Disusun Oleh :
Muhammad Ari Firdaus
NPM : 10040015056
Kata Pengantar......................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan......................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
A. Perkembangan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia..................................................3
1. Masa Kolonial Hindia Belanda.................................................................................4
2. Masa Penjajahan Jepang.........................................................................................13
3. Pada Jaman Kemerdekaan Republik Indonesia......................................................14
4. Pada Masa Reformasi.............................................................................................15
BAB III.................................................................................................................................19
PENUTUP............................................................................................................................19
A. Kesimpulan................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................xxii
i
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Perkembangan Sistem Peradilan Pidana di
Indonesia” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah
Sistem Peradilan Pidana. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang “Perkembangan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia” bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak terkait yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan
dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang merupakan satu
kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Tahapan-tahapan dalam proses peradilan pidana
tersebut merupakan suatu rangkaian, dimana tahap yang satu mempengaruhi tahapan yang lain.
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum Dalam sistem peradilan pidana Indonesia, telah terjadi perubahan sistem berkali-
kali. Mulai dari jaman penjajahan Belanda, Jepang, Kemerdekaan, orde lama, orde baru, hingga
Peradilan pidana dapat diartikan sebagai suatu proses bekerjanya beberapa lembaga penegak
hukum. Mekanisme peradilan pidana tersebut meliputi aktivitas yang bertahap dimulai dari
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan hakim yang
dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan. Proses yang bekerja secara berurutan tersebut pada
dasarnya menuju pada suatu tujuan bersama yang dikehendaki. Keseluruhan proses itu bekerja di
dalam suatu sistem, sehingga masing-masing lembaga itu merupakan subsistem yang saling
Jadi fragmentasi dalam arti masing-masing subsistem bekerja sendiri-sendiri dan tidak
memperhatikan antar hubungan diantara sub-subsistem yang ada harus dihindari bilamana
diinginkan suatu sistem peradilan pidana yang efektif. Dalam hubungan ini perlu diperhatikan
2
konsep “Integrated Approach” dari Hiroshi Ishikawa yang antara lain menegaskan bahwa
(diversity) tetapi harus mempunyai suatu tujuan dan persepsi yang sama sehingga merupakan
Menurut Kadish, pengertian sistem peradilan pidana dapat dilihat dari sudut pendekatan
normatif, manajemen dan sosial. Ketiga bentuk pendekatan tersebut sekalipun berbeda tetapi
tidak dapat dipisahkan satu sama lain, bahkan ketiganya saling mempengaruhi dalam
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan oleh penulis, maka dapat diambil
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rmusan masalah yang ingin dibahas oleh penulis, maka makalah ini
bertujuan:
PEMBAHASAN
bahwa sistem peradilan pidana ( criminal justice system) adalah sistem dalam suatu masyarakat
Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang menggunakan
hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materiil, hukum pidana formil
Proses penyelesaian perkara pidana berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia saat ini
dilakukan dalam suatu sistem peradilan pidana (Criminal justice system). Sistem Peradilan
Pidana atau Criminal Justice System kini telah menjadi suatu istilah yang menunjukan
sistem.
sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana, dan peradilan pidana sebagai suatu
sistem yang merupakan hasil dari interaksi antara peraturan perundang-undangan, praktik
administrasi dan sikap atau tingakh laku sosil. Mardjono memberikan batasan pengertian sistem
1
Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kepada Kejahatan Dan Penegakan Hukum
Dalam Batas – Batas Toleransi), Fakultas Hukum Unversitas Indonesia, 1993, Hlm. 1
2
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana(Criminal Justice System) Perspektif Eksistensialisme Dan
Abolisionalisme, Penerbit Bina Cipta, Jakarta, 1996, Hlm. 15.
3
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995, Hlm.
Viii Dan 18
4
peradilan pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menaggulangi masalah kejahatan.
Menanggulangi disini diartikan sebagai mengendalikan kejahtaan agar berada dalam batas-batas
toleransi masyrakat.4
2) Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan
3) Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi
kejahatannya.
Akan tetapi sistem peradilan pidana di Indonesia terus mengalami perkembangan dari waktu
Berbicara mengenai kondisi lembaga pengadilan pada zaman kolonial Hindia Belanda,
tentu kita tidak bisa melepaskan dari kondisi hukum dan sosial yang terjadi pada masa itu. Yang
paling mencolok adalah politik diskriminasi yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda
yang melakukan pengklasifikasian masyarakat yang ada di Hindia Belanda menjadi 3 (tiga)
golongan, yaitu golongan eropa, timur asing, dan bumiputera (pribumi). Hal ini berakibat pada
perbedaan hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan tersebut, yang pada akhirnya
masing-masing golongan tersebut. Secara umum dan ringkas, lembaga-lembaga pengadilan yang
dimaksud adalah :
4
Trisno Raharjo, Mediasi Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana, Mata Padi Pressindo, Yogyakarta, 2011, hlm. 3.
