Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latarbelakang

Hukum adalah peraturan yang mengikat danmengatur setiap tindakan manusia atau

masyarakat, sehubungan dengan haltersebut maka manusia merupakan subjek hukum yang

harus selalu mematuhihukum yang berlaku.

Subjek hukum diartikan juga sebagai pengemban hukum yaitu manusia dan badan

hukum. Subjek hukum yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang menurut hukum

dapat mempunyai hak dan kewajiban, yaitu manusia dan termasuk Badan Hukum. Yang

dimaksud dengan manusia secara yuridis adalah orang (persoon) yang dalam hukum

mempunyai hak subjektif dan kewenangan hukum. Sedangkan Badan Hukum adalah badan

yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang pribadi

Seseorang dinyatakan sebagai subyek hokum ketika dilahirkan dan berakhir ketika

meninggal dunia. Sebagai subyek hukum, manusia mempunyai wewenang untuk

melaksanakan kewajiban dan menerima haknya, sedangkan badan hukum merupakan

himpunan dari orang-orang, maka dalam pelaksanaan perbuatan hukum tersebut, suatu badan

hukum diwakili oleh pengurusnya.

Orang/manusia dan badan hukum sudah mempunyai porsinya masing-masing di

mata hukum baik itu dalam hukum perdata maupun hukum lainnya oleh karena itu makalah

ini lebih khususnya akan membahas tentang orang dan badan hukum dalam hukum islam dan

hukum perdata.

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana orang dan badan hukum sebagai subjek hukum menurut Hukum Perdata ?

b. Bagaimana orang dan badan hukum sebagai subjek hukum menurut Hukum Islam ?
BAB II

PEMBAHASAN

1. Menurut Hukum Perdata

a. Orang

Hukum orang adalah memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek

hukum, peraturan tentang kecakapan berhak dan kecakapan bertindak untuk melaksanakan

hak-hak itu.

Subjek hukum atau orang ialah setiap pendukung (pembawa) hak dan kewajiban.

Ada dua macam subjek hukum, Manusia (Natuurlijk Persoon), dan Badan hukum (Recht

Persoon) 1.

Manusia adalah subjek hukum menurut konsep biologis, sebagai gejala alam,

sebagai makhluk budaya ciptaan Tuhan yang di lengkapi dengan akal, perasaan dan

kehendak. Badan hukum adalah subjek hukum menurut yuridis, sebagai gejala hidup

bermayarakat, sebagai badan ciptaan manusia berdasarkan pada hukum, memiliki kewajiban

seperti manusia.

Secara prinsipil, badan hukum berbeda dengan manusia. Erbedaan tersebut dapat di

nyatakan. kan sebagai berikut:

a. Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Allah, mempunyai akal, perasaan dan

kehendak. Badan hukum adalah badan ciptaan manusia berdasarkan pada undang-

undang, di wakili oleh pengurusnya.Manusia memiliki kelamin, dapat menikah dan

dapat melahirkan. Badan hukum tidak memiliki kelamin, tidak dapat menikah dan

tidak dapat melahirkan.

b. Manusia dapat menjadi ahli waris, sedangkan badan hukum tidak dapat2.

Hukum perdata mengatur seluruh segi kehidupan manusia sejak ia belum lahir dan

masih dalam kandungan ibunya sampai meninggal dunia.

Menurut pasal 2 ayat (1) KUH Perdata (BW) bahwa “Anak yang ada dalam

kandungan seorang perempuan di anggap sebagai telah di lahirkan, apabila kepentingan si

1
Djaja S. Meliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif Bw (Bandung: Nuansa Aulia, 2014), hal. 18.
2
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata (Jakarta: Pt. Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 23.
anak menghendakinya”. Dengan demikian, seorang anak yang masih dalam kandungan

ibunya sudah di jamin untuk mendapatkan warisan jika ayahnya meninggal dunia.

Selanjutnya Pasal 2 ayat (2) BW menyatakan, bahwa apabila ia di lahirkan mati

maka ia di anggap tidak pernah ada. Dari pasal 2 BW dapat di ketahui bahwa manusia sejak

dalam kandungan haknya telah di akui dan di lindungi oleh hukum. Dengan demikian,

menurut hukum perdata nasional bahwa setiap manusia di akui sebagai manusia pribadi.

