Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Program reformasi pertanahan (Land Reform) ini pada mulanya dilatar belakangi
oleh kosentrasi hak atas tanah pada tuan tanah, raja, bangsawan dan gereja di Yunani
Kuno, Romawi, dan Cina. Lambat laun keadaan tanah ini menimbulkan keresahan
bagi para petani yang mempunyai tanah yang meugikan kehidupan ekonomi Negara.
Setalah Perang Dunia I, pada saat telah banyak Negara yang memperoleh
kemerdekaanya. Keadaan inilah yang menyebabkan sehingga di seluruh Erpa
diadakan reformasi pertanahan (Land Reform) dengan pengertian membagi-bagi
kembali tanah yang disita atau dibeli dari tanah tuan, raja, bangsawan dan gereja
kepada para petani yang tak mempunyai tanah yangkehidupannya dikuasai oleh
golongan-golongan tersebut. Tujuan refprmasi pertanahan pada waktu itu adalah
bersiifat poltik sosial.
Pelaksanaan reformasi agrarian dilakukan, baik di negara-negara kapitalis,
maupun negara komunitis, di negara kapitalis sifat pelaksanaannya ialah mengatur
hubungan pekerja dan penggarap ia ditunjukan pada persamaan pendapatan
danpenghasilan dengan mmenghilangkan hak milik perseorangan atas tanah, dengan
kata lain tuan tanah dihilangkan. Dibandingkan di Indonesia, maka hak milik
perseorangan dan hak-hak lainnya dapat diakui, hanya saja pemilikan dan penguasaan
tanah dibatasi untuk mencegah pemerasan di bidang penguasaan dan ppengusahaan
tanah.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian dari Land Reform?

1.2.2 Apa dasar hukum Land Reform?

1.2.3 Apa saja asas-asas dari Land Reform?

1.2.4 Apa objek dari Land Reform?

1
1.2.5 Apa tujuan dari Land Reform?

1.2.6 Apa saja program-program dari Land Reform?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari Land Reform

1.3.2 Untuk mengetahui dasar hukum Land Reform

1.3.3 Untuk mengetahui asas-asas dari Land Reform

1.3.4 Untuk mengetahui objek dari Land Reform

1.3.5 Untuk mengetahui tujuan dari Land Reform

1.3.6 Untuk mengetahui program-program dari Land Reform

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Land Reform

Landreform berasal dari bahasa Inggris yaitu land dan reform. Land
artinya tanah, sedang reform artinya perombakan atau perubahan untuk membangun
atau membentuk atau menata kembali struktur pertanian baru. Dalam pasal 10 aayat
(1) dan (2) UUPA dirumuskan suatu azas yang menjadi dasar dari pada perubahan
perubahan dalam struktur pertanahan hampir seluruh dunia, yaitu di negara negara
yang sedang menyelenggrakan apa yang di sebut Landreform atau Agraria reform
yang dimaksud ini, bahwa tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara
aktip oleh pemiliknya sendiri.1 Boedi Harsono menyatakan Bahwa UUPA merupakan
Undang Undang yang melakukan pembaruan agraria karena didalamnya memuat
program yang dikenal dengan panca program agrarian reform Indonesia yakni:2

1) Pembaruan hukum agraria melalui unifkasi hukum yang berkonsepsi


nasional dan pemberian jaminan kepastian hukum.
2) Peng hapusan hak hak asing dan konsensi konsensi kolonial atas
tanah.
3) Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur angsur.
4) Perombakan pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan hubungan
hukum yang bersangkutan pengusahaan tanah dalam mewujudkan
pemerataan tanah kemakmuran dan keadilan.
5) Perencanaan persediaan dan peruntukan bumi , air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya, serta penggunaan secara terencana sesuai
dengan daya dukung dan kemampuannya.
Program dalam point ke-4 diatas merupakan Landreform dalam arti sempit
sedangkan menurut Boedi Harsono Landreform meliputi perombakan mengenai

1 Abdurrahman, Ketentuan ketuan Pokok tentang Masalah masalah


Agraria, Kehutanan, pertambangan, Transmigrasi dan pengairan,
Bandung: Alumni, 1997, hlm. 43

