Anda di halaman 1dari 13

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2021/22.2 (2022.1)

Nama Mahasiswa : ANDRI SETIAWAN

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 041294729

Tanggal Lahir : 18/02/1986

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4406/ HUKUM ACARA PIDANA

Kode/Nama Program Studi : 311 / ILMU HUKUM S1

Kode/Nama UPBJJ : 71 / SURABAYA

Hari/Tanggal UAS THE : SELASA, 21/06/2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : ANDRI SETIAWAN


NIM : 041294729
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4406/ HUKUM ACARA PIDANA
Fakultas : FHISIP
Program Studi : ILMU HUKUM S1
UPBJJ-UT : SURABAYA

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran atas
pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.

SIDOARJO, 21 JUNI 2022


Yang Membuat Pernyataan

ANDRI SETIAWAN
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

1. Jawaban Soal No. 1 Sebagai Berikut :


A. Untuk bertindak sebagai Kuasa/Wakil dari penggugat/tergugat ataupun pemohon, seseorang
harus memenuhi syarat-syarat :
• Mempunyai surat kuasa khusus yang harus diserahkan dipersidangan, atau pemberian
kuasa disebutkan dalam surat gugatan/permohonan, atau kuasa/wakil ditunjuk oleh pihak
yang berperkara/pemohon didalam persidangan secara lisan.
• Memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan Menkeh No. 1/1985 jo Keputusan
Menkeh tanggal 7 Oktober 1965 No. J.P.14-2-11.

• Telah terdaftar sebagai Advokat/Pengacara praktek di kantor Pengadilan


Tinggi/Pengadilan Negeri setempat atau secara khusus telah diizinkan untuk bersidang
mewakili penggugat/ tergugat dalam perkara tertentu.
• Permohonan banding atau kasasi yang diajukan oleh Kuasa/Wakil dari pihak yang
bersangkutan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk mengajukan permohonan
tersebut atau surat kuasa yang dipergunakan di Pengadilan Negeri telah menyebutkan
pemberian kuasa pula untuk mengajukan permohonan banding atau kasasi. Untuk menjadi
kuasa dari pihak tergugat juga berlaku hal-hal tersebut di atas.

PROSES BERACARA PERKARA PERDATA


• TATA CARA PELAKSANAAN PERMOHONAN PENDAFTARAN PERKARA
PERDATA, PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT PERTAMA

a. Penggugat atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan gugatan yang ditujukan


kepada Ketua Pengadilan Negeri pada Pengadilan Negeri setempat di Meja 1
bagian Perdata, dengan beberapa kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi : Surat
Permohonan / Gugatan ; Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan
Advokat);
b. Gugatan dan Surat Kuasa Asli harus mendapat persetujuan dari Ketua Pengadilan
Negeri setempat;
c. Setelah mendapat persetujuan, maka Penggugat / Kuasanya membayar biaya
gugatan / SKUM di Kasir;
d. Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 2 dan menyimpan bukti asli untuk
arsip.
e. Menerima tanda bukti penerimaan Surat Gugatan dari Meja 2.
f. Menunggu Surat Panggilan sidang dari Pengadilan Negeri setempat yang
disampaikan oleh Juru Sita Pengganti.
g. Menghadiri Sidang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

• PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT BANDING

a. Pemohon atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada


Pengadilan Negeri setempat di Meja 3 bagian Perdata, dengan beberapa
kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi : Surat Permohonan Banding; Surat Kuasa
yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat); Memori Banding.
b. Pemohon / Kuasanya membayar biaya gugatan/SKUM di Kasir;
Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 3 dan menyimpan bukti asli untuk
arsip.
c. Menerima tanda bukti penerimaan Surat Permohonan dari Meja 3.
d. Menunggu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkas (Inzage), Pemohon diberikan
jangka waktu 14 hari untuk datang ke Pengadilan Negeri setempat untuk
mempelajari berkas.
e. Menunggu Surat Pemberitahuan Kontra Memori Banding dan salinan Kontra
Memori Banding.
f. Menunggu kutipan putusan dari Pengadilan Tinggi yang akan disampikan oleh Juru
Sita Pengganti.

• PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT KASASI


a. Pemohon atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada
Pengadilan Negeri setempat di Meja 3 bagian Perdata, dengan beberapa
kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi : Surat Permohonan Kasasi; Surat Kuasa
yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat); Memori Kasasi
b. Pemohon / Kuasanya membayar biaya gugatan / SKUM di Kasir;
c. Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 3 dan menyimpan bukti asli untuk
arsip.
d. Menerima tanda bukti penerimaan Surat Permohonan dari Meja 3.
e. Menunggu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkas (Inzage), Pemohon diberikan
jangka waktu 14 hari untuk datang ke Pengadilan Negeri setempat untuk
mempelajari berkas.
f. Menunggu Surat Pemberitahuan Kontra Memori Kasasi dan salinan Kontra Memori
Kasasi.
g. Menunggu kutipan putusan dari Mahkamah Agung yang akan disampaikan oleh
Juru Sita Pengganti.

Sedangkan pihak – pihak yang terlibat dalam proses/beracara dalam kasus pidana di pengadilan
yaitu tersangka, terdakwa, terpidana, penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu, Jaksa dan
penuntut umum, majelis hakim, panitera, penasehat hukum/advokat, saksi.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

B. Dalam pedoman pelaksanaan KUHAP telah dirumuskan mengenai tujuan Hukum Acara Pidana
yakni “Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil,
ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan
ketentuan Hukum Acara Pidana secara cepat dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah
pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta
pemeriksaan dan keputusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu
tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan”. Jika
menilik dari rumusan di atas maka dapat dirinci tujuan hukum acara pidana sebagai berikut :
• Suatu kebenaran materiil yaitu kebenaran hakiki dan lengkap dari suatu perkara pidana
melalui penerapan ketentuan Hukum Acara Pidana secara tepat dan jujur.
• Menentukan subjek hukum berdasarkan alat bukti yang sah, hingga dapat didakwa
melakukan suatu tindak pidana.
• Menggariskan suatu pemeriksaan dan putusan pengadilan, agar dapat ditentukan apakah
suatu tindak pidana telah terbukti dilakukan orang yang didakwa itu.

Dengan pengertian di atas maka tujuan dan fungsi hukum acara pidana dalam beracara yaitu
mencari dan menemukan kebenaran, pemberian keputusan yang adil dan sesuai dengan tindak
pidana yang dilakukan seseorang oleh hakim, pelaksanaan keputusan akan tindak pidana yang
dilakukan seseorang (terdakwa), memberikakan perlindungan atas harkat dan martabat manusia
(tersangka atau terdakwa), perlindungan atas kepentingan hukum dan pemerintahan, mencapai
kesatuan sikap dan tindakan aparat penegak hukum, serta mewujudkan Hukum Acara Pidana
yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
2. Jawaban Soal No. 2 Sebagai Berikut :
A. Pemeriksaan secara biasa umumnya dilakukan pada tindak pidana dengan ancaman hukuman
lima tahun ke atas dan masalah yang pembuktiannya memerlukan ketelitian. Dalam tata cara
pemeriksaan sidang acara biasa di atur dalam Pasal 152 – Pasal 182 KUHAP. Penuntut umum
setelah mempelajari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan maka penuntut umum
membuat surat dakwaan (Pasal 140 ayat (1) KUHAP) dengan bentuk tertentu dengan tujuan
jangan terjadi sesuatu yang merupakan tindak pidana dan sifatnya mengganggu keamanan,
ketertiban hukum dalam masyarakat lepas dari tuntutan. Pelimpahan berkas acara pemeriksaan
dari penuntut ke pengadilan diatur dalam pasal 152 ayat (1) dan (2) KUHAP, yang berbunyi :
(a) Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara
ita termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara
tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang.
(b) Hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerintahkan
kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Pertama-tama, hakim ketua membuka sidang, dan sidang dinyatakan terbuka untuk umum (Pasal
153-154 KUHAP), selanjutnya menanyakan identitas terdakwa dan sesudah itu penuntut umum
membacakan surat dakwaan dan sesudah itu penuntut umum membacakan identitas terdakwa
dan sesudah itu penuntut umum membacakan surat dakwaan baru sampai tahap pemeriksaan
perkara (Pasal 155 KUHAP). Pada permulaan sidang, pertama-tama yang didengar keterangan
saksi korban (Pasal 160 KUHAP), keterangan terdakwa baru didengar setelah saksi-saksi yang
lain didengar keterangannya. Sidang dilanjutkan sampai pengambilan keputusan oleh majelis
hakim di akhir sidang.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan singkat tata cara persidangan acara pemeriksaan biasa,
yaitu :