Artinya di akui sebagai “orang” atau persoon. Oleh karena itu, setiap “orang” di akui sebagai

subjek hukum (rechtspersoonlijkheid), yaitu pembawa hak dan kewajiban.

Meskipun menurut hukum, setiap orang pembawa atau mempunyai hak dan

kewajiban, tetapi di dalam hukum tidak semua orang dapat bertindak sendiri dalam

melaksanakan hak-haknya. Orang yang tidak mampu bertindak sendiri untuk melaksanakan

hak-haknya, disebut tidak cakap menurut hukum atau “tidak cakap hukum”

(onrechtsbekwaamheid/ in capable). Orang yang menurut undang-undang dinyatakan tidak

mampu bertindak menurut hukum atau “tidak cakap hukum” (onrechtsbekwaaamheid) ialah:

1. Orang yang belum dewasa, yaitu yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum

pernah nikah/kawin (Pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 1330 BW), untuk

melakukan perbuatan hukum orang ini harus di wakili oleh orang tua/walinya.

2. Orang yang berada di bawah pengawasan atau pengampuan (curatele), dia orang

dewasa tetapi dungu, sakit ingatan, suka gelap mata, sakit jiwa, pemboros atau tidak

sehat jiwanya (Pasal 1330 jo. 433 BW), dalam melakukan perbuatan hukum dia harus

di wakili oleh pengampunya (curator-nya).3

3. Orang-orang yang di larang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum

atau perjanjian (Pasal 1330 BW jo. Undang-undang tentang kepailitan).

Orang yang “cakap hukum” atau “mampu berbuat atau bertindak” menurut hukum

(rechtsbekwaamheid/capable) adalah orang-orang yang dapat atau mampu melakukan

perbuatan hukum. Orang-orang yang “cakap hukum” antara lain:

a) Orang dewasa atau sudah pernah nikah/kawin.

3
Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2013), hal. 135-136.
b) Orang dewasa yang sehat pikiran/jiwanya (tidak dungu, bukan pemabuk, tidak

pemboros).

c) Orang-orang yangtidak di larang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan

hukum.

Orang yang cakap hukum (rechtsbekwaamheid/capable), disebut “subjek hukum”

atau “pendukung hak dan kewajiban”, karena tidak hanya pembawa hak dan kewajiban saja,

tetapi juga mempunyai kemampuan untuk bertindak dalam hukum.

Jadi, subjek hukum adalah siapa saja yang mempunyai hak dan kewajiban serta

cakap bertindak di dalam hukum, atau dengan kata lain bahwa siapa yang cakap hukum

adalah mempunyai hak dan kewajiban. Orang yang mempunyai hak belum tentu cakap hukum

karena tidak mempunyai kewajiban, contohnya orang gila atau budak-budak di zaman dahulu.

Selain orang dan manusia (natuurlijkepersoon) sebagai subjek hukum adalah badan-

badan atau perkumpulan-perkumpulan di pandang sebagai subjek hukum yang dapat memiliki

hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia4.

Pendewasaan (Handlichting)

Pasal 419 KUHPerdata, menentukan:dengan pendewasaan, seorang anak yang di

bawah umur boleh dinyatakan dewasa atau kepadanya boleh di berikan hak-hak tertentu orang

dewasa. Dari ketentuan itu dapat di simpulkan bahwa adaa 2 (dua) macam pendewasaan,

yaitu:

1. Pendewasaan Penuh (Pasal 420 KUHPerdata)

Pendewasaan penuh di berikan dengan surat pernyataan dewasa (venia italic) kepada

orang yang telah mencapai umur 20 (dua pulih) tahun oleh kepala negara mentri kehakiman

setelah mendengar pertimbangan mahkama agung. Akibatnya, orang yang di nyatakan dewasa

penuh mempunyai kedudukan yang sama seperti orang dewasa (pasal 242 ayat (1)

KUHPerdata). Kecuali untuk menikah masih memerlukan izin orang tua atau wali juga dapat

di tentukan bahwa untuk menjual barang tidak bergerak miliknya memerlukan izin pengadilan

negeri di tempat tinggalnya.

