Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH HUKUM PERUMAHAN DAN KONDOMINIUM

Penghunian Rumah Negara dan Pengaturan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau
Hunian oleh Orang Asing Berkedudukan di Indonesia

Oleh
KELOMPOK 4
Suci Haryani 2010112017
Julfahmi Syahputra 2010112021
Khairima Amalin Yurfa 2010112055
Dirya Kinta Ayada 2010112065
Putri Zahiroh 2010112070
Annisa Gusti May Larasati 2010112093
Nuril Azizah 2010112097
Hanifah Oktaviani 2010112110

Dosen Pengampu:
Hj. Dian Amelia, S.H, M.H.

Fakultas Hukum
Universitas Andalas
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
ratmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaian makalah Hukum Keuangan
Negara Dan Daerah ini.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mengalami kesulitan dalam menemukan


referensi yang menyangkut topic pembahasan. Namun, penulis tetap berusaha sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki, sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.

Padang, 9 Mei 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 8

C. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 8


BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 9
1. Penghunian Rumah Negara ............................................................................. 9
2. Pengaturan pemilikan rumah tempat tinggal oleh orang asing ......................... 17
BAB III PENUTUP............................................................................................................ 21
DAFTAR KEPUSTAKAAN ............................................................................................ 24

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok (utama) yang tidak boleh
dikesampingkan setelah kebutuhan pangan dan sandang. Dalam hal ini dimaknai sebagai
bentuk kebutuhan setiap manusia akan tempat tinggal. gelandangan. Rumah sebagai tempat
tinggal punya peranan yang sangat penting dan strategis dalam pembentukan watak dan
kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya untuk mensejahterakan manusia Indonesia
seutuhnya.1
Rumah seakan tidak terpisahkan dalam kehidupan bagi masyarakat Indonesia, seperti
halnya yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRI 1945) Pasal 28 H ayat (1) yang menjelaskan bahwa: “Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.2 Dari pasal tersebut dapat
disimpulkan bahwa setiap individu berhak untuk memperoleh tempat tinggal yang layak.
Rumah ialah suatu bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak dan
merupakan aset yang berharga bagi pemiliknya. Namun tidak hanya dirasakan secara pribadi
saja, tetapi juga ada rumah yang dimiliki oleh negara yang biasa disebut dengan rumah negara.
Kebutuhan akan rumah tidak hanya dirasakan oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR) saja namun juga pegawai negeri, kebutuhan rumah bagi pegawai negeri tentu
disediakan oleh instansi masing-masing. Hal ini tertuang dalam penjelasan umum angka 3
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara yang kini telah dirubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara yang menjelaskan bahwa untuk
menambah semangat dan kegairahan kerja bagi Pegawai Negeri, di samping gaji dan tunjangan
lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemerintah memberikan
fasilitas berupa rumah. 3
Pada Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, yang menjelaskan terkait jenis dan bentuk rumah yang menyatakan bahwa “Jenis

1
Muhammad Kharisma, "Tinjauan Yuridis Terhadap Pengaturan Pemanfaatan Rumah Negara Selain
Sebagai Tempat Tinggal Di Indonesia." Novum: Jurnal Hukum 7.3 (2020), hlm 165.
2
Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
3
Muhammad Kharisma, Op.cit,

4
rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dibedakan berdasarkan pelaku
pembangunan dan penghunian yang meliputi: 4
a. rumah komersial;
b. rumah umum;
c. rumah swadaya;
d. rumah khusus; dan
e. rumah negara.”
Rumah Negara berdasarkan ketentuan pada Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
1994 tentang Rumah Negara sebagai dari tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Pasal 1 angka 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 memberikan definisi Rumah Negara adalah “bangunan
yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas Pejabat dan/atau Pegawai Negeri”. 5 Dalam
penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994, landasan diberikan fasilitas Rumah
Negara sebagai peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta kesejahteraan Pegawai
Negeri dan Pejabat Pemerintah atau Pejabat Negara. 6Rumah negara seperti yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara yang sekarang ini
telah diubah menjadi PP Nomor 31 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara, memiliki beberapa golongan yaitu golongan I,
II, dan III.
Untuk dapat menghuni rumah negara pegawai negeri harus mempunyai Surat Izin
Penghunian (SIP) yang diterbitkan oleh instansi yang bersangkutan. Rumah negara merupakan
barang yang dimiliki oleh negara yang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
138/PMK.06/2010 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara berupa Rumah Negara,
dijelaskan dalam pasal 1 angka 1 yang dimaksud dengan barang milik negara atau disebut
BMN ialah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari
perolehan lainnya yang sah. Akhir-akhir ini sering kita menjumpai terkait kasus rumah negara
yang dimanfaatkan tidak sesuai dengan fungsinya. Alasannya pun beragam ada yang sudah
merasa cocok dengan rumah tersebut, ada pula yang telah membayar sewa kepada negara, serta

4
Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
5
Pasal 1 angka 1Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara
6
Hasya Ilma Adhana, "Penegakan Hukum Terhadap Penertiban Rumah Negara Di Lingkungan
Kementerian Keuangan." " Dharmasisya” Jurnal Program Magister Hukum FHUI 1.1 (2021): 34, hlm 243.

5
merenovasi rumah negara tersebut menjadi lebih bagus sehingga mereka beranggapan bahwa
itu adalah rumah kepunyaannya.
Apalagi dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman dijelaskan dalam pasal 51 ayat (1) bahwa penghunian rumah negara
diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau hunian untuk menunjang pelaksanaan tugas pejabat
dan/atau pegawai negeri.
Disamping itu, kehadiran rumah bagi setiap orang merupakan sebuah keniscayaan,
dalam hal ini bukan hanya yang ddiperuntukan bagi pegawai negara yang diakomodir dalam
rumah negara, namun dalam hal ini bagi warna negara asing juga memebutuhkan rumah
sebagai tempat tinggal dalam melanjuti kehidupannya. Era globalisasi menuntut setiap negara
agar membuka peluang investasi sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan negara yang
berasal dari devisi. Negara Indonesia dari waktu ke waktu semakin membuka peluang investasi
bagi para pihak yang ingin menanamkan modal di Indonesia, tidak terkecuali warga negara
asing. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memberikan ruang kepada warga negara
asing agar bersedia menanamkan modal di Indonesia. Pemerintah telah memberikan
kesempatan bagi investor asing untuk menanamkan modal dan berinvestasi di Indonesia
dengan maksud agar pendapatan negara dapat meningkat sehingga mampu menjaga stabilitas
perekonomian.
Dalam tatanan Hukum Pertanahan Nasional, hubungan hukum antara orang, baik
Warga Negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA), serta perbuatan
hukumnya terkait dengan tanah telah diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). Salah satu prinsip yang dianut oleh
UUPA adalah prinsip Nasionalitas. Hanya WNI yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya
dengan tanah sebagai bagian dari bumi dalam frasa yang termuat dalam Pasal 33 ayat (3)
Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Hubungan dimaksud
adalah dalam wujud Hak Milik atas tanah, sedangkan untuk orang asing dan badan hukum
asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia dapat diberikan Hak Pakai atas tanah. 7
Penanaman modal atau investasi menuntut warga negara asing untuk tinggal di
Indonesia dalam jangka waktu yang relatif lama. Warga negara asing yang berada di Indonesia
dapat memiliki tempat tinggal berupa rumah tunggal atau rumah susun dengan memperhatikan
status hak atas tanah dari lokasi pendirian bangunan. Pemerintah Indonesia memberikan

7
Betty Rubiati, "Kepastian Hukum Pemilikan Rumah Susun Oleh Orang Asing Di Indonesia Dikaitkan
Dengan Prinsip Nasionalitas." LITRA: Jurnal Hukum Lingkungan, Tata Ruang, dan Agraria 1.1 (2021): 75-90,
hlm 76.

6
fasilitas kepada warga negara asing yang telah lama berada di Indonesia untuk memperoleh
hak atas tanah berupa hak pakai. Warga negara asing yang diberikan hak pakai sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu warga negara asing yang
keberadaannya dapat memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja, atau berinvestasi di
Indonesia.
Pemberian hak pakai kepada warga negara asing didasarkan pada asas larangan
pengasingan tanah yang dianut oleh sistem hukum tanah di Indonesia (Waluja & Hartanto,
2021). Warga negara asing yang relatif lama berada di Indonesia karena terlibat sebagai
investor dapat memperoleh hak pakai atas tanah yang dijadikan sebagai tempat tinggal.
Pemberian hak pakai atas tanah kepada warga negara asing telah termuat dalam peraturan
perundang-undangan. Pasal 42 UUPA menjelaskan bahwa warga negara asing digolongkan
sebagai salah satu subjek pemegang hak pakai. Pemberian hak pakai kepada warga negara
asing juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (PP Nomor 40 Tahun 1996). UUPA dan PP
Nomor 40 Tahun 1996 menegaskan bahwa warga negara asing dapat memperoleh hak pakai
atas tanah dalam jangka waktu 25 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun.
Kepemilikan rumah tempat tinggal yang berupa rumah tunggal atau rumah susun bagi
warga negara asing telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang
Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di
Indonesia (PP Nomor 103 Tahun 2015). PP Nomor 103 Tahun 2015 menjelaskan bahwa hanya
warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia yang dapat memiliki rumah tempat tinggal
berupa rumah tunggal atau rumah susun. Jangka waktu hak pakai atas tanah yang diatur dalam
PP Nomor 103 Tahun 2015 berbeda dengan pengaturan yang terdapat dalam PP Nomor 40
Tahun 1996 (Putra, 2013). Pasal 6 PP Nomor 103 Tahun 2015 menyatakan bahwa hak pakai
atas tanah untuk rumah tunggal dan rumah susun yang keduanya adalah pembelian unit baru
diberikan untuk jangka waktu 30 tahun serta dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 tahun
kemudian dapat diperbaharui untuk jangka waktu 30 tahun. 8
Iklim investasi di Indonesia semakin meningkat seiring dengan diterbitkannya Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta kerja). UU Cipta kerja mengatur
tentang kepemilikan properti asing di Indonesia khususnya kepemilikan rumah susun (Santoso,
2021). Pasal 144 dan Pasal 145 UU Cipta kerja menjelaskan bahwa warga negara asing adalah

8
Mutia Evi Kristhy, dan Astri Putri Aprilla. "Hak Atas Satuan Rumah Susun Bagi Warga Negara Asing
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021." Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan 7.2 (2022): 498-506, hlm 499.

