BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam hubungannya dengan pembangunan lingkungan hidup, faktor terpenting yang harus
mendapat perhatian adalah besarnya populasi manusia (laju pertambahan penduduk), sebab
dengan tingkat pertambahan penduduk yang tinggi, kebutuhan pangan, bahan bakar,
pemukiman dan kebutuhan-kebutuhan dasar yang lain juga akan meningkat, yang pada
akhirnya akan meningkatkan limbah yang dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan. Untuk mengatasi masalah ini, maka pembangunan yang
dicanangkan haruslah pembangunan dengan konsep yang bijaksana, yang bertujuan
meningkatkan kualitas lingkungan. Konsep pembangunan yang bijaksana tersebut harus
berkelanjutan, di Indonesia terkenal dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan. Dewasa ini perkembangan di daerah Kabupaten Barito Timur
khususnya di kota Tamiang Layang dan Ampah juga begitu pesat, selain tingkat pertambahan
penduduk yang cukup tinggi, di sisi lain juga terjadi pembangunan seperti pembangunan
perumahan, pasar-pasar, baik yang tradisional maupun modern, di mana pembangunan ini
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pembangunan tersebut juga mengandung
risiko yang tinggi terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan
fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Dampak negatif yang
ditimbulkan dari pesatnya pertambahan penduduk dan pembangunan di Kabupaten Barito
Timur antara lain mengenai pengelolaan sampah. Setiap hari hampir di semua sudut kota
terlihat menumpuknya sampah dan pembuangan oleh masyarakat yang tidak teratur, hal ini
juga mengakibatkan tersumbatnya parit, sungai dan saluran air dan banyak got-got yang
kotor/tersumbat. Kondisi seperti ini jika dibiarkan terus menerus mengakibatkan kondisi
Kabupaten Barito Timur khususnya di pusat kota Tamiang Layang dan Ampah 2 (dua) kota besar
yang ada di Kabupaten Barito Timur terlihat kumuh dan kotor, serta dapat menimbulkan
berbagai penyakit dan kesengsaraan bagi masyarakat.
Pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat di satu sisi menimbulkan
bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam, dan di sisi lain
pengelolaan sampah selama ini belum sepenuhnya sesuai dengan metode dan teknik
pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Sampah telah menjadi permasalahan daerah
sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir
agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan,
serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Selain itu dalam pengelolaan sampah diperlukan
kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan pemerintahan daerah, serta
peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara
proporsional, efektif, dan efisien. Hal inilah yang mendasari dibentuknya Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Masalah sampah terkait erat dengan lingkungan hidup, karena lingkungan hidup yang baik dan
sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kualitas lingkungan
hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Untuk lebih
menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap
keseluruhan ekosistem, sehingga dibentuklah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selain aturan di bidang lingkungan hidup, masalah sampah juga terkait dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Pemerintah Kabupaten Barito
Timur menyesuaikan berbagai peraturan daerah terkait dengan pajak daerah dan retribusi
daerah, sehingga dibentuklah Peraturan Daerah Kabupaten Barito Timur Nomor 5 Tahun 2011 .
Terkait dengan pelayanan publik, diterbitkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik. Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,
jasa dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Berdasarkan berbagai ketentuan di atas terdapat adanya tanggungjawab/kewajiban pemerintah
daerah terhadap pengelolaan sampah yang diselaraskan dengan norma, standar, prosedur, dan
kreteria pelayanan publik. Di Kabupaten Barito Timur berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5
Tahun 2011, meletakan tanggungjawab/kewajiban pemerintah daerah untuk melakukan
pengelolaan sampah atas dasar pungutan retribusi daerah. Dalam Pasal 9 Peraturan Daerah
Nomor 5 Tahun 2011 dinyatakan bahwa dengan nama retribusi pelayanan
persampahan/kebersihan dipungut retribusi atas pelayanan persampahan/kebersihan.
Dengan dikeluarkannya berbagai peraturan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah yang
berkaitan dengan pengelolaan sampah, kebersihan, lingkungan hidup, dan pelayanan publik
seperti yang telah dikemukakan di atas, ternyata masih belum mampu untuk mengatasi
masalah sampah di Kabupaten Barito Timur. Hal ini terbukti dari semakin meningkatnya
permasalahan pengelolaan sampah dan bahkan dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tidak mengatur secara jelas dan tegas mengenai
norma, standar, prosedur, dan kreteria pelayanan pengelolaan sampah, sehingga dalam
pelaksanaannya lebih cenderung pada pengaturan retribusi dibandingkan dengan kewajiban
semua pihak (pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat) untuk melakukan pengelolaan
sampah.
Dalam kondisi seperti di atas, maka diperlukan langkah-langkah kebijakan dalam mengantisipasi
timbulan sampah dan langkah-langkah dalam melakukan pengelolaan sampah. Pemerintah
melalui Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Meneteri Dalam Negeri Nomor 33
Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah, yang menekan bahwa pengelolaan sampah
ditetapkan dengan peraturan daerah, di mana peraturan daerah tersebut sudah harus dibentuk
paling lambat 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri tersebut. Sehubungan
dengan itu, maka Pemerintah Kabupaten Barito Timur melalui Dinas PU Kabupaten Barito Timur
berinisiatif mengajukan usulan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah.
Sehubungan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, dalam penjelasan umum Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa prinsip
otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan
kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan
pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Daerah memiliki
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta,
prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan
rakyat.
Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Barito Timur merupakan penyelenggara urusan
pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan mempunyai kewenangan serta tanggung jawab
penyelenggara kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi
masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.
Dalam mengaktualisasikan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan
pertanggungjawaban kepada masyarakat, Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Barito
Timur harus didukung dengan norma-norma hukum yang merupakan landasan bertindak, yang
salah satunya dengan membentuk Peraturan Daerah dalam rangka mengatur kehidupan
masyarakat secara luas.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dinyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) mempunyai fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Fungsi legislasi DPRD
berkorelasi dengan tugas dan wewenangnya yang salah satunya adalah membentuk peraturan
daerah bersama kepala daerah.
Dalam Pasal 81 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan
Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dinyatakan bahwa Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau kepala
daerah ayat (1). Rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD atau kepala daerah
disertai penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik ayat (2).
Kemudian dalam Penjelasan Pasal 81 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010
dinyatakan bahwa pada prinsipnya semua naskah Rancangan Peraturan Daerah harus disertai
Naskah Akademik, tetapi beberapa rancangan peraturan daerah seperti rancangan peraturan
daerah tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah, rancangan peraturan daerah yang
hanya terbatas mengubah beberapa materi yang sudah memiliki naskah akademik sebelumnya,
dapat disertai atau tidak disertai naskah akademik.
Hal yang sama juga dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa Rancangan Peraturan Daerah disertai
dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik. Penyusunan Naskah Akademik
Rancangan Peraturan Daerah dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah Akademik
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.
Pentingnya Naskah Akademik dalam menyertai suatu Rancangan Peraturan Daerah karena di
dalam Naskah Akademik itulah paradigma kehidupan kemasyarakatan yang hendak dituju oleh
Peraturan Daerah yang dibentuk dirumuskan secara terperinci melalui pendekatan ilmiah.
Selain itu, keberadaan Naskah Akademik yang menyertai suatu Rancangan Peraturan Daerah
dapat juga dikatakan sebagai sumber inspirasi bagi Rancangan Peraturan Daerah yang akan
diperjuangkan oleh pihak pemrakarsa agar memenuhi kreteria akademik, sehingga
perdebatan mengenai materi muatan yang nantinya akan dituangkan ke dalam sebuah
Rancangan Peraturan Daerah dapat dieleminir seminim mungkin.
Di lain pihak Naskah Akademik sangat dibutuhkan bagi para perancangan Peraturan Daerah
(Legal Drafter), khususnya dalam rangka melakukan formulasi muatan materi yang hendak
diatur ke dalam suatu Rancangan Peraturan Daerah yang dirumuskan. Kebutuhan akan Naskah
Akademik tersebut sangat penting mengingat para perancang Peraturan Daerah yang pada
umumnya tidak semuanya para ahli hukum tentu tidak mampu mengetahui pernik-pernik
materi muatan yang akan dimuat dalam sebuah Rancangan Peraturan Daerah.
Dengan demikian, keberadaan Naskah Akademik menjadi sarana penting untuk membantu para
Perancang Peraturan Daerah dalam menterjemahkan pemahaman ilmiah dari suatu bidang
pengetahuan yang akan diatur dalam Peraturan Daerah ke dalam naskah yang bermuatan
yuridis. Jadi keberadaan Naskah Akademik merupakan sebuah keharusan yang tak terelakkan.
B. Identifikasi Masalah
Permasalahan sampah di Kabupaten Barito Timur cukup kompleks, seperti contohnya di
kawasan Pasar Ampah, Pasar Tamiang Layang. Seharusnya sebagai konsekuensi adanya
pembebanan retribusi sampah kepada masyarakat, maka menimbulkan kewajiban bagi
pemerintah daerah Kabupaten Barito Timur untuk meningkatkan pelayanan dan pengelolaan
sampah seperti mengangkut sampah-sampah yang berada di Tempat Pembuangan Sementara
(TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Sampah merupakan hasil dari kegiatan manusia sehari-hari baik langsung maupun tidak
langsung dan perlu dilakukan pengelolaan dan pengolahan secara maksimal agar tidak
menimbulkan dampak yang serius bagi lingkungan. Pengelolaan dan pengolahan sampah perlu
dilakukan mulai dari timbunan sampah sampai ke tempat pembuangan akhir. Timbunan
sampah di Kabupaten Barito Timur mencapai 58,82 M3 perhari, sedangkan kemampuan
pengangkutan sampah baru mencapai 47,52 M3, hal ini disebabkan karena terbatasnya sarana
dan prasarana yang dimiliki oleh Dinas Pekerjaan Umum.
Pengangkutan sampah baik domestik maupun bukan domestik dilakukan menggunakan
kendaraan angkut berupa Dump Truck sejumlah 4 unit dengan rata-rata ritasi pengangkutan
perhari 3-5 rit. Jumlah tempat penampungan sampah yang tersebar di seluruh wilayah ada 16
unit, yang terdiri dari bak sampah batako dan container sampah dan tingkat pemenuhan
pelayanan kebersihan pada masyarakat mencapai 60-70%. Komposisi sampah Kabupaten Barito
Timur sangat tergantung dari kondisi musim, geografis dan sosial ekonomi.
Dari data di atas, kondisi komposisi sampah di Kabupaten Barito Timur didominasi oleh sampah
organik, yaitu sebesar 83% dari keseluruhan jumlah komposisi jenis sampah yang ada di
Kabupaten Barito Timur. Proyeksi sampah sampai dengan Tahun 2011 adalah sebagai berikut :
1. Permukiman = 1,18 M3/hari
2. Komersil = 2,94 M3/hari
3. Pasar = 49,41 M3/hari
4. Perkantoran = 1,76 M3/hari
5. Fasum = 0,59 M3/hari
6. Sapuan Jalan = 1,18 M3/hari
7. Lain-lain = 1,76 M3/hari
Jumlah = 58,32 M3/hari
Jenis wadah yang digunakan oleh penduduk di daerah pemukiman dengan pola pewadahan
secara sendiri-sendiri adalah menggunakan wadah yang terbuat dari kantong plastik hingga
karet ban bekas. Wadah yang digunakan di daerah komersil dan tempat umum adalah terbuat
dari tong, tumpukan bata, dan kontainer kecil, sedangkan di daerah perkantoran terbuat dari
tumpukan bata. Keseluruhan wadah digunakan sebagai wadah sampah campuran antara bahan
organik dan anorganik.
Selain itu kondisi TPS yang ada (resmi) atau yang dibangun/disediakan oleh pemerintah daerah
Kabupaten Barito Timur sebanyak 16 unit sebagian sudah mengalami kerusakan (tidak
memenuhi syarat lagi),sedangkan TPS liar atau TPS yang bukan dibangun/disediakan oleh
pemerintah daerah bentuknya sangat sederhana dan bahkan ada yang tidak berbentuk
perwadahan atau dibuang begitu saja (menumpuk di atas tanah/semen/aspal), dan sebagian
juga sudah mengalami kerusakan. TPS seperti ini yang sebagian besar mengakibatkan sampah
berserakan sampai ke jalan raya atau masuk ke parit/got.
Pengumpulan sampah pada pasar-pasar tradisional dilakukan oleh tenaga dari Dinas PU
Kabupaten Barito Timur. Pengumpulan sampahnya dilakukan setiap hari setelah selesai aktivitas
pasar. Kegiatan dimulai dari penyapuan los-los, meja-meja jualan, lapak halaman trotoar jalan
sampai dengan sampah saluran got/saluran. Kegiatan ini dilakukan setiap hari oleh pekerja yang
dikoordinir oleh Dinas PU. Sampah tersebut diangkut dengan gerobak sampah untuk
dimasukkan ke dalam dump truk/container dan ada pula yang ditampung pada TPS yang
dibangun di sekitar pasar tersebut. Kemudian sampah-sampah tersebut diangkut dengan dump
teruk/conainer untuk dibawa ke TPA.
Sampah pasar volumenya relatif meningkat pada saat tiba hari-hari besar, seperti Idhul Adha,
Idul Fitri, Hari Natal, Momentum hari Nasional, kegiatan besar Kabupaten. Demikian pula pada
musim buah, pada musim ini Kabupaten Barito Timur akan dibanjiri berbagai jenis buah sesuai
dengan musimnya, terutama buah durian. Oleh karena itu, jika musim buah ini tiba maka
timbunan sampah volumenya meningkat. Pada umumnya pada hari-hari besar volume sampah
meningkat hingga 100%-200%, pada musim buah meningkat sampah dengan 200%-300%. Jenis
buah-buah yang datang dari daerah adalah durian, rambutan, langsat, rambai, jambu,
semangka, jeruk, melon dan mangga.
Masalah sampah yang ada di Kabupaten Barito Timur harus segera di atas agar dapat
mewujudkan Kabupaten Barito Timur sebagai daerah yang berwawasan lingkungan. Jika
masalah sampah tidak dapat diatasi, maka sulit untuk mewujudkan Kabupaten Barito Timur
sebagai Kabupaten yang berwawasan lingkungan.
Dengan jumlah sampah di pasar tradisional, kawasan perdagangan, dan ditambah lagi dengan
tumpukan sampah di tempat lainnya (seperti di TPS), maka diperlukan armada kendaraan, alat
berat, dan tenaga/petugas yang memadai untuk mengangkut sampah-sampah tersebut.
Dalam rangka melakukan pengelolaan/pengangkutan sampah yang ada di Kabupaten Barito
Timur, Dinas PU Kabupaten Barito Timur memiliki/menyediakan armada kendaraan, alat berat,
dan tenaga/petugas (bidang operasional kebersihan) .
Secara regulasi dalam hubungannya dengan pengelolaan atau penanggulangan sampah di
Kabupaten Barito Timur sudah cukup tersedia antara lain Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan ditambah lagi dengan beberapa aturan di
tingkat daerah seperti mengenai Ketertiban Umum, Retribusi Sampah, Pembentukan Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) khusus untuk mengelola sampah dan limbah, dan pengaturan
mengenai jam pembuangan sampah, jam angkutan sampah serta jam mobilisasi pengelolaan
sampah.
Dari puluhan sampai ratusan meter kubik (M3) sampah yang dihasilkan setiap harinya, sebagian
kecil juga terbantu dari pelaku usaha yaitu melalui aktivitas pemulung atau pengumpul barang-
barang bekas, baik yang dilakukan secara perorangan maupun yang terkoordinir, kemudian ada
penampungnya atau dijual ke tempat penampungan. Adapun aktivitas yang dilakukan oleh
pelaku usaha di bidang pengumpulan barang bekas atau dalam hubungannya dengan
penanggulangan sampah adalah:
1. Memilah/memilih barang-barang yang berada ditumpukan sampah yang masih dapat
dipergunakan atau didaur ulang.
2. Melakukan pembelian dari rumah ke rumah barang-barang yang tidak dipergunakan lagi
oleh masyarakat tetapi masih bisa dipergunakan untuk lainnya/didaur ulang.
3. Menghimpun pemulung untuk mengumpulkan/mencarai barang-barang yang masih bisa
dipergunakan atau di daur ulang seperti, besi, logam, bahan plastik, kardus, kertas, dan lain-
lain.
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa peran pelaku usaha dalam penanggulangan sampah
adalah dengan mengumpulkan barang-barang bekas yang bisa didaur ulang atau yang masih
dapat dipergunakan sebagai bahan untuk berbagai kegiatan lainnya. Namun demikian peran ini
masih sangat kecil dibandingkan dengan jumlah atau volume sampah yang dihasilkan setiap
hari, dan seperti yang telah digambar sebelumnya bahwa jumlah sampah yang paling banyak di
Kabupaten Barito Timur ini adalah sampah organic sebesar 83%. Jenis-jenis sampah organik ini
bukan merupakan barang-barang yang dipilih oleh pemulung atau pengumpul barang bekas,
sehingga peran dari pelaku usaha dalam hubungannya dengan penanggulangan sampah masih
sangat kecil yang dikarenakan volume sampah yang bisa mereka ambil/manfaatkan juga kecil.
Dampak langsung dari kegiatan pelaku usaha terhadap penanggulangan masalah sampah
adalah berkurangnya jumlah sampah terutama di TPS atau tempat-tempat penumpukan
sampah.
Namun ada hal menarik yang dilakukan oleh pelaku usaha seperti tersebut di atas, yaitu dengan
melakukan pembelian dari rumah ke rumah barang-barang yang tidak dipergunakan lagi oleh
masyarakat tetapi masih bisa dipergunakan untuk lainnya/didaur ulang. Hal ini berarti bahwa
sampah/barang-barang bekas tersebut belum sempat dibuang oleh masyarakat ke tempat
sampah sudah diambil/dibeli oleh pelaku usaha tersebut. Dengan berbagai kondisi yang ada
saat ini mengenai permasalahan sampah, maka pemerintah merubah sistem pengelolaan
sampah yang dari End of Pipe System, yaitu pengelolaan sampah ketika sudah berada pada
akhir keberadaannya (TPA), menjadi From Cradle to the Grave, yaitu pengelolaan sampah sejak
dari sumber hingga berada di tempat akhir. Lebih lanjut dapat dikemukan perbedaan
pengelolaan sampah yang lama dengan sistem yang baru sebagai berikut:
1. Pola yang lama:
a. Kumpul dari sumber dan/atau TPS.
b. Angkut dari sumber dan/atau TPS ke TPA.
c. Timbun di TPA.
d. Lupakan.
2. Pola yang baru berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008:
a. Batasi sejak dari sumber.
b. Pilah dan olah di sumber dan/atau di TPS untuk dimanfaatkan.
c. Kumpul dari sumber dan TPS secara terpilah.
d. Angkut dari sumber dan TPS ke tempat pengolahan, TPST, atau TPA secara terpilah.
e. Olah di tempat pengolahan dan/atau di TPST untuk dimanfaatkan.
f. Sampah di TPA harus diproses agar aman bagi lingkungan.
Di era otonomi daerah dengan Undang-Undang 32 Tahun 2004 beserta berbagai peraturan
pelaksananya yang lebih menekankan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, seharusnya
dalam bidang pelayanan persampahan/kebersihan juga harus meningkat dari waktu ke waktu,
apalagi terkait dengan persampahan/kebersihan masyarakat juga dibebankan dalam membayar
retribusi. Selain itu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan
sampah secara baik dan berwawasan lingkungan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu.
Dalam bidang pelayanan publik juga menuntut tanggungjawab pemerintah daerah untuk
menyelenggarakan pelayanan publik bagi warga masyarakat, sehingga pemerintah daerah
berkewajiban untuk menyusun standar pelayanan publik. Dalam bidang pengelolaan
sampah/kebersihan yang merupakan bagian dari pelayanan publik harus dibuat norma, standar,
prosedur, dan kreteria yang jelas, sehingga pengelolaan maupun pembebanan kewajiban
kepada masyarakat dengan retribusi semakin jelas dan mudah dipertanggungjawabkan
pelaksanaannya.
Berdasarkan uraian di atas berarti bahwa pengelolaan/ penanggulangan masalah sampah di
Kabupaten Barito Timur masih cenderung dilakukan oleh instansi yang berwenang dengan cara
meningkatkan fasilitas dan pendanaan, agar dapat melaksanakan tugas di bidang pengelolaan
sampah lebih baik ke depannya.
Dengan kondisi ketidakmampuan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah
Kabupaten Barito Timur, maka perlu memberdayakan pelaku usaha dalam hal ini seperti lapak
barang bekas, penampung, pembeli, dan lain sebagainya. Tidak dipungkiri bahwa pelaku usaha
seperti tersebut juga memiliki kontribusi penting dalam membantu menanggulangi masalah
sampah di Kabupaten Barito Timur. Selain itu juga ada kemungkinan melakukan kemitraan
dengan dunia usaha untuk melakukan pengelolaan sampah di Kabupaten Barito Timur
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008.
Berdasarkan kondisi di atas, maka diperlukan kebijakan Pemerintah Kabupaten Barito
Timuruntuk mengatur mengenai pengelolaan sampah dalam bentuk Peraturan Daerah, yang
antara lain mengatur mengenai pengurangan dan penanganan sampah, adanya lembaga
pengelola sampah sampai pada tingkat yang paling rendah, mengatur hak dan kewajiban,
perizinan dalam bidang pengelolaan sampah, kerjasama dan kemitraan, peran serta
masyarakat, dan lain sebagainya.
C. Tujuan dan Kegunaan Naskah Akademis
1. Tujuan:
Sebagai bahan acuan untuk merumuskan pokok-pokok pikiran, konsep-konsep, asas-asas,
dan norma-norma hukum dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Barito Timur tentang Pengelolaan Sampah, yang meliputi:
a. Merumuskan permasalahan Pengelolaan Sampah yang dihadapi pemerintah daerah
Kabupaten Barito Timur dan solusi mengatasinya melalui peraturan daerah.
b. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai dasar hukum penyelesaian
atau solusi permasalahan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Barito Timur.
c. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah.
d. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan
arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Barito Timur tentang
Pengelolaan Sampah.
2. Kegunaan:
a. Memberikan bahan acuan bagi Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kabupaten Barito Timur dalam merumuskan materi muatan
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah.
b. Memberikan bahan masukan kepada pemerintah daerah dan Warga Masyarakat
mengenai urgensi dan substansi pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Barito
Timur tentang Pengelolaan Sampah.
c. Mempermudah perumusan tujuan, asas-asas dan norma pasal-pasal Rancangan
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah.
D. Metode Penyusunan Naskah Akademik
Penyusunan Naskah Akademik ini dilakukan menggunakan metode penelitian yuridis normatif
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pendekatan
Ada tiga pendekatan pokok yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik ini, yakni:
lapisan dogmatik hukum, teori hukum dan filsafat hukum. Ketiga pendekatan ini dapat juga
disebut sebagai pendekatan yuridis, konseptual dan filosofis:
a. Pendekatan dogmatik hukum (yuridis) bertujuan untuk mempelajari dan
mengaplikasikan norma hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan dianggap relevan dengan masalah pembentukan Peraturan Daerah
Kabupaten Barito Timur tentang Pengelolaan Sampah.
b. Pendekatan teori hukum (Konseptual), bertujuan untuk mempelajari dan
mengaplikasikan teori, konsep, pendapat, ajaran-ajaran hukum, yang terkait dengan
pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Barito Timur tentang Pengelolaan Sampah.
c. Pendekatan filsafat hukum (filosofis), adalah untuk menemukan dan menganalisis asas-
asas hukum yang dapat dijadikan acuan dalam pembentukan Peraturan Daerah
Kabupaten Barito Timurtentang Pengelolaan Sampah.
2. Sumber Data:
a. Bahan hukum primer, terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait langsung
dengan masalah pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Barito Timurtentang
Pengelolaan Sampah, di tingkat Pusat dan Daerah.
b. Bahan hukum sekunder, berupa literatur-literatur ilmu hukum, hasil penelitian,
literatur dan dokumen resmi lainnya yang terkait dengan masalah yang diteliti.
c. Bahan hukum tertier, ialah kamus hukum, kamus bahasa dan kamus Pemerintahan
yang dapat memperjelas istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan naskah
akademik ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dilakukan dengan cara menginventarisasi, mempelajari dan mengaplikasikan teori, konsep-
konsep, asas-asas, dan norma-norma hukum yang diperoleh dari sumber data primer,
sekunder dan tertier, untuk diaplikasikan ke dalam analisis naskah akademik ini.
4. Teknik Analisa Data:
Dilakukan dengan metode deskriptif yuridis dan kualitatif, melalui proses interpretasi,
penalaran konseptual dan kontekstualitasnya dengan masalah yang dikaji
BAB II
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan:
Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menormatifkan
bahwa : “Indonesia adalah negara hukum”. Konsekuensinya segala aspek kehidupan dalam tata
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan (termasuk penyelenggaraan menara telekomunikasi) wajib dilakukan
berdasarkan atas hukum.
Dalam menyusun suatu perundang-undangan, agar aturan hukum itu dapat berlaku efektif
dalam arti mempunyai dampak positif, menurut Soerjono Soekanto haruslah memperhatikan
empat hal, satu di antaranya yaitu hukum positif tertulis yang ada harus mempunyai taraf
sinkronisasi vertikal dan horizontal yang selaras . Artinya, dalam menyusun peraturan
perundang-undangan harus memperhatikan ketentuan yang lebih tinggi dan jangan
bertabrakan antar sesama peraturan yang setingkat, apalagi yang kedudukannya lebih tinggi.
Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan terletak pada hierarkinya. Hierarki adalah
penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas:
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi. Selain asas tersebut, dalam doktrin ilmu hukum masih
terdapat beberapa asas yang berkenaan dengan kepastian peraturan perundang-undangan,
yaitu:
a. Lex posterior derogat legi priori : Hukum yang berlaku kemudian membatalkan hukum yang
terdahulu.
b. Lex specialis derogat legi generali : Hukum khusus membatalkan hukum umum;
c. Lex superior derogat legi inferiori : Hukum yang derajatnya lebih tinggi membatalkan
hukum derajatnya lebih rendah.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 telah menormatifkan Jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan yang terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang
mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Lembaga
Negara atau Pejabat yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan sesuai jenis
dan hierarkinya di Indonesia berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 adalah :
a. Undang-Undang: Peraturan Perundang-¬undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden, dengan materi muatan :
1. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
3. pengesahan perjanjian internasional tertentu;
4. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
5. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
b. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang: Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Materi muatannya
sama dengan materi muatan Undang-Undang.
c. Peraturan Pemerintah: Peraturan Perundang¬-undangan yang ditetapkan oleh Presiden
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya, berisi materi untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
d. Peraturan Presiden: Peraturan Perundang-¬undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan perintah Peraturan Perundang¬undangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. Berisi materi yang diperintahkan oleh
Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk
melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
e. Peraturan Daerah Provinsi: Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Materi muatan
Peraturan Daerah Provinsi berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau
penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-¬undangan yang lebih tinggi. Perda dilarang
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.
f. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/Walikota. Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi berisi materi muatan dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi
khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-¬undangan yang
lebih tinggi. Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
g. Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan,
lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau
Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala
Desa atau yang setingkat.
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
a. Kejelasan tujuan: bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
mempunyai tujuan yang jelas apa yang hendak dicapai.
b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat: dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk
Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Jika tidak, dapat dibatalkan atau batal
demi hukum.
c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan : benar-benar memperhatikan materi muatan
yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya.
d. Dapat dilaksanakan: memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut
di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan : benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam
mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f. Kejelasan rumusan : memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika, pilihan kata
atau terminologi, bahasa hukumnya jelas, dan mudah dimengerti, sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. Keterbukaan : transparan atau terbuka bagi masyarakat luas mulai dari proses
perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan, agar seluruh lapisan masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan yang diperlukan.
Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a. Asas pengayoman : setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi
memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
b. Asas kemanusiaan : mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia
serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara
proporsional.
c. Asas kebangsaan : mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik
(kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
d. Asas kekeluargaan : mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap
pengambilan keputusan.
e. Asas kenusantaraan : senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia
dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan
bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
f. Asas bhinneka tunggal ika : memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan
golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-
masalah sensitif dalam kehidupan. bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Asas keadilan : harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara
tanpa kecuali.
h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan : tidak boleh berisi hal-hal yang
bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan,
gender, atau status sosial.
i. Asas ketertiban dan kepastian hukum : dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat
melalui jaminan kepastian hukum.
j. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan : mencerminkan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan
kepentingan bangsa, dan negara.
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa berdasarkan Pasal 18 ayat (6) Amandemen UUD 1945
: ”Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Kemudian dijabarkan lebih lanjut
pengertiannya ke dalam Pasal 1 butir 2 s.d. butir 11 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah. Selanjutnya, Pasal 136 sampai dengan Pasal 147 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 mengatribusikan kewenangan pembentukan, penetapan dan tata cara
umum pembentukan Peraturan Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, merupakan salah satu
wujud reformasi otonomi daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan otonomi daerah untuk memberdayakan daerah dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Dalam rangka mengantisipasi perkembangan dan dinamika kegiatan
masyarakat seirama dengan tuntutan era globalisasi dan otonomi daerah, maka kondisi
ketenteraman dan ketertiban umum daerah yang kondusif merupakan suatu kebutuhan
mendasar bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya.