2. Pendewasaan terbatas (pasal 246 KUHPerdata)

4
Ibid., hal 136-137
Pendewasaan terbatas ini di berikan kepada mereka yang telah mencapai usia 18 tahun

oleh pengadilan negeri setempat atas permintaan yang bersangkutan.5

b. Badan hukum

Badan Hukum adalah pendukung hak dan kewajiban yang tidak berjiwa sebagai

lawan pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa yakni manusia. Dan sebagai subjek hukum

yang tidak berjiwa, maka badan hukum tidak dapat dan tidak mungkin berkecimpung

dilapangan keluarga seperti mengadakan perkawinan, melahirkan anak dan sebagainya.

Badan Hukum (rechtspersoon) disamping manusia tunggal (natuurlijkpersoon)

adalah suatu realita yang timbul sebagai suatu kebutuhan hukum dalam pergaulan ditengah-

tengah masyarakat. Sebab, manusia selain mempunyai kepentingan perseorangan (individual),

juga mempunyai kepentingan bersama dengan tujuan bersama yang harus diperjuangkan

bersama pula. Karena itu mereka berkumpul mempersatukan diri dengan membentuk suatu

organisasi dan memilih pengurusnya untuk mewakili mereka.

Berangkat dari pengertian diatas Berikut ini dikemukakan 5 (lima) macam teori

tentang badan hukum :6

1. Teori Fictie

Menurut teori ini badan hukum itu semata-mata buatan Negara saja. Badan hukum

itu fictie, yakni sesuatu yang sesungguhnya tidak ada,tetapi orang menghidupkannya dalam

bayangan subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum yang sesungguhny. Dengan

kata lain bahwa,adanya badan hukum itu merupakan anggapan saja ( fictie) yang diciptakan

oleh Negara.

2. Teori harta kekayaan bertujuan (Doel vermoghenstheorie)

Menurut teori ini hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum. Namun,

kata teori ni, ada kekayaan (vermogen)yang bukan merupakan kekayaan sesrang, tetapi

kekayaan itu terikat pada tujuan tertentu. Kekayaan yang tidak ada yang mempunyainya dan

terikat pada tujuan tertentu.

3. Teori Organ

5
Ibid., hal 22
6
Mifdhol Abdurrahman, Hukum Perdata cet. 8, (Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2014), hal. 117.
Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi)dan bukan kekayaan (hak) yang

tidak bersubjek. Tetpai badan hukum adalah suatu orgasme yang riil, yang menjelma sunguh-

sungguh dalam pergaluan hukum,yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantara

alat-alat yang ada padanya pengurus (pengurus anggota-anggotanya), seperti manusia biasa

yang mempunyai organ [pancaindra] dan sebagainya.

4. Teori pemilikan bersama (Propritie coolectief Theory)

Propritie coolectief Theory disebut juga dengan gezammen-like Eigendoms Theorie.

Teori ini diajarkan oleh planiol,Star-bus-man, dan Molengraaf. Menurut teori ini hak dan

kewajiban badan hukum pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban para anggota.

5. Teori kenyataan yuridis (juridische Realiteitsleer theorie)

Dikatakan bahwa badan hukum itu merupakan suatu realiteit,konkret,riil, walapun

tidak bisa diraba,bukan khayal,tetapi kenyataan yuridis. Teori ini dikemukakan oleh mejers

ini menekan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia

terbatas sampai pada bidang hukum saja.

Klasifikasi Badan Hukum

Menurut Pasal 1653 BW badan hukum dapat dibagi atas 3 (tiga) macam, yaitu:

a. Badan hukum yang “diadakan” oleh pemerintah/kekuasaan umum, misalnya pemerintahan

daerah (pemerintahan provinsi,pemerintahan kabupaten/kota), bank-bank yang didirikan

oleh Negara dan sebagainya.

b. Badan hukum yang “diakui" oleh pemerintahan/kekuasaan umum, misalnya perkumpulan-

perkumpulan, gereja dan organisasi-organisasi agama dan sebagainya.

c. Badan hukum yang “didirikan” untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan

dengan undang-undang, kesusilaan,seperti perseroan terbatas, perkumpulan, asuransi,

perkapalan, dan lain sebagainya.7

Syarat-Syarat Pembentukan Badan Hukum

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu badan perkumpulan/badan usaha, agar

dapat dikatakan sebagai badan hukum (rechtspersoon). Menurut doktrin syarat-syaratnya

adalah sebagai berikut dibawah ini:

7
Ibid., hal. 119
1. Adanya harta kekayaan yang terpisah

Harta kekayaan ini diperoleh dari peranggota maupun perbuatan pemisahan yang

dilakukan seseorang/partikelir/pemerintah untuk suatu tujuan tertetntu. Adanya harta

kekayaan ini dimaksudkan sebagai alat untuk mencapai apa yang menjadi tujuan badan

hukum yang bersangkutan. Harta kekayaan ini,meskipun berasal dari pemasukan pemasukan

anggota-anggotanya,namun terpisah dengan harta kekayaan pribadi anggota-anggotanya,

perbuatan pribadi anggotanya-anggotanya tidak mengikat harta kekayaan

tersebut.sebaliknya,perbuatan badan hukum yang diwakili pengurusnya,tidak mengikat harta-

kekayaan anggota-anggotanya

2. Mempunyai tujuan tertentu

Tujuan tertentu ini dapat berupa tujuan yang adil maupun tujuan komersial yang

merupakan tujuan tersendiri daripada badan hukum. Jadi bukan untuk kepentingan satu atau

beberapa anggotanya. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan sendiri oleh badan

hukum dengan diwakili organnya. Tujuan yang hendak dicapai itu lazimnya dirumuskan

dengan jelas dalam anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.

3. Mempunyai kepentingan sendiri,

Dalam mencapai tujuannya, badan hukum mempunyai kepentingan sendiri yang

dilindungi oleh hukum. Kepentingan tersebut merupakan hak-hak subjektif sebagai akibat dari

peristiwa-peristiwa hukum.

4. Ada organisasi yang teratur

Badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis. Karena itu sebagai subjek hukum

disamping manusia badan hukum hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan

perantaraan organnya.8

6. Menurut Hukum islam

a. orang

Islam mengatur, orang atau manusia sebagai subjek hukum adalah pihak yang sudah

dapat dibebani hukum yang disebut dengan mukallaf. Mukallaf adalah orang yang telah

mampu bertindak secara hukum, baik yang berhubungan dengan Tuhan maupun dalam

8
Ibid., hal. 120
kehidupan sosial. Kata mukallaf berasal dari bahasa Arab memiliki arti yang dibebani hukum.

Dalam hal ini adalah mereka yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan

Allah SWT baik yang terkait dengan perintah maupun larangan-larangannya.

Kecakapan untuk melakukan suatu akad bagi seorang manusia dapat terjadi kepada

tiga keadaan9, yaitu

1. Manusia yang tidak dapat melakukan akad apapun seperti cacat jiwa, cacat mental

serta anak kecil yang belum mumayyiz.

2. Manusia yang dapat melakukan akad tertentu, seperti anak yang sudah mumayyiz,

tetapi belum mencapai baligh.

3. Manusia yang dapat melakukan seluruh akad, yaitu untuk yang telah memenuhi

syarat-syarat mukallaf.

Selain dilihat dari tahapan kedewasaan seseorang, untuk mencapai sahnya suatu

akad, juga terkait dengan kondisi psikologis seseorang. Syarat-syarat subjek akad dimaksud

sebagaimana dikemukakan oleh Hamzah Ya’cub adalah sebagai berikut10 :

a. Aqil (berakal), Orang yang melakukan transaksi haruslah berakal sehat, tidak sakit

jiwa, ataupun kurang akalnya karena masih di bawah umur, sehingga dapat

bertanggungjawab atas transaksi yang dilakukannya.

b. Tamyiz (dapat membedakan), Orang yang bertransaksi haruslah orang yang dapat

membedakan yang baik dan yang buruk, sebagai pertanda kesadarannya sewaktu

bertransaksi.

c. Mukhtar (bebas dari paksaan, Syarat ini didasarkan pada ketentuan dalam Surah

Annisa Ayat 29 dan Hadis Nabi SAW yang mengemukakan prinsip an-taradhin atau

suka sama suka. Hal ini berarti para pihak harus bebas dalam bertransaksi, lepas

daripada paksaan dan segala macam tekanan.

Demikian, persoalan subjek hukum terkait dengan orang, selalu dikaitkan dengan

syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mukalaf yaitu baligh dan berakal sehat. Akan

tetapi disamping hal ini, dalam kaitan dengan al-‘aqidain maka terdapat beberapa hal yang

9
Diana rahmi, Subjek Hukum Dalam Perspektif Undang-Undang Tentang Peradilan Agama (jurnal
hukum), T.H
10
Ibid., T.H
juga harus diperhatikan, yaitu : ahliyah (kecakapan), wilayah (kewenangan), dan wakalah

(perwakilan)11.

