Anda di halaman 1dari 4

Nama : Sherina Lolo Ate Berutu

Nim : 180200133
Matkul : Hukum Acara Pidana
Tugas : Resume tenang Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar Biasa

Upaya Hukum Biasa dan Luar Biasa


Dalam Kasus Pidana
Setiap Terpidana memiliki hak hukum yakni keberatan atas Putusan Hakim Pidana
yang dijatuhkan padanya. Hak Hukum tersebut dapat digunakan apabila Terpidana
merasa Hukuman yang dijatuhkan terlalu berat atau Terpidana merasa tidak pernah
melakukan perbuatan pidana yang dituntutkan.
Secara hukum, pengertian dari upaya hukum diatur dalam Pasal 1 angka 12
KUHAP, yang berbunyi:
“Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima
putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak
terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Dalam praktek Kasus Pidana kita mengenal ada 2 (dua) macam upaya hukum yaitu,
upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Adapun penjabarannya sebagai
berikut :

Upaya Hukum Biasa


terdiri dari Banding dan Kasasi.:
1. Banding
Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu
atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan pidana. Terpidana
dapat mengajukan Banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan
Negeri. Proses Banding akan diperiksa oleh Pengadilan Tinggi nantinya.
Sebagaimana diatur Pasal 67 KUHAP, yang berbunyi:
“Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk meminta Banding terhadap Putusan
Pengadilan Tingkat Pertama, Kecuali terhadap Putusan Bebas, Lepas dari segala
tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan
putusan pengadilan dalam acara cepat.”
Keputusan pengadilan yang dapat dimintakan banding hanya keputusan pengadilan
yang berbentuk Putusan bukan penetapan, karena terhadap penetapan upaya hukum
biasa yang dapat diajukan hanya kasasi.
Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 7 (tujuh) hari sejak putusan
dibacakan sebagaimana diatur dalam Pasal 233 ayat (2) KUHAP.
Apabila jangka waktu pernyatan permohonan banding telah lewat maka terhadap
permohonan banding yang diajukan akan ditolak oleh Pengadilan Tinggi karena
terhadap putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan dianggap telah mempunyai
Berkekuatan Hukum Tetap/Inkrach.
2. Kasasi
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu
atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan pidana. Terpidana
dapat mengajukan Kasasi atas Putusan Banding, apabila merasa tidak puas dengan isi
Putusan Banding Pengadilan Tinggi. Proses Kasasi akan diperiksa oleh Mahkamah
Agung nantinya. Sebagaimana diatur Pasal 244 KUHAP, yang berbunyi:
“Terdapat putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
Pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum
dapat mengajukan permintaan pemerikasaan kasasi kepada Mahkamah Agung
kecuali terhadap putusan bebas.”
Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 (empat belas) hari sejak
diberitahukan kepada terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 245 ayat (1)
KUHAP.
Apabila jangka waktu pernyatan permohonan kasasi telah lewat maka terhadap
permohonan kasasi yang diajukan dianggap menerima putusan sebelumnya. Dan akan
ditolak oleh Mahkamah Agung karena terhadap putusan Pengadilan Tinggi yang
bersangkutan dianggap telah mempunyai Berkekuatan Hukum Tetap/Inkrach.

Upaya Hukum Luar Biasa :