2 Ibid, hlm. 3

3
pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan - hubungan hukum yang
bersangkutan dengan penguasaan tanah.3 Urip Santoso memberi pengertian
Landreform adalah perubahan secara mendasar mengenai penguasaan dan pemilikan
tanah dari sistem yang lama sebelum berlakunya UUPA ke sistem yang baru menurut
UUPA.4 Sedangkan pendapat R soeprapto menyatakanbahwa landreform berarti
perombakan sistem penguasaan dan pemilikan tanah pertanian disesuiakan dengan
batas kemampuan manusia untuk mengerjakan sendiri tanahnya dengan
memperhatikan keseimbangan antara tanah yang ada dan manuasia yang
membutuhkan.5 Dari pendapat para pakar diatas dapat disimpulkan landreform adalah
perombakan sistem penguasaan tanah dan pemilikan tanah pertanian yang
meninggalkan konsep lama ( konsep sebelum UUPA ) menjadi konsep baru sesuai
dengan UUPA.

Pengertian Land Reform menurut UUPA meliputi pengertian yang luas atau dapat
disebut Agraria Refrom, mencakup tiga masalah pokok, yaitu:

a. Perombakan dan pembangunan kembali sistem pemilikan dan penguasaan


atas tanah. Tujuannya yaitu melarang adanya groot grond bezit, pemilikan
tanah yang memlampaui batas, sebab hal yang dmikian akan merugikan
kepentingan umum. Asas ini tercantum dalam Pasal 7, 10, dan 17 UUPA.
b. Perumbokan dan penetapan kembali sistem penggunaan atas tanah atau
disebut landuse planning, atau asas-asasnya tercantum salam Pasal 14 dan 15
UUPA.
c. Penghapusan Hukum Agraria Kolonial dan Pembangunan Hukum Agraria
Nasional.

2.2 Dasar Hukum Land Reform

Peraturan perundang-undang yang menjadi dasar hukum pengaturan Land


Reform, yaitu:

3 Boedi Harsono, Loc, Cit.

4 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Jakarta: Kencana, 2012, hlm. 207

5 R. Soeprapto, Undang undang Pokok Agraria Dalam Praktik ,


Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986, hlm. 122

4
a. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
b. Undang-Unadang No. 2 Tahun 1960 tenatang Perjanjian Bagi Hasil,
LNKRI Tahun 1960 No. 2 TLNRI No. 1924.
c. Undang-Undan No.56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian, LNRI Tahun1960 No. 174 TNRI No. 2117.
d. Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan
Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian, LNRI Tahun 1961 No.
280 TNRI No. 2322.
e. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964 tentang Perubahan dan
Tambahan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang
Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.
f. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1992 tentang
Penyesuaian Harga Ganti Rugi Tanah Kelebihan Maksimum dan
Absentee/Guntai

2.3 Asas-asas Land Reform

Undang-undang No.5 Tahun 1960 atau Undang-undang Pokok Agraria


Memuat asas-asas land reform, yaitu:

a. Asas penghapusan tuan-tuan tanah besar.


Asa ini dalam Pasal 7 UUPA yang menetapkan bahwa untuk tidak merugikan
kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui
batas tidak diperkenakan.
b. Asas pembatasan luas maksimum/atau minimum tanah.
Asas ini dimuat dalam pasal 17 UUPA, yaitu;
1. Dengan mengingan ketentuan dalam Pasal 7, maka untuk mencapai tujuan
yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3 diatur luas maksimum dan/ atau
minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam
Pasal 16 oleh suatu keluarga atau badan hukum.
2. Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat 1 pasal ini dilakukan
dengan peraturan perundangan di dalam waktu yang singkat.
3. Tanah-tanh yang merupakan kelebihan dari batas maksimum tersebut
dalam ayat 2 pasal diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk
selanjutnya dibagkan kepada rakyat yang membutuhkan menurut
ketentuan-ketentuan dalam Preaturan Pemerintah.