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu bahwa pemerintah telah membentuk
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pembentukan Undang-
Undang ini diperlukan dalam rangka:
a. Kepastian hukum bagi rakyat untuk mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah yang baik
dan berwawasan lingkungan;
b. ketegasan mengenai larangan memasukkan dan/atau mengimpor sampah ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. ketertiban dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah;
d. kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintahan daerah
dalam pengelolaan sampah; dan
e. kejelasan antara pengertian sampah yang diatur dalam undang-undang ini dan pengertian
limbah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Masalah sampah terkait erat dengan lingkungan hidup, karena lingkungan hidup yang baik dan
sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk lebih menjamin
kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan
ekosistem, sehingga dibentuklah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Masalah sampah juga terkait dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan aturan di tingkat daerah Kabupaten Barito
Timur, Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum (yang salah
satunya mengatur mengenai Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan).
Sebelumnya dibentuknya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 dan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Dalam
Peraturan Pemerintah ini dinyatakan bahwa Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah
ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang
berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
Terkait dengan pelayanan publik, diterbitkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik. Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,
jasa dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dengan dikeluarkannya berbagai peraturan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah yang
berkaitan dengan pengelolaan sampah, kebersihan, lingkungan hidup, dan pelayanan publik
seperti yang telah dikemukakan di atas, ternyata masih belum mampu untuk mengatasi
masalah sampah di Kabupaten Barito Timur. Hal ini terbukti dari semakin meningkatnya
permasalahan pengelolaan sampah dan bahkan dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Dalam kondisi seperti di atas, maka diperlukan langkah-langkah kebijakan dalam mengantisipasi
timbulan sampah dan langkah-langkah dalam melakukan pengelolaan sampah. Pemerintah
melalui Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Meneteri Dalam Negeri Nomor 33
Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah. Pasal 44 Permendagri ini menyatakan
1. Bupati/Walikota menetapkan Peraturan Daerah tentang pengelolaan sampah dengan
berpedoman pada Peraturan Menteri ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak ditetapkan.
2. Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. pengurangan dan penanganan;
b. lembaga pengelola;
c. hak dan kewajiban;
d. perizinan;
e. insentif dan disinsentif;
f. kerjasama dan kemitraan;
g. retribusi;
h. pembiayaan dan kompensasi;
i. peran masyarakat;
j. mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa;
k. pengawasan dan pengendalian; dan
l. larangan dan sanksi.
Dengan mengevaluasi dan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan mengenai
atau yang berkaitan dengan pengelolaan sampah seperti tersebut di atas, maka diperlukan
pembentukan peraturan daerah Kabupaten Barito Timur atau dengan kata lain Pemerintah
Kabupaten Barito Timur diberikan kewenangan untuk membentuk peraturan daerah
mengenai Pengelolaan Sampah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan
terkait.
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
Undang-Undang merupakan sumber formil utama dari hukum, untuk itu faktor-faktor yang
berkaitan dengan berfungsinya hukum perlu untuk mendapat perhatian yang serius, yaitu
diusahakan untuk adanya keserasian antara peraturan (hukum itu sendiri), petugas (penegak),
fasilitas dan masyarakat. Namun juga perlu untuk diingatkan bahwa selain keempat faktor
tersebut di atas, masih ada lagi faktor lain yang perlu diperhatikan, yaitu pengaruh politik
(kekuasaan, ekonomi, dan sosial).
Masyarakat yang sedang mengalami transisi kearah Reformasi adalah suatu pergaulan hidup
yang sedang mengalami perubahan-perubahan dalam sistem nilai-nilainya, termasuk di
dalamnya sikap-sikap dan pola-pola perilaku. Di dalam suatu masa transisi, maka sistem nilai-
nilai baru yang telah dipilih berlaku bersamaan dengan berlakunya dengan sistem nilai-nilai
lama yang hendak ditinggalkan. Dalam masyarakat Indonesia sistem nilai baru di sini adalah
sistem nilai yang sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia di masa Reformasi ini.
Hukum berpengaruh dalam kehidupan masyarakat, sebaliknya masyarakat juga ikut
menentukan bagaimana perkembangan hukum. Selain itu dalam kehidupan masyarakat dengan
berbagai tuntutan mengakibatkan terjadi perubahan yang diikuti dengan berbagai
perkembangan, yang salah satunya adalah di bidang teknologi. Perkembangan teknologi di satu
sisi memang membawa dampak positif, namun dampak negatifnya juga terkadang timbul,
sehingga perkembangan teknologi juga harus diikuti dengan perkembangan aturan hukum,
bahkan sering terjadi perkembangan teknologi berpengaruh terhadap perkembangan hukum.
Mochtar Kusumaatmadja berpendapat hendaknya hukum dapat menjalankan fungsi pengarah
prilaku masyarakat. Dengan demikian, konsepsi hukum yang harus dibangun adalah hukum
tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan
manusia dalam masyarakat, melainkan meliputi pula lembaga-lembaga (institutions) dan
proses-proses (processes) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.
Membuat aturan hukum di tingkat daerah seperti peraturan daerah Kabupaten Barito Timur
tentang Pengelolaan Sampah sangat penting artinya dalam pengelolaan sampah di Kabupaten
Barito Timur. Di sinilah hukum (peraturan daerah) diharapkan dapat berperan dalam
pembangunan daerah untuk memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan perekonomian daerah.
Pengaturan hukum, mengandung makna aktivitas membentuk dan melaksanakan hukum.
Terutama jika dilihat dari sudut tata hirarkhi peraturan perundang-undangan. Bahwa, untuk
setiap tingkatan peraturan hukum harus dibentuk oleh lingkungan jabatan dan/atau lembaga
pembentuk hukum yang berwenang untuk itu, dengan mempertimbangkan urgensinya serta
mengingati dasar-dasar peraturan perundang-undangan yang berlaku secara vertikal maupun
horizontal.
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah harus
memiliki landasan filosofis, sosiologis dan landasan yuridis. Landasan filosofis merupakan
pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana
kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, dan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan
Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Penempatan Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum Negara ini juga
dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 .
