberapa teori terbatas adalah untuk jenis penyimpangan tertentu saja, atau untuk bentuk
substantif penyimpangan tertentu, atau dibatasi untuk menjelaskan tindakan menyimpang
bukan perilaku menyimpang. Dalam bab ini perspektif-perspektif labelling, kontrol dan konflik
adalah contoh teori-teori terbatas yang didiskusikan. Perspektif labelling mengetengahkan
pendekatan interaksionisme dengan berkonsentrasi pada konsekuensi interaksi antara
penyimpang dengan agen kontrol sosial. Teori ini memperkirakan bahwa pelaksanaan kontrol
sosial menyebabkan penyimpangan, sebab pelaksanaan kontrol sosial tersebut mendorong
orang masuk ke dalam peran penyimpang. Ditutupnya peran konvensional bagi seseorang
dengan pemberian stigma dan label, menyebabkan orang tersebut dapat menjadi penyimpang
sekunder, khususnya dalam mempertahankan diri dari pemberian label. Untuk masuk kembali
ke dalam peran sosial konvensional yang tidak menyimpang adalah berbahaya dan individu
merasa teralienasi. Menurut Teori Labelling, pemberian sanksi dan label yang dimaksudkan
untuk mengontrol penyimpangan malah menghasilkan sebaliknya.

Khusus Teori Labeling dalam pendekatannya untuk mengetahui faktor-faktor penyebab


terjadinya kejahatan dapat dibedakan dalam dua bagian :
1. Persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label
2. Efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya
Berkaitan dengan efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya, maka
hal ini perlu mendapat perhatian serius sebagai akibat dari labeling kota terkorup yang telah
diterima oleh Kota Kupang. Oleh karena salah satu asumsi dasar Teori Labeling menyatakan
bahwa labeling merupakan suatu proses yang melahirkan identifikasi dengan citra sebagai
penjahat. Sebagai contoh bagaimana kita melihat hasil penelitian dari Romli yang melakukan
penelitian tentang interaksi masyarakat dan polisi, khususnya polisi lalu lintas ketika mereka
menerima labeling saat melakukan kegiatan tilang.

Label atau cap yang sudah ada akan diadopsi oleh si penerima label atau cap dan
mempengaruhi dirinya sehingga ia mengakui dengan sendirinya sebagaimana label atau cap
yang diberikan oleh si pengamat. Hal ini dapat memperbesar kecenderungan penyimpangan
tingkah laku, untuk itu dibutuhkan reorganisasi psikologis oleh karena sekali label atau cap
dimaksud dan kemudian akan mengidentifikasikan dirinya dengan label tersebut.

Atas dasar pemikiran di atas, demi mencegah penyimpangan perilaku bagi generasi-
generasi aparatur pemerintahan yang akan lahir kemudian di kota ini, maka upaya Pencitraan
Kembali dalam arti yang multiaspek perlu mendapat perhatian serius kita semua. Bahkan kami
percaya pelabelan kota terkorup khususnya pada aparatur pemerintahan seenarnya tidak serta
merta menyamaratakan segenap aparatur yang ada dengan labeling dimaksud.

PENERAPAN TEORI LABELING


Berdasarkan hasil penelitian yang telah. Dalam teori labelling ada satu pemikiran dasar,
dimana pemikiran tersebut menyatakan “seseorang yang diberi label sebagai seseorang yang
devian dan diperlakukan seperti orang yang devian akan menjadi devian”.

Penerapan dari pemikiran ini akan kurang lebih seperti berikut “anak yang diberi label
bandel, dan diperlakukan seperti anak bandel, akan menjadi bandel”. Atau penerapan lain “anak
yang diberi label bodoh, dan diperlakukan seperti anak bodoh, akan menjadi bodoh”. Bisa juga
seperti ini “Anak yang diberi label pintar, dan diperlakukan seperti anak pintar, akan menjadi
pintar”.