5
Muladi, op.cit,. hlm. 15.
5
a. Pribumi Indonesia.
a) Districtgerecht.
Perkara perdata dengan nilai objek kurang dari 20 (dua puluh) gulden.
sedangkan putusan pidananya bersifat final dan langsung mengikat (tidak dapat
dimintakan banding).
b) Regentschapgerecht
adalah:
Perkara pidana yang diancam maksimal pidan penjara 6 hari atau denda 3-10
gulden.
landraad.
Lembaga pengadilan ini hanya mengadili perkara pidana yang diancam pidana denda
6
maksimal 25 gulden. Lembaga pengadilan ini dibubarkan pada tahun 1901 dan
d) Landraad.
Perkara perdata dengan nilai objek lebih dari 50 gulden atau di bawah 50
politierol, salah satunya adalah pidana yang diancam pidana denda maksimal
Hooggerechtschof. Untuk putusan perdata dengan nilai objek di atas 100 gulden dan
putusan pidana berupa putusan bebas, dapat dimintakan banding ke Raad van Justitie,
sedangkan untuk putusan perdata dengan nilai objek di atas 500 gulden dan putusan
b. Golongan Eropa.
a) Residentiegerecht.
dipimpin oleh hakim tunggal, yang adalah hakim dari landraad. Perkara-perkara yang
Klaim yang nilainya tidak melebihi 500 gulden pada kewajiban pribadi,
Klaim pada kerusakan yang diakibatkan manusia atau perilaku hewan atas
dan kerusakan untuk properti nyata disewa, yang berada di bawah penguasaan
penyewa.
tanah, pohon, pagar, sungai, bendungan, saluran air atau yang mengakibatkan
kerusakan pada hal-hal tersebut, yang sah di bawah hukum adat indonesia.
Klaim atas pemutusan kontrak sewa dan pengosongan properti yang disewa,
yang telah dilakukan adalah sah selama dilakukan atas dasar klaim di bawah
yurisdiksi residentiegerecht.
pengadilan, jika harga barang yang ditawarkan atau jumlah uang yang
Perlawanan klaim atas suatu hal yang mana hal tersebut berada di bawah
yurisdiksi residentiegerecht.
pribumi Indonesia atau timur asing non-cina, asalkan para pihak secara
Justitie. Hanya putusan atas perkara no. 9 di atas yang dapat dimintakan banding ke Raad
Raad van Justitie (RvJ terletak di 6 (enam) kota, yaitu Jakarta, Surabaya,
Semarang, Padang, Medan, dan Makassar. Wilayah hukum RvJ Jakarta meliputi Jawa
Barat, Lampung, Palembang, Jambi, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat. Wilayah
hukum RvJ Surabaya meliputi Jawa Timur dan Madura, Bali, Lombok, Kalimantan
Selatan, dan Kalimantan Timur. Wilayah hukum RvJ Semarang meliputi Jawa Tengah.
Wilayah hukum RvJ Padang meliputi Sumatera Barat, Tapanuli, dan Bengkulu. Wilayah
hukum RvJ Medan meliputi Sumatera Timur, Aceh, dan Riau. Dan wilayah hukum RvJ
RvJ adalah pengadilan untuk orang golongan eropa, baik untuk perkara pidana,
maupun perkara perdata. Untuk golongan chinese, pengadilan ini adalah pengadilan
untuk perkara perdata. Pengadilan ini juga berwenang mengadili perkara perdata yang
diajukan oleh orang-orang di luar golongan eropa dan chinese, selama hal yang
9
diperkarakan adalah masuk ke dalam hukum eropa dan para pihak tersebut menundukkan
diri secara sukarela pada hukum eropa. Selanjutnya, terlepas dari golongan masyarakat,
RvJ berwenang untuk mengadili kasus perdata atas barang yang ditemukan dari laut dan
teluk.
berwenang mengadili perkara pidana mengenai perdangan budak (slave trade), tindak
barang di sungai, dan tindak pidana lainnya. RvJ juga berwenang mengadili sengketa
itu, RvJ merupakan pengadilan tingkat banding atas putusan-putusan landraad dan
residentiegerecht.
