Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

TENTANG

KEBIJAKAN KRIMINALISASI KUMPUL KEBO

DALAM KONSEP KUHP BARU

DISUSUN OLEH KELOMPOK 8 :

1. NAMIRA FETYZAHRA (11720424956)


2. NELLY YANA (11720424748)
3. RIKI PUTRO DEDI DWIYATNO (11724102782)

DOSEN PEMBIMBING :

FIRDAUS, SH, MH

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU


2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Dengan izin-Nya sehingga kami bisa
menyiapkan atau menyelesaikan makalah yang telah disajikan untuk memenuhi tugas
kelompok pada mata kuliah Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia ini yang berjudul
“Kebijakan Kriminalisasi Kumpul Kebo dalam Konsep KUHP Baru”. Sholawat
beriring salam semoga tetap tercurahkan kepada manusia pilihan, petunjuk jalan
terang yaitu Baginda kita Nabi Muhammad SAW. Karena beliau telah berkorban
untuk umat islam diseluruh alam semesta ini dengan jalan yang diridhoi oleh Allah
SWT.

Kami selaku pemakalah menyadari akan keterbatasan kemampuan kami, baik


itu di dalam teknik penulisan maupun penguasaan materinya. Kemudian kami juga
mengakui masih banyak kekurangan di dalam makalah ini terutama mengenai
bahasanya. Untuk itu perbaikan, saran dan kritik sangat kami harapkan, demi
kebaikan dan sempurnanya makalah kami ini.

Pekanbaru, 10 Mei 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 3

2.1 ........................................................................................................................ 3

2.2 ........................................................................................................................ 4

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 10

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 10

3.2 Saran ............................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 11


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia yang terkenal dengan budayanya yang tinggi serta
menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan dalam kehidupannya sehari-hari kini mulai
mempersoalkan timbulnya fenomena baru dalam kehidupan bermasyarakat yaitu
berupa penyimpangan kehidupan dibidang kejahatan seksual. Penyimpangan
kesusilaan itu salah satunya ialah perbuatan “kumpul kebo”, yaitu hidup bersama
tanpa adanya ikatan suatu perkawinan yang antara seorang pria dan seorang wanita
dimana mereka bersama-sama tinggal dalam satu rumah.
Secara yuridis hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini tidak
dapat mengancam dengan sanksi pidana terhadap orang yang melakukan hubungan
badan diluar perkawinan yang sah, apabila dilakukan oleh orang yang sudah dewasa
atau kedua belah pihak tidak diikat oleh perkawinan dengan orang lain serta
dilakukan tanpa adanya paksaan.1 Menghadapi permasalahan yang demikian, banyak
pihak yang mengusulkan agar keberadaan tindak pidana seksual seperti kumpul kebo
dilarang dan diberikan sanksi pidana dan dalam penetapan sanksi pidana terhadap
perbuatan kumpul kebo tersebut tetap memperhatikan aspek religius dan aspek
sosiokultural bangsa Indonesia. Hal ini dirasa perlu karena selama ini banyak
masyarakat yang terganggu karena tidak adanya tindakan dari aparat penegak hukum
terhadap pelaku perzinahan khususnya kumpul kebo tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dari kumpul kebo ?
2. Bagaimana kumpul kebo dalam hukum pidana positif ?

1
Sudarto, Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat, (Bandung : Sinar Baru, 1983).
Hal.53
3. Bagaimana dasar pertimbangan kriminalisasi terhadap perbuatan kumpul
kebo?
4. Bagaimana kebijakan hukum pidana dalam menangani kasus kumpul kebo
yang terjadi di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengertian dari kumpul kebo
2. Kumpul kebo dalam hukum pidana positif
3. Dasar pertimbangan kriminalisasi terhadap perbuatan kumpul kebo
4. Kebijakan hukum pidana dalam menangani kasus kumpul kebo yang
terjadi di Indonesia

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembaharuan Hukum Pidana
Indonesia
2. Menambah wawasan bagi para pembaca
3. Menambah pengalaman penulis dalam membuat makalah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kumpul Kebo

“Kumpul kebo” dalam bahasa Belanda disebut “Samenleven” dan dalam


bahasa trendinya adalah “Living Together” tetapi, yang dimaksud adalah “kumpul
kebo”. Istilah “kumpul kebo” berasal dari masyarakat Jawa tradisional (generasi tua).
Secara gamblangnya pasangan yang belum menikah, tapi sudah tinggal di bawah satu
atap. Perilakunya itu dianggap sama seperti kebo. Entah kenapa hidup bersama tanpa
ikatan perkawinan itu dibilang sebagai “kumpul kebo”. Tapi konon secara anekdotal,
kebo atau kerbau dianggap binatang yang kerap bersikap semau-maunya sendiri, jadi
hidup bersama tanpa ikatan perkawinan dianggap sebagai cermin perilaku semau-
maunya sendiri. Atau menurut para pengamat kebo, mereka sangat jarang melihat
kebo jantan dan betina berhubungan seks, yang mereka lihat hanya mesra-mesraan
saja dan tahu-tahu si betina, bunting serta kemudian melahirkan anak. Nah, ini yang
mungkin disamakan dengan para pelaku kumpul kebo, di depan publik hanya
bermesraan layaknya orang pacaran akan tetapi tahu-tahu hamil dan punya anak.

Dalam kamus bahasa Inggris kumpul kebo atau ”cohabitation” adalah


perbuatan hidup bersama. Menurut Nasrullah, dosen Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, kumpul Kebo berarti tinggal serumah tanpa adanya ikatan perkawinan.2
Kumpul kebo sebagai suatu perbuatan pidana yang diancam dengan ancaman pidana
di dalam Konsep (RUU) KUHP. Kumpul kebo dimasukkan ke dalam delik
kesusilaan, yang sebelumnya belum dikenal dalam Wetboek van Strafrecht (WvS)
buatan kolonial yang dikodifikasikan ke dalam KUHP.

2
http//www.hukum online.com,Pasal-Pasal Kesusilaan di RUU KUHP Dinilai Masih
Rancu,diakses tanggal 10 Mei 2019.
2.2 Kumpul Kebo dalam Hukum Pidana Positif

Tidak dijumpai kebijakan formulasi eksplisit tentang kumpul kebo dalam


KUHP/Wvs. Formulasi ketentuan Pasal 281 "Diancam dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah: 1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan; 2. barang
siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan
kehendaknya, melanggar kesusilaan", dapat terkait dengan tindak pidana ·kumpul
kebo".
Kajian filosofi yang dapat dikemukakan tentang tidak diformulasikannya
hidup bersama/kumpul kebo dalam KUHP/WvS, karena nilai kehidupan
bermasyarakat masyarakat Eropa adalah 1ndividualisme dan Liberalisme. Paham
kehidupan itu meyakini, bahwa pemilikan sex seseorang penggunaannya mutlak
menjadi hak pribadi yang bebas dilakukan kepada siapapun, kecuali dalam hal-hal
tertentu negara menggunakan kekeuasaannya di antaranya yaitu; tindak pidana zina
(Pasal 284), tindak pidana perkosaan (Pasal 285), Pasal 287 (1) Barang siapa
bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas tahun, atau kalau
umumya tidak jelas, bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun. (2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan,
kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal
berdasarkan pasal 291 dan pasal 294. Pasal 288 (1) Barang siapa dalam perkawinan
bersetubuh dengan seormig wanita yang diketahuinya atau sepatutnya harus
didugunya bahwa yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, apabila
perbuatan mengakibatkan Iuka-Iuka diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun. (2) Jika perbuatan mengakibatkan Iuka-Iuka berat, dijatuhkan pidana
penjara paling lama delapan tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.
2.3 Dasar Pertimbangan Kriminalisasi Terhadap Perbuatan Kumpul Kebo
Dasar-dasar pertimbangan kriminalisasi terhadap perbuatan kumpul kebo,
yang termasuk didalamnya pemberian sanksi pidana merupakan salah satu masalah
sentral dalam politik kriminal. Berkenaan dengan masalah kriminalisasi tersebut,
menurut Sudarto harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan
nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata
material maupun sepiritual berdasarkan Pancasila.

b. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum


pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan
yang mendatangkan kerugian baik secara material dan sepiritual atas warga
masyarakat.

c. Penggunaan hukum pidana harus memperhitungkan prinsip biaya dan hasil.

d. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas dan


kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan
sampai ada kelampauan beban tugas.3

Selain itu, dalam membuat pengaturan mengenai kumpul kebo, pembuat


Undang-undang harus mempertimbangkan berbagai unsur yang menyangkut
perbuatan kumpul kebo tersebut seperti norma agama, norma adat dan kemauan
masyarakat itu sendiri, karena kumpul kebo merupakan salah satu penyakit sosial
yang tidak hanya membawa dampak negatif bagi masyarakat tetapi kumpul kebo juga
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

2.4 Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menangani Kasus Kumpul Kebo Yang
Terjadi di Indonesia
Dalam beberapa kasus kumpul kebo yang terjadi di Indonesia, sebenarnya
aparat penegak hukum dalam hal penyidik agak sulit mencari penyelesaiannya,