Hal ini berkaitan dengan pemikiran dasar teori labelling yang biasa terjadi, ketika kita
sudah melabel seseorang, kita cenderung memperlakukan seseorang sesuai dengan label yang
kita berikan, sehingga orang tersebut cenderung mengikuti label yang telah ditetapkan
kepadanya.
PENGGAMBARAN TEORI LABELLING

ADA 2 KONSEP DALAM TEORI LABELLING :


1. Master Status
Teori penjulukan memiliki label dominant yang mengarah pada suatu keadaan yang
disebut dengan Master Status. Maknanya adalah sebuah label yang dikenakan
(Dikaitkan) yang biasanya terlihat sebagai karakteristik yang lebih atau paling penting
atau menonjol dari pada aspek lainnya pada orang yang bersangkutan.
Bagi sebagian orang julukan penyimpangan telah diterakan, atau yang biasa disebut
dengan konsep diri, mereka menerima dirinya sebagai penyimpang. Bagaimanapun hal
ini akan membuat keterbatasan bagi perilaku para penyimpang selanjutnya di mana
mereka akan bertindak.
Mereka akan mulai bertindak selaras dengan sebutan itu. Dampaknya mungkin
keluarga, teman, atau lingkungannya tidak mau lagi bergabung dengan yang
bersangkutan. Dengan kata lain orang akan mengalami stigma sebagai
penyimpang/menyimpang dengan berbagai konsekwensinya, ia akan dikeluarkan dari
kontak dan hubungan-hubungan yang yang ada (konvensional). Kondisi seperti ini akan
sangat menyulitkan yang bersangkutan untuk menata identitasnya dari seseorang yang
bukan deviant. Akibatnya, ia akan mencoba melihat dirinya secara mendasar sebagai
criminal, terutama sekarang ia mengetahui orang lain memanggilnya sebagai jahat.
Melewati rentang waktu yang panjang di mana orang memperlakukannya sebagai
kriminal dalam berbagai hal dan ia mungkin akan kehilangan dan tidak akan
mendapatkan pekerjaan. Bahkan mungkin lama kelamaan akan mempercayai bahwa
kejahatan adalah jalan hidupnya, dan ia akan membangun koneksinya dengan orang-
orang yang memiliki nasib yang sama dan menciptakan subkulturnya yag baru.
Sekarang ia menjadi deviant career.

2. Deviant Career
Konsep Deviant Career mengacu kepada sebuah tahapan ketika si pelanggar aturan
(penyimpang) memasuki atau telah menjadi devian secara penuh (outsider). Kai T.
Erikson dalam Becker (9 Januari 2005) menyatakan bahwa penyimpangan bukanlah
suatu bentuk periaku inheren, tetapi merupakan pemberian dari anggota lingkungan
yang mengetahui dan menyaksikan tindakan mereka baik langsung maupun tidak
langsung.

CONTOH LABELING
Salah satu contoh ialah cap yang diberikan masyarakat pada remaja yang dianggap
berperilaku menyimpang. Yang lebih parah, remaja tersebut sependapat pula dengan persepsi
demikian. Sehingga pola penyimpangan mereka diperkutat yang mengakibatkan tidak mungkin
bagi mereka untuk melepaskan diri dari pola penyimpangan semacam itu. Sekali para remaja itu
mempunyai citra diri sebagai penyimpangan, maka mereka pun akan memilih teman-teman
baru yang bisa mempertebal citra diri mereka. Manakalah konsep diri itu semakin tertanam,
mereka pun bersedia mencoba penyimpangan baru yang lebih buruk.
Menurut para penganut teori labeling, banyak kenakalan remaja muncul karena cara
penanggulangan sembrono dari pihak polisi, pengadilan dan petugas lainnya yang secara tidak
sadar mengajar para remaja untuk memandang diri mereka sebagai anak nakal, serta
berperilaku seperti anak nakal.
Namun kejadian tersebut bukannya proses yang selalu demikian; dengan kata lain,
penyimpangan tidaklah selamanya seperti dicampakkan kebawah tanpa dapat berbuat apa-apa.
Sang penyimpang tetap mempunyai pilihan. Maksudnya dalam proses menjadi seorang yang
nakal, orang itu sendirilah yang menentukan arahnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://b-bahri.blogspot.co.id/2014/09/sekilas-tentang-teori-labeling.html#!/2014/09/sekilas-
tentang-teori-labeling.html

https://widdy.weebly.com/blog/sekilas-tentang-teori-labelling

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved
=0ahUKEwiogt2F3d_XAhUVSI8KHc71CW4QFghSMAc&url=http%3A%2F%2Fweb.unair.ac.id%
2Fadmin%2Ffile%2Ff_19997_permen8.pptx&usg=AOvVaw0AjAU_gPuNMEwmp4Jg9h2E

Buku Kriminologi karangan : Yesmil Anwar Adang

Anda mungkin juga menyukai