Sejak tanggal 1 Januari 1983, RvJ Jakarta, sebagai pengadilan tingkat banding,
memiliki panel khusus untuk mengadili perkara banding atas putusan landraad se- Jawa
dan Madura. RvJ Surabaya dan Semarang tidak dapat lagi menjadi pengadilan banding
lainnya, apabila para pihak bersepakat, maka dapat langsung diajukan banding ke RvJ
Jakarta, tanpa melalui RvJ yang seharusnya menjadi pengadilan banding atas perkara
tersebut. Putusan banding RvJ Jakarta tidak dapat diajukan banding lagi.
Dalam perkara perdata, putusan RvJ sebagai pengadilan tingkat pertama dapat
dimintakan banding apabila nilai klaim/objek lebih dari 500 gulden. Sedangkan, dalam
perkara pidana, putusan RvJ yang dapat dimintakan banding (sebagai pengadilan tingkat
pertama) adalah seluruh putusan kecuali putusan yang menyatakan bahwa terdakwa tidak
c) Hooggerechtshof.
justice”, atau yang sekarang disebut sebagai Ketua Mahkamah Agung. Selain sebagai
untuk perkara pidana dimana tindak pidana dilakukan oleh pejabat tinggi lembaga
yudisial dan administratif, seperti anggota volksraad (DPR masa Hindia Belanda).
pengadilan yang sudah dijatuhkan sebelumnya. Selain itu, fungsi utama hooggerechtshof
nya.
memiliki keistimewaan, yang dibentuk pada masa kolonial Hindia Belanda, yaitu
Politierol sejak tahun 1914. Keistimewaan dari Landgerecht adalah lembaga pengadilan
ini dapat mengadili perkara untuk semua golongan. Landgerecht dijalankan oleh hakim
professional.
dapat disidangkan di landgerecht adalah perkara pidana yang diancam maksimal dengan
3 (tiga) bulan pidana penjara atau denda 500 gulden. Putusan landgerecht tidak dapat
diajukan banding.
11
Walaupun mengadili dari semua golongan masyarakat (eropa, timur asing, dan
pribumi), namun hukum acara yang dipakai untuk masing-maisng golongan masyarakat
adalah berbeda. Kalau tindak pidana tersebut dilakukan oleh golongan pribumi dan eropa,
maka hukum acara yang digunakan adalah hukum acara untuk golongan eropa.
Hal yang menarik dari sistem pengadilan pada masa kolonial Hindia Belanda ini
adalah apabila suatu perkara melibatkan 2 atau lebih orang dari golongan yang berbeda,
maka apabila perkara tersebut adalah perkara pidana, akan diadili di Raad van Justitie,
residentiegerecht
“lembaga peradlan umum”, pada masa kolonial Hindia Belanda juga dibentuk beberapa
a) Inheemsche Rechtspraak.
des Konings” (Atas Nama Raja/Ratu). Pengadilan ini dilaksanakan oleh seorang hakim
yang bukan hakim pemerintah Belanda, melainkan diserahkan kepada penguasa adat
Belanda (Direct Gebeid), yang dikenal dengan istilah “Pengadilan Adat”. Pada
12
tahun 1935, untuk daerah ini, dibentuk suatu pengadilan bumiputera yang disebut
Pidana. Pengadilan ini tidak dikenal di Batavia (Jakarta), dan hanya terdapat di
dan Pegadilan Adat. Pada masa kolonial Hindia Belanda, dikenal adanya 2 bentuk
b) Krygsraad.
13
Pada masa penjajahan jepang, tidak banyak perubahan yang terjadi dengan lembaga
pengadilan dan pada dasarnya lembaga-lembaga pengadilan yang ada adalah lanjutan lembaga-
lembaga pengadilan yang sudah ada pada masa kolonial Hindia Belanda. Kekuasaan Jepang
yang hanya berlangsung selama 3,5 tahun mengakibatkan tidak banyak pengaruh yang terjadi
dari sistem hukum dan peradilan Jepang ke sistem hukum dan peradilan Indonesia.
Ada 2 hal paling terlihat mengenai perubahan lembaga pengadilan umum pada masa ini, yaitu:
bahwa hanya ada satu macam peradilan untuk semua golongan penduduk, walaupun
bagi semua golongan penduduk, kecuali orang jepang yang ada di Hindia
sendiri. Penyidikan, penuntutan, dan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh
Districtgerecht menjadi Gun Hoin
Regentschapgerecht menjadi Ken Hoin
14
Landgerecht menjadi Keizai Hoin
Landraad menjadi Tiho Hoin
Hooggerechtshof menjadi Saiko Hoin
a. Tahun 1945-1949
“Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut UUD ini”. Hal ini berarti bahwa semua ketentuan badan
pengadilan yang berlaku akan tetap berlaku sepanjang belum diadakan perubahan.
umum dilakukan oleh Landgerecht dan Appelraad dengan menggunakan HIR sebagai
Hukum Acaranya.
