1. Pendahuluan
Salah satu tahapan dalam persidangan perkara pidana adalah adanya hak
terdakwa atau penasihat hukumnya untuk mengajukan eksepsi.
Eksepsi/Tangkisan (exeptie, exeption) adalah upaya atau prosedur hukum dalam
persidangan perkara pidana di peradilan yang berarti penolakan/keberatan yang
disampaikan oleh seorang Terdakwa/Penasehat Hukum, disertai dengan alasan-
alasannya bahwa Surat Dakwaan dan/atau Dakwaa Jaksa Penuntut Umum
disusun dan/atau dibuat tidak dengan cara yang benar, tidak cermat dan/atau
mengandung cacat yuridis, yang tidak mengenai pokok perkara.
Eksepsi ini diajukan oleh Terdakwa atau penasihat hukum terdakwa terhadap
surat dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum. Setelah penuntut umum
membacakan surat dakwaannya, ketua majelis hakim akan memberikan
kesempatan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya untuk mengajukan
eksepsi jika memang terdakwa atau penasihat hukumnya akan menggunakan
hak untuk mengajukan eksepsi.
Pengajuan eksepsi oleh terdakwa atau penasihat hukumnya sangatlah strategis,
oleh karena jika eksepsi tersebut dikabulkan atau diterima oleh majelis hakim,
akan membawa implikasi yang sangat serius yakni:
1. Surat Dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum, dinyatakan “tidak
dapat diterima” (Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP);
2. Surat Dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum, dinyatakan “batal
demi hukum” (Pasal 143 ayat (3) KUHAP);
3. Surat Dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum, dinyatakan “ditolak”;
Oleh karenanya, agar surat dakwaan tidak mengalami nasib demikian, maka
penuntut umum dituntut untuk dapat menyusun surat dakwaan selengkap dan
secermat mungkin.
2. Pembahasan
1
Dalam ensiklopedia online Wikipedia disebutkan bahwa: Eksepsi adalah salah
satu istilah yang digunakan dalam proses hukum dan peradilan yang berarti
penolakan/keberatan yang disampaikan oleh seorang terdakwa, disertai dengan
alasan-alasannya bahwa dakwaan yang diberikan kepadanya dibuat tidak
dengan cara yang benar dan tidak menyangkut hal tentang benar atau tidak
benarnya sebuah tindak pidana yang didakwaka.
Ketentuan tentang eksepsi dalam KUHAP diatur dalam Pasal 156 yang
menyebutkan:
(1) Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa
pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak
dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi
kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya,
hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya
mengambil keputusan
(2) Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak
diperiksa lebih lanjut, sebaiknya dalam hal tidak diterima atau hakim
berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan,
maka sidang dilakukan.
(3) Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut,
maka ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui
pengadilan negeri yang bersangkutan. (4) Dalam hal perlawanan yang
diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya diterima olah pengadilan
tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan surat
penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan
memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa
perkara itu.
(4) Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut,
maka ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui
pengadilan negeri yang bersangkutan. (4) Dalam hal perlawanan yang
diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya diterima olah pengadilan
tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan surat
penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan
memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa
perkara itu.
(5) a. Dalam hal perlawanan diajukan bersama-sama dengan permintaan
banding oleh terdakwa atau pennasihat hukumnya kepada pengadilan
tinggi, maka dalam waktu empat belas hari sejak ia menerima perkara dan
2
membenarkan perlawanan terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan
membatalkan keputusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan
menunjuk pengadilan negeri yang berwenang.
Tidak memasuki materi perkara, karena hal itu baru akan dikemukakan
dalam tahap pengajuan Nota Pembleaan (Pleidoi) setelah tahap pembuktian;
Hanya bersifat penilaian/kritik atas deskripsi surat dakwaan PU, tanpa
menyoroti aspek benar salahnya perbuatan yang didakwakan terhadap
terdakwa
3
penting arti surat dakwaan bagi penuntutan perkara pidana. Surat dakwaan itu
harus memenuhi persyaratan formal ataupun persyaratan materil. Pasal 143 ayat
(2) KUHAP menetapkan syarat – syarat yang harus ada dalam surat dakwaan
yang meliputi syarat formal dan syarat materil, yaitu:
1. Syarat Formal:
Surat dakwaan harus memuat nama lengkap, tempat lahir, umur, dan tanggal
lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama/kepercayaan
Terdakwa;
2. Syarat Materil:
Surat dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap
mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan tempat dan
waktu tindak pidana itu dilakukan (tempus dan locus delictie).
Sebetulnya, dalam praktik, terdapat pula bentuk-bentuk lain yang dapat menjadi
alasan eksepsi, antara lain seperti mengenai kompetensi pengadilan, pasal
pidana yang didakwakan tidak berlaku lagi, dan perbuatan pidana yang
didakwakan kepada terdakwa suda daluarsa masa penuntutannya sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 78 KUHP.
Implikasi hukum dari suatu surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat formal
dan syarat materil di atas, mengakibatkan surat dakwaan dapat dibatalkan atau
dinyatakan batal demi hukum.
Berkaitan dengan syarat-syarat formil yang ditentukan dalam Pasal Pasal 143
ayat 2 hurf a, mungkin mudah difahami karena lebih jelas indicator atau
parameternya. Sebaliknya, yang sedikit sulit adalah terkait dengan syarat materil
yang disebutkan dlam Pasal 143 ayat 2 huruf b, karena tidak disebutkan secara
jelas dan rinci seperti apa yg dimaksud dengan uraian secara cermat, jelas dan
lengkap yang merupakan syarat materil tersebut. Hal inilah yang seringkali
menjadi perdebatan penafsiran dalam praktik dan seringkali menimbulkan
putusan hakim yang berbeda-beda.
Dalam sebuah buku yang dikarang oleh Gatot Supramono, dengan judul Surat
Dakwaan dan Putusan Hakim yang Batal Demi Hukum, dikemukakan beberapa
putusan hakim yang menyatakan batalnya suatu surat dakwaan. Beberapa
bentuk yang dapat menjadikan surat dakwaan batal demi hukum atau dibatalkan
antara lain:
4
Permintaan agar surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum oleh Pengadilan/Majelis
Hakim dinyatakan batal demi hukum (null and void) harus dikemukakan dalam
eksepsi oleh Terdakwa atau Penasehat Hukum sebelum pemeriksaan pokok
perkara. Dalam hal adanya eksepsi tersebut maka Pengadilan atau Majelis
Hakim kemudian akan menjatuhkan Putusan Sela (interlocutory decision).
Dengan demikian dapat dimengerti bahwa eksepsi atau nota keberatan dapat
diajukan oleh Terdakwa dan/atau Penasehat Hukum sebelum pemeriksaan
pokok perkara dimulai di persidangan Pengadilan.
REFERENSI: