Anda di halaman 1dari 5

Modul Pertemuan Sesi 6

Mata Kuliah Praktik Hukum Pidana

Disusun oleh: Idris Wasahua

Materi : Eksepsi (Nota Keberatan)

1. Pendahuluan

Salah satu tahapan dalam persidangan perkara pidana adalah adanya hak
terdakwa atau penasihat hukumnya untuk mengajukan eksepsi.
Eksepsi/Tangkisan (exeptie, exeption) adalah upaya atau prosedur hukum dalam
persidangan perkara pidana di peradilan yang berarti penolakan/keberatan yang
disampaikan oleh seorang Terdakwa/Penasehat Hukum, disertai dengan alasan-
alasannya bahwa Surat Dakwaan dan/atau Dakwaa Jaksa Penuntut Umum
disusun dan/atau dibuat tidak dengan cara yang benar, tidak cermat dan/atau
mengandung cacat yuridis, yang tidak mengenai pokok perkara.
Eksepsi ini diajukan oleh Terdakwa atau penasihat hukum terdakwa terhadap
surat dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum. Setelah penuntut umum
membacakan surat dakwaannya, ketua majelis hakim akan memberikan
kesempatan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya untuk mengajukan
eksepsi jika memang terdakwa atau penasihat hukumnya akan menggunakan
hak untuk mengajukan eksepsi.
Pengajuan eksepsi oleh terdakwa atau penasihat hukumnya sangatlah strategis,
oleh karena jika eksepsi tersebut dikabulkan atau diterima oleh majelis hakim,
akan membawa implikasi yang sangat serius yakni:

1. Surat Dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum, dinyatakan “tidak
dapat diterima” (Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP);
2. Surat Dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum, dinyatakan “batal
demi hukum” (Pasal 143 ayat (3) KUHAP);
3. Surat Dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum, dinyatakan “ditolak”;

Oleh karenanya, agar surat dakwaan tidak mengalami nasib demikian, maka
penuntut umum dituntut untuk dapat menyusun surat dakwaan selengkap dan
secermat mungkin.

2. Pembahasan

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang


Hukum Acara Pidana (KUHAP), tidak disebutkan secara tegas dan lengkap
tentang pengertian eksepsi.

Berikut beberapa referensi yang dapat dijadikan pedoman dalam memahami


pengertian tentang eksepsi.

1
Dalam ensiklopedia online Wikipedia disebutkan bahwa: Eksepsi adalah salah
satu istilah yang digunakan dalam proses hukum dan peradilan yang berarti
penolakan/keberatan yang disampaikan oleh seorang terdakwa, disertai dengan
alasan-alasannya bahwa dakwaan yang diberikan kepadanya dibuat tidak
dengan cara yang benar dan tidak menyangkut hal tentang benar atau tidak
benarnya sebuah tindak pidana yang didakwaka.

Sedangkan menurut M. Yahya Harahap, eksepsi atau tangkisan (plead) atau


pembelaan yg tidak mengenai atau tidak ditujukan terhadap materi pokok surat
dakwaan.

Menurut Retnowulan Sutantio, eksepsi adalah suatu jawaban yang tidak


mengenai pokok perkara.

Menurut J.C.T. Simorangkir, exceptie atau tangkisan adalah penolakan yang


berisikan supaya pengadilan tidak dapat menerima atau menyatakan tidak
berwenang untuk memeriksa perkara yang diajukan.

Ketentuan tentang eksepsi dalam KUHAP diatur dalam Pasal 156 yang
menyebutkan:

(1) Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa
pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak
dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi
kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya,
hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya
mengambil keputusan
(2) Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak
diperiksa lebih lanjut, sebaiknya dalam hal tidak diterima atau hakim
berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan,
maka sidang dilakukan.
(3) Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut,
maka ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui
pengadilan negeri yang bersangkutan. (4) Dalam hal perlawanan yang
diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya diterima olah pengadilan
tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan surat
penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan
memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa
perkara itu.
(4) Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut,
maka ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui
pengadilan negeri yang bersangkutan. (4) Dalam hal perlawanan yang
diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya diterima olah pengadilan
tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan surat
penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan
memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa
perkara itu.
(5) a. Dalam hal perlawanan diajukan bersama-sama dengan permintaan
banding oleh terdakwa atau pennasihat hukumnya kepada pengadilan
tinggi, maka dalam waktu empat belas hari sejak ia menerima perkara dan

2
membenarkan perlawanan terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan
membatalkan keputusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan
menunjuk pengadilan negeri yang berwenang.

b. Pengadilan tinggi menyampaikan salinan keputusan tersebut kepada


pengadilan negeri yang berwenang dan kepada pengadilan negeri yang
semula mengadili perkara yang bersangkutan dengan disertai berkas
perkara untuk diteruskan kepada kajaksaan negeri yang telah
melimpahkan perkara itu.

