PENDAHULUAN
1. Latarbelakang
Hukum adalah peraturan yang mengikat danmengatur setiap tindakan manusia atau
masyarakat, sehubungan dengan haltersebut maka manusia merupakan subjek hukum yang
Subjek hukum diartikan juga sebagai pengemban hukum yaitu manusia dan badan
hukum. Subjek hukum yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang menurut hukum
dapat mempunyai hak dan kewajiban, yaitu manusia dan termasuk Badan Hukum. Yang
dimaksud dengan manusia secara yuridis adalah orang (persoon) yang dalam hukum
mempunyai hak subjektif dan kewenangan hukum. Sedangkan Badan Hukum adalah badan
yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang pribadi
Seseorang dinyatakan sebagai subyek hokum ketika dilahirkan dan berakhir ketika
himpunan dari orang-orang, maka dalam pelaksanaan perbuatan hukum tersebut, suatu badan
mata hukum baik itu dalam hukum perdata maupun hukum lainnya oleh karena itu makalah
ini lebih khususnya akan membahas tentang orang dan badan hukum dalam hukum islam dan
hukum perdata.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana orang dan badan hukum sebagai subjek hukum menurut Hukum Perdata ?
b. Bagaimana orang dan badan hukum sebagai subjek hukum menurut Hukum Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
a. Orang
hukum, peraturan tentang kecakapan berhak dan kecakapan bertindak untuk melaksanakan
hak-hak itu.
Subjek hukum atau orang ialah setiap pendukung (pembawa) hak dan kewajiban.
Ada dua macam subjek hukum, Manusia (Natuurlijk Persoon), dan Badan hukum (Recht
Persoon) 1.
Manusia adalah subjek hukum menurut konsep biologis, sebagai gejala alam,
sebagai makhluk budaya ciptaan Tuhan yang di lengkapi dengan akal, perasaan dan
kehendak. Badan hukum adalah subjek hukum menurut yuridis, sebagai gejala hidup
bermayarakat, sebagai badan ciptaan manusia berdasarkan pada hukum, memiliki kewajiban
seperti manusia.
Secara prinsipil, badan hukum berbeda dengan manusia. Erbedaan tersebut dapat di
a. Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Allah, mempunyai akal, perasaan dan
kehendak. Badan hukum adalah badan ciptaan manusia berdasarkan pada undang-
dapat melahirkan. Badan hukum tidak memiliki kelamin, tidak dapat menikah dan
b. Manusia dapat menjadi ahli waris, sedangkan badan hukum tidak dapat2.
Hukum perdata mengatur seluruh segi kehidupan manusia sejak ia belum lahir dan
Menurut pasal 2 ayat (1) KUH Perdata (BW) bahwa “Anak yang ada dalam
1
Djaja S. Meliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif Bw (Bandung: Nuansa Aulia, 2014), hal. 18.
2
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata (Jakarta: Pt. Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 23.
anak menghendakinya”. Dengan demikian, seorang anak yang masih dalam kandungan
ibunya sudah di jamin untuk mendapatkan warisan jika ayahnya meninggal dunia.
maka ia di anggap tidak pernah ada. Dari pasal 2 BW dapat di ketahui bahwa manusia sejak
dalam kandungan haknya telah di akui dan di lindungi oleh hukum. Dengan demikian,
menurut hukum perdata nasional bahwa setiap manusia di akui sebagai manusia pribadi.
Artinya di akui sebagai “orang” atau persoon. Oleh karena itu, setiap “orang” di akui sebagai
Meskipun menurut hukum, setiap orang pembawa atau mempunyai hak dan
kewajiban, tetapi di dalam hukum tidak semua orang dapat bertindak sendiri dalam
melaksanakan hak-haknya. Orang yang tidak mampu bertindak sendiri untuk melaksanakan
hak-haknya, disebut tidak cakap menurut hukum atau “tidak cakap hukum”
mampu bertindak menurut hukum atau “tidak cakap hukum” (onrechtsbekwaaamheid) ialah:
1. Orang yang belum dewasa, yaitu yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum
pernah nikah/kawin (Pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 1330 BW), untuk
melakukan perbuatan hukum orang ini harus di wakili oleh orang tua/walinya.