Landasan filosofis dari peraturan daerah ini didasarkan pada tujuan pembangunan nasional
yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata meteriil dan spiritual berdasarkan
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan
konsekuensi bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan
sampah. Hal itu membawa konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang
berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional
pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha. Selain itu organisasi persampahan, dan
kelompok masyarakat yang bergerak di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan dalam
kegiatan pengelolaan sampah.
Pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat di Kabupaten Barito Timur
di satu sisi menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin
beragam, dan di sisi lain pengelolaan sampah belum sesuai dengan metode dan teknik
pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa
peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah
dan kebutuhan masyarakat dan negara.
Pemerintah Kabupaten Barito Timurjuga harus meningkatkan pelayanan, serta membuat
kebijakan yang berpihak kepada masyarakat, di sisi lain masyarakat dan dunia usaha tidak
dirugikan dengan terbitnya Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah. Pengelolaan
sampah harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu sesuai dengan prinsip yang
berwawasan lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan
masyarakat dan lingkungan; memberikan manfaat secara ekonomi, serta dapat mengubah
perilaku masyarakat.
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan
yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna
menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut
persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu
dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara
lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih,
jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah,
peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum
ada.
Peraturan daerah ini di satu sisi dilakukan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan
tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah, dan di sisi lain merupakan
penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang¬-undangan yang lebih tinggi. Adapun berbagai
peraturan dimaksud dan yang dijadikan sebagai konsiderans mengingat adalah:
1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten Katingan,
Kabupaten Seruyan, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Pulang
Pisau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di
Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4851);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4578);
10. PeraturanPemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah SejenisSampah Rumah Tangga;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah;
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan
Sampah;
14. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011
tentang Pedoman Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN
DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
Peraturan Daerah Kabupaten Barito Timur tentang Pengelolaan Sampah ini mengatur berbagai
aspek/bidang dalam rangka pengelolaan sampah, antara lain: pengurangan dan penanganan,
lembaga pengelola, hak dan kewajiban, perizinan, insentif dan disinsentif, kerjasama dan
kemitraan, retribusi, pembiayaan dan kompensasi, oeran masyarakat, mekanisme pengaduan dan
penyelesaian sengketa, pengawasan dan pengendalian, serta larangan dan sanksi.
Peraturan daerah ini menjangkau seluruh masyarakat khususnya pemerintah daerah, pelaku
usaha, dan warga masyarakat yang menghasilkan timbulan sampah di Kabupaten Barito Timurdan
dengan berbagai problem yang muncul, sehingga diharapkan adanya landasan dalam mengarahkan
masyarakat untuk sadar hukum dan menaati berbagai ketentuan yang terdapat dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, yang pada akhirnya penyelenggaraan pemerintahan daerah,
pembangunan, dan kegiatan masyarakat dapat berjalan secaran tertib, teratur, aman dan tentram.
A. Rumusan akademik mengenai pengertian istilah, dan frasa :
1. Daerah adalah Kabupaten Barito Timur;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati Barito Timur dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah;
3. Kepala Daerah adalah Bupati Barito Timur;
4. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroaan Terbatas, Perseroaan
Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama
dandalam bentuk apapun,persekutuan, perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan
atau organisasi yang sejenis, Lembaga Dana Pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk
usaha lainnya;
5. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk
padat;
6. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah;
7. Penghasil sampah asalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan
timbulan sampah.
8. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan
yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah;
9. Pengelola sampah adalah pihak-pihak yang bertanggung jawab dan melaksanakan
pengelolaan sampah yaituPemerintah Daerah, pihak swasta/pelaku usaha yang bergerak
dalam penyediaan jasa pengelolaan sampah dan anggota masyarakat yang melakukan
swakelola pengelolaan sampah;
10. Sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari benda mati;
11. Sampah organik adalah sampah yang berasal dari benda hidup;
12. Sampah domestik adalah sampah yang dihasilkan dari kegiatan domestik;
13. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalamrumah
tangga;
14. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus;
15. Sampah industri adalah sampah yang dihasilkan oleh kegiatan industri;
16. Lingkunganadalah lingkungan hidup yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya;
17. Ramah Lingkungan berhubungan dengan kualitas yang dapat dipakai kembali, dapat
diuraikan secara biologis atau dapat dibuat kompos, dapat didaur ulang dan tidak beracun
atau berbahaya bagi lingkungan;
18. Bahan ramah lingkungan berhubungan bahan dengan kualitas yang dapat dipakai kembali
dapat diuraikan secara biologis atau dapat dibuat kompos, dapat didaur ulang dan tidak
beracun atau berbahaya bagi lingkungan;
19. Timbulan sampah adalah satuan kegiatan atau proses menghasilkan sampah;
20. Bak sampah adalah tempat untuk menampung sampah yang disediakan untuk
menampung sampah sementara yang disediakan dan digunakan oleh pemakai persil dan
publik;
21. Pengumpulan sampah adalah kegiatan mengumpulkan sampah dari setiap persil dan
memindahkan ke Tempat Penampungan Sementara (TPS);
22. Pengangkutan sampah adalah kegiatan memindahkan sampah dari Tempat Penampungan
Sementara (TPS) ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA);
23. Daur ulang adalah kegiatan pemanfaatan materi yang terkandung dalam sampah
anorganik;
24. Pengomposan adalah kegiatan pemanfaatan ulang sampah organik melalui proses
pembusukan;
25. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disebut TPS adalah tempat sebelum
sampah diangkut ketempat pendaur ulang, pengolahan dan/atau tempat pengolahan
sampah terpadu;
26. Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu yang selanjutnyadisebut TPST adalah tempat
dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang,
pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah;
27. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disebut TPA adalah tempat untuk mengisolasi
sampah yang memenuhi standar teknis dan oprasional sehingga aman bagi lingkungan
yang dilengkapi DPL (Dokumen Pengelolaan Lingkungan);
28. Tempat Penampungan dan/atau Pemrosesan sampah 3R yang selanjutnya disebut TPS/TPA
3R adalah tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) yakni
pembatasan timbulan sampah, pemanfaatan kembali sampah; dan pendauran ulang
sampah;
29. Insentif merupakan upaya memberikan dorongan atau daya tarik secara moneter dan/atau
non moneter kepada setiap orang ataupun Pemerintah dan Pemerintah Daerah agar
melakukan kegiatan mengurangi sampah, sehingga berdampak positif paa kesehatan,
lingkungan hidup ataupun masyarakat.