(6) Apabila pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud


dalam ayat (5) berkedudukan di daerah hukum pengadilan tinggi lain maka
kejaksaan negeri mengirimkan perkara tersebut kepada kejaksaan negeri
dalam daerah hukum pengadilan negeri yang berwenang di tempat itu. (7)
Hakim ketua sidang karena jabatannya walaupun tidak ada perlawanan,
setelah mendengar pendapat penuntut umum dan terdakwa dengan surat
penetapan yang memuat alasannya dapat menyatakan pengadilan tidak
berwenang.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa, ruangingkup


eksepsi atau argumen-argumen yang diakemukakan dalam materi eksepsi:

 Tidak memasuki materi perkara, karena hal itu baru akan dikemukakan
dalam tahap pengajuan Nota Pembleaan (Pleidoi) setelah tahap pembuktian;
 Hanya bersifat penilaian/kritik atas deskripsi surat dakwaan PU, tanpa
menyoroti aspek benar salahnya perbuatan yang didakwakan terhadap
terdakwa

Meskipun, telah ditentukan batasan-batasan eksepsi, namun dalam praktik,


seringkali ditemui terdakwa atau penasihat hukumnya dalam membuat eksepsi,
seringkali tidak mengemukakan alasan-alasan yang berkaitan dengan
ketidaklengkapan atau ketidakcermatan surat dakwaan yang disusun oleh
penuntut umum. Namun, seringkali telah memasuki materi pokok perkara.
Akibatnya, eksepsi tersebut ditolak atau tidak diterima oleh majelis hakim yang
memeriksa perkara tersebut. Untuk itu, agar eksepsi tersebut diterima atau
dikabulkan majelis hakim, terdakwa atau penasihat hukumnya secermat mungkin
dapat menyusun argumen-argumen dalam materi eksepsi tersebut sesuai
dengan ruanglingkup daripada materi ekspsi. Bahkan, menurut hemat saya,
bilamana memang surat dakwaan yang disusun penuntut umum terlihat sudah
lengkap dan cermat, maka lebih baik terdakwa atau penasihat hukumnya tidak
perlu mengajukan eksepsi. Karena, selain akan berpotensi untuk ditolak atau
tidak diterima juga akan memperpanjang jangka waktu persidangan. Hal ini
penting oleh karena dalam praktik, seringkali ditemui adanya terdakwa atau
penasihat hukumnya yang tetap mengajukan eksepsi, meskipun terlihat bahwa
surat dakwaan yang disusun oleh penuntut umum telah lengkap dan cermat
sesuai yang distaratkan KUHAP.

Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan perkara di sidang Pengadilan,


dasar pembuktian, dasar pembelaan diri bagi Terdakwa, dasar bagi tuntutan
pidana, dan dasar bagi penilaian Hakim untuk menjatuhkan putusan. Sangat

3
penting arti surat dakwaan bagi penuntutan perkara pidana. Surat dakwaan itu
harus memenuhi persyaratan formal ataupun persyaratan materil. Pasal 143 ayat
(2) KUHAP menetapkan syarat – syarat yang harus ada dalam surat dakwaan
yang meliputi syarat formal dan syarat materil, yaitu:

1. Syarat Formal:

Surat dakwaan harus memuat nama lengkap, tempat lahir, umur, dan tanggal
lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama/kepercayaan
Terdakwa;

2. Syarat Materil:

Surat dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap
mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan tempat dan
waktu tindak pidana itu dilakukan (tempus dan locus delictie).