• Pemanggilan terdakwa :
a. Surat panggilan harus berisi : identitas, waktu siding serta untuk perkara apa dia
dipanggil;
b. Surat panggilan disampaikan ke alamat yang bersangkutan dalam waktu 3 hari
sebelum hari siding;
c. Terdakwa yang ditahan di sampaikan ke alamat tempat dilaksanakan penahanan;
d. Apabila alamat tidak diketahui disampaikan ke alamat tempat tinggal terakhir;
e. Apabila alamat maupun tempat tinggal terakhir tidak diketahui disampaikan melalui
kepala desa;
f. Apabila alamat maupun tempat tinggal terakhir tidak diketahui, maka panggilan
ditempelkan di papan pengumuman pengadilan negeri;
g. Terdakwa (yang tidak ditahan dan alamatnya diketahui dengan jelas) yang telah
dipanggil secara layak tidak bersedia memenuhi panggilan, dapat dilakukan upaya
paksa.

• Eksepsi (bantahan/pembelaan) atas dakwaan jaksa dapat meliputi : 1) Kewenangan


(kompetensi relatif/absolut) pengadilan dalam memeriksa perkara; 2) materi dakwaan
(kabur atau tidak jelas).
• Putusan/penetapan sela, yaitu putusan/penetapan hakim atas perlawanan (eksepsi dan
tanggapan jaksa atas eksepsi terdakwa/penasehat hukum, putusan sela dapat berupa
menerima atau menolak.
• Para pihak dapat menerima atau menolak, bagi yang tidak menerima dapat mengajukan
upaya hukum (dalam 7 hari) ke Pengadilan Tinggi (PT).
• Dalam waktu 14 hari PT mengeluarkan penetapan :
a. Menerima penetapan PN;
b. Menolak penetapan PN;
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

c. Menyerahkan langsung ke PN lain yang masih dalam wilayah hukumnya.


d. Mengembalikan berkas perkara ke Kejaksaan agar disidangkan ke PN lain di luar
wilayah hukumnya;
e. Selama dalam proses perlawanan, pemeriksaan perkara pokoknya dihentikan.
B. Eksepsi
Atas dakwaan penuntut umum, terdakwa memiliki hak untuk mengajukan keberatan/tangkisan
terhadap dakwaan sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP yang dalam praktik
peradilan biasa disebut Eksepsi. Keberatan diajukan setelah surat dakwaan dibacakan oleh
penuntut umum dan keberatan diajukan secara tertulis sebelum sidang memeriksa materi
perkara, apabila keberatan diajukan di luar kesempatan tersebut tidak akan diperhatikan.

Tata cara / pengajuan Eksepsi, yaitu :


1. Hakim ketua menanyakan pada terdakwa atau Phnya, apakah akan mengajukan tanggapan
atau keberatan atas surat dakwaan JPU.
2. Pertama-tama hakim bertanya pada terdakwa dan memberi kesempatan untuk menanggapi,
selanjutnya kesempatan kedua diberikan kepada penasihat hukumnya.
3. Apabila terdakwa/penasihat hukumnya tidak mengajukan eksespsi maka persidangan
dilanjutkan pada tahap pembuktian.
4. Apabila terdakwa/penasihat hukumnya akan mengajukan eksepsi maka hakim bertanya
kepada terdakwa/penasihat hukumnya, apakah telah siap untuk membacakan eksepsi.
5. Apabila terdakwa/penasihat hukum telah siap maka hakim ketua menyatakan siding ditunda
untuk memberi kesempatan pada terdakwa/PH untuk mengajukan eksepsi pada hari siding
berikutnya.
6. Apabila terdakwa/PH telah siap membacakan eksepsi maka hakim ketua mempersilahkan
pada terdakwa/PH untuk membacakan eksepsinya, dan eksepsi ini bisa diajukan lisan
maupun tertulis.
7. Jika eksepsi secara tertulis maka setelah dibacakan eksepsi tersebut diserahkan kepada
hakim dan salinannya diberikan kepada JPU. Tata cara membacanya sama dengan waktu
JPU membacakan surat dakwaan. Eksepsi ini dapat juga diajukan oleh terdakwa sendiri atau
kedua-duanya bersama-sama mengajukan eksepsi, dan biasa juga terdakwa menyerahkan
sepenuhnya kepada PH.
8. Apabila kedua-duanya mengajukan eksepsi maka kesempatan pertama diberikan kepada
terdakwa lebih dahulu, setelah itu PH nya.
9. Setelah pembacaan eksepsi dan terdakwa/PH, hakim ketua memberi kesempatan pada JPU
untuk mengajukan tanggapan atas eksepsi pada siding berikutnya.
10. Atas eksepsi beserta tanggapan tersebut, selanjutnya hakim ketua meminta waktu untuk
mempertimbangkan dan Menyusun “putusan sela”.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

11. Apabila majelis hakim berpendapat bahwa pertimbangan untuk memutuskan permohonan
eksepsi tersebut mudah/sederhana maka siding dapat diskors selama beberapa menit untuk
menentukan putusan sela.
12. Tata cara skorsing siding ada 2 macam : a) Cara I : majelis hakim meninggalkan ruang siding
untuk membahas/mempertimbangkan putusan di ruang hakim, sedangkan JPU, terdakwa/PH
serta seluruh hadirin tetap tinggal di tempat. b) Cara II : hakim ketua mempersilahkan semua
yang hadir supaya keluar dari ruang sidang selanjutnya petugas menutup ruang sidang dan
majelis hakim merundingkan putusan sela dalam ruang sidang.
13. Apabila majelis hakim berpendapat bahwa memerlukan waktu yang agak lama dalam
mempertimbangkan putusan sela tersebut maka sidang dapat ditunda dan dibacakan pada
hari sidang berikutnya.
Putusan Sela
Berdasarkan pasal 156 ayat (1) KUHAP, putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim
terhadap hal-hal yang belum menyangkut materi pokok perkara yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan masalah kewenangan mengadili, dapat atau tidak dapat diterimanya surat dakwaan atau
masalah batalnya surat dakwaan.

Pembacaan/pengucapan putusan sela :


Setelah hakim mencabut skorsing atau membuka sidang kembali dengan ketukan palu satu
kali, hakim ketua menjelaskan pada para pihak yang hadir di persidangan bahwa acara
selanjutnya adalah pembacaan putusan sela.
Tata caranya putusan sela adalah :
1. Putusan sela tersebut diucapkan/dibacakan oleh hakim ketua sambil duduk di kursinya;
2. Apabila naskah putusan sela tersebut Panjang, tidak menutup kemungkinan putusan sela
tersebut dibacakan secara bergantian dengan hakim anggota;
3. Pembacaan amar putusan di akhiri dengan ketukan palu satu kali.
3. Jawaban Soal No. 3 Sebagai Berikut :
A. Kasus ini sejak ditingkat pertama telah menjadi sorotan masyarakat. Penolakan masyarakat atas
dibawanya perkara ini ke pengadilan sudah cukup besar, terlebih pada saat itu masyarakat juga
sudah dihebohkan dengan kasus Nenek Minah, Pencurian Semangka, Kapuk Randu, dan
beberapa kasus kecil (dan dengan terdakwa orang miskin) lainnya. Tentunya Penuntut Umum
(Kejaksaan) sudah dapat memperhitungkan untung ruginya jika perkara tersebut akan tetap
dilanjutkan ke Mahkamah Agung melalui upaya hukum banding maupun Kasasi. Terlebih, apalah
artinya memenjarakan seorang pembantu rumah tangga berusia 53 tahun hanya karena dianggap
mencuri beberapa buah piring biasa dan sebungkus Sop Buntut. Hukum pidana bukan lah primum
remedium, namun ultimum remedium.
Namun, dalam kasus di atas termasuk Kasasi Demi Kepentingan Hukum hal ini tersirat dari subjek
atau pemohon kasasi yaitu Penuntut Umum pada Kejari Tangerang. Sesuai ketentuan Pasal 259
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

ayat (1) KUHAP yang menyatakan, “Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung
, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung”. Dari hal tersebut diketahu bahwa
Penuntut Umum di Kejari Tangerang mengusulkan Jaksa Agung untuk mