Fahririn, SH., MH
Pasal 1 butir 12 KUHAP, menyatakan “ Hak terdakwa atau penuntut
umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa
perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk
mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal Serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
MACAM-MACAM PUTUSAN
01 02 03
Banding Kasasi
BANDING
Bab XVIII Bagian Kesatu dari Pasal 259 sampai denga Pasal 262 KUHAP tentang
kasasi demi kepentingan hukum dan Bagian Kedua dari Pasal 263 sampai
dengan Pasal 269 KUHAP tentang peninjauan kembali atas putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Kasasi Demi Kepentingan Hukum
✓ Jadi herzeining adalah suatu peninjauan kembali atas putusan di semua tingkat
pengadilan, seperti pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung
yang telah berkekuatan hukum tetap, kecuali atas putusan bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum (pasal 263 ayat (1) KUHAP).
Dasar Hukum
(1) Atas putusan pengadilan (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung) yang
telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap; (pasal 263/1 KUHAP)
(2) Putusan pengadilan (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung) yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap itu bukanlah putusan bebas (vrijspraak) atau lepas dari
segala tuntutan hukum (ontslag van alie rechtsvolging);
(3) Yang mengajukan permohonan peninjauan kembali adalah terpidana atau ahli Warisnya.
syarat-syarat lainnya sebagaimana ditentukan menurut Pasal 263 ayat (2) KUHAP
a. Apabila terdapat keadaan baru yang meninmbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan
itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa
putusan bebas (Vrijspraak) atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van
alie rechtsvolging) atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima
(nietontvvankelijk verklaring) atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana
yang lebih ringan;
b. Apabila dalam putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi
hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu,
ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
c. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu
kekeliman yang nyata.
Tata cara permintaan Peninjauan Kembali sebagai berikut :
1. Diajukan kepada panitera yang telah memutus perkaranya dengan menyebutkan secara jelas
alasannya, dan selanjutnya permintaan tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan
yang ditandatangani oleh panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada
berkas perkara.
2. Permintaan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan jangka waktu, jadi kapan saja dapat diajukan
permintaan peninjuan kembali tersebut.
3. Dalam rangka pemeriksaan permintaan peninjauan kembali oleh ketua pengadilan, jaksa dan
pemohon ikut hadir dan menyampaikan pendapatnya.
4. Kemudian dibuatkan berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim, jaksa, pemohon dan
panitera, dan berita acara pendapat yang ditandatangani oleh hakim dan panitera.
Ketentuan PK
1. Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak
permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan
kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangan.
2. Apabila Mahkamah Agung membenarkan keputusan pemohon, Mahkamah Agung mebatalkan
putusan yang dimintakan untuk dilakukan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang
dapat berupa: Putusan bebas, Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, Putusan tidak dapat
menerima tuntutan penuntut umum., Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih
ringan.
3. Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah
dijatuhkan dalam putusan semula.
Amnesti, Abolisi, dan Grasi
✓ Amnesti adalah pernyataan umum yang diterbitkan melalui atau dengan undang-
undang tentang pencabutan semua akibat dari pemindanaan suatu perbuatan
pidana tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana.
✓ Abolisi adalah suatu hak untuk menghapuskan seluruh akibat dari penjatuhan
putusan pengadilan atau menghapuskan tuntutan pidana kepada seorang terpidana,
serta melakukan penghentian apabila putusan tersebut telah dijalankan.
Merupakan hak prerogarif Presiden yang hanya diberikan setelah meminta nasihat
Mahkamah Agung.
Presiden, atas kepentingan Negara, dapat memberi amnesti dan abolisi kepada
orang-orang yang telah melakukan sesuatu tindakan pidana. Presiden memberi
amnesti dan abolisi ini setelah mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung
yang menyampaikan nasihat itu atas permintaan Menteri Kehakiman (saat ini
Menteri Hukum dan HAM).
Grasi diatur secara tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (“UU
Grasi”) sebagaimana telah diubah oleh Undang–Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (“UU 5/2010”). Definisi hukum Grasi diatur
dalam Pasal 1 angka 1 UU Grasi yang berbunyi:
Dalam Pasal 2 ayat (1) UU 5/2010 diatur bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, terpidana dapat mengajukan permohonan grasi kepada Presiden.
Pengaturan Mengenai Grasi
1. Hak mengajukan grasi diberitahukan kepada terpidana oleh hakim atau hakim ketua sidang yang
memutus perkara pada tingkat pertama.[ Jika pada waktu putusan pengadilan dijatuhkan terpidana
tidak hadir, hak terpidana diberitahukan secara tertulis oleh panitera dari pengadilan yang memutus
perkara pada tingkat pertama, banding atau kasasi.
2. Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup,
atau pidana penjara paling rendah 2 (dua) tahun.
3. Perlu di ingat bahwa Permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali, agar memberikan kepastian
hukum dalam pelaksanaan pengajuan permohonan grasi dan menghindari pengaturan diskriminatif.
Pihak yang dapat Mengajukan Grasi