7
salah satu subjek pemegang hak pakai atas tanah yang dapat diberikan hak milik atas satuan
rumah susun. Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021
tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun (PP Nomor 18 Tahun 2021)
sebagai upaya untuk mempermudah pelaksanaan investasi oleh warga negara asing (Hartono,
2013). Pasal 71 ayat (1) huruf b PP Nomor 18 Tahun 2021 menjelaskan bahwa warga negara
asing diperbolehkan untuk memiliki satuan rumah susun di atas tanah hak guna bangunan atau
hak milik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistematika penghunian rumah negara?
2. Bagaimana pengaturan pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing
yang berkedudukan di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem penghunian rumah negara
2. Untuk mengetahui pengaturan pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang
asing yang berkedudukan di Indonesia

8
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penghunian Rumah Negara


Perumahan yang dikuasai oleh Negara, antara lain telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 dan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008
tentang Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas
Rumah Negara. Secara lebih teknis juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status,
Penghunian, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara, yang antara lain
mengatur mengenai persyaratan penghunian Rumah Negara;
Dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman, khusus untuk hal-hal yang terkait dengan PNS, Pemerintah telah
mengatur mengenai pengadaan, penghunian, pengelolaan dan pengalihan status dan hak atas
rumah yang dikuasai Negara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang
Rumah Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005
(selanjutnya disebut dengan PP Rumah Negara);
Pasal 1 angka 1 PP Rumah Negara telah mendefinisikan apa yang dimaksud dengan
Rumah Negara sebagai berikut:
“Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat
tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan
tugas Pejabat dan/atau Pegawai Negeri”.
Penghunian rumah negara oleh pejabat atau pegawai negeri dilakukan berdasarkan
surat izin penghunian yang diberikan oleh pejabat yang berwenang, yaitu:
1. Pimpinan Instansi yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk untuk Rumah Negara
Golongan I/Rumah jabatan;
2. Pejabat Eselon I atau pejabat yang ditunjuk untuk Rumah Negara Golongan II;
3. Direktur Jenderal Cipta Karya dalam hal ini Direktur Penataan Bangunan dan
Lingkungan untuk Rumah Negara Golongan III yang terletak di DKI Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang dan Bekasi; atau
4. Dalam hal Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
terletak di luar DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi dilakukan oleh

