Anda di halaman 1dari 8

BAGIAN IX

UPAYA HUKUM

Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan


pernyataan pailit adalah Permohonan Kasasi atau Permohonan Peninjauan
Kembali kepada Mahkamah Agung R.I. Upaya hukum dalam lingkup
pemeriksaan permohonan pernyataan pailit tidak mengenal banding seperti pada
perkara perdata di Pengadilan Negeri dan peradilan lainnya. Sebagaimana halnya
pemeriksaan permohonan pernyataan pailit, maka pemeriksaan ditingkat Kasasi
dan Peninjauan Kembali sangat terikat dengan batasan waktu yang dengan tegas
dan jelas disebutkan dalam UUK dan PKPU.

Perhitungan waktu tersebut merupakan didasarkan pada hari kalender bukan


hari kerja. Hal ini dalam praktek peradilannya dapat dilihat pada sejumlah putusan
yang mempertimbangkan mengenai keberlakuan waktu kalender dimaksud,
seperti :

1. Putusan Mahkamah Agung RI. No. 08 K/N/1999 tanggal 12 April 1999 jo


putusan Mahkamah Agung RI. No.10 PK/N/1999 tanggal 27 Mei 1999.
2. Putusan Mahkamah Agung RI. No. 07 K/N/1999 tanggal 5 Mei 1999 jo
putusan Mahkamah Agung RI. No.11 PK/N/1999 tanggal 15 Juli 1999.
Selain masalah waktu yang pasti, permohonan Kasasi dan Peninjauan
Kembali juga tegas mengenai penyerahan memori kasasi dan peninjauan kembali
berikut kontranya yang harus disampaikan oleh panitera pengadilan pada
waktunya, demikian pula penyerahan memori dari para pihak kepada pengadilan.

A. Kasasi
Para pihak yang tidak merasa puas dengan putusan pernyataan pailit
oleh pengadilan tingkat pertama pada pengadilan niaga, tersedia upaya
hukum dengan mengajukan permohonan kasasi yang harus diajukan paling
lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi
diucapkan, yakni dengan melakukan pendaftaran kepada Panitera Pengadilan
niaga yang telah memutus permohonan pernyataan pailit tersebut.

104
Alasan untuk mengajukan kasasi adalah sebagaimana disebutkan dalam
UU No.14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah dirubah dengan UU No.5
tahun 2004 dan dirubah lagi dengan UU No. 3 Tahun 2009 tentang
Mahkamah Agung. Disebutkan bahwa Mahkamah Agung berwenang
memeriksa ditingkat kasasi atas putusan pengadilan banding (dalam lingkup
perdata dan pidana) atau putusan bebas atau lepas pada pengadilan tingkat
pertama dalam perkara pidana, yaitu apabila majelis hakim dalam putusannya
:
1. Melanggar peraturan perundang-undangan atau tidak menerapkan
hukum sebagai mana mestinya ;
2. Melampaui batas wewenangnya ;
3. Lalai menerapkan hukum acara, yang mengancam kelalaian tersebut
dengan batalnya putusan.
Permohonan kasasi dapat diajukan oleh Debitor dan Kreditor, yang
tidak puas terhadap putusan pengadilan niaga atas permohonan pernyataan
pailit. Permohonan kasasi juga dapat diajukan oleh Kreditur lain yang bukan
merupakan pihak dalam proses kepailitan sebagaimana dimaksudkan Pasal 11
ayat (3) UUK dan PKPU.
Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi pada tanggal
permohonan kasasi didaftarkan. Selanjutnya Panitera wajib mengirimkan
permohonan kasasi dan memori kasasi tersebut kepada Temohon Kasasi
paling lambat 2 (dua) hari setelah permohonan kasasi didaftarkan.
Terhadap permohonan dan memori kasasi tersebut, Termohon kasasi
dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera Pengadilan paling
lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal Termohon Kasasi menerima memori
kasasi. Kontra memori kasasi harus disampaikan oleh Panitera Pengadilan
Niaga kepada Pemohon Kasasi paling lambat 2 (dua) hari setelah kontra
memori kasasi diterima oleh Panitera Pengadilan Niaga.
Selanjutnya permohonan kasasi, memori kasasi, dan kontra memori
kasasi beserta berkas perkara yang bersangkutan harus disampaikan oleh
Panitera Pengadilan Niaga kepada Mahkamah Agung paling lambat 14

105
(empat belas) hari setelah tanggal permohonan kasasi didaftarkan di
pengadilan niaga.
Mahkamah Agung wajib mempelajari permohonan kasasi dan
menetapkan hari sidang paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal
permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Permohonan kasasi
tersebut harus diperiksa paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal
permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung dan diputus serta
diucapakan dalam sidang yang terbuka untuk umum paling lambat 60 (enam
puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah
Agung.
Salinan Putusan kasasi harus memuat secara lengkap pertimbangan
hukum yang mendasari putusan tersebut Dalam hal terdapat perbedaan
pendapat antara anggota dengan ketua majelis, maka perbedaan pendapat
tersebut wajib dimuat dalam putusan kasasi. Salinan putusan kasasi yang
memuat secara lengkap pertimbangan hukumnya harus disampaikan kepada
panitera pada Pengadilan Niaga paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal
putusan atas permohonan kasasi diucapkan. Selanjutnya Jurusita Pengadilan
wajib menyampaikan salinan putusan kasasi tersebut kepada Pemohon
Kasasi, Termohon Kasasi, Kurator, dan Hakim Pengawas paling lambat 2
(dua) hari setelah putusan kasasi diterima.

b. Peninjauan Kembali
Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, dapat diajukan upaya hukum permohonan Peninjauan Kembali kepada
Mahkamah Agung apabila :

a. Ditemukan bukti baru (novum) yang bersifat menentukan setelah putusan


yang berkekuatan hukum tetap tersebut.
Bukti yang menjadi novum ini sesunggunya sudah ada pada waktu
perkara itu diperiksa di pengadilan, tetapi belum ditemukan oleh pihak
yang akan mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali. Permohonan
Peninjauan Kembali berdasarkan alasan ini, dapat dilakukan dalam jangka
waktu paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal

106
putusan yang dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan
hukum tetap.
b. Dalam putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut
terdapat pertimbangan hukum yang menunjukkan adanya kekeliruan yang
nyata.
Permohonan Peninjauan Kembali berdasarkan alasan ini, dapat
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
tanggal putusan yang dimohonkan Peninjauan Kembali memperoleh
kekuatan hukum tetap. Pada bagian ini kita harus benar-benar dapat
membandingkan dan mengkritis tentang kekeliruan yang dilakukan hakim
dengan fakta yang benar. Fakta yang benar dapat berupa fakta tentang
keabsahan peraturan perundang-undangan yang digunakan dan dapat pula
tentang peristiwa materilnya.
Permohonan Peninjauan Kembali disampaikan kepada Panitera
Pengadilan yang memutus perkara. Selanjutnya berdasarkan pasal 14 UUK dan
PKPU, permohonan tersebut diperiksa menurut cara dan prosedur yang sama
dengan pengajuan, pengiriman berkas, pemeriksaan persidangan dan
pemberitahuan putusan dalam permohonan kasasi, dimana ketentuan tersebut
berlaku secara mutatis mutandis dalam permohonan Peninjauan Kembali,
termasuk dalam penyerahan memori dan kontra memori Kasasi dan Peninjauan
Kembali.

Apabila putusan Kasasi atau putusan Peninjauan Kembali ternyata


membatalkan pernyataan pailit terhadap debitor, maka putusan tersebut harus
diumumkan oleh Kurator dalam Berita Negara Republik Indonesia dan dalam
sedikitnya 2 (dua) surat kabar hari berdasarkan penetapan hakim pengawas
sebagaimana dimaskudkan dalam Pasal 15 ayat (4) UUK dan PKPU.

Berbeda dengan pemeriksaan tingkat kasasi yang hanya memeriksa


masalah penerapan hukumnya saja, akan tetapi pada pemeriksaan Peninjauan
Kembali selain memeriksa penerapan hukumnya, juga dapat dilakukan
penilaian atau pemeriksaan terhadap peristiwa materilnya yang tentu saja ada
hubungannya dengan alasan Peninjauan Kembali yang diajukan.