3
Hal.44-48
karena tidak ada satu pasal pun dalam KUHP yang mengatur tentang hal ini. Namun
ada kalanya penyidik menggunakan pasal 284 KUHP mengenai zina dalam menjerat
pelaku kumpul kebo apabila salah satu pelakunya sudah berkeluarga, seperti kasus
yang terjadi di Depok :
”Seorang Satpol PP Pemkab Tulang Bawang yang bernama Yessi Ratna Wati
kepergok oleh beberapa warga Depok sedang melakukan kumpul kebo dengan
seorang laki-laki yang telah beristri. Mereka melakukan kumpul kebo sejak 13 Maret
sampai 19 Maret 2013. Oknum Satpol PP yang bernama Yessi Ratna Wati tersebut
sebelumnya sudah sering ditegur oleh istri dari si laki-laki, namun Yessi justru tidak
memperdulikan dan malah pergi bersama ke Depok untuk kumpul kebo. Terhadap
kejadian tersebut, para warga di Depok tempat kejadian kumpul kebo ini, meminta
agar aparat penegak hukum segera menindak dan memberikan sanksi tegas kepada
oknum Satpol PP Pemkab Tulang Bawang yang telah mencoreng nama baik
pemerintahan dan lingkungan warga setempat”.4 Terhadap kejadian tersebut, kedua
pasangan kumpul kebo tersebut dapat dikenakan pasal 284 KUHP mengenai zina,
yang berbunyi :
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
 seorang pria telah melakukan kawin yang melakukan zina, padahal diketahui
bahwa pasal 27 BW berlaku baginya
 seorang wanita yang telah kawin yang melakukan zina
 seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal telah diketahui
yang turut bersalah telah kawin

4
http://m.depokinteraktif.com/headline/2013/04/oknum-satpol-pp-kabupaten-
tulang-bawang-kepergok-kumpul-kebo-dengan-suami-orang-di-depok.html. Diakses
tanggal 10 Mei 2019
 seorang wanita yang tidak kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu
padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan Pasal 27
BW berlaku baginya
2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang
tercemar dan bilamana bagi mereka berlaku Pasal 27 BW, dalam tempo tiga
bulan disertai permintaan bercerai atau pisah meja atau tempat tidur, karena
alasan itu juga.
3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku Pasal 72, 73 dan 75 .
4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang
pengadilan belum dimulai.
5) Jika bagi suami istri berlaku Pasal 27 BW, pengaduan tidak dapat diindahkan
selama perkawinan belum diutus karena perceraian atau sebelum keputusan
yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadia tetap.

Pasal 284 KUHP sebenarnya juga sangat sulit diterapkan, karena dalam
proses peradilan pembuktiannya sangat sulit. Sebagai contoh adalah keterangan saksi,
untuk mendapatkan saksi yang melihat secara langsung kejadian tersebut jarang
sekali ada, karena peristiwa kumpul kebo tersebut terjadi ditempat tertutup. Selain
penggunaan pasal 284 KUHP, untuk beberapa kasus kumpul kebo di Indonesia aparat
penegak hukum juga menerapkan peraturan yang mengatur tindak pidana ringan (
Tipiring ), seperti Perda tentang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat ataupun Perda
tentang Perbuatan Asusila.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perbuatan kumpul kebo merupakan salah satu tindak pidana yang harus
dikriminalisasikan dalam konsep KUHP baru, karena kumpul kebo dianggap tidak
sesuai dengan adat-istiadat dan norma agama yang ada di Indonesia. Selain itu
kumpul kebo juga dianggap sebagai penyakit sosial yang mengganggu masyarakat.
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu mengenai dasar
pertimbangan perlu adanya kriminalisasi terhadap perbuatan kumpul kebo dan
kebijakan hukum pidana dalam menangani kasus kumpul kebo yang terjadi.
Kebijakan kriminalisasi kumpul kebo sudah sepatutnya dilakukan, karena perbuatan
kumpul kebo tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dan kriminalisasi
yang dilakukan harus berpijak pada unsur nilai, keadilan dan kepastian hukum
sehingga dapat diimplementasikan dalam suatu bentuk aturan hukum yang
mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.
Dalam mengkriminalisasi perbuatan yang berkaitan dengan kumpul kebo
kedalam konsep KUHP, perlu diperhatikan dasar-dasar pertimbangannya seperti
tujuan dilakukannya kriminalisasi tersebut, biaya dan mempertimbangkan berbagai
unsur yang menyangkut perbuatan kumpul kebo tersebut seperti norma agama, norma
adat dan kemauan masyarakat itu sendiri. Selain itu dalam menangani suatu kasus
kumpul kebo, aparat penegak hukum dapat menggunakan peraturan yang mengatur
tindak pidana ringan ( Tipiring ), seperti Perda tentang Keamanan dan Ketertiban
Masyarakat ataupun Perda tentang Perbuatan Asusila.
3.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan,
silahkan sampaikan kepada kami. Apabila ada terdapat kesalahan mohon
dapat mema'afkan dan memakluminya, karena saya adalah hamba Allah
yang tak luput dari salah khilaf dan lupa.

DAFTAR PUSTAKA
Sudarto. 1983. Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat. Bandung : Sinar
Baru.

Anda mungkin juga menyukai