PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat anugerahNya dan rahmatNya kita masih bisa
bertemu dalam materi kuliah Hukum Peradilan Tata Usaha Negera yang berkaitan dengan
Upaya Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana yang diatur dalam Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1986, Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Baik sengketanya diselesaikan secara langsung ke
Pengadilan Tata Usaha Negara maupun secara tidak langsung melalui upaya administratif
maupun Banding Administratif terlebih dahulu.
TUJUAN PERKULIAHAN
Menjelaskan tentang cara upaya hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN);
Menjelaskan tentang cara upaya hukum biasa di Peradilan Tata Usaha Negara
(PERATUN);
Menjelaskan tentang upaya hukum luar biasa di Pengadilan Tata Usaha Negara;
Mengajak mahasiswa untuk memahami upaya hukum biasa dan luar biasa beracara di
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN);
Mengajak mahasiswa aktif dalam tanyak jawab;
Pro test.
DISKRIPSI MATERI
Apabila sampai tenggang waktu tersebut berakhir ternyata pihak yang dikalahkan
tidak menggunakan haknya untuk mengajukan upaya hukum banding tersebut, maka
pihak yang dikalahkan dianggap telah menerima putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara tersebut.
Sesudah pembanding mengajukan permohonan banding kepada panitra dan oleh
panitra telah mencatat dalam daftar perkara, selanjutnya panitra memberitahukan
kepada Terbanding atas permohonan pemeriksaan banding dari pembanding tersebut.
Setelah pencatatan dilakukan dalam daftar perkara, maka oleh panitra sesuai
dengan ketentuan pasal 126 UU No. 5 Tahun 1986 akan melakukan:
1. Selambat-lambatnya tiga puluh hari sesudah permohonan dicatat, Panitra
memberitahukan kepada kedua belah pihak bahwa mereka dapat melihat
berkas perkara di Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara dalam tenggang
waktu tiga puluh hari setelah menerima pemberitahuan tersebut.
2. Salinan putusan, berita acara, dan surat lainnya yang bersangkutan harus
dikirim kepada Panitra Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara selambat-
lambatnya enampuluh hari setelah mereka menerima pemberitahuan tersebut.
3. Para pihak dapat menyerahkan memori banding dan/atau kontra memori
banding serta surat keterangan dan bukti kepada Panitra Pengadilan Tata
Usaha Negara dengan ketentuan bahwa salinan memori dan / atau kontra
memori diberikan kepada pihak lainnya dengan perantaraan panitra
pengadilan.
Penyerahan memori banding maupun kontra memori banding tidak wajib,
oleh karenanya tidak dibatasi oleh tenggang waktu, maka dengan demikian
memori banding maupun kontra memori banding dapat diserahkan ke
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sepanjang majelis hakim belum
memutus perkara yang bersangkutan.
Pemeriksaan tingkat banding itu bersifat devolutif, artinya pengadilan tinggi
memindahkan dan mengulangi kembali seluruh pemeriksaan perkara yang pernah
dilakukan oleh pengadilan tingkat pertama (PTUN). Hakim pengadilan tinggi
seakan-akan duduk sebagai hakim tingkat pertama pada waktu memeriksa perkara
tersebut ditingkat banding.
Kekhususan Hukum acara TUN adalah Pengadilan Tinggi TUN selain
memiliki kewenangan untuk memeriksa perkara ditingkat banding sebagai judex
facti tingkat yang terakhir, juga dapat menjalankan fungsi pemeriksaan
pengadilan tingkat pertama untuk gugatan terhadap kepegawaian yang telah
melewati banding administrative.
2. Kasasi
Mahkamah Agung merupakan pengadilan tertinggi dari badan peradilan yang berada
dalam keempat lingkungan peradilan. Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat
kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua
lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang
menentukan lain. (Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) a Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman).
Setelah diundangkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, maka tidak semua putusan
pengadilan tinggi dapat diajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Ini dapat diketahui
dari ketentuan Pasal 45 A menyatakan :
1. Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat
untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh undang-undang ini dibatasi
pengajuannya.
2. Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. Putusan tentang pra-peradilan.
b. Perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
dan/atau diancam pidana denda.
c. Perkara tata usaha Negara yang obyek gugatannya berupa keputusan pejabat
daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah yang bersangkutan.
3. Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau
permohoan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, dinyatakan tidak dapat
diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama dan berkas perkaranya
tidak dikirim ke Mahkamah Agung.
4. Penetapan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat
diajukan upaya hukum lagi.