107
Peninjauan Kembali sangat erat hubungannya dengan jangka waktu
yang disediakan oleh undang-undang sebagaimana disebutkan diatas.
Keterlambatan dalam mengajukan permohonan Peninjauan Kembali akan
menjadi pertimbangan bagi hakim dalam menolak atau tidak menerima
perkara yang diperiksanya. Sebagai contoh dapat kita lihat penolakan
permohonan Peninjauan Kembali pada beberapa perkara yang diantaranya
juga mempertimbangkan masalah waktu mengajukan permohonan sebagai
alasan penolakan permohonan Peninjauan Kembali, yaitu :
1. Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 16 Oktober 2006 Nomor : 08
1
PK/N/2006 dimana majelis hakim perkara tersebut
mempertimbangkan :
“bahwa alasan permohonan peninjauan kembali ini tidak dapat
dipertimbangkan, oleh karena menurut Pasal 296 ayat (2) UU No.37
Tahun 2004, pengajuan permohonan peninjauan kembali
berdasarkan alasan adanya kekeliruan yang nyata dalam peraturan
yang bersangkutan (Pasal 295 ayat (2) b UU yang sama) hanya
dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari setelah
tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali memperoleh
kekuatan hukum tetap, sedangkan permohonan peninjauan kembali
ini diajukan setelah melewati tenggang waktu tersebut.”

2. Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 10 Oktober 2001 Nomor 024


PK/N/20012 yang menyatakan :
“bahwa keberatan ini tidak dapat dibenarkan karena syarat-syarat formal
perngajuan Peninjauan Kembali diajukn atas dasar adanya kesalahan berat
(Pasal 286 ayat 2 b), oleh karena itu tenggang waktu pengajuanya adalah
dalam jangka waktu paling lambat adalah 30 hari terhitung sejak tanggal

1
Putusan Mahkamah Agung RI No.08 PK/N/2006 tanggal 16 Oktober 2006 dalam Himpunan
Putusan-putusan Mahkamah Agung Dalam Perkara Kepailitan, jilid 22, cetakan I, PT.Tatanusa,
2008Hal.365-397
2
Putusan Mahkamah Agung No.024 PK/N/2001 tanggal 10 Oktober 2001 dalam Yurisprudensi
Kepailitan 2001 Himpunan Lengkap Putusan Pengadilan Niaga Tingkat I Putusan Mahkamah
Agung Dalam Kasasi dan Peninjauan Kembali, cetakan I, PT.Tatanusa, 2002,Hal.911-933.

108
putusan yang dimohonkan Peninjauan Kembali memperoleh kekuatan
hukum tetap (Pasal 287 ayat 2 UUK).

bahwa dalam perkara ini, putusan kasasi diucapkan pada tanggal 16 Juli
2001, sehingga batas akhirnya 30 hari adalah tanggal 14 Agustus 2001,
sedangkan permohonan Peninjauan Kembali diajukan pada tanggal 22
Agustus 2001……dst”

bahwa dengan demikian tenggang waktu pengajuan permohonan


Peninjauan Kembali telah melampaui batas waktu 30 hari (lihat putusan
Mahkamah Agung No.10 PK/N/1999 jo No.11 PK/N/1999), maka dengan
tidak terpenuhinya syarat formal permohonan Peninjauan Kmebali tersebut,
tanpa mempertimbangkan alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali
yang lain, menurut Mahkamah Agung permohonan Peninjauan Kembali ini
haruslah ditolak.”

Disamping masalah waktu pengajuan atau pendaftaran permohonan,


dalam Peninjauan Kembali patut pula diperhatikan adanya permohonan
Peninjauan Kembali yang dilakukan secara berulang, mengingat pada
dasarnya permohonan Peninjauan Kembali hanya dilakukan satu kali saja.
Diantaranya dapat kita lihat pada beberapa praktek peradilan dan sebagai
bahan kajian dapat kita kemukakan beberapa kasus di bawah ini :

1. Permohonan Peninjauan Kembali diajukan secara bergantian oleh


beberapa pihak setelah permohonan Peninjauan Kembali sebelumnya
ditolak oleh Mahkamah Agung.
Pada bagian ini relefan untuk kita cermati permohonan Peninjauan
Kembali terhadap putusan Mahkamah Agung R.I pada tingkat Kasasi
tanggal 13 Februari 2002 Nomor : 02 K/N/2002. Mahkamah Agung R.I.
dalam putusannya ditingkat peninjauan kembali tanggal 16 September
2002, Nomor 19 PK/N/20023 pada pokoknya memberikan pertimbangan
hukum :
3
Putusan Mahkamah Agung R.I. tanggal 16 September 2002 Nomor 19 PK/N/2002 dalam
Himpunan Putusan-Putusan Mahkamah Agung Dalam Perkara Kepailitan Jilid 13 September s/d
Desember 2002, Cetakan Pertama, PT.Tatanusa, Jakarta, 2004, hal. 178.

109
“ bahwa permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh
Pemohon Peninjauan Kembali adalah terhadap putusan Mahkamah
Agung tanggal 13 Februari 2002 Nomor : 02 K/N/2002 yang
terhadapnya telah pernah dimohonkan peninjauan kembali oleh
Future Fast Securities Limited, dan telah pula diputus oleh
Mahkamah Agung dengan putusannya tanggal 28 Maret 2002
Nomor : 08 PK/N/2002 ;

bahwa sesuai dengan pasal 66 ayat (1) jo Pasal 70 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 14 tahun 1985, yang dengan tegas menentukan bahwa
permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali, dan
Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali pada
tingkat pertama dan terakhir, maka permohonan peninjauan kembali
yang diajukan oleh PT.Bank Internasional Indonesia Tbk sekarang ini
tidak berdasar hukum ;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka


permohonan pennjauan kembali yang diajukan oleh PT,Bank
International Indonesia Tbk tersebut adalah tidak beralasan,
sehingga harus ditolak ;”

Yang menjadi pokok bahasan penting atau inti dari kasus diatas
adalah dilakukannya permohonan Peninjauan Kembali terhadap putusan
pengadilan yang sama, dimana permohonan Peninjauan Kembali
dilakukan oleh pihak yang berbeda. Terhadap permohonan yang demikian
ditolak oleh Mahkamah Agung.

2. Permohonan Peninjauan Kembali diajukan beberapa kali oleh pihak yang


sama setelah permohonan Peninjauan Kembali sebelumnya ditolak oleh
Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung RI dalam putusannya tanggal 7 Januari 2002
dalam perkara No.031 PK/N/2001 telah menolak permohonan Peninjauan
Kembali pada perkara tersebut dengan pertimbangan hukum4 :
“ bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan Peninjauan Kembali
terhadap putusan Kasasi Mahkamah Agung No.028 K/N/2001 jo Putusan
PengdilanNiaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
No.024/Pailit/2001/PN.Niaga.Jkt.Pst, untuk pertama kali pada tanggal 22

4
Putusan Mahkamah Agung RI No.031 PK/N/2001 tanggal 07 Januari 2002 dalam
Yurisprudensi Kepailitan 2001 Himpunan Lengkap Putusan Pengadilan Niaga Tingkat I
Putusan Mahkamah Agung Dalam Kasasi dan Peninjauan Kembali, cetakan I, PT.Tatanusa,
2002,Hal.935-940.

110
Agustus 2001. Terhadap permohonan Peninjauan Kembali pertama tersebut
telah diputus oleh Mahkamah Agung pada tanggal 1 Oktober 2001 Nomor
24 PK/N/2001 dengan amar yang berbunyi menolak permohonan
Peninjauan Kembali dari Pemohon”..

“ bahwa kemudian pada tanggal 27 November 2001 Pemohon mengajukan


lagi permohonan Peninjauan Kembali untuk yang kedua kalinya terhadap
putusan yang sama…..”

“….bahwa oleh karena Pemohon mengajukan Permohonan Peninjauan


Kembali terhadap perkara aquo adalah untuk kedua kalinya, maka terhadap
permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh PT.Gemawidia
Statindo Komputer yang kedua kali tersebut adalah tidak beralasan
sehingga harus ditolak.”

Terhadap fenomena pengajuan upaya hukum yang demikian,


Mahkamah Agung bertahan pada ketentuan normatifnya bahwa
permohonan Peninjauan Kembali terhadap perkara yang sama hanya dapat
dilakukan satu kali saja, sehingga permohonan Peninjauan Kembali yang
kedua akan ditolak.

a. Sidang Perselisihan.
b. Gugatan atau Perlawanan.

ooOOoo

111

Anda mungkin juga menyukai