1. Ahliyah atau kecakapan , yaitu kecakapan seseorang untuk memiliki hak dan dikenai

kewajiban atasnya dan kecakapan melakukan tasharruf. Ahliyah ini kemudian dibagi

kepada dua macam yaitu pertama, Ahliyah wujub adalah kecakapan untuk memiliki

suatu hak kebendaan. Manusia dapat memiliki hak sejak dalam kandungan untuk hak

tertentu, yaitu hak waris. Hak ini akan selalu ada selama manusia hidup.

2. Kedua, Ahliyah ada’ adalah kecakapan memiliki tasharruf dan dikenai tanggung jawab

atau kewajiban, baik berupa hak Allah SWT atau hak manusia. Ahliyah ada’ terbagi

lagi kepada dua macam yaitu : pertama, Ahliyah ada’ al naqishah, yaitu kecakapan

bertindak yang tidak sempurna yang terdapat pada mumayyiz dan berakal sehat.

Orang dalam kategori ini dapat ber-tasharruf tetapi tidak dapat melakukan akad.

Kedua, Ahliyah ada’ al kamilah, yaitu kecakapan bertindak yang sempurna yang

terdapat pada aqil baligh dan berakal sehat. Ia dapat ber-tasharruf dan cakap untuk

melakukan akad.

3. Wilayah atau kewenangan, yaitu kekuasaan yang pemiliknya dapat ber-tasharruf dan

melakukan akad serta menunaikan segala akibat hukum yang ditimbulkannya. Adapun

syarat seseorang untuk mendapatkan wilayah akad adalah orang yang cakap ber-

tasharruf secara sempurna. Bagi orang yang kecakapan bertindaknya tidak sempurna

tidak memiliki wilayah, baik untuk dirinya maupun orang lain untuk melakukan

tasharruf.

4. Wakalah atau perwakilan, yaitu pengalihan kewenangan terkait harta dan perbuatan

tertentu dari seseorang kepada orang lain, guna mengambil tindakan tertentu dalam

hidupnya. Dalam wakalah, wakil dan muwakkil (yang diwakili) haruslah memiliki

kecakapan ber-tasharruf yang sempurna dan dilaksanakan dalam bentuk akad berupa

ijab dan kabul. Sehingga haruslah jelas objek dan tujuan akad tersebut. Dalam

wakalah, wakil memiliki hak untuk mendapatkan upah.

11
Ibid., T.H
Telah disinggung sebelumnya bahwa manusia sebagai subjek hukum didasarkan

pada alasan bahwa manusia mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan hukum, dalam

hal ini kewenangan berarti kecakapan untuk menjadi subjek hukum, yaitu sebagai pendukung

hak dan kewajiban. Pada prinsipnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungannya,

akan tetapi terkait dengan beberapa persyaratan dan keadaan tidak semua manusia

mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.

Perspektif hukum, batas kedewasaan seseorang menjadi sangat penting, karena hal

ini terkait dengan boleh tidaknya seseorang melakukan perbuatan hukum ataupun

diperlakukan sebagai subjek hukum. Dalam praktiknya sejak seseorang mengalami usia

dewasanya maka dia berhak untuk membuat sebuah perjanjian dengan orang lain, melakukan

perbuatan hukum tertentu misalnya melakukan transaksi jual beli terkait harta tetap atas nama

dirinya sendiri.

b. Badan hukum

Badan hukum menurut R. Rochmat Soemitro sebagaimana dikutip oleh Chidir Ali,

SH yaitu suatu badan yang mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi begitu

pula menurut Sri Soedewi Maschun Sofwan, badan hukum adalah kumpulan dari orang-orang

bersama-sama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan harta kekayaan yang

disendirikan untuk tujuan tertentu.12

Timbulnya fikrah syakhshiyah hukmiyah (teori kepribadian dalam urusan hukum)

dalam ilmu hukum adalah akibat adanya berbagai dari kemaslahatan perorangan dan tidak

mampunyai seseorang melaksanakan maslahat yang umum itu, oleh karena itu timbullah

syakhshiyah hukmiyah (badan hukum) yang dapat mengurus kemasalahatan yang

dipersekutukan masyarakat, yang dikehendaki oleh keperluan-keperluan hidup masyarakat.13