• PEMERIKSAAN TINGKAT KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM
Permohonan kasasi demi kepentingan hukum ini ajukan oleh Jaksa Agung kepada
Mahkamah Agung secara tertulis terhadap putusan yang telah diputuskan oleh
pengadilan selain dari Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan yang telah
memutus perkara dalam tingkat pertama, disertai dengan risalah yang memuat alasan
permintaan tersebut, dengan ketentuan tidak boleh merugikan pihak yang
berkepentingan dan hanya boleh diajukan sebanyak satu kali saja.
Salinan risalah yang diajukan oleh Jaksa Agung disampaikan kepada yang
berkepentingan, demikian juga dengan salinan putusan kasasi demi kepentingan
hukum oleh Mahkamah Agung juga disampaikan kepada yang bersangkutan disertai
dengan berkas perkara.
Tata cara penyampaian putusan tersebut sama dengan pada saat penyampaian putusan
pada pemeriksaan perkara tingkat banding yaitu, sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 243 KUHAP, yang menyebutkan:
“(1) Salinan surat putusan Pengadilan Tinggi beserta berkas perkara dalam waktu
tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada Pengadilan Negeri
yang memutus pada tingkat pertama.
(2) Isi surat putusan-setelah dicatat dalam buku register segera diberitahukan kepada
terdakwa dan penuntut umum oleh Panitera Pengadilan Negeri dan selanjutnya
pemberitahuan tersebut dicatat dalam salinan surat putusan pengadilan tinggi.
(3) Ketentuan mengenai putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud Pasal 226
berlaku juga bagi putusan pengadilan tinggi.
(4) Dalam hal terdakwa bertempat tinggal di luar daerah hukum Pengadilan Negeri
tersebut panitera minta bantuan kepada panitera pengadilan negeri yang dalam
daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal untuk memberitahukan isi surat
putusan itu kepadanya.
(5) Dalam hal terdakwa tidak diketahui tempat tinggalnya atau bertempat tinggal di
luar negeri, maka isi surat putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
disampaikan melalui kepala desa atau pejabat atau melalui perwakilan Republik
Indonesia, di mana terdakwa biasa berdiam dan apabila masih belum juga berhasil
disampaikan, terdakwa dipanggil dua kali berturut-turut melaluil dua buah surat
kabar yang terbit dalam daerah hukum pengadilan negeri itu sendiri atau daerah
yang berdekatan dengan daerah itu.”
Pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum ini berlaku juga di lingkungan peradilan
militer Pasal 262 KUHAP, yang menyebutkan:
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259, Pasal 260 dan Pasal 261
berlaku bagi acara permohonan kasasi demi kepentingan hukum terhadap putusan
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.”
• PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PENGADILAN YANG TELAH
MEMPEROLEH KEKUATAN HUKUM TETAP
Peninjauan kembali dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap oleh terpidana atau ahli warisnya kepada Mahkamah Agung,
kecuali terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
Dasar pengajuan peninjauan kembali adalah sebagaimana yang sebagaimana daitur
dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP, yang menyebutkan :
“(a). Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika
keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan
berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan
penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan
pidana yang lebih ringan.
(b). Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah
terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang
dinyatakan telah terbuktiitu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain.
(c). Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau
suatu kekeliruan yang nyata. Peninjauan kembali juga dapat dilakukan terhadap
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tepap, apabila putusan
itu merupakan suatu perbutan pidana yang didakwakan dan terbukti namun tidak
ikuti dengan suatu pemidanaan/ hukuman.”
Tata cara permintaan Peninjauan Kembali sebagai berikut :
1. Diajukan kepada panitera yang telah memutus perkaranya dengan
menyebutkan secara jelas alasannya, dan selanjutnya permintaan tersebut oleh
panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang ditandatangani oleh panitera serta
pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara.
• Permintaan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan jangka waktu, jadi
kapan saja dapat diajukan permintaan peninjuan kembali tersebut.
• Dalam rangka pemeriksaan permintaan peninjauan kembali oleh ketua
pengadilan, jaksa dan pemohon ikut hadir dan menyampaikan pendapatnya.
• Kemudian dibuatkan berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim,
jaksa, pemohon dan panitera, dan berita acara pendapat yang ditandatangani oleh
hakim dan panitera.
• Ketua pengadilan segera mengirim surat permintaan peninjauan kembali
beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung dengan disertai suatu catatan
penjelasan, dan tembusan surat pengantarnya disampaikan kepada pemohon dan jaksa.
• Pemeriksaan atas permintaan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung
tidak dapat diterima apabila tidak memenuhi kriteria sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP.
• Pemeriksaan atas permintaan kembali setelah dapat diterima dan diperiksa,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
• Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah
Agung menolak permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan
yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangan.
• Apabila Mahkamah Agung membenarkan keputusan pemohon, Mahkamah
Agung mebatalkan putusan yang dimintakan untuk dilakukan peninjauan kembali itu
dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:
– Putusan bebas.
– Putusan lepas dari segala tuntutan hukum.
– Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum.
– Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
• Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh
melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.
• Salinan putusan Mahkamah Agung tentang peninjauan kembali beserta berkas
perkaranya dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim
kepada pengadilan yang melanjutkan permintaan peninjauan kembali.
1. Dalam peninjauan kembali berlaku juga ketentuan Pasal 243 ayat (2), Ayat
(3), ayat (4) dan ayat (5) KUHAP dalam hal putusan Mahkamah Agung.
1. Permintaan peninjauan kembali hanya dilakukan satu kali, permintaan ini
tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut, dan
apabila pemohon meninggal dunia, maka mengenai diteruskan atau tidaknya
peninjauan kembali diserahkan kepada ahli warisnya (Pasal 268 KUHAP).
Ketentuan tentang peninjauan kembali yang diatur dalam Pasal 263 – Pasal 268
KUHAP berlaku juga dalam lingkungan peradilan militer sebagaimana diatur
dalam Pasal 269 KUHAP.

Anda mungkin juga menyukai