9
Kepala Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Provinsi yang membidangi rumah
negara.
Selanjutnya untuk status atau golongan Rumah Negara telah diatur dalam Pasal 12 ayat
(1) PP Rumah Negara, yang menyebutkan bahwa “Untuk menentukan golongan rumah negara
dilakukan penetapan status rumah negara sebagai Rumah Negara Golongan I, Rumah Negara
Golongan II, dan Rumah Negara Golongan III.
1. Rumah Negara Golongan I
Rumah Negara Golongan I adalah Rumah Negara yang dipergunakan bagi
pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah
tersebut, serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih
memegang jabatan tertentu tersebut. Persyaratan penghunian Rumah Negara Golongan
I sebagai berikut:
a) Menduduki jabatan di lingkungan instansi yang bersangkutan sesuai dengan
tersedianya rumah jabatan dilingkungan instansi tersebut;
b) Mendapatkan surat izin penghunian dari Pimpinan Instansi atau pejabat yang
ditunjuk olehnya;
c) Membuat surat pernyataan untuk mentaati kewajiban dan larangan; dan
d) Untuk rumah negara yang berbentuk rumah susun sudah mempunyai
perhimpunan penghuni rumah susun yang ditetapkan Pimpinan Instansi.
2. Rumah Negara Golongan II
Rumah Negara Golongan II adalah Rumah Negara yang mempunyai hubungan
yang tidak dapat dipisahkan dari suatu instansi dan hanya disediakan untuk didiami
oleh Pegawai Negeri dan apabila telah berhenti atau pensiun rumah dikembalikan
kepada Negara. Persyaratan penghunian Rumah Negara Golongan II sebagai berikut:
● Berstatus pegawai negeri;
● Mendapatkan surat izin penghunian dari Pejabat Eselon I atau pejabat yang
ditunjuk;
● Membuat surat pernyataan untuk mentaati kewajiban dan larangan;
● Belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari
negara berdasarkan peraturan yang berlaku;
● Tidak sedang menghuni Rumah Negara Golongan II lainnya atau Rumah
Negara Golongan III atas nama suami-isteri;
● Untuk rumah negara yang berbentuk rumah susun sudah mempunyai
perhimpunan penghuni yang ditetapkan Pimpinan Instansi.
10
3. Rumah Negara Golongan III
Rumah Negara Golongan III adalah Rumah Negara yang tidak termasuk
Golongan I dan Golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya;
Persyaratan penghunian Rumah Negara Golongan III sebagai berikut:
● Pegawai negeri, pensiunan pegawai negeri, janda/duda pegawai negeri
janda/duda pahlawan, pejabat negara atau janda/duda pejabat negara. Dalam hal
penghuni telah meninggal dunia, surat izin penghunian diberikan kepada anak
sah yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
● Mendapatkan surat izin penghunian dari Direktur Penataan Bangunan dan
Lingkungan atau pejabat yang ditunjuk, atau Kepala Dinas Pekerjaan
Umum/Dinas Teknis Provinsi yang membidangi rumah negara untuk rumah
negara yang terletak di luar DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi;
● Membuat surat pernyataan untuk mentaati kewajiban dan larangan;
● Belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari
negara berdasarkan peraturan yang berlaku;
● Tidak menghuni Rumah Negara Golongan II lainnya;
● Untuk rumah negara yang berbentuk rumah susun sudah mempunyai
perhimpunan penghuni yang ditetapkan Pimpinan Instansi.
Penetapan status Rumah Negara Golongan III dilakukan oleh Menteri (dalam hal ini
berdasarkan Pasal 1 angka 4 PP Rumah Negara adalah menteri yang bertanggung jawab dalam
bidang pekerjaan umum. Pasal 8 ayat 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
22/PRT/M/2008 menyatakan penghunian rumah Negara oleh pejabat dan PNS harus dilakukan
berdasarkan Surat Izin Penghunian (SIP) yang diberikan oleh pejabat yang berwenang. SIP
tersebut diberikan oleh Pimpinan Instansi atau pejabat yang ditunjuk setelah calon penghuni
mengajukan permohonan dan wajib menandatangani suatu pernyataan untuk menaati
kewajiban dan larangan penghunian rumah Negara.
Setiap penghuni Rumah Golongan III denagan status Sewa memiliki SK (surat kuasa)
Golongan III dan SIP (surat ijin penghunian) wajib melakukan pembayaran Sewa Rumah
Negara Golongan III selama 10 tahun, Sesuai yang telah di tetapkan pada saat pengukuran dan
taksiran rumah negara oleh panitia penaksir yang dibuat oleh Menteri Pekerjaan Umum.
Setiap penghuni Rumah Negara Glongan III dengan status Sewa Beli memiliki Surat
Perjajian Sewa Beli Rumah Negara Golongan III wajib melakukan pembayaran Sewa Beli
Rumah Negara Golongan III selama 20 tahun sesuai hasil taksiran oleh panitia penaksir yang
11
di bentuk oleh Menteri Pelkerjaan Umum. Sesuai ketentuan Pasal 19, PP 31/M/2005 berbunyi
sebagai berikut :
1) Penghuni rumah negara yang dalam proses sewa beli sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 dibebaskan dari kewajiban pembayaran sewa rumah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a;
2) Penghunian atas rumah negara yang dalam proses sewa beli sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat diserahkan sebagian atau seluruhnya kepada
pihak lain oleh penghuni setelah mendapat izin Menteri.
Ketentuan Penghunian Rumah Negara yaitu Penghunian adalah kegiatan untuk
menghuni rumah negara sesuai fungsi dan statusnya.
1. Surat Izin Penghunian (SIP).
● Penghunian rumah negara hanya dapat diberikan kepada pejabat atau pegawai
negeri;
● Untuk dapat menghuni rumah negara bagi pejabat atau pegawai negeri harus
memiliki Surat Izin Penghunian (SIP).
● Surat Izin Penghunian diberikan oleh Pimpinan Instansi atau pejabat yang
ditunjuk setelah calon penghuni mengajukan permohonan dan wajib
menandatangani surat pernyataan untuk mentaati kewajiban dan larangan
penghunian rumah negara;
● Persyaratan penghunian Rumah Negara Golongan I, Rumah Negara Golongan
II, dan Rumah Negara Golongan III adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 9,
Pasal 10, dan Pasal 11 Peraturan Menteri ini;
● Penunjukan penghuni Rumah Negara Golongan II berpedoman kepada kriteria
penilaian faktor kedinasan dan faktor sosial pejabat atau pegawai negeri yang
bersangkutan.
● Masa berlakunya Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan II adalah 3
(tiga) tahun dan dapat diperpanjang/dicabut setelah dilakukan evaluasi oleh
Pejabat Eselon I dilingkungan instansi yang bersangkutan;
● Suami dan istri yang masing-masing berstatus pegawai negeri hanya dapat
menghuni 1 (satu) rumah negara dan hanya dapat diberikan apabila suami dan
istri tersebut bertugas dan bertempat tinggal di daerah yang berlainan;
● Pegawai negeri yang pindah tugas dan menempati rumah negara, tidak dapat
menghuni rumah negara lainnya kecuali Rumah Negara Golongan I sesuai
dengan tingkat jabatannya;
12
● Pegawai negeri yang telah memperoleh Rumah Negara Golongan III dapat
menghuni Rumah Negara Golongan I/Rumah jabatan;
● Surat Izin Penghunian sewaktu-waktu dapat dibatalkan apabila ada permintaan
dari penghuni yang bersangkutan, rumah yang tidak ditempati oleh yang berhak,
atau penghuni tidak berhak lagi menempati rumah negara;
● Surat Izin Penghunian rumah negara berisi ketentuan:
1) identitas pejabat yang berwenang menandatangani izin penghunian;
2) data kepegawaian calon penghuni rumah negara;
3) alamat rumah negara yang akan dihuni;
4) luas tanah, luas bangunan rumah negara;
5) sewa per bulan sesuai ketentuan yang berlaku;
6) kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi oleh calon penghuni;
7) jangka waktu calon penghuni harus segera menempati rumah negara;
8) sanksi apabila penghuni tidak melaksanakan kewajiban dan larangan.
2. Kewajiban dan larangan penghuni rumah negara.
● Kewajiban:
1) menempati rumah negara selambat-lambatnya dalam jangka waktu 60
(enam puluh) hari sejak Surat Izin Penghunian diterima;
2) membayar sewa rumah negara yang besarnya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
3) memelihara dan memanfaatkan rumah negara sesuai dengan fungsinya;
4) membayar pajak-pajak, retribusi dan lain-lain yang berkaitan dengan
penghunian rumah negara;
5) membayar biaya pemakaian daya listrik, telepon, air, dan/atau gas;
6) mengosongkan dan menyerahkan rumah beserta kuncinya kepada
Pejabat yang berwenang selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2
(dua) bulan sejak diterima pencabutan Surat Izin Penghunian; dan
7) mengajukan permohonan pengalihan hak paling lambat 1 (satu) tahun
sejak ditetapkan menjadi Rumah Negara Golongan III.
● Larangan
1) mengubah sebagian atau seluruh bentuk rumah tanpa izin tertulis dari
instansi yang bersangkutan;
2) menyerahkan sebagian atau seluruh rumah kepada pihak lain;
3) menggunakan rumah tidak sesuai dengan fungsi yang ditetapkan; dan
13
4) menghuni rumah negara dalam satu kota/daerah yang sama bagi masing-
masing suami/isteri yang berstatus pegawai negeri.
3. Mulai Berlaku dan Berakhirnya Penghunian Rumah Negara.
● Hak penghunian rumah negara mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya
sebagaimana tercantum dalam keputusan penunjukan penghunian rumah negara
dan berakhir pada waktu penghuni yang bersangkutan tidak berhak lagi
menempati rumah negara;
● Penghuni Rumah Negara Golongan I yang tidak lagi memegang jabatan
tertentu, harus mengosongkan rumah negara yang dihuni selambat-lambatnya 2
(dua) bulan sejak tidak memegang jabatan tersebut;
● Penghuni Rumah Negara Golongan II yang berhenti karena pensiun,
diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat tanpa menerima hak
pensiun, meninggal dunia, mutasi ke daerah atau instansi, berhenti atas
kemauan sendiri, melanggar larangan penghunian rumah negara, izin
penghuniannya dicabut, dan yang bersangkutan wajib mengosongkan rumah
negara yang dihuninya selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sejak diterima
keputusan pencabutan izin penghunian;
● Penghuni Rumah Negara Golongan III yang diberhentikan tidak dengan hormat
izin penghuniannya dicabut dan wajib mengosongkan rumah negara yang
dihuninya selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sejak diterima keputusan
pencabutan izin penghunian;
● Pencabutan Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan I dilakukan oleh
Pimpinan Instansi yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk;
● Pencabutan Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan II dilakukan oleh
Pejabat Eselon I atau pejabat yang ditunjuk;
● Pencabutan Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan III dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk rumah yang terletak
di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi;
2) Kepala Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Provinsi yang
membidangi rumah negara yang terletak di luar DKI Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang dan Bekasi, sebagai pelaksanaan tugas pembantuan.

14
● Pencabutan Surat Izin Penghunian rumah negara dilakukan setelah diadakan
penelitian dan pemeriksaan sehingga cukup bukti adanya pelanggaran ketentuan
persyaratan penghunian rumah negara;
● Pengosongan tidak dilakukan oleh penghuni, maka pengosongan dilakukan
secara paksa dengan bantuan Instansi berwenang.
4. Penyelesaian sengketa rumah negara.
● Sengketa penghunian Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan
II penyelesaiannya dilakukan oleh Pimpinan Instansi yang bersangkutan atau
pejabat yang ditunjuk;
● Sengketa penghunian Rumah Negara Golongan III penyelesaiannya dilakukan
Direktur Jenderal Cipta Karya dalam hal ini Direktur Penataan Bangunan dan
Lingkungan untuk rumah negara yang terletak di DKI Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang dan Bekasi, serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis
Provinsi untuk rumah negara yang terletak di luar DKI Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang dan Bekasi bersama dengan Instansi asal pemilik rumah negara
tersebut.
5. Sewa Rumah Negara.
Sewa rumah negara mengikuti ketentuan yang diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum
yang mengatur tentang sewa rumah negara.
Tata Cara Penghunian Rumah Negara dibagi atas:
1. Rumah Negara Golongan I (Rumah Jabatan).
1) Calon penghuni mengajukan permohonan penghunian kepada Pimpinan
Instansi atau pejabat yang ditunjuk dengan mengisi formulir permohonan
dengan melampirkan dokumen :
● surat keputusan pengangkatan menduduki jabatan;
● pasphoto pemohon ukuran 3 x 4 cm, sebanyak 5 (lima) lembar;
● fotokopi kartu keluarga;
● fotokopi kartu tanda penduduk; dan
● surat pernyataan untuk mentaati kewajiban dan larangan.
2) Pimpinan Instansi yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan
Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan I;
3) Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan I, tembusannya disampaikan
kepada Menteri Pekerjaan Umum dalam hal ini Direktur Jenderal Cipta Karya

15
dan Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Perbendaharaan guna
penagihan/pemungutan uang sewa.
2. Rumah Negara Golongan II.
1) Calon penghuni mengajukan permohonan penghunian kepada Pejabat Eselon I
atau pejabat yang ditunjuk dengan mengisi formulir permohonan dengan
melampirkan dokumen :
● fotokopi surat keputusan kepegawaian terakhir;
● pasphoto pemohon ukuran 3 x 4 cm, sebanyak 5 (lima) lembar;
● fotokopi kartu keluarga;
● fotokopi kartu tanda penduduk; dan
● surat pernyataan untuk mentaati kewajiban dan larangan.
2) Pejabat Eselon I atau pejabat yang ditunjuk melakukan penilaian calon
penghuni yang berpedoman kepada kriteria faktor kedinasan dan faktor sosial
pegawai negeri atau pejabat yang bersangkutan.
3) Penentuan pejabat atau pegawai negeri yang akan ditunjuk menempati rumah
negara adalah pejabat atau pegawai negeri yang memperoleh nilai tertinggi.
4) Apabila terdapat jumlah nilai yang sama dari beberapa pegawai maka prioritas
diberikan berdasarkan Daftar Urut Kepangkatan (DUK).
5) Berdasarkan hasil penilaian pada huruf c Pimpinan Instansi yang bersangkutan
atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Izin Penghunian Rumah Negara
Golongan II.
6) Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan II, tembusannya disampaikan
kepada Menteri Pekerjaan Umum dalam hal ini Direktur Jenderal Cipta Karya
dan Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Perbendaharaan guna
penagihan/pemungutan uang sewa.
3. Rumah Negara Golongan III.
1) Calon penghuni mengajukan permohonan penghunian kepada Direktur Jenderal
Cipta Karya dalam hal ini :
● Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk rumah negara yang
terletak di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi;
● Kepala Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Provinsi yang
membidangi rumah negara yang terletak di luar DKI Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang dan Bekasi sebagai pelaksanaan tugas pembantuan.
Dengan mengisi formulir permohonan dan melampirkan dokumen: a)
16
fotokopi penetapan status Rumah Negara Golongan III; b) fotokopi
Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan II; c) fotokopi surat
keputusan kepegawaian terakhir; d) gambar legger/gambar arsip rumah
dan gambar situasi; e) pasphoto penghuni/pemohon ukuran 3 x 4 cm,
sebanyak 5 (lima) lembar; f) fotokopi kartu keluarga; g) fotokopi kartu
tanda penduduk; h) fotokopi pajak bumi dan bangunan; dan i) surat
pernyataan untuk mentaati kewajiban dan larangan.
2) Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya,
Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Provinsi yang membidangi rumah negara
menerbitkan Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan III;
3) Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan III, tembusannya disampaikan
kepada Menteri Pekerjaan Umum dalam hal ini Direktur Jenderal Cipta Karya
dan Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Perbendaharaan guna
penagihan/ pemungutan uang sewa.
B. Pengaturan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing
yang Berkedudukan di Indonesia
Kepemilikan rumah tempat tinggal termasuk juga rumah susun oleh orang asing di
Indonesia harus merupakan rumah susun mewah atau dalam arti rumah atau sarusun yang tidak
termasuk klasifikasi rumah sederhana atau rumah sangat sederhana. Hal ini tetap dipertahankan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 namun dalam peraturan pelaksananya
yakni Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tentang Pelepasan atau Pengalihan Hak Atas
Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan Di
Indonesia memperjelas dengan adanya syarat ketentuan harga minimal sarusun berdasarkan
daerah di Indonesia yang bisa dimiliki oleh orang asing. Harga minimal pada tiap – tiap daerah
berbeda sesuai dengan Lampiran Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 29 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian,
Pelepasan, atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian
Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia. Daftar harga minimal untuk rumah
tunggal yang dapat dimiliki oleh orang asing berada pada kisaran Rp 1.000.000.000 (satu
milyar rupiah) sampai dengan Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah). Daftar harga
minimal untuk rumah susun yang dapat dimiliki oleh orang asing berada pada kisaran Rp
750.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).
17
Selain batasan harga minimal dibatasi juga mengenai luasan tanahnya yang tidak boleh
melebihi 2.000 m2 (dua ribu meter persegi) dan hanya boleh memiliki 1 (satu) bidang tanah
per orang atau per keluarga. Namun dalam keadaan tertentu yang mempunyai dampak positif
luar biasa terhadap ekonomi, maka pemberian rumah tempat tinggal dapat diberikan dengan
luas lebih dari 2.000 m2 (dua ribu meter persegi), dengan izin Menteri.
Tujuan pembatasan orang asing yang hanya dapat memiliki sebuah rumah adalah untuk
menjaga agar kesempatan pemilikan tersebut tidak menyimpang dari tujuan, yaitu sekedar
memberikan dukungan yang wajar bagi penyelenggaraan usaha orang asing tersebut di
Indonesia. Pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian bagi orang asing tersebut tidak boleh
dilihat hanya dari kepentingan orang asing yang bersangkutan, tetapi lebih dari itu
kehadirannya di Indonesia harus memberikan manfaat atau kontribusi terhadap pembangunan
nasional.
Dalam penguasaan hak atas tanah oleh Orang asing tidak Diperbolehkan dalam bentuk
Hak Milik dan pemindahan Hak Milik kepada Orang asing dilarang, ini dapat dilihat di dalam
Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 bahwa setiap jual-beli, penukaran,
penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk
langsung atau tidak langsung memindahkan Hak Milik kepada orang asing, kepada seorang
warga negara yang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan
asing, atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah batal
karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa pihak-pihak lain
yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh
pemilik tidak dapat dituntut kembali. Orang asing hanya dapat memiliki Hak Pakai.
Dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah ini disebutkan bahwa yang dapat mempunyai
Hak Pakai adalah :
1) Warga Negara Indonesia;
2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia;
3) Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
4) Badan-badan keagamaan dan sosial;
5) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
6) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; dan
7) Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.
Dalam Penjelasan Pasal 39 huruf e, dinyatakan bahwa Orang asing yang dianggap
berkedudukan di Indonesia adalah orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan
18
manfaat bagi pembangunan nasional. Tidak diperkenankannya orang asing memiliki Hak Milik
atas tanah bukanlah berarti mengucilkan atau mendiskriminasikan orang asing dalam
pemilikan tanah di Indonesia. Adanya pembatasan Hak Milik atas tanah demikian adalah sesuai
dengan asas nasionalisme dalam hukum agraria.
Guna lebih menjamin kepastian dan perlindungan hukum serta tertibnya administrasi
pertanahan dalam perolehan atau pemilikan tanah serta bangunan bagi Orang asing selanjutnya
Pemerintah memberlakukan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian,
Pelepasan, Atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh
Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia.Syarat untuk bisa memiliki rumah tinggal
dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah ini dijelaskan bahwa:
1) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk
tempat tinggal atau hunian dengan hak atas tanah tertentu
2) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia adalahorang asing yang kehadirannya di
Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional.Rumah tempat tinggal atau
hunian yang dapat dimiliki oleh Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) merupakan:
A. Rumah Tunggal
i. Hak Pakai;
ii. Hak Pakai atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian Hak
Pakai di atas Hak Milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah; atau
iii. Hak Pakai yang berasal dari perubahan Hak Milik atau Hak Guna Bangunan.
B. Satuan Rumah Susun
i. dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai;
ii. berasal dari perubahan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
Rumah tempat tinggal di atas Hak Pakai yang berasal dari Hak Milik diberikan dengan
jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun. Dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh)
tahun. Jika jangka waktu perpanjangan berakhir, Hak Pakai dapat diperbaharui untuk jangka
waktu 30 (tiga puluh) tahun. Rumah tempat tinggal di atas Hak Pakai yang berasal dari Hak
Guna Bangunan diberikan dengan jangka waktu selama sisa jangka waktu berlakunya Hak
Guna Bangunan tersebut. Hak Pakai yang berasal dari Hak Guna Bangunan dapat diperpanjang
untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. Jika jangka waktu perpanjangan berakhir, Hak Pakai
dapat diperbaharui untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun.