5
4. Tercapainya batas minimum termasud dalam ayat 1 pasal ini, yang akan
ditetapkan dengan peraturan perundangan dilaksanakan secara berangsur-
angsur.
c. Asas larangan pemerasan orang oleh orang lain.
Asas ini dimuat dalam Pasal 11 UUPA, yaitu:
1. Hubungan hukum antara orang, termaksud badan hukum, dengan bumi,air,
ruang angkasa wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan
hukum itu akan diatur, agar tercapainya tujuan yang disebut dalam Pasal 2
ayat 3 dan dicegah penguasaan atas kehiduapan dan perkerjaan orang lain
uang melampaui batas.
2. Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan
rakyat dimana perludan tidak bertentangan kepentingan nasional
dierhatikan dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan
golongan yang ekonomi lemah.
d. Asas kewajiban mengerjakan atau mengushakan sendiri secara aktif tanah
pertanian.
Asas ini dimuat dalam Pasal 10 UUPA, yaitu:
1. Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak aatas tanah
pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau menegusahakan
sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
2. Peaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat 1 ini akan diatur lebih lanjut
dengan peraturan perundangan.
3. Pengecualian terhadap asas tersebut pada ayat 1 pasal ini diatur dalam
peraturan perundangan.

2.4 Objek Land Reform

Tanah-tanah yang menjadi objek land reform yang akan dibagikan kepada
petani yang belum memiliki tanah diatur dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 224
Tahun 1961, yaitu:
a. Tanah-tanah selebihnya dari batas maksimum sebagai dimaksud dalam
Undang-undang No. 56 Prp Tahun 1960 dan tanah-tanah yang jatuh
pada negara, karena pemiliknya melanggar ketentuan-ketentuan
undang-undang tersebut.
b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah karena pemiliknya
berdomisili di luar kecamatan tempat letak tanah yang bersangkutan.

6
c. Tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh ditegaskan lebih lanjut
oleh Menteri Agraria (sekarang Kepala Badan Naional Republik
Indonesia).

2.5 Tujuan Land Reform

Sesuai dengan tujuan land reform yaitu untuk memperbaiki kehidupan


rakyat dan khususnya rakyat tani, maka tujuan utama yang dicapai yaitu:

a. Tujuan Sosial Ekonomis

1. Memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan memperkuat


hak milik serta memberi isi dan fungsi sosial pada hak milik.
2. Memperbaiki produksi nasional khususnya sektor pertanian guna
mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat dengan
menggunakan teknologi modern.
b. Tujuan Sosial Politik
1. Mengakhiri sistem tuan dan menghapuskan pemilikan tanah secara
luas.
2. Mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat
tani berupa tanah dengan maksud agar ada pembagian yang adil
atas hasilnya.
c. Tujuan Sosial Psikologis
1. Meningkatkan kegairahan kerja bagi para petani penggarap
dengan jalan memberikan kepastian hak mengenai pemilikan
tanah.
2. Memperbaiki hubungan kerja antara pemilik tanah dengan
penggarapnya.
3. Meningkatkan kepercayaan dan harga diri rakyat tani sesuai
dengan harkat dan martabat sebagai manusia.

Tujuan land reform yang diselenggarakan di Indonesia yaitu untuk


mempertinggi penghasilan dan taraf hidup petani penggarap tanah, sebagai landasan
atau persyratan untuk menyelenggarakan pembangunan ekonomi maju masyarakat
yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Tujuan diadakan land reform adalah:

7
a. Untuk menyempurnakan adanya pemertaan tanah. Ada dua dimensi
untuk tujuan ini, yaitu pertama, adanya usaha untuk menciptakan
pemerataan ha katas tanah di antara para pemilik tanah; kedua, untuk
mengurangi perbedaan pendapan antara petani besar dan kecil yang
dapat merupakan usaha untuk memperbaiki persamaan di antara petani
secara menyeluruh.
b. Untuk meningkatkan dan memperbaiki daya guna penggunaan tanah.

Tujuan akhir yang hendak dicapai dengan penyelenggaraan land reform


berdasarkan Pasal 17 UUPA adalah penggunaan tanah untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam
masyarakat dan negara hukum Indonesiayang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur,
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA.

2.6 Program Land Reform

Land reform merupakan perubahan secara mendasar mengenai pemilikan dan


pengusuaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan
pengusahaan tanah. Program-program land reform, meliputi:
a. Larangan untuk menguasai tanah pertanian yang melampaui batas
Program pertama dari seperangkat program landreform di Indonesia adalah
larangan memiliki dan menguasai tanah pertanian yang malampaui batas. Dalam
konsep landreformdi Indonesia, larangan itu merupakan salah satu asas sebagaimana
ketentuan yang tercantum dalam Pasal 7 UUPA : untuk tidak merugikan kepentingan
umum, maka pemilikan dan penguasan tanah yang melampaui batas tidak
diperkenankan. Karena ketentuannya demikian, Pasal ini dinamakan Pasal anti tuan
tanah.

Substansi ketentuan Pasal 7 UUPA dirinci dan diatur lebih lanjut dalam
ketentuan Pasal 17 UUPA sebagai berikut :

1. Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai


tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau

8
minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam
pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
2. Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini
dilakukan dengan peraturan perundangan didalam waktu yang singkat.
3. Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum
termaksud dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti
kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan
menurut ketentuanketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
4. Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang
akan ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara
berangsur-angsur.
Untuk melaksanakan penetapan batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 UUPA, maka dikeluarkanlah UU No. 56 Tahun 1960 yang selanjutnya
dikenal dengan sebutan Undang-undang Landreform Indonesia. Pada mulanya
undang-undang ini berbentuk Peraturan Pemerintah (Perpu) pengganti Undang-
undang yang dikeluarkan oleh pemerintah pada tanggal 29 Desember 1960, yang
mulai berlaku pada tanggal 1 januari 1961. Undang-undang ini memuat tiga hal, yaitu
:
1. Penetapan luas maksimum pemiilikan dan penguasaan tanah pertanian.
2. Penetapan luas maksimum pemiilikan tanah pertanian dan larangan
melakukan perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah itu
menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil.
3. Pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan.

b. Larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee


Secara implisit, ketentuan Pasal 10 UUPA menetpkan larangan pemilikn tanah
pertanian secara absentee. Agar tanah pertanian dapat dikerjakan secara aktif oleh
pemiliknya, maka diadakanlah ketentuan untuk menghapuskan penguasaan tanah
pertanian secara absentee, atau dalam bahasa Sunda disebut guntai. Yang dimaksud
pemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai adalah pemilikan tanah pertanian
yang letaknya di luar kecamatan tempat tinggal pemilik tanah.
Pasal 10 UUPA dilaksanakan pleh Peraturan Pemerintahan No. 224 Tahun
1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.
Peraturan Pemerintahan No 41 Tahun 1964 tentang Perubahan dan Tambahan
Peraturan Pemerintahan No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah
dan Pemberian Ganti Kerugian.

9
Beberapa pihak yang dikecualikan dari ketentuan larangan pemilikan tanah
pertanian secara absentee/guntai adalah :
1. Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di kecamatan yang
berbatasan dengan kecamatan tempat letak tanah uang bersangkutan, asal
jarak antara tempat tinggal pemilik tanah dan tnahnya menurut
pertimbangan Panitia Land Reform Kabupaten/ kota masih
memungkinkan untuk mengerjakan tanah pertanian tersebut secara efisien.
2. Pegawai negeri sipil dan Tentara Nasional Indonesia, yang dipersamakan
dengan hal itu, yaitu pensiunan janda pegawai negeri sipil, janda
pensiunan nereka ini tidak kawin lagi dengan bukan pegawai negeri sipil
atau pensiunan, istri dan anak-anak pegawai sipil dan Tenntara Nasional
Indonesia yang masih menjadi tanggungan.
3. Mereka yang sedang menjalankan tugas negara atau menunaikan
kewajiban agama.
4. Mereka yang memiliki alas an khusunya lainnya yang dapat diterima oleh
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republi Indonesia.

Beberapa penyebab terjadi pemilikan tanah pertanian secara absentee/gunai


adalah:
1. Pemilik tanah pertanian meninggalkan kecamatan tempat tinggal letak
tanahnya.
2. Seseorang yang menerima warisan tanah pertanian yang letaknya di
kecamatan lain.
3. Seseorang yang membeli tanah pertanian yang empat tinggalnya terletak di
luar kecamatan yang berbatasan di maa tanah pertanian tersebut terletak.

c. Redistribusi tanah yang selebihnya dari batas maksimum serta tanah-tanah yang
terkena larangan absentee, tanah bekas swapraja, dan tanah negara lainnya
Ketentuan tentang distribusi tanah pertanian diatur dalam Pasal 17 ayat (3)
UUPA, yaitu: Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum
termaksud dalam ayat 2 pasal itu diambil oleh Pemerintah dengan gantikerugian
untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan-
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan
Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. Peraturan Perintahan ini dibuat
oleh PPeraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964 entang Perubahan dan Tambahan
Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 tentang Pembagian Tanah dan Pemberian
10
Ganti Kerugian. Kedua Peraturan Pemerintah ini memuat ketentuan-ketentuan
tentang tanah-tanah yang akan dibagikan, istilah yang lazim adalah diredistribusikan,
pemberian ganti kerugian kepada bekas pemilik, pemeberian pembagian tanah, dan
syarat-syaratnya.

d. Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang


digadaikan
Gadai tanah (Hak Gadai) disamping mempunyai unsur tolong-menolong karena
pemegang gadai dapat memenuhi kebutuhan pemilik tanah dengan menyerahkan
sejumlah uang oleh pemegang gadai kepada pemilik tanah. Namum, juga
mengandung sifat pemerasan kaerena Selama pemilik tanah tidak dapat menebus
tenahnya, pemegang gadai tetap menguasai tanah tersebut. Effendi Perangin
menyatakan bahwa gadai tanah (Hak Gadai) menurut ketentuan Hukum Adat
mengandung unsur eksploitasi, karena hasil yang diterima oleh pemegang gadai dari
tanah yang bersangkutan setiap tahunnya umumnya jauh lebih besar daripadaapa
yang merupakan bunga yang layak dari uang gadai yang diterima pemilik tanah.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, hasil yang diterima oleh pemegang gadai dari
mengerjakan tanah jauh lebih besar daripada uang yang diberikan pemeang gadai
kepada pemilik tanah.
Sifat eksploitasi dan pemerasan pada gadai tanah ( Hak Gadai) adalah sebagai
berikut:
1. Lamanya gadai tidak terbatas.
Berapa tahun saja tanah yang digadaikan dikuasai oleh pemegang gadai,
tanah tidak akan dikembalikan kepada pemilik tanah apabla ridak ditebus.
2. Tanah baru kembali kepada pemilik tanah jika sudah ditebus.
Dengan menguasai atau menggarap tanah yang digadaikan selama enam
sampai dengan tujuh tahun saja, hasil yang diperoleh pemegang gadai
sudah melebihi jumlah uang gadai dan bunga gadai.

e. Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian


Perjanjian bagi hasil (Hak Usaha Bagi Hasil) sebagai salah satu ha katas
tanah yang bersifat sementara disebutkan dalam Pasal 53 UUPA. Selain perjanjian
bagi hasil (Hak Usaha Bagi Hasil), ha katas tanah yang bersiifat sementara adalah
Gadai Tanah (Hak Gadai), Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
11
Perjanjian bagi hasil (Hak Usaha Bagi Hasil) sebagi ha katas tanah diberi sifat
sementara, dalam waktu yang sengkat akan dihapuskan karena mengandung sifat-
sifat pemerasan, mengandung sifat feodal, dan bertentangan denga jiwa UUPA.

