KRIMINOLOGI KELAS E
Dosen Pembimbing : Samuel Saut Martua Samosir, S.H., M.H
Disusun Oleh :
Labeling adalah identitas yang diberikan oleh kelompok kepada individu berdasarkan
ciri-ciri yang dianggap minoritas oleh suatu kelompok masyarakat. Labeling cenderung
diberikan pada orang yang memiliki penyimpangan perilaku yang tidak sesuai dengan norma di
masyarakat. Seseorang yang diberi label akan mengalami perubahan peranan dan cenderung
akan berlaku seperti label yang diberikan kepadanya (Sujono, 1994).
Teori labeling mengatakan bahwa makin sering dan makin banyak orang yang
memberikan label kepadanya, orang atau kelompok tersebut akan menyerupai bahkan dapat
menjelma menjadi label yang diberikan kepadanya. Reaksi ini muncul karena seseorang yang
diberi label merasa terkurung dalam label yang diberikan kepadanya (Hikmat, 2008).
Labeling merupakan suatu teori yang muncul akibat reaksi masyarakat terhadap
perilaku seseorang yang dianggap menyimpang. Seseorang yang dianggap menyimpang
kemudian di cap atau diberi label oleh lingkungan sosialnya (Nitibaskara, 1994).
Pada dasarnya, Teori Labelling dikorelasikan dengan buku Crime and the Community
dari Frank Tannenbaum. Kemudian dikembangkan oleh Howard Becker, Kai T. Erikson, Edwin
Lemert, dan Edwin Schur. Dari perspektif Howard S. Becker, kajian terhadap Teori Label
menekankan kepada dua aspek, yaitu :
1. Menjelaskan tentang mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu diberi cap atau
label
2. Pengaruh atau efek dari label sebagai suatu konsekuensi penyimpangan tingkah laku.
F.M Lemert juga membedakan antara penyimpangan primer (primary deviance) dan
penyimpangan sekunder (secondary deviance).
Penyimpangan primer muncul dalam konteks sosial, budaya dan yang sangat bervariasi
dan hanya mempunyai efek samping bagi struktur fisik individu. Pada asasnya,
penyimpangan primer tidak mengakibatkan reorganisasi simbolis pada tingkat sikap
diri dan peran sosial.
Penyimpangan sekunder adalah perilaku menyimpang atau peran sosial. Penyimpangan
sekunder adalah perilaku menyimpang atau peran sosial yang berdasar pada
penyimpangan primer. Para ahli Teori Label mengemukakan bahwa penyimpangan
sekunder adalah yang paling penting, karena merupakan proses interaksi antara orang
yang dilabel dengan pelabel dan pendekatan ini sering disebut teori interaksi.
Menurut Howard S. Becker, harus dibedakan antara pelanggar hukum dengan pelaku
kejahatan. Pelanggaran hukum merupakan perilaku, sedangkan kejahatan adalah reaksi kepada
orang lain terhadap perilaku itu. Pelabelan terhadap seseorang terjadi pada saat / waktu ketika
melakukan aksi, siapa yang melakukan dan siapa korbannya serta perspepsi masyarakat
terhadap konsekuensi aksinya.
Apabila dijabarkan, secara gradual asumsi dasar Teori Labelling meliputi aspek-aspek :
1. Tidak ada satu pun perbuatan yang pada dasarnya bersifat kriminal
2. Perumusan kejahatan dilakukan oleh kelompok yang bersifat dominan atau kelompok
berkuasa
3. Penerapan aturan tentang kejahatan dilakukan untuk kepentingan pihak yang berkuasa
4. Orang tidak menjadi penjahat karena melanggar hukum, tapi karena ditetapkan
demikian oleh penguasa
5. Pada dasarnya semua orang pernah melakukan kejahatan, sehingga tidak patut jika
dibuat dua kategori, yaitu jahat dan orang tidak jahat.
Schrag, sebagai seorang penganut aliran labelling, mengatakan bahwa asumsi yang
terdapat dalam Teori Labelling adalah :
1. Tidak ada satu perbuatan yang terjadi dengan sendirinya bersifat kriminal
2. Rumusan atau batasan tentang kejahatan dan penjahat dipaksakan sesuai dengan
kepentingan mereka yang memiliki kekuasaan
3. Seseorang menjadi penjahat bukan karena ia melanggar undang-undang melainkan
karena ia ditetapkan demikian oleh penguasa
4. Sehubungan dengan kenyataan bahwa setiap orang dapat berbuat baik dan tidak baik,
tidak baik berarti bahwa mereka dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :
kelompok kriminal dan non-kriminal
5. Tindakan penangkapan merupakan awal dari proses labelling
6. Penangkapan dan pengambilan keputusan dalam sistem peradilan pidana adalah fungsi
dari pelaku / penjahat sebagai lawan dari karakteristik pelanggarannya
7. Usia, tingkatan sosial-ekonomi, dan ras merupakan karakteristik umum pelaku
kejahatan yang menimbulkan perbedaan pengambilan keputusan dalam sistem
peradilan pidana
8. Sistem peradilan pidana dibentuk berdasarkan perspektif kehendak bebas yang
memperkenalkan penilaian dan penolakan terhadap mereka yang dipandang sebagai
penjahat
9. Labelling merupakan suatu proses yang akan melahirkan identifikasi dengan citra
sebagai deviant dan sub-kultur serta menghasilkan “rejection of the rejector”
Menurut aliran ini, kejahatan terbentuk karena aturan-aturan lingkungan, sifat individualistik,
serta reaksi masyarakat terhadap kejahatan. Karena adanya reaksi masyarakat terhadap suatu
perilaku, maka dapat menimbulkan suatu perilaku yang jahat.