Rakernas Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan empat lingkngan peradilan
di Batam pada tahun 2006 merumuskan tentang ukuran (parameter) yang dapat
digunakan oleh ketua pengadilan untuk menentukan apakah keputusan pejabat daerah
yang jangkauannya hanya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan sebagai berikut :
a. Keputuan pejabat daerah tersebut diterbitkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang secara atributif memberikan kewenangan langsung kepada pejabat
daerah. (jadi, perlu dicermati peraturan dasar yang dijadikan dasar kewenangan
penerbiitan keputusan itu.)
b. Produk keputusannya hanya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.
c. Tidak termasuk keputusan itu yakni keptusan yang diterbitkan oleh pejabat daerah
yang sumber kewenangannya berasal dari pelimpahan wewenang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang secara atributif kewenangan tersebut
merupakan kewenangan pejabat pusat.
d. Menyangkut hal tersebut ada wacana :
Bahwa yang dimaksud keputusan yang berlaku di wilayah daerah bersangkutan,
yaitu khusus keputusan kepala daerah yang didasarkan pada kewenangan daerah
berdasarkan asas desentralisasi. Jadi, tidak termasuk keputusan yang diterbitkan
berdasarkan kewenangan yang didasarkan pada asas dekonsentrasi dan asas
medebewind. Dengan kata lain, hanya meliputi keputusan-keputusan yang
diterbitkan oleh pejabat daerah dalam melaksanakan otonomi daerah.
Permohonan kasasi hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 hari (empat belas)
hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan diberitahukan kepada pemohon. Selambat-
lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohoan kasisasi terdaftar, panitra pengadilan
dalam tingkat pertama yang memutus perkara tersebut memberitahukan secara tertulis mengenai
permohonan itu kepada pihak lawan/termohon kasasi (Pasal 46 Undang-undang No. 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung). Setelah tercat dalam buku daftar permohonan kasasi itu oleh
panitra, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari pemohon kasasi wajib menyampaikan pula
memori kasasi yang memuat alasan-alasannya.
Apabila pemohon kasasi menyampaikan memori kasasi panitra pengadilan yang
memutus perkara dalam tingkat pertama memberikan tanda terima atas penerimaan memori
kasasi dan menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan/termohon kasasi
dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari. Pihak lawan /termohon kasasi berhak
mengajkan surat jawaban terhadap memori kasasi kepada panitra dalam tenggang waktu 14
(empat belas) hari sejak tanggal diterimanyaa salinan memori kasasi (Pasal 47 UU No. 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung).
Pasal 47 di atas mengisyaratkan bahwa pemohon kasasi wajib menyampaikan memori
kasasi yang memuat alasan-alasannya, maka ketentuan tersebut dapat dihubungkan dengan
ketentuan pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tetang Perubahan atas Undang-
Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Alasan-alasan yang dimuat dalam
memori kasasi agar putusan judex facti dapat dibatalkan oleh Mahkamah Agung selaku judex
juris, maka alasan-alasan dalam memori kasasi merujuk pada ketentuan Pasal 30 ayat (1) yang
berbunyi :
Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan
dari semua lingkungan peradilan karena :
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
Tidak berwenang misalnya merupakan kewenangan pengadilan TUN lain, sedangkan
melampaui batas wewenang misalnya dikaitkan dengan pasal 47 UU No. 5 Tahun
1986, Pengadilan TUN bertugas berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
sengketa TUN, contoh sengketa kepemilikan atas tanah adalah perbuatan melawan
hukum merupakan kewenangan Peradilan Umum.
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
Salah menerapkan hukum misalnya dikaitkan dengan penerapan hukum pembuktian
Pasal 107 UU No. 5 Tahun 1986, hakim dalam memutus suatu perkara minimal
diperlukan dua alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim, ternyata hakim
hanya berdasarkan satu alat bukti.
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Lalai dalam hal ini misalnya hakim dalam putusannya tidak menerapkan ketentuan
Pasal 109 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986, sebab pada ayat (2) menyatakan bahwa
tidak dipenuhinya salah satu ketentuan ayat (1) dapat menyebabkan batalnya putusan
pengadilan.
Pemeriksaan kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung, berdasarkan surat-menyurat
dan hanya jika dipandang perlu :
a. Mahkamah Agung mendengar sendiri para pihak atau para saksi.
b. Memerintahkan pengadilan tingkat pertama atau pengadilan tingkat banding yang
memutus perkara tersebut mendengar para pihak atau para saksi.
RANGKUMAN
Permohonan Pemeriksaan Banding diajukan secara tertulis oleh Pemohon atau Kuasanya yang khusus
dikuasakan untuk itu kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang menjatuhkan putusan tersebut dalam
tenggang waktu empat belas hari setelah putusan Pengadilan itu diberitahukan kepadanya secara sah.
Sedangkan terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan dapat dimohonkan pemeriksaan Kasasi kepada
Mahkamah Agung dan Terhadap Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
e-learning