Sebetulnya, dalam praktik, terdapat pula bentuk-bentuk lain yang dapat menjadi
alasan eksepsi, antara lain seperti mengenai kompetensi pengadilan, pasal
pidana yang didakwakan tidak berlaku lagi, dan perbuatan pidana yang
didakwakan kepada terdakwa suda daluarsa masa penuntutannya sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 78 KUHP.

Implikasi hukum dari suatu surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat formal
dan syarat materil di atas, mengakibatkan surat dakwaan dapat dibatalkan atau
dinyatakan batal demi hukum.

Berkaitan dengan syarat-syarat formil yang ditentukan dalam Pasal Pasal 143
ayat 2 hurf a, mungkin mudah difahami karena lebih jelas indicator atau
parameternya. Sebaliknya, yang sedikit sulit adalah terkait dengan syarat materil
yang disebutkan dlam Pasal 143 ayat 2 huruf b, karena tidak disebutkan secara
jelas dan rinci seperti apa yg dimaksud dengan uraian secara cermat, jelas dan
lengkap yang merupakan syarat materil tersebut. Hal inilah yang seringkali
menjadi perdebatan penafsiran dalam praktik dan seringkali menimbulkan
putusan hakim yang berbeda-beda.

Dalam sebuah buku yang dikarang oleh Gatot Supramono, dengan judul Surat
Dakwaan dan Putusan Hakim yang Batal Demi Hukum, dikemukakan beberapa
putusan hakim yang menyatakan batalnya suatu surat dakwaan. Beberapa
bentuk yang dapat menjadikan surat dakwaan batal demi hukum atau dibatalkan
antara lain:

a. Tidak mencantumkan unsur tindak pidana yang didakwakan


b. Tidak menguraikan perbuatan materil tindak pidananya
c. Mendakwakan lebih dari satu tindak pidana dalam dakwaan tunggal
d. Ancaman pidana dakwaan subsidair lebih tinggi daripada dakwaan primair
e. Kalimat surat dakwaan tidak jelas
f. Pencantuman dasar hukum tidak lengkap
g. Mencampuradukan unsur-unsur pidana yang didakwakan
h. Delik sejenis tidak dapat dikumulatifkan

4
Permintaan agar surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum oleh Pengadilan/Majelis
Hakim dinyatakan batal demi hukum (null and void) harus dikemukakan dalam
eksepsi oleh Terdakwa atau Penasehat Hukum sebelum pemeriksaan pokok
perkara. Dalam hal adanya eksepsi tersebut maka Pengadilan atau Majelis
Hakim kemudian akan menjatuhkan Putusan Sela (interlocutory decision).
Dengan demikian dapat dimengerti bahwa eksepsi atau nota keberatan dapat
diajukan oleh Terdakwa dan/atau Penasehat Hukum sebelum pemeriksaan
pokok perkara dimulai di persidangan Pengadilan.

Terhadap eksepsi yang diajukan terdakwa atau penasihat hukumnya, maka


hakim akan menjatuhkan putusan yang disebut putusan sela. Setidaknya,
terdapat dua kemungkinan yang dijatuhkan dalam putusan sela terhadap eksepsi
yang diajukan: Pertama, eksepsi dikabulkan atau diterima. Kedua, eksepsi
ditolak atau tidak diterima. Kedua kemungkinan tersebut membawa implikasi
hokum yang berbeda. Bilamana majelis hakim mengabulkan atau menerima
eksepsi, maka persidangan dinyatakan selesai atau ditutup. Sebaliknya,
bilamama majelis hakim menolak eksepi, maka persidangan dilanjutkan dengan
agenda sidang berikutnya.

REFERENSI:

1. Eddy O. S. Hiariej, Materi Pokok Hukum Acara Pidana, (Jakarta:


Universitas Terbuka, 2017);
2. Gatot Supramono, Surat Dakwaan dan Putusan Hakim yang Batal
Demi Hukum, (Jakarta: Djambatan,1999)
3. Harun M. Husein, Surat Ddakwaan, Teknik Penyusunan, Fungsi, dan
Permasalahannya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005);
4. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan
KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan
Peninjauan Kembali, Edisi Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 2000);
5. M. Prodjohamidjojo, Penjelasan Sistematis Dalam Bentuk Tanya
Jawab KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981), (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1982);
6. https://id.wikipedia.org/wiki/Eksepsi
7. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana

Anda mungkin juga menyukai