19
Hak Pakai Atas Satuan Rumah Susun yang diperoleh pertama kali dari unit Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun baru diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun, dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, serta dapat diperbaharui untuk jangka
waktu 30 (tiga puluh) tahun.
3.2 Peralihan Hak
Orang asing diberikan Hak Pakai untuk rumah tunggal pembelian baru dan Hak Milik
atas sarusun di atas Hak Pakai untuk sarusun pembelian unit baru. Demikian juga dengan orang
asing yang ingin menjual rumah tunggal atau rumah susunnya kepada orang asing lain, hal
tersebut juga tidak dibolehkan atas dasar unit baru tersebut menurut Pasal 5 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat
Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia.
Dengan demikian pembelian rumah susun oleh orang asing merupakan pembelian
baru/unit baru berupa bangunan baru yang dibeli langsung dari pihak pengembang/pemilik
tanah dan bukan merupakan pembelian dari tangan kedua. Terkecuali atas dasar pewarisan,
orang asingpemilik rumah susun atau rumah tunggal bila mana meninggal dunia, maka ahli
waris menjadi pemilik atas rumah susun atau rumah tunggal tersebut.
Bila ahli waris merupakan orang asing maka yang bersangkutan harus memenuhi
persyaratan mengenai kepemilikan rumah susun bagi WNI yakni mengenai persyaratan
pemilikan izin tinggal di Indonesia. Yang dimaksud izin tinggal ialah izin yang terdiri atas izin
tinggal diplomatik, izin tinggal dinas, izin tinggal kunjungan, izin tinggal terbatas, dan izin
tinggal tetap.
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2015 tentang
Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di
Indonesia menyebutkan bahwa “orang asing diberikan Hak Pakai untuk rumah tunggal
pembelian baru dan Hak Milik atas sarusun di atas Hak Pakai untuk sarusun pembelian unit
baru.” Dengan demikian jika orang asing ingin mengalihkan hak atas tanahnya dalam hal ini
menjual maka hanya bisa kepada warga negara Indonesia.
Jika Hak Pakai yang berasal dari perubahan Hak Milik atau Hak Guna Bangunan
beralih dari orang asing kepada Warga Negara Indonesia, maka Hak Pakai dapat diubah
kembali menjadi Hak Milik atau Hak Guna Bangunan sesuai dengan ketentuan dari Pasal 17
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan
Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang
Berkedudukan Di Indonesia.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengenai Penghunian Perumahan Negara ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 dan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah
Negara. Secara lebih teknis juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan,
Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak
atas Rumah Negara, yang antara lain mengatur mengenai persyaratan penghunian Rumah
Negara.Sedangkan untuk status atau golongan Rumah Negara telah diatur dalam Pasal 12 ayat
(1) PP Rumah Negara.
Rumah Negara digolongkan menjadi tiga golongan yakni Rumah Negara Golongan I,
Golongan II, dan Golongan III. Kemudian, Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2008
menyatakan penghunian rumah Negara oleh pejabat dan PNS harus dilakukan berdasarkan
Surat Izin Penghunian (SIP) yang diberikan oleh pejabat yang berwenang. SIP tersebut
diberikan oleh Pimpinan Instansi atau pejabat yang ditunjuk setelah calon penghuni
mengajukan permohonan dan wajib menandatangani suatu pernyataan untuk menaati
kewajiban dan larangan penghunian rumah Negara.
Penghunian Rumah Negara memiliki kewajiban yang harus dipatuhi serta dilaksanakan
dan larangan yang hendak dihindari, sedangan hak penghunian rumah negara mulai berlaku
pada tanggal ditetapkannya sebagaimana tercantum dalam keputusan penunjukan penghunian
rumah negara dan berakhir pada waktu penghuni yang bersangkutan tidak berhak lagi
menempati rumah negara.
Mengenai sengketa penghunian rumah negara, Gol. I dan II diselesaikan oleh Pimpinan
Instansi yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk. Untuk Gol. III sengketa diselesaikan di
Direktur Jenderal Cipta Karya dalam hal ini Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan
untuk rumah negara yang terletak di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, serta
Kepala Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Provinsi untuk rumah negara yang terletak di
luar DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi bersama dengan Instansi asal pemilik
rumah negara tersebut. Adapun mengenai penyewaan rumah, hal ini mengikuti ketentuan yang
diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur tentang sewa rumah negara.

