Anda di halaman 1dari 8

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN BULELENG
TENTANG
USAHA PEMONDOKAN WANITA PENGHIBUR

Di Usulkan Oleh:

I GEDE MURDANA NIM. 1514101001

IDE GEDE ANGGI SAPUTRA NIM. 1514101021

KADEK RISKA KUSUMA M. P NIM. 1514101022

ANJAS AUDI OKTAVIAN NIM. 1514101023

I KETUT RADIASTA NIM. 1514101025

ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2017
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
Bab ini akan menguraikan tentang beberapa hal yang menjadi basis dalam
pembuatan naskah akademik yang nantinya digunakan sebagai dasar bagi rancangan
peraturan daerah. Secara limitatif, landasan tersebut sudah ditentukan oleh peraturan
perundang undangan yang meliputi landasan filosofis, landasan sosiologis, dan
landasan yuridis. Baik UU 12 tahun 2011 maupun Permendagri 80 tahun 2015
menyebutkan dalam lampirannya bahwa landasan-landasan tersebut haruslah
terintegrasi dalam sistematika naskah akademik. Landasan filosofis memuat tentang
(reasoning) yang digali dari pandangan hidup bangsa, kesadaran, cita hukum, suasana
kebatinan, serta falsafah yang bersumberkan pada Pancasila dan Pembukaan Undang
Undang Dasar 1945. Disisi lain terdapat landasan sosiologis. Landasan sosiologis
memuat hal hal yang berkenaan dengan fakta bahwa suatu peraturan dibentuk pada
prinsipnya untuk merealisasikan kebutuhan rakyat.
Kebutuhan ini bisa tergambarkan melalui perkembangan masyarakat yang
didapat dari hasil kajian secara sosiologis. Terakhir, terdapat landasan yuridis yang
memuat substansi tentang keberadaan peraturan perundang undangan yang terkait
dengan materi yang dibahas dalam raperda (existing law) . Dalam landasan yuridis,
akan ditakar keberadaan suatu peraturan perundang undangan dari sisi ketersediaan
(availability), relevansi serta implementasi. Dari sisi ketersediaan, apakah memang
sudah ada peraturan perundangan setingkat Kabupaten Buleleng yang mengatur
penyelenggaraan kesejahteraan sosial?. Selanjutnya akan diteliti lebih jauh lagi
apakah aturan tersebut relevan baik dilihat dari aspek materi maupun dari hirarkinya.
Terakhir, akan dilihat apakah suatu peraturan tersebut masih efektif berlaku atau
tidak. Mengenai landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Tentang Usaha Pemondokan Wanita
Penghibur sebagai berikut.

1
1.1. LANDASAN FILOSOFIS
Berbicara tentang landasan filosofis suatu peraturan perundang-
undangan, pada prinsipnya terdapat dua pandangan. Pandangan pertama
menyatakan bahwa landasan filosofis adalah landasan yang berkaitan dengan
dasar atau ideologi negara, yaitu nilai-nilai atau cita-cita hukum yang terkandung
dalam Pancasila, sedangkan pandangan yang kedua menyatakan bahwa landasan
filosofis adalah pandangan atau ide pokok yang melandasi seluruh isi peraturan
perundang-undangan. Maka dasar filosofis merupakan landasan filsafat atau
pandangan yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan suatu masalah ke
dalam peraturan perundang-undangan. Dasar filosofis sangat penting untuk
menghindari pertentangan peraturan perundang-undangan yang disusun dengan
nilai-nilai yang hakiki dan luhur ditengah-tengah masyarakat, misalnya nilai
etika, adat, agama dan lainnya.
Salah dua cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan
UUD RI Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut,
pemerintah selaku otoritas tertinggi dalam sebuah negara memiliki kewajiban
untuk menyediakan dan memenuhi hak-hak sosial masyarakat. Usaha
pemondokan wanita penghibur di Kabupaten Buleleng merupakan salah satu
bentuk tanggung jawab pemerintah dalam melakukan pengawasan, dengan
dibentuknya suatu regulasi atau aturan yang jelas dan menyeimbangkan hak-
hak yang dimiliki oleh masyarakat. Pengaturan tentang usaha pemondokan
wanita penghibur di Kabupaten Buleleng yang dilakukan oleh pemerintah
bertujuan untuk tetap menjaga stabilitas ketertiban dalam hidup bermasyarakat,
meningkatkan kualitas masyarakat, meningkatkan pendapatan daerah, serta
mempermudah pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap masyarakat.
Dalam Pancasila, sila ke 5 menyatakan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan nilai-nilai umum dan komitmen
dalam pendirian usaha yakni peningkatan kualitas hidup, keadilan sosial, dan
harkat dan martabat manusia. Selain itu juga sesuai dengan nilai-nilai utama