30. Disinsentif merupakan pengenaan beban ataupun ancaman secara moneter dan/atau
nonmoneter kepada setiap orang ataupun Pemerintah dan Pemerintah Daerah agar
mengurangi kegiatan yang menghasilkan sampah yang berdampak negatif paa kesehatan,
lingkungan hidup dan masyarakat.
31. Masyarakat adalah semua orang yang secara alami dan hukum memiliki hak dan kewajiban
atau menjadi subjek hukum;
32. Orang adalah orang perseorangan, sekelompok orang, dan/atau Badan Hukum;
33. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi.
B. Materi yang akan diatur dalam Peraturan daerah ini adalah penormaan tentang :
1. Pengelolaan sampah bertujuan yakni mengurangi kuantitas dan dampak yang ditimbulkan
oleh sampah, meningkatkan kesehatan masyarakat, meningkatkan kualitas lingkungan
hidup dan menjadikan sampah sebagai sumber daya.
2. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam penyelanggaran pengelolaan sampah adalah
menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan Nasional
dan Provinsi, menyelenggarakan pengelolaan sampah skala Kabupaten sesuai dengan
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah,
melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengeloaan sampah yang dilaksanakan
oeh pihak lain, menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan
sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah serta melakukan
pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20 (dua puluh)
tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka
yang telah ditutup.
3. Bahwa dalam materi peraturan daerah tentang pengelolaan sampah adalah tentang hak,
kewajiban dan larangan setiap orang dalam memeliharan lingkungan atas pengendalian
sampah
4. Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah memerlukan arahan dalam dalam menyusun
arah kebijakan pengelolaan sampah yakni : standar pengurangan sampah, pembatasan
timbunan sampah serta tata cara penanganan sampah.
5. Dalam melakukan penanganan dan pengelolaan sampah, Pemerintah Daerah dapat
membentuk Lembaga Pengelolaan Sampah di tingkat desa atau di tingkat Kecamatan.
6. Pemerintah Daerah dapat memberikan kompensasi kepada orang terhadap pengelolaan
sampah di tempat pemrosesan akhir yang berdampak negatif yang merupakan bentuk
pertanggungjawaban Pemerintah Daerah.
7. Dalam pengelolaan sampah oleh pihak Ke tiga, wajib mendapatkan izin dari Bupati.
8. Pemerintah daerah dalam penyelenggara pengelolaan sampah dapat berkerja sama
dengan Pemerintah Daerah lainnya yang dituangkan dalam bentuk Kerja Sama dan juga
kemitraan dengan Badan Usaha Pengelola Sampah.
9. Masyarakat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan dan
pengawasan dalam kegiatan pengolahan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
sampah rumah tangga yang diselenggarakan oleh SKPD yang membidangi persampahan
dan lingkungan hidup.
10. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pengelola
sampah dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
11. Sengketa yang dapat timbul dari pengelolaan sampah terdiri dapat diselesaikan dengan
Penyelesaian sengketa melalui penyelesaian di luar pengadilan ataupun melalui pengadilan
yang sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.
12. Pemerintahan Daerah melakukan tindakan hukum berupa sanksi administratif untuk
memulihkan kualitas lingkungan dalam keadaan semula dengan beban biaya yang
ditanggung oleh pengelola sampah yang tidak mematuhi ketentuan dalam Peraturan
Perundang-Undangan.
13. Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidik atas tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan pula oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang
pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku.
14. Setiap orang atau badan yang melakukan pelanggaran terhadap larangan dalam
pengelolaan sampah dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku.
15. Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan agar setiap orang
mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Barito Timur.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Barito Timur tentang Pengelolaan Sampah secara
konkret memiliki dasar hukum yang kuat, sebagaimana tersebut dalam konsideran
mengingatnya.
Demikian pula materi muatannya, sudah diupayakan bersesuaian dengan ketentuan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan
Pasal 136 sampai Pasal 149 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.
Sungguhpun demikian, tetap perlu dibahas dan diberi masukan oleh Pemerintah Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Barito Timur.
B. Saran
Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Timur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Barito Timur, diharapkan dapat melakukan rapat konsultasi, rapat koordinas atau
rapat kerja terbatas dengan Tim Penyusun Naskah Akademis ini. Melalui rapat konsultasi, rapat
koordinasi atau rapat kerja terbatas tersebut, diharapkan dapat dikembangkan pemikiran-
pemikiran konstruktif, pendapat, aspirasi, informasi, dan aspek teknis lainnya guna
menyempurnakan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Barito Timurtentang
Pengelolaan Sampah.
DAFTAR PUSTAKA
Irfan M., Islamy, 1997, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.
Irma Hidayana (Ed.), 2005, Panduan Praktis Pemantauan Proses Legislasi. Jakarta, PSHK (Pusat Studi
Hukum dan Kebijakan Indonesia).
Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009, Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
Sistem Lahan Urug Saniter (Sanitary Landfill), Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional
Kalimantan, Balikpapan.
Mochtar Kusumaatmadja, 1986, Pembinaan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan Nasional, Bina
Cipta, Bandung.
Otto Soemarwoto, 1999, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Cetakan Kedelapan, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Salim, Emil, 1991, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Supriadi, 2008, Hukum Lingkungan di Indonesia, Sebuah Pengantar, Sinar Grafika, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan:
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 27 tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun
1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1965.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010
tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi , dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah.
Peraturan Daerah Kabupaten Barito Timur Nomor 8 Tahun 2008 tentang Bidang Urusan
Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Daerah Kabupaten Barito Timur.