f. Penetapan batas minimum pemilikan tanah pertanian, disertai larangan untuk


melakukan perbuatan- perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-
tanah pertanian menjadi bagian-bagian yang terlampaui kecil
Ketentuan mengenai batas minimum pemilikan tanah pertanian diatur dala
Pasal 17 ayat (1) UUPA, yaitu: Dengan mengingat ketentuan Pasal 7, maka untuk
mencampai tujuan yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3 diatur luas maksimum
dan/atau minimum tanah yang boleh mempunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam
Pasl 16 oleh satu keluarga atau badan hukum. Selanjutnya dalam Pasal 17 ayat (4)
UUPA dinyatakan bahwa, Tercapinya batas minimum termasuk dalam ayat 1 pasal
ini, yang akan ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan ketentuan
Pasal 17 UUPA adalah UU No. 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian. Maksud ditetapkannya batas minimum pemilikan tanah pertanian adalah
agar pertanian yang bersangkuatan mendapatkan penghasilan yang cukup/layak untuk
menghidupi diri sendiri dan keluarganya.
Larangan pemindahan Hak Milik atas tanah pertanian yang dapat
mengakibatkan timbulnya pemilikan tanah pertanian yang luasnya kurang dari 2
hektar diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 56 Prp Tahun 1960, yaitu : Pemindahan
haka atas tanah pertanian, kecuali pembagian warisan dilarang apabila pemindahan
hak itu mengakibatkan timbulanya atau berlangsung pemilikan tanah pertanian yang
luasnya kurang dari 2 hektar. Larangan termaksud tidak berlaku kalau dipenjual
hanya memiliki bidang tanah yang luasnya kuarang dari 2 hektar dan tanah itu dijual
sekaligus.6

6 Santoso, Urip, 2012.Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Jakarta: Kencana.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasaan di atas maka dapat saya simpulkan beberapa hal sebagai
berikut:

1. Landreform merupakan perubahan secara mendasar mengenai penguasaandan


pemilikan tanah dari sistem yang lama sebelum berlakunya UUPA kesistem yang
baru menurut UUPA yang bertujuan untuk mewujudkan pemerataan tanah yang
berdasar keadilan serta untuk kemakmuran rakyat.

2. Peraturan perundang-undang yang menjadi dasar hukum pengaturan Land


Reform, yaitu: Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Undang-
Unadang No. 2 Tahun 1960 tenatang Perjanjian Bagi Hasil, LNKRI Tahun 1960
No. 2 TLNRI No. 1924, Undang-Undan No.56 Prp Tahun 1960 tentang
Penetapan Luas Tanah Pertanian, LNRI Tahun1960 No. 174 TNRI No. 2117,
Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah
dan Pemberian Ganti Kerugian, LNRI Tahun 1961 No. 280 TNRI No. 2322.
3. Undang-undang No.5 Tahun 1960 atau Undang-undang Pokok Agraria Memuat
asas-asas land reform, yaitu: Asas penghapusan tuan-tuan tanah besar, Asas
pembatasan luas maksimum/atau minimum tanah, Asas larangan pemerasan orang
oleh orang lain, Asas kewajiban mengerjakan atau mengushakan sendiri secara
aktif tanah pertanian.

4. Tanah-tanah yang menjadi objek land reform yang akan dibagikan kepada
petani yang belum memiliki tanah diatur dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah No.
224 Tahun 1961.

13
5. Tujuan land reform yang diselenggarakan di Indonesia yaitu untuk
mempertinggi penghasilan dan taraf hidup petani penggarap tanah, sebagai
landasan atau persyaratan untuk menyelenggarakan pembangunan ekonomi maju
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila.

6. Program program landreform merupakan perwujudan dari tujuan lahirnya


UUPA yang ingin menciptakan hukum agraria nasional yang berdasarkan
pancasila dan untuk menciptakan tertib hukum agraria yang bertujuan untuk
kemakmuran rakyat.

3.2 Saran

Makalah ini dibuat dengan maksud untuk menambah ilmu dan pemahaman pada
mahasiswa Semester Tiga, Kelas A jurusan Ilmu hukum. Namum tidak dapat
dipungkiri makalah ini memiliki banyak kekurangan dari berbagai aspek, seperti
perbedaan-perbedaan argumen oleh para ahli yang dimuat dalam buku-buku terkait
dengan Hukum Agraria. Maka dihimbau dari penulis kepada mahasiswa untuk lebih
selektif dan dengan seksama mengikuti sesi Tanya jawab yang nantinya akan
diklarifikasi langsung oleh Dosen yang bersangkutan.

14

Anda mungkin juga menyukai