2
didasarkan pada nilai-nilai pelayanan, keadilan sosial dan ekonomi, martabat dan
nilai pribadi, pentingnya hubungan manusia, dan integritas serta kompetensi
dalam praktik. Untuk mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat, serta
untuk memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga negara demi tercapainya
kesejahteraan sosial, dan menyelenggarakan pelayanan dan pengembangan
kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan berkelanjutan.
Tidak ada satu manusiapun yang mau diperlakukan dengan tidak adil.
Didalam hubungan antar manusia sering terjadi gesekan-gesekan yang
menimbulkan permasalahan. Dan nilai keadilan merupakan poin utama yang
digunakan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Dengan
memegang prinsip adil tersebut maka hubungan antar manusia akan harmonis
sesuai dengan yang apa yang menjadi cita-cita masyarakat. Dengan prinsip
keadilan maka dapat dikembangkan prinsip-prinsip lain antara lain tidak
melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, menghargai hak orang lain,
menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, tidak memaksakan kehendak
kepada orang lain, tidak menggunakan fasilitas Negara untuk kepentingan
pribadi, dan lain-lain.
Pancasila yang bulat dan utuh memberi keyakinan kepada pelaku usaha
pemondokan dan seluruh bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan manusia akan
tercapai apabila didasarkan atas keselarasan, keserasian dan keseimbangan, baik
dalam kehidupan manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan
Tuhannya, dengan manusia lain, dengan masyarakat, dengan lingkungan alam
dan dan dalam hubungan dengan seluruh bangsa. Dalam berbagai hubungan ini,
manusia dibentuk menjadi manusia yang berkepribadian, yang mampu
menempatkan diri secara tepat dan benar. Dengan kata lain mampu
mengendalikan diri.
Secara filosofis, negara sebagai pemegang mandat dari rakyat
bertanggungjawab untuk menyelengarakan pelayanan publik, sebagai usaha
pemenuhan hak-hak dasar rakyat. Dalam hal ini, posisi Negara adalah sebagai
pelayan masyarakat (public service) dari pengguna layanan. Sementara rakyat

3
memiliki hak atas pelayanan publik dari negara karena sudah memenuhi
kewajiban sebagai warga negara, seperti membayar pajak atau punggutan
lainnya (langsung maupun tidak langsung) dan terlibat dalam partisipasi
penyelenggaraan pelayanan publik. Salah satu bentuk pelayanan publik yang
sangat mendasar dan menjadi tugas negara sekaligus sebagai upaya untuk
mencapai tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Apabila pemerintah Kabupaten Buleleng dapat menangani dengan baik
permasalahan yang timbul karena usaha pemondokan wanita penghibur tersebut,
maka rasa aman, tertib, dan sejahtera dapat terwujud. Kondisi yang demikian
dapat menarik minat investor untuk melakukan investasi di wilayah Kabupaten
Buleleng. Dengan demikian taraf ekonomi masyarakat Buleleng akan meningkat.
Berkenaan dengan hal-hal di atas, berdasarkan kewenangan untuk melakukan
pengaturan penyelenggaraan usaha pemondokan wanita penghibur di Kabupaten
Buleleng, Pemerintah Kabupaten Buleleng dapat melakukan upaya-upaya untuk
mengatasi permasalahan sosial yang ada di wilayah Kabupaten Buleleng.
Dengan demikian, penyelenggaraan usaha pemondokan wanita penghibur di
Kabupaten Buleleng tidak hanya sebagai sarana bisnis semata dan untuk meraih
keuntungan secara sepihak saja bagi pelaku usaha, tetapi juga untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendapatan daerah Kabupaten Buleleng
serta terwujudnya hidup damai, tentram dan sejahtera.

1.2. LANDASAN SOSIOLOGIS


Secara sosiologis mengkaji realitas masyarakat yang meliputi kebutuhan
hukum masyarakat, aspek sosial ekonomi dan nilai-nilai yang hidup dan
berkembang (rasa keadilan masyarakat). Tujuan kajian sosiologis ini adalah
untuk menghindari tercerabutnya peraturan perundang-undangan yang dibuat
dari akar-akar sosialnya di masyarakat.

4
Gambar.1 Peta Wilayah Kabupaten Buleleng
Kabupaten buleleng merupakan salah satu kabupaten di provinsi Bali
Kabupaten Buleleng berbatasan dengan Kabupaten Jembrana di bagian barat,
laut Jawa/Bali di bagian utara, dengan Kabupaten Karangasem di bagian timur
dan di sebelah selatan berbatasan dengan 4 (empat) kabupaten, yaitu Kabupaten
Jembrana, Tabanan, Badung dan Bangli. Secara keseluruhan luas wilayah
Kabupaten Buleleng 136.588 hektar atau 24.25% dari luas Propinsi Bali

Gambar.2 Kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Buleleng Tahun


2016. Sumber data : BPS Kab.Buleleng (Hasil Regestrasi Penduduk Tahun
2016)
Dengan bertambhanya jumlah penduduk di Kabupaten Buleleng baik
masyarakat lokal maupun masyarakat asing yang tinggal baik yang bersifat
sementara maupun untuk tinggal menetap di Kabupaten Buleleng. Sehingga hal
ini sangat memicu pelaku usaha dalam membuka usaha sebagai salah satu upaya
untuk memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat yang semakin meningkat.
Salah satunya yaitu adanya usaha pemondokan wanita penghibur di Kabupaten
Buleleng. Namun yang kurang menjadi perhatian adalah mengenai regulasi yang
mengatur hal tersebut, sebab nampak jelas bahwa dengan berdirinya usaha
tersebut berbagai permasalahan bermmunculan dalam hidup bermasyarakat di
Kabupaten Buleleng.
Mengingat belum adanya aturan yang jelas mengatur hal tersebut maka
memicu timbulnya berbagai masalah. Permasalahan yang paling sering di hadapi
oleh masyarakat adalah menyangkut ketertiban masyarakat, banyaknya

5
masyarakat pendatang yang tidak jelas bertempat tinggal dengan mudah sebab
pelaku usaha hanya mencari keuntungan semata tanpa memperdulikan ketertiban
lingkungan sekitar, terbentuknya konflik antar masyarakat yang memiliki
kepentingan yang berbeda antar masyarakat yang bersangkutan, timbulnya
berbagai persepsi antar masyarakat terhadap usaha tersebut. Namun disisi lain
usaha tersebut merupakan salah satu sumber usaha untuk mendapatkan uang
dalam memenuhi kebutuhan hidup dalam kehidupan bermasyarakat.
Berbagai upaya telah dilakukan baik dalam bentuk teguran secara lisan
maupun tertulis namun bagi pelaku usaha terkait tidak menghiraukan hal
tersebut, sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut dan tetap
memperhatikan kebutuhan dari masyarakat itu sendiri maka sangat
diperlukannya suatu pengaturan terhadap usaha pemondokan wanita penghibur
tersebut untuk tetap menjaga dan ketentraman dalam hidup bermasyarakat serta
mampu memberikan pendapatan bagi pemerintah Kabupaten Buleleng.

1.3. LANDASAN YURIDIS


Landasan yuridis ialah ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum
(rechtsgrond) bagi pembuatan peraturan perundang-undangan. Dasar yuridis ini
terdiri dari dasar yuridis dari segi formil dan dasar yuris dari segi materiil. Dasar
yuridis dari segi formil adalah landasan yang berasal dari peraturan perundang-
undangan lain untuk memberi kewenangan (bevoegdheid) bagi suatu instansi
membuat aturan tertentu. Sedangkan dasar yuridis dari segi materiil yaitu dasar
hukum untuk mengatur permasalahan (objek) yang akan diatur.
Kajian dari segi yuridis ini dimaksudkan untuk melihat peraturan
perundang-undangan yang menjadi instrumen hukum sebagai dasar dalam
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng tentang Usaha
Pemondokan Wanita Penghibur. Dengan adanya kajian yuridis, diharapkan
materi dan substansi yang ada dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Buleleng tentang Usaha Pemondokan Wanita Penghibur ini tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan terkait. Adapun peraturan perundang-

6
undangan terkait yang menjadi dasar penyusunan rancangan peraturan daerah ini
adalah sebagai berikut :
1. Pasal 18 ayat (2), (5), (6), Pasal 28A, Pasal 28J ayat (1), dan (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pasal 8, pasal 9 ayat (1), (2), dan (2), Pasal 64, Pasal 65 Undang-Undang No.
39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
3. Pasal 6 Sampai dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005
Tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Sosial, And
Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial,
Dan Budaya)
4. Pasal 24 ayat (1), Pasal 29 hurup (a-e) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.
5. Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), dan Pasal 236 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
6. Pasal 2 hurup (a-i), Pasal 3 hurup (a-c), Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
7. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.
8. Pasal 15 hurup (a-p), Pasal 19 ayat (1), (2), Pasal 20 ayat (1), (2), dan (3)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan Dan Kawasan Permukiman.

Anda mungkin juga menyukai