2. Orang yang berada di bawah pengawasan atau pengampuan (curatele), dia orang
dewasa tetapi dungu, sakit ingatan, suka gelap mata, sakit jiwa, pemboros atau tidak
sehat jiwanya (Pasal 1330 jo. 433 BW), dalam melakukan perbuatan hukum dia harus
Orang yang “cakap hukum” atau “mampu berbuat atau bertindak” menurut hukum
3
Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2013), hal. 135-136.
b) Orang dewasa yang sehat pikiran/jiwanya (tidak dungu, bukan pemabuk, tidak
pemboros).
hukum.
atau “pendukung hak dan kewajiban”, karena tidak hanya pembawa hak dan kewajiban saja,
Jadi, subjek hukum adalah siapa saja yang mempunyai hak dan kewajiban serta
cakap bertindak di dalam hukum, atau dengan kata lain bahwa siapa yang cakap hukum
adalah mempunyai hak dan kewajiban. Orang yang mempunyai hak belum tentu cakap hukum
karena tidak mempunyai kewajiban, contohnya orang gila atau budak-budak di zaman dahulu.
Selain orang dan manusia (natuurlijkepersoon) sebagai subjek hukum adalah badan-
badan atau perkumpulan-perkumpulan di pandang sebagai subjek hukum yang dapat memiliki
Pendewasaan (Handlichting)
bawah umur boleh dinyatakan dewasa atau kepadanya boleh di berikan hak-hak tertentu orang
dewasa. Dari ketentuan itu dapat di simpulkan bahwa adaa 2 (dua) macam pendewasaan,
yaitu:
Pendewasaan penuh di berikan dengan surat pernyataan dewasa (venia italic) kepada
orang yang telah mencapai umur 20 (dua pulih) tahun oleh kepala negara mentri kehakiman
setelah mendengar pertimbangan mahkama agung. Akibatnya, orang yang di nyatakan dewasa
penuh mempunyai kedudukan yang sama seperti orang dewasa (pasal 242 ayat (1)
KUHPerdata). Kecuali untuk menikah masih memerlukan izin orang tua atau wali juga dapat
di tentukan bahwa untuk menjual barang tidak bergerak miliknya memerlukan izin pengadilan
4
Ibid., hal 136-137
Pendewasaan terbatas ini di berikan kepada mereka yang telah mencapai usia 18 tahun
b. Badan hukum
Badan Hukum adalah pendukung hak dan kewajiban yang tidak berjiwa sebagai
lawan pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa yakni manusia. Dan sebagai subjek hukum
yang tidak berjiwa, maka badan hukum tidak dapat dan tidak mungkin berkecimpung
adalah suatu realita yang timbul sebagai suatu kebutuhan hukum dalam pergaulan ditengah-
juga mempunyai kepentingan bersama dengan tujuan bersama yang harus diperjuangkan
bersama pula. Karena itu mereka berkumpul mempersatukan diri dengan membentuk suatu
Berangkat dari pengertian diatas Berikut ini dikemukakan 5 (lima) macam teori
1. Teori Fictie
Menurut teori ini badan hukum itu semata-mata buatan Negara saja. Badan hukum
itu fictie, yakni sesuatu yang sesungguhnya tidak ada,tetapi orang menghidupkannya dalam
bayangan subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum yang sesungguhny. Dengan
kata lain bahwa,adanya badan hukum itu merupakan anggapan saja ( fictie) yang diciptakan
oleh Negara.
Menurut teori ini hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum. Namun,
kata teori ni, ada kekayaan (vermogen)yang bukan merupakan kekayaan sesrang, tetapi
kekayaan itu terikat pada tujuan tertentu. Kekayaan yang tidak ada yang mempunyainya dan
3. Teori Organ
5
Ibid., hal 22
6
Mifdhol Abdurrahman, Hukum Perdata cet. 8, (Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2014), hal. 117.
Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi)dan bukan kekayaan (hak) yang
tidak bersubjek. Tetpai badan hukum adalah suatu orgasme yang riil, yang menjelma sunguh-
sungguh dalam pergaluan hukum,yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantara
alat-alat yang ada padanya pengurus (pengurus anggota-anggotanya), seperti manusia biasa
Teori ini diajarkan oleh planiol,Star-bus-man, dan Molengraaf. Menurut teori ini hak dan
kewajiban badan hukum pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban para anggota.
tidak bisa diraba,bukan khayal,tetapi kenyataan yuridis. Teori ini dikemukakan oleh mejers
ini menekan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia
Menurut Pasal 1653 BW badan hukum dapat dibagi atas 3 (tiga) macam, yaitu:
c. Badan hukum yang “didirikan” untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu badan perkumpulan/badan usaha, agar
7
Ibid., hal. 119
1. Adanya harta kekayaan yang terpisah
Harta kekayaan ini diperoleh dari peranggota maupun perbuatan pemisahan yang
kekayaan ini dimaksudkan sebagai alat untuk mencapai apa yang menjadi tujuan badan
hukum yang bersangkutan. Harta kekayaan ini,meskipun berasal dari pemasukan pemasukan
kekayaan anggota-anggotanya
Tujuan tertentu ini dapat berupa tujuan yang adil maupun tujuan komersial yang
merupakan tujuan tersendiri daripada badan hukum. Jadi bukan untuk kepentingan satu atau
beberapa anggotanya. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan sendiri oleh badan
hukum dengan diwakili organnya. Tujuan yang hendak dicapai itu lazimnya dirumuskan
dilindungi oleh hukum. Kepentingan tersebut merupakan hak-hak subjektif sebagai akibat dari
peristiwa-peristiwa hukum.
Badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis. Karena itu sebagai subjek hukum
disamping manusia badan hukum hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan
perantaraan organnya.8
a. orang
Islam mengatur, orang atau manusia sebagai subjek hukum adalah pihak yang sudah
dapat dibebani hukum yang disebut dengan mukallaf. Mukallaf adalah orang yang telah
mampu bertindak secara hukum, baik yang berhubungan dengan Tuhan maupun dalam
8
Ibid., hal. 120
kehidupan sosial. Kata mukallaf berasal dari bahasa Arab memiliki arti yang dibebani hukum.
Dalam hal ini adalah mereka yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan
Kecakapan untuk melakukan suatu akad bagi seorang manusia dapat terjadi kepada
1. Manusia yang tidak dapat melakukan akad apapun seperti cacat jiwa, cacat mental
2. Manusia yang dapat melakukan akad tertentu, seperti anak yang sudah mumayyiz,
3. Manusia yang dapat melakukan seluruh akad, yaitu untuk yang telah memenuhi
syarat-syarat mukallaf.
Selain dilihat dari tahapan kedewasaan seseorang, untuk mencapai sahnya suatu
akad, juga terkait dengan kondisi psikologis seseorang. Syarat-syarat subjek akad dimaksud
a. Aqil (berakal), Orang yang melakukan transaksi haruslah berakal sehat, tidak sakit
jiwa, ataupun kurang akalnya karena masih di bawah umur, sehingga dapat
b. Tamyiz (dapat membedakan), Orang yang bertransaksi haruslah orang yang dapat
membedakan yang baik dan yang buruk, sebagai pertanda kesadarannya sewaktu
bertransaksi.
c. Mukhtar (bebas dari paksaan, Syarat ini didasarkan pada ketentuan dalam Surah
Annisa Ayat 29 dan Hadis Nabi SAW yang mengemukakan prinsip an-taradhin atau
suka sama suka. Hal ini berarti para pihak harus bebas dalam bertransaksi, lepas
Demikian, persoalan subjek hukum terkait dengan orang, selalu dikaitkan dengan
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mukalaf yaitu baligh dan berakal sehat. Akan
tetapi disamping hal ini, dalam kaitan dengan al-‘aqidain maka terdapat beberapa hal yang
9
Diana rahmi, Subjek Hukum Dalam Perspektif Undang-Undang Tentang Peradilan Agama (jurnal
hukum), T.H
10
Ibid., T.H
juga harus diperhatikan, yaitu : ahliyah (kecakapan), wilayah (kewenangan), dan wakalah
(perwakilan)11.
1. Ahliyah atau kecakapan , yaitu kecakapan seseorang untuk memiliki hak dan dikenai
kewajiban atasnya dan kecakapan melakukan tasharruf. Ahliyah ini kemudian dibagi
kepada dua macam yaitu pertama, Ahliyah wujub adalah kecakapan untuk memiliki
suatu hak kebendaan. Manusia dapat memiliki hak sejak dalam kandungan untuk hak
tertentu, yaitu hak waris. Hak ini akan selalu ada selama manusia hidup.
2. Kedua, Ahliyah ada’ adalah kecakapan memiliki tasharruf dan dikenai tanggung jawab
atau kewajiban, baik berupa hak Allah SWT atau hak manusia. Ahliyah ada’ terbagi
lagi kepada dua macam yaitu : pertama, Ahliyah ada’ al naqishah, yaitu kecakapan
bertindak yang tidak sempurna yang terdapat pada mumayyiz dan berakal sehat.
Orang dalam kategori ini dapat ber-tasharruf tetapi tidak dapat melakukan akad.
Kedua, Ahliyah ada’ al kamilah, yaitu kecakapan bertindak yang sempurna yang
terdapat pada aqil baligh dan berakal sehat. Ia dapat ber-tasharruf dan cakap untuk
melakukan akad.