Pada masa ini juga diterbitkan Undang-undang Nomor 19 tahun 1948 tentang
b. Tahun 1949-1950
15
c. Tahun 1950-1959
Unifikasi susunan, kekuasaan, dan acara segala Pengadilan Negeri dan segala Pengadilan
Pada zaman Orde Lama, dikenal 3 (tiga) jenis pengadilan yaitu masing-masing
Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan Pengadilan Militer, hal tersebut termaktub
dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1964, yang selanjutnya dirubah dengan Undang-
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara, dimana
Tahun 1986, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 dan
Peradilan Umum.
16
Setelah diundangkannya Undang – Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang –
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka Het Herziene Regement (Stbl. 1941 No. 44)
sebagai landasan sistem peradilan pidana Indonesia, landasan bagi proses penyelesaian perkara
pidana di Indonesia telah dicabut. Komponen sistem peradilan pidana yang lazim diakui, baik
dalam pengetahuan mengenai kebijakan kriminal (criminal policy) maupun dalam praktik
penegakan hukum, terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga
pemasyarakatan.6
a. Kepolisian.
lembaga yang secara langsung berhadapan dengan tindak pidana yang terjadi dalam
masyarakat. Undang – Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
fungsi dan lembaga polisis sesuai dengan peraturan perundang – undangan. Fungsi
b. Kejaksaan.
Kejaksaan dalam sistem peradilan pidana bekerja setelah ada pelimpahan perkara
tugas lain yang ditetapkan berdasarkan Undang – Undang. Dalam Pasal 13 KUHAP
disebutkan bahwa : “ jaksa merupakan penuntut umum yang diberi wewenang oleh
c. Pengadilan.
Hal ini tercantum dalam Undang – Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Tugas ini meliputi pengadilan negeri,
pengadilan tinggi, dan mahkamah agung. Selain itu pengadilan berkewajiban pula untuk
peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan sesuai dengan asas peradilan yang
Di Indonesia terdapat 4 macam sistem peradilan yang di akui terdapat dalam pasal 10
d. Lembaga Pemasyarakatan.
proses peradilan pidana. Sebagai tahapan akhir dari proses peradilan pidana lembaga
pemasyarakatan mengemban harapan dan tujuan dari sistem peradilan pidana yang
diantaranya berusaha agar pelaku tindak pidana tidak lagi mengulangi tindak pidana yang
pernah dilakukannya.
e. Advokat.
18
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam
Undang. Jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi
Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, maka advokat juga menjadi
bagian (subsistem) dari sistem peradilan pidana, hal ini ditegaskna dalam Pasal 5 ayat (1)
penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang –
undangan.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem Peradilan Pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi
kejahatannya.
a) Golongan Pribumi :
Districtgerecht.
Regentschapgerecht
Landraad.
b) Golongan Eropa :
Residentiegerecht.
20
Hooggerechtshof.
Inheemsche Rechtspraak.
Krygsraad.
Districtgerecht menjadi Gun Hoin
Regentschapgerecht menjadi Ken Hoin
Landgerecht menjadi Keizai Hoin
Landraad menjadi Tiho Hoin
Hooggerechtshof menjadi Saiko Hoin
Tahun 1945-19*49
“Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama
Tahun 1949-1950
21
Tahun 1950-1959
Unifikasi susunan, kekuasaan, dan acara segala Pengadilan Negeri dan segala
Pada zaman Orde Lama, dikenal 3 (tiga) jenis pengadilan yaitu masing-masing
agama, Lingkungan peradilan militer, dan Lingkungan peradilan tata usaha negara) dan
lembaga pemasyarakatan
DAFTAR PUSTAKA
Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kepada Kejahatan Dan
Penegakan Hukum Dalam Batas – Batas Toleransi), Fakultas Hukum Unversitas
Indonesia, 1993.
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang, 1995.
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana(Criminal Justice System) Perspektif
Eksistensialisme Dan Abolisionalisme, Penerbit Bina Cipta, Jakarta, 1996.
Trisno Raharjo, Mediasi Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana, Mata Padi Pressindo,
Yogyakarta, 2011.
xxii