21
Adapun mengenai Tata Cara Penghunian perumahan, terdapat kelengkapan tertentu
yang hendak dipenuhi. Selain itu, hendaknya calon penghuni mengajukan permohonan
penghunian kepada Pimpinan Instansi atau pejabat yang ditunjuk dengan mengisi formulir
permohonan dengan melampirkan dokumen. Setelah dokumen dilengkapi, Pimpinan Instansi
yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk akan menerbitkan Surat Izin Penghunian Rumah
Negara serta tembusannya disampaikan kepada Menteri Pekerjaan Umum dalam hal ini
Direktur Jenderal Cipta Karya dan Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal
Perbendaharaan guna penagihan/pemungutan uang sewa. Tata Cara ini dibagi atas tiga pula
karena Rumah Negara Tersebut terdapat dalam tiga golongan.
Adapun mengenai pengaturan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh
Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, kepemilikan rumah tempat tinggal termasuk
juga rumah susun oleh orang asing di Indonesia harus merupakan rumah susun mewah atau
dalam arti rumah atau sarusun yang tidak termasuk klasifikasi rumah sederhana atau rumah
sangat sederhana. Adapun peratiran pelaksananya yakni Peraturan Menteri Agraria Dan Tata
Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia tentang Pelepasan atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau
Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan Di Indonesia memperjelas dengan adanya
syarat ketentuan harga minimal sarusun berdasarkan daerah di Indonesia yang bisa dimiliki
oleh orang asing.
Harga minimal inipada tiap–tiap daerah berbeda sesuai dengan Lampiran Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang. Untuk rumah tunggal berada dalam kisaran Rp. Satu Milyar
s.d. Rp. Sepuluh Milyar. Sedangkan untuk rumah susun berada dalam kisaran Rp. Tujuh Ratus
Juta s.d. Rp. Tiga Ratus Milyar, dengan batasan luasan tanahnya yang tidak boleh melebihi
2.000 m2 (dua ribu meter persegi) dan hanya boleh memiliki 1 (satu) bidang tanah per orang
atau per keluarga.
Namun dalam keadaan tertentu yang mempunyai dampak positif luar biasa terhadap
ekonomi, maka pemberian rumah tempat tinggal dapat diberikan dengan luas lebih dari 2.000
m2 (dua ribu meter persegi), dengan izin Menteri. Pembatasan ini bertujuan agar orang asing
yang hanya dapat memiliki sebuah rumah adalah untuk menjaga agar kesempatan pemilikan
tersebut tidak menyimpang dari tujuan, yaitu sekedar memberikan dukungan yang wajar bagi
penyelenggaraan usaha orang asing tersebut di Indonesia.
Dalam penguasaan hak atas tanah oleh Orang asing tidak diperbolehkan dalam bentuk
Hak Milik dan pemindahan Hak Milik kepada Orang asing dilarang, ini dapat dilihat di dalam
22
Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 bahwa setiap jual-beli, penukaran,
penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk
langsung atau tidak langsung memindahkan Hak Milik kepada orang asing adalah batal karena
hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa pihak-pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik
tidak dapat dituntut kembali.
Orang asing hanya dapat memiliki Hak Pakai. Mengenai Rumah tempat tinggal di atas
Hak Pakai yang berasal dari Hak Milik diberikan dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun.
Dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. Jika jangka waktu perpanjangan
berakhir, Hak Pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun. Sedangkan
orang asing diberikan Hak Pakai untuk rumah tunggal pembelian baru dan Hak Milik atas
sarusun di atas Hak Pakai untuk sarusun pembelian unit baru.
Demikian juga dengan orang asing yang ingin menjual rumah tunggal atau rumah
susunnya kepada orang asing lain, hal tersebut juga tidak dibolehkan atas dasar unit baru
tersebut menurut Pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2015
tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan
Di Indonesia.
Lebih lanjut, orang asing ingin mengalihkan hak atas tanahnya dalam hal ini menjual
maka hanya bisa kepada warga negara Indonesia. Jika Hak Pakai yang berasal dari perubahan
Hak Milik atau Hak Guna Bangunan beralih dari orang asing kepada Warga Negara Indonesia,
maka Hak Pakai dapat diubah kembali menjadi Hak Milik atau Hak Guna Bangunan sesuai
dengan ketentuan dari Pasal 17 Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang.

B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan terhadap pemaparan secara ringkas dalam
kesimpulannya mengenai hal yang dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Secara Pribadi, memaknai secara mendalam harfiah dan bentuk penjabaran dari
Penghunian Perumahan, Golongan Rumah Negara, Tata Cara Penghunian, Kewajiban,
Larangan serta mengenai Penyewaan Rumah, dan sebagainya.
2. Secara Umum, melakukan pengkajian lebih luas mengenai seluk beluk hal dari masing-
masing kajian yang membahas mengenai Penghunian Perumahan dan memahami
secara komprehensif tentang Penghunian Perumahan itu sendiri.

23
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Teknis
Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status dan
Pengalihan Hak Atas Rumah Negara.
Sutedi, A. (2012), Hukum Rumah Susun & Apartemen, Jakarta: Sinar Grafika.
Ida Bagus Wyasa Putra et. al., 2001, Hukum Bisnis Pariwisata, Bandung: PT Refika
Aditama
B. Jurnal
Muhammad Kharisma, "Tinjauan Yuridis Terhadap Pengaturan Pemanfaatan Rumah
Negara Selain Sebagai Tempat Tinggal Di Indonesia." Novum: Jurnal Hukum 7.3
(2020)
Hasya Ilma Adhana, "Penegakan Hukum Terhadap Penertiban Rumah Negara Di
Lingkungan Kementerian Keuangan." " Dharmasisya” Jurnal Program Magister
Hukum FHUI 1.1 (2021)
Betty Rubiati, "Kepastian Hukum Pemilikan Rumah Susun Oleh Orang Asing Di
Indonesia Dikaitkan Dengan Prinsip Nasionalitas." LITRA: Jurnal Hukum
Lingkungan, Tata Ruang, dan Agraria 1.1 (2021)
Mutia Evi Kristhy, dan Astri Putri Aprilla. "Hak Atas Satuan Rumah Susun Bagi Warga
Negara Asing Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021." Jurnal
Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 7.2 (2022)
C. Website
https://rng3.pu.go.id/assets/peraturan/rangkuman%20rumah%20negara.pdf
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/68
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/download/46300/27979
https://repo-mhs.ulm.ac.id/handle/123456789/13730

24

Anda mungkin juga menyukai