Bahwa proses pemberian label, merupakan penyebab seseorang untuk menjadi jahat. Ada dua
hal yang perlu diperhatikan, dalam proses pemberian label :
1. Adanya label akan menimbulkan perhatian masyarakat terhadap orang yang diberi
label. Hal ini, akan menyebabkan masyarakat di sekitarnya memperhatikan terus-
menerus orang yang diberi label tersebut, maka hal ini menurut kami, akan terbentuk
Attachment partial
2. Adanya label, mungkin akan diterima oleh individu tersebut dan berusaha untuk
menjalankan sebagaimana label yang diletakkan pada dirinya
Label atau cap yang sudah ada akan diadopsi oleh si penerima label atau cap dan
mempengaruhi dirinya sehingga ia mengakui dengan sendirinya sebagaimana label atau cap
yang diberikan oleh si pengamat. Hal ini dapat memperbesar kecenderungan penyimpangan
tingkah laku, untuk itu dibutuhkan reorganisasi psikologis oleh karena sekali label atau cap
dimaksud dan kemudian akan mengidentifikasikan dirinya dengan label tersebut.
Atas dasar pemikiran di atas, demi mencegah penyimpangan perilaku bagi generasi-
generasi aparatur pemerintahan yang akan lahir kemudian di kota ini, maka upaya Pencitraan
Kembali dalam arti yang multiaspek perlu mendapat perhatian serius kita semua. Bahkan kami
percaya pelabelan kota terkorup khususnya pada aparatur pemerintahan seenarnya tidak serta
merta menyamaratakan segenap aparatur yang ada dengan labeling dimaksud.
Penerapan dari pemikiran ini akan kurang lebih seperti berikut “anak yang diberi label
bandel, dan diperlakukan seperti anak bandel, akan menjadi bandel”. Atau penerapan lain “anak
yang diberi label bodoh, dan diperlakukan seperti anak bodoh, akan menjadi bodoh”. Bisa juga
seperti ini “Anak yang diberi label pintar, dan diperlakukan seperti anak pintar, akan menjadi
pintar”.
Hal ini berkaitan dengan pemikiran dasar teori labelling yang biasa terjadi, ketika kita
sudah melabel seseorang, kita cenderung memperlakukan seseorang sesuai dengan label yang
kita berikan, sehingga orang tersebut cenderung mengikuti label yang telah ditetapkan
kepadanya.
PENGGAMBARAN TEORI LABELLING
2. Deviant Career
Konsep Deviant Career mengacu kepada sebuah tahapan ketika si pelanggar aturan
(penyimpang) memasuki atau telah menjadi devian secara penuh (outsider). Kai T.
Erikson dalam Becker (9 Januari 2005) menyatakan bahwa penyimpangan bukanlah
suatu bentuk periaku inheren, tetapi merupakan pemberian dari anggota lingkungan
yang mengetahui dan menyaksikan tindakan mereka baik langsung maupun tidak
langsung.
CONTOH LABELING
Salah satu contoh ialah cap yang diberikan masyarakat pada remaja yang dianggap
berperilaku menyimpang. Yang lebih parah, remaja tersebut sependapat pula dengan persepsi
demikian. Sehingga pola penyimpangan mereka diperkutat yang mengakibatkan tidak mungkin
bagi mereka untuk melepaskan diri dari pola penyimpangan semacam itu. Sekali para remaja itu
mempunyai citra diri sebagai penyimpangan, maka mereka pun akan memilih teman-teman
baru yang bisa mempertebal citra diri mereka. Manakalah konsep diri itu semakin tertanam,
mereka pun bersedia mencoba penyimpangan baru yang lebih buruk.
Menurut para penganut teori labeling, banyak kenakalan remaja muncul karena cara
penanggulangan sembrono dari pihak polisi, pengadilan dan petugas lainnya yang secara tidak
sadar mengajar para remaja untuk memandang diri mereka sebagai anak nakal, serta
berperilaku seperti anak nakal.
Namun kejadian tersebut bukannya proses yang selalu demikian; dengan kata lain,
penyimpangan tidaklah selamanya seperti dicampakkan kebawah tanpa dapat berbuat apa-apa.
Sang penyimpang tetap mempunyai pilihan. Maksudnya dalam proses menjadi seorang yang
nakal, orang itu sendirilah yang menentukan arahnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://b-bahri.blogspot.co.id/2014/09/sekilas-tentang-teori-labeling.html#!/2014/09/sekilas-
tentang-teori-labeling.html
https://widdy.weebly.com/blog/sekilas-tentang-teori-labelling
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved
=0ahUKEwiogt2F3d_XAhUVSI8KHc71CW4QFghSMAc&url=http%3A%2F%2Fweb.unair.ac.id%
2Fadmin%2Ffile%2Ff_19997_permen8.pptx&usg=AOvVaw0AjAU_gPuNMEwmp4Jg9h2E