3. Wilayah atau kewenangan, yaitu kekuasaan yang pemiliknya dapat ber-tasharruf dan
melakukan akad serta menunaikan segala akibat hukum yang ditimbulkannya. Adapun
syarat seseorang untuk mendapatkan wilayah akad adalah orang yang cakap ber-
tasharruf secara sempurna. Bagi orang yang kecakapan bertindaknya tidak sempurna
tidak memiliki wilayah, baik untuk dirinya maupun orang lain untuk melakukan
tasharruf.
4. Wakalah atau perwakilan, yaitu pengalihan kewenangan terkait harta dan perbuatan
tertentu dari seseorang kepada orang lain, guna mengambil tindakan tertentu dalam
hidupnya. Dalam wakalah, wakil dan muwakkil (yang diwakili) haruslah memiliki
kecakapan ber-tasharruf yang sempurna dan dilaksanakan dalam bentuk akad berupa
ijab dan kabul. Sehingga haruslah jelas objek dan tujuan akad tersebut. Dalam
11
Ibid., T.H
Telah disinggung sebelumnya bahwa manusia sebagai subjek hukum didasarkan
pada alasan bahwa manusia mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan hukum, dalam
hal ini kewenangan berarti kecakapan untuk menjadi subjek hukum, yaitu sebagai pendukung
hak dan kewajiban. Pada prinsipnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungannya,
akan tetapi terkait dengan beberapa persyaratan dan keadaan tidak semua manusia
Perspektif hukum, batas kedewasaan seseorang menjadi sangat penting, karena hal
ini terkait dengan boleh tidaknya seseorang melakukan perbuatan hukum ataupun
diperlakukan sebagai subjek hukum. Dalam praktiknya sejak seseorang mengalami usia
dewasanya maka dia berhak untuk membuat sebuah perjanjian dengan orang lain, melakukan
perbuatan hukum tertentu misalnya melakukan transaksi jual beli terkait harta tetap atas nama
dirinya sendiri.
b. Badan hukum
Badan hukum menurut R. Rochmat Soemitro sebagaimana dikutip oleh Chidir Ali,
SH yaitu suatu badan yang mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi begitu
pula menurut Sri Soedewi Maschun Sofwan, badan hukum adalah kumpulan dari orang-orang
bersama-sama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan harta kekayaan yang
dalam ilmu hukum adalah akibat adanya berbagai dari kemaslahatan perorangan dan tidak
mampunyai seseorang melaksanakan maslahat yang umum itu, oleh karena itu timbullah
Antara badan hukum (syakhshi hukmi) dengan manusia pribadi (syakhshi thabi’i)
12
Chidir Ali, Badan Hukum (Bandung : Alumni, 1999, Cet. ke-2) hal. 19
13
Hasbi Ash-Hiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, Cet. ke-4,
2001) hal. 202-203
14
Ibid., 204-205
1. Syakhshi hukmi tidaklah berpautan dengan syakhshi thabi’i dalam hal hak-hak
syakhshiyah, hak-hak khusus bagi manusia seperti hak berkeluarga, hak beristri, hak
bercerai, hak perhubungan darah, hak pusaka dan sebagainya, kecuali dalam hal
2. syakhshi hukmi tidak mati / hilang / berakhir dengan matinya / lenyapnya syahshi
4. Ahliyah syakhshi thabi’i bagi segala rupa tasharufnya tidak terbatas, sedangkan
ahliyah syakhshi hukmi dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang ditetapkan huku dan
dimulai dari ahliyah naqishah (kecapakan bertindak yang tidak sempurna) berakhr
pada ahliyah kamilah (kecakapan bertindak yang sempurna), yaitu bila seseorang telah
6. Syakhshiyah hukmiyah tidak dapat dijatuhi hukuman badan, yang dijatuhi hanya
Dinamakan subyek hukum itu ada 2 sebagaimana tersebut di atas yaitu manusia dan
badan hukum, maka dari itu, badan hukum di mana di dalamnya terdapat individu pemilik
modal / saham yang melakukan berbagai macam transaksi dan kegiatan usaha.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
hukum, peraturan tentang kecakapan berhak dan kecakapan bertindak untuk melaksanakan
hak-hak itu. Badan Hukum adalah pendukung hak dan kewajiban yang tidak berjiwa sebagai
lawan pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa yakni manusia. Badan Hukum
Mukallaf adalah orang yang telah mampu bertindak secara hukum, baik yang
berhubungan dengan Tuhan maupun dalam kehidupan sosial. Kata mukallaf berasal dari
bahasa Arab memiliki arti yang dibebani hukum. sedangkan badan hukum merupakan
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata (Jakarta: Pt. Citra Aditya Bakti, 2010)
Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia (Jakarta Timur: Sinar Grafika,
2013)