Anda di halaman 1dari 18

PERBANDINGAN PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

BERENCANA DI INDONESIA DAN SINGAPURA


Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perbandingan Hukum Pidana
Dosen Pengampu Opik Rozikin, SH., MH.

Oleh:
M. Ghazi Al-Ghifari 1193060054
M. Luthfi Hibatullah 1193060055
Rosabella Wahyuditya 1193060074
Salsabilla Irawan 1193060079
Sheli Rosalia 1193060081
Siti Nur Fatimah 1193060084
Viru Valka 1193060090

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat tuhan yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah
ini dengan baik dan tepat pada waktunya. dalam makalah ini kami membahas
mengenai “Perbandingan Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana di
Indonesia dan Singapura” Makalah ini dibuat dengan berbagai referensi dan
beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan
dan hambatan selama mengerjakan makalah ini.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Bandung, 17 November 2022

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

iii
Contents
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................................. iii
BAB I .............................................................................................................................................................. 5
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 5
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................................... 5
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 7
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................................ 7
BAB II ............................................................................................................................................................. 9
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 9
A. Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Dalam KUHP Indonesia
Dan Singapura ....................................................................................................................................... 9
B. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Menurut KUHP ............10
C. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Menurut Hukum Pidana
Singapura ..............................................................................................................................................11
D. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan Berencana di Indonesia ...............................12
E. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan Berencana di Singapura ...............................13
BAB III .........................................................................................................................................................15
PENUTUP ...................................................................................................................................................15

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum adalah suatu sistem dimana semua peraturan saling berhubungan,
yang satu ditetapkan oleh yang lain, sistem hukum menjalankan seperangkat
aturan dan prosedur hukum. Eric L Richard (Ade Maman Suherman, 2004 : 21)
pakar hukum global business dari Indiana University menjelaskan sistem hukum
utama di dunia (The World’s Major Legal System) yaitu : Civil Law, Common
Law, Islamic Law, Socialist Law, Sub-Saharan Africa, dan Far East. Diantara
keenam sistem hukum yang telah diuraikan tersebut terdapat dua sistem hukum
yang paling banyak digunakan oleh negara-negara di dunia, yaitu sistem hukum
civil law dan common law. Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum
campuran, dimana sistem hukum ini dapat terjadi karena sejarah pengaruh hukum
asing dalam hukum lokal yang dianut oleh negara tersebut atau dapat pula terjadi
karena pengaruh dari hukum internasional yang diadopsi oleh negara sebagai
bagian dari komunitas internasional.
Sistem hukum yang dianut Indonesia tersebut adalah Civil Law, Common
Law, sistem hukum Adat, dan sistem hukum Islam, akan tetapi karena Indonesia
merupakan negara bekas jajahan Belanda maka sistem hukum yang paling
dominan adalah sistem hukum civil law. Berbeda dengan negara Singapura yang
merupakan negara Commonwealth atau negara bekas jajahan Inggris, maka sistem
hukum yang diterapkan adalah sistem hukum common law. Dari perbedaan sistem
hukum yang dianut oleh Indonesia dan Singapura ini pastinya terdapat aturan
hukum yang berbeda pula, dalam hal ini terutama pengaturan tentang hukum
pidana khususnya tentang percobaan tindak pidana.
Tindak pidana percobaan ini adalah suatu tindak pidana yang tidak selesai
dan tidak selesainya perbuatan tersebut semata-mata bukanlah karena
kehendaknya sendiri. Pengaturan hukum pidana pada percobaan tindak pidana
berbeda dengan tindak pidana/kejahatan selesai, dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) Indonesia pengaturan percobaan diatur dalam Pasal 53

5
6

dan 54. Akan tetapi dalam KUHP Indonesia pada dasarnya memberikan
penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan percobaan itu, melainkan hanya
berupa syarat-syarat yang memenuhi apakah suatu tindak pidana tersebut masuk
dalam percobaan. Namun demikian, dalam menentukan apakah suatu tindak
pidana merupakan suatu percobaan tidak semudah dari apa yang terlihat, apakah
syarat yang tertuang dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP tersebut harus dipenuhi
seluruhnya ataukah apabila salah satu saja dari syarat yang ada telah terpenuhi
maka perbuatan seseorang tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai percobaan
tindak pidana. Begitu pula dengan percobaan tindak pidana di Singapura, berbeda
dengan Indonesia yang diatur dalam ketentuan umum, percobaan di Singapura
diatur dalam Chapter tersendiri, yaitu Pasal 511 mengenai Attempts To Commit
Offences (Percobaan Melakukan Tindak Pidana) Dengan berbekal perbandingan
hukum pidana, maka dapat memungkinkan digunakan sebagai salah satu acuan
pembentukan Rancangan KUHP yang lebih baik dari peninggalan Belanda,
seperti penghapusan niat yang sulit dibuktikan ataupun pemberian sanksi ketika
suatu perbuatan pelaksanaan selesai atau tidak selesai karena keinginan dari si
pelaku. Kemudian dikarenakan kedua negara tersebut memiliki sistem hukum
yang berbeda, serta negara tetangga anggota ASEAN yang tentunya banyak
terikat perjanjian Bilateral maupun Multilateral maka dimungkinkan dengan
mempelajari hukum pidana Singapura tersebut akan dapat ditemukan tambahan-
tambahan yang bisa dijadikan pembanding bagaimana merumuskan isi yang pas
dan sesuai dalam rancangan KUHP tersebut. Oleh karena itu tulisan ini
bermaksud untuk memaparkan mengenai persamaan dan perbedaan tentang
percobaan tindak pidana yang terdapat dalam KUHP Indonesia dan Singapore
Penal Code Chapter 224. Indonesia dan Singapura mempunyai perbedaan dan
persamaan atas hukuman tindak pidana pembunuhan berencana. Apabila
dibandingkan antara ketentuan pidana yang diatur oleh KUHP Indonesia dengan
ketentuan pidana yang diatur di dalam Penal Code Singapore mengatur lebih
detail dan lebih signifikan dalam pemberian hukuman yang dijatuhkan kepada
orang yang melakukan tindak pidana/kejahatan tersebut. Pokok permasalahan
yang diteliti adalah bagaimana pengaturan tentang tindak pidana pembunuhan
7

berencana yang diatur di dalam KUHP Indonesa dan Penal Code Singapore (Act
224) dan bagaimana persamaan dan perbedaan tindak pidana pembunuhan
berencana menurut sistematika KUHP Indonesia dan Penal Code Singapore (Act
224). Untuk menjawab permasalahan tersebut, dilakukan penelitian bertipe yuridis
normatif yang bersifat deskriptif analitis, menggunakan data primer, sekunder,
dan tersier. Pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan yang dianalisis
secara kualitatif dan penarikan kesimpulan dengan cara logika deduktif. Di
Indonesia tindak pidana pembunugan berencana diatur secara khusus di dalam
KUHP pasal 340 tentang tindak pidana pembunuhan berencana dan di Singapura
diatur di dalam Penal Code Singapore (ACT 224) Chapter XVI Offences
Affecting the Human Body (Pelanggaran yang mempengaruhi tubuh manusia)
section 300. Secara umum Indonesia dengan Singapura memiliki perbedaan
sistem hukum yang dianut, namun dalam pengaturan mengenai tindak pidana
pembunuhan berencana ini terdapat persamaan terutama mengenai peraturan
hukumnya, dan terdapat perbedaan terutama mengenai subjek hukum dan sanksi
hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Dalam
KUHP Indonesia dan Singapura?
2. Apa Saja Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Menurut
KUHP?
3. Apa Saja Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Menurut
Hukum Pidana Singapura?
4. Bagaimana Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Di Indonesia?
5. Bagaimana Sanksi Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan berencana Di
Singapura?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana
Dalam KUHP Indonesia dan Singapura
2. Untuk Mengetahui Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan Berencana
Menurut KUHP
8

3. Untuk Mengetahui Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan Berencana


Menurut Hukum Pidana di Singapura
4. Untuk Mengetahui Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Di
Indonesia
5. Untuk Mengetahui Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Di
Singapura
9

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Dalam KUHP
Indonesia Dan Singapura
Pembunuhan berencana adalah kejahatan mengambil nyawa orang lain, atau
membunuh, setelah merencanakan waktu dan teknik, sepenuhnya bertujuan untuk
menjamin tercapainya kematian atau menjauhi penangkapan. Pembunuhan
berencana dalam hukum pada umumnya adalah jenis pembunuhan yang paling
asli, dan pelakunya pantas dihukum mati. Secara umum Indonesia dengan
Singapura memiliki perbedaan sistem hukum yang dianut, namun dalam
pengaturan mengenai tindak pidana pembunuhan berencana ini terdapat
persamaan terutama mengenai peraturan hukumnya, dan terdapat perbedaan
terutama mengenai subjek hukum dan sanksi hukum.
Hukum pidana Singapura adalah kerangka pidana Early English Sexon,
yang merupakan sistem hukum pidana yang dimulai di negara-negara Saxon
Inggris Awal, terutama AS dan Unified Realm. Mengingat sistem ini merupakan
bangsa alternatif, baik itu Asia, Australia, Afrika, dan Amerika yang rangkaian
pertemuannya mengalami ekspansionisme dari negara-negara Saxon Inggris Awal
yang hingga saat ini masih berpegang teguh dan menerapkan struktur hukum
pidana Saxon Inggris. 1 Sedangkan sistem hukum Indonesia memiliki ciri khas,
selain memiliki kecenderungan menganut sistem hukum Common law, sistem
hukum adat masih diakui dalam pelaksanaannya.
Pembunuhan adaIah suatu tindakan untuk menghiIangkan nyawa
seseorang dengan cara meIawan hukum, maupun yang tidak melawan hukum.
Pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh pembentuk Hukum sebagai bentuk
khusus pembunuhan yang memberatkan yang unsur-unsurnya dapat berupa
"pembunuhan yang dilakukan dengan rencana sebelumnya".di pidana. didalam
pembunuhan perencanaan di Indonesia tertuang dalam Pasal 340 KUHP,

1 Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana (Jakarta: Rajawali, 2002), hlm. 1.


10

sedangkan di Singapura terdapat yaitu Penal Code ACT 224 Bab XVI
"Pelanggaran yang mempengaruhi tubuh manusia" pasal 300. Ancaman hukuman
untuk pelaku pembunuhan berencana ini adalah dengan pidana mati atau pidana
selama waktu tertentu , paling lama dua puluh tahun untuk menentukan adanya
kemampuan bertanggung jawab, seseorang dengan kesengajaan. Sedangkan
dalam Penal Code Singapura pasal 300 ACT 224 pembunuhan berencana ialah
mengambil nyawa seseorang secara tidak sengaja yang terangkum dalam "secara
tidak sengaja mengambil nyawa sesorang" dapat dikategorikan sebagai penjelasan
pembunuhan. Menurut Prof. Andi Hamzah, KUHP Singapura tidak mengenal
adanya lex strica (penjelasan isi suatu undang-undang), tetapi hanya memberikan
ilustrasi untuk setiap bagian isi atau pasal.2
B. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Menurut KUHP
Tindak pidana pembunuhan berencana merupakan tindak pidana paling berat
pidananya. Dilihat dari bentuk pidana yang diancamkannya, maksimal pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara dua puluh tahun.
Pembentuk KUHP merumuskan tindak pidana ini sebagai bentuk pembunuhan
khusus yang memberatkan. Unsur pembeda antara tindak pidana pembunuhan
biasa atau dalam bentuk pokok dan tindak pidana pembunuhan berencana adalah
unsur-unsur dengan rencana terlebih dahulu (berencana). Mengenai unsur
berencana tidak dirumuskan pengertiannya dalam KUHP, sehingga pengertiannya
dapat diperoleh dari pendapat para ahli hukum pidana (doktrin) atau putusan
hakim mengenai tindak pidana pembunuhan berencana (yurisprudensi).
Berdasarkan pendapat para ahli hukum pidana, dapat dirumuskan bahwa
pengertian dan syarat berencana adalah : (1) adanya proses pertimbangan atau
pemikiran yang dilakukan oleh pelaku terhadap perbuatan yang akan
dilakukannya, sehingga dengan proses tersebut menghasilkan satu keputusan yang
tenang. (2) konsekuensi dari adanya proses pertimbangan atau pemikiran yang
dilakukan oleh pelaku membutukan adanya waktu tertentu, meskipun adanya
waktu tertentu tersebut kualitasnya bersifat relative lama atau sempat.

2 Andi Hamzah, Perbandingan Hukum Pidana (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 5.
11

Unsur berencana dalam pasal 340 KUHP adalah unsur rencana dalam tindak
pidana pembunuhan berencana. Oleh karena itu, rencana pembunuhan berencana
yang telah memenuhi syarat rencana, yakni adanya keputusan kehendak yang
tenang dan adanya waktu tertentu, harus memiliki hubungan yang erat dengan
pembunuhan yang dilakukannya. Dengan demikian dua syarat berencana harus
dilengkapi dengan syarat ketiga yakni pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam
suasana tenang.3
Unsur-unsur tindak pidana pembunuhan berencana dalam pasal 340
KUHP. pasal 340 KUHP menyebutkan : “Barang siapa dengan sengaja dan
dengan direncanakan terlebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain dihukum
karena pembunuhan direncanakan (moord) dengan hukuman mati atau penjara
seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun”. Adapun
unsur pasal 340 KUHPidana adalah : 1). Barang siapa 2). Dengan sengaja 3).
Direncanakan terlebih dahulu 4). Menghilangkan jiwa orang lain.
C. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Menurut Hukum
Pidana Singapura
Hukum pidana Singapur merupakan kerangka pidana Early English Saxon,
yang merupakan sistem hokum pidana yang dimulai dari negara – negara Saxon
Inggris Awal, khususnya Amerika Serikat dan Unified Realm. Mengingat sistem
hukum ini merupakan bangsa alternatif, baik itu Asia, Australia, Afrika dan
Amerika yang rangkaian pertemuannya mengalami ekspansionisme dari negara –
negara Saxon Inggris Awal yang hingga saat ini masih menerapkan struktur
hukum pidana Saxon Inggris.4
Di dalam KUHP Singapur (ACT 224) di bagian XVI Region 300 tindak
pidana pembunuhan berencana harus memenuhi unsur – unsur sebagai berikut:
1. Ada niatan atau kemauan
2. Sudah mulai melakukan tindak pidana (sebagai awal pelaksanaan)

3 Echwan Iriyanto and Halif, “Unsur Rencana Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana,”
Kajian Putusan (2021): hlm. 24.
4 Almunirah Tanjung and Yetisma Saini, “Perbandingan Hukum Pidana Negara Singapura

Dan Hukum Pidana Indonesia Mengenai Tindak Pidana Pembunuhan Berencana,” 2021, hlm.
3.
12

3. Tindakan yang dimaksud telah selesai


4. Hasil atau tujuan yang dapat menyebabkan kematian.
D. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan Berencana di Indonesia
Pembunuhan berencana adalah suatu perbuatan dengan sengaja
menghilangkan nyawa orang lain dimana antara timbulnya niat untuk membunuh
dengan pelaksanaannya ada tenggang waktu yang cukup untuk berpikir secara
tenang, apakah perbuatan tersebut akan dilanjutkan atau dibatalkan. waktu untuk
berpikir itulah yang membedakan jenis tindak pidana pembunuhan ini dengan
tindak pidana pembunuhan lainnya, dimana sanksi pidana pada pembunuhan
berencana ini lebih berat dari pada pembunuhan jenis lainnya yang diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Dengan demikian, berdasarkan
Pasal 340 KUHP tersebut, sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana pembunuhan
berencana ini terdiri dari :
1) Pidana mati Pidana ini merupakan jenis pidana yang paling berat apabila
dibandingkan dengan jenis pidana lainnya, meskipun pada dasarnya tidak
hanya terhadap tindak pidana pembunuhan berencana ini saja yang diancam
dengan pidana mati, namun adapun jenis tindak pidana lain yang juga
diancam dengan pidana mati. Tindak pidana yang dimaksud adalah tindak
pidana pencuruan dengan kekerasan sebagaimana diatur dalam rumusan Pasal
365 Ayat (4) KUHP, serta pemberontakan yang diatur dalam pasal 124
KUHP dan kesemuanya itu diancam dengan pidana mati pada pengaturan
mengenai sanksi pidana terhadap tindak pidana ini.
2) Pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20
tahun. Pidana penjara merupakan bagian dari pidana pokok yang merupakan
pembatasan kemerdekaan bagi pelaku tindak pidana. Pasal 12 KUHP Ayat
(1) yang menentukan bahwa pidana penjara ini dapat seumur hidup atau
sementara paling sedikit satu hari dan selama-lamanya 15 tahun, ayat 3
menentukan pidana penjara 15 tahun dan dapat dipertinggi lagi sampai 20
tahun, sedangkan pada ayat 4 menentukan batas yang paling tinggi yaitu 20
tahun. Dengan demikian, trhadap tindak pidana pembunuhan berencana ini
juga dapat dikenakan sanksi pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
13

tertentu paling lama 20 tahun sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 340


KUHP tersebut.
Di indonesia Hakim Pertimbangan menjadi kunci Dalam Menentukan
Berat Ringannya Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana,
Jadi, hanya hakim lah yang bisa mengukur sejauh mana sanksi dijatuhkan. Contoh
hal-hal yang memberatkan atau meringankan:
a. Hal-hal yang memberatkan :
1) Semisal Perbuatan Terdakwa tergolong kejam karena tega berbuat
kekerasan yang menyebabkan kematian pada korban
2) Semisal Perbuatan para Terdakwa dilakukan pada bulan suci ramadan
3) Semisal perbuatan Terdakwa, telah menyebabkan penderitaan pada isteri
dan anak-anak korban
b. Hal-hal yang meringankan:
1) Semisal Terdakwa bersikap sopan di persidangan
2) Semisal Terdakwa belum pernah dihukum
3) Semisal Penjatuhan pidana oleh Terdakwa tentu dirasakan sebagai cobaan
yang berat dan pelajaran berharga pada masa mendatang serta berbekas
dalam diri Terdakwa, oleh karenanya tidaklah tepat bila Terdakwa dipidana
sepanjang hayatnya tanpa memberi kesempatan berkumpul kembali di
tengah masyarakat untuk berbakti kepada sesama.
E. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan Berencana di Singapura
Yang dimaksud dengan hukum pidana menurut KUHP Singapura adalah
"sumber daya yang memuat pedoman tentang permintaan dan komitmen dalam
kegiatan publik, dan juga dapat ditolak bagi orang- orang yang menentangnya".
Makna: “Sekumpulan pedoman yang berisi pedoman tentang komitmen dan
larangan dalam aktivitas publik, dan dapat ditolak bagi individu yang
melanggarnya. Jenis pelanggaran yang esensial ditandai sebagai pelanggaran yang
berbeda dan memberikan hukuman yang berat. Pelanggarnya biasanya tergantung
pada dukungan pidana yang paling asli yang dapat dipaksakan, mengingat realitas
kasus saat ini.Pada Dengan pernyataan yang dibuat oleh pengacara pelaku
kesalahan kepada otoritas dakwaan, penyelidik dapat menyetujui untuk menuduh
14

pelaku kesalahan dari pelanggaran yang lebih ringan. dia setuju untuk mengakui
tuduhan itu, hukuman yang dipaksakan dapat dikurangi. Sanksi pidana
pmaunuhan barencana manurut KUHP Singapur adaIah: “Sebagai aturan,
pengaturan sehubungan dengan pembunuhan berencana dapat ditemukan daIam
pengaturan KUHP Singapur, khususnya di Bagian XVl Ragion 3OO(c), khusunya
PeIanggaran yang Mampengaruhi badan Manusia.Berdasarkan Pelaksanaan
Pekerjaan”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perbutan pembunuhan merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
menghilangkan nyawa orang lain. Pada dasarnya pembunuhan di Indonesia di atur
dan terdapat dalam pasal 338 KUHPidana, dan dalam pembunuhan direncanakan
terlebih dahulu terdapar dalam pasal 340 KUHPidana. Sedangkan di Singapura
yaitu terdapat dalam Penal Code ACT 224 Bab XVI tentang “pelanggaran yang
mempengaruhi tubuh manusia” pasal 300. Ancaman hukuman untuk pelaku
pembunuhan ini adalah dengan pidana mati atau pidana selama waktu tertentu,
paling lama dua puluh tahun, untuk menentukan adanya kemampuan bertanggung
jawab seseorang dengan kesengajaan. Di Singapura sendiri tidak mengenal
adanya lex strica melainkan hanya memberikan ilustrasi pada tiap-tiap bagian isi
atau pasalnya. Tindak pembunuhan berencana dalam pasal 300 (c), KUHP
Singapura menyimpulkan bahwa seseorang dapat dikenakan sanksi pidana dalam
melakukan tindak pidana pembunuhan berencana.
Indonesia dan Singapura mempunyai perbedaan dan persamaan atas hukuman
tindak pidana pembunuhan berencana. Apabila dibandingkan antara ketentuan
pidana yang diatur oleh KUHP Indonesia dengan ketentuan pidana yang diatur di
dalam Penal Code Singapura mengatur lebih detail dan lebih signifikan dalam
pemberian hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang melakukan tindak pidana
tersebut. Untuk unsur-unsur nya sendiri di Indonesia di atur dalam pasal 340
KUHP adalah 1). Barang siapa 2). Dengan sengaja 3). Direncanakan terlebih
dahulu 4). Menghilangkan jiwa orang lain. Sedangkan di dalam KUHP Singapura
tindak pidana pembunuhan berencana harus memenuhi unsur-unsur 1). Ada niatan
atau kemauan 2). Sudah mulai melakukan tindak pidana 3). Tindakan yang
dimaksud telah selesai 4). Hasil dan tujuan yang dapat menyebabkan kematian.
B. Saran
Pemahaman terhadap unsur-unsur delik seperti direncanakan terlebih
dahulu harus menjadi perhatian yang serius dalam rangka menerapkan hukum

15
16

yang baik dalam penyidikan, penuntutan terlebih bagi hakim yang mengadili serta
memutuskan sesuatu perkara pidana agar tidak terjadi kesesatan hukum.
DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah. Perbandingan Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Atmasasmita, Romli. Perbandingan Hukum Pidana. Jakarta: Rajawali, 2002.

Iriyanto, Echwan, and Halif. “Unsur Rencana Dalam Tindak Pidana Pembunuhan
Berencana.” Kajian Putusan (2021).

Tanjung, Almunirah, and Yetisma Saini. “Perbandingan Hukum Pidana Negara


Singapura Dan Hukum Pidana Indonesia Mengenai Tindak Pidana
Pembunuhan Berencana,” 2021.

iv
iv

Anda mungkin juga menyukai