Antara badan hukum (syakhshi hukmi) dengan manusia pribadi (syakhshi thabi’i)

terdapat beberapa perbedaan yaitu dalam hal-hal sebagaimana berikut 14:

12
Chidir Ali, Badan Hukum (Bandung : Alumni, 1999, Cet. ke-2) hal. 19
13
Hasbi Ash-Hiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, Cet. ke-4,
2001) hal. 202-203
14
Ibid., 204-205
1. Syakhshi hukmi tidaklah berpautan dengan syakhshi thabi’i dalam hal hak-hak

syakhshiyah, hak-hak khusus bagi manusia seperti hak berkeluarga, hak beristri, hak

bercerai, hak perhubungan darah, hak pusaka dan sebagainya, kecuali dalam hal

jinsiyah, ahliyah dan tempat menetap ditetapkan kepada syakhshi hukmi

2. syakhshi hukmi tidak mati / hilang / berakhir dengan matinya / lenyapnya syahshi

thabi’i yang menjadi pengurusnya, maka bergantinya pengurus tidak menyebabkan

syakhshiyah hukmiyah harus bertukar pula.

3. Syakhshi thabi’i tidak diperlukan pengakuan hukum sedangkan syakhshi hukmi

diperlukan diperlukan hukum.

4. Ahliyah syakhshi thabi’i bagi segala rupa tasharufnya tidak terbatas, sedangkan

ahliyah syakhshi hukmi dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang ditetapkan huku dan

dibatasi dalam bidang-bidang yang dibenarkan hukum dan ditentukan.

5. Ahliyah syakhshiyah thabi’iyah berkembang menurut perkembangan manusia sendiri,

dimulai dari ahliyah naqishah (kecapakan bertindak yang tidak sempurna) berakhr

pada ahliyah kamilah (kecakapan bertindak yang sempurna), yaitu bila seseorang telah

dewasa. Berbeda dengan syakhshi hukmi, ahliyahnya telah sempurna dengan

berwujudnya syakhshiyah itu dan tetap tidak berkembang.

6. Syakhshiyah hukmiyah tidak dapat dijatuhi hukuman badan, yang dijatuhi hanya

hukuman perdata saja.

Dinamakan subyek hukum itu ada 2 sebagaimana tersebut di atas yaitu manusia dan

badan hukum, maka dari itu, badan hukum di mana di dalamnya terdapat individu pemilik

modal / saham yang melakukan berbagai macam transaksi dan kegiatan usaha.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Orang dan badan hukum sebgai subjek menurut hukum perdata

Hukum orang adalah memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek

hukum, peraturan tentang kecakapan berhak dan kecakapan bertindak untuk melaksanakan

hak-hak itu. Badan Hukum adalah pendukung hak dan kewajiban yang tidak berjiwa sebagai

lawan pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa yakni manusia. Badan Hukum

(rechtspersoon) disamping manusia tunggal (natuurlijkpersoon) adalah suatu realita yang

timbul sebagai suatu kebutuhan hukum dalam pergaulan ditengah-tengah masyarakat.

2. Orang dan badan hukum sebgai subjek menurut hukum Islam

Mukallaf adalah orang yang telah mampu bertindak secara hukum, baik yang

berhubungan dengan Tuhan maupun dalam kehidupan sosial. Kata mukallaf berasal dari

bahasa Arab memiliki arti yang dibebani hukum. sedangkan badan hukum merupakan

syakhshiyah hukmiyah yang dapat mengurus kemasalahatan yang dipersekutukan masyarakat,

yang dikehendaki oleh keperluan-keperluan hidup masyarakat


DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata (Jakarta: Pt. Citra Aditya Bakti, 2010)

Diana rahmi, Subjek Hukum Dalam Perspektif Undang-Undang Tentang Peradilan


Agama (jurnal hukum)

Djaja S. Meliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif Bw (Bandung: Nuansa Aulia,


2014).

Hasbi Ash-Hiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah (Semarang : PT. Pustaka Rizki


Putra, Cet. ke-4, 2001)

Mifdhol Abdurrahman, Hukum Perdata cet. 8, (Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2014)

Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia (Jakarta Timur: Sinar Grafika,
2013)

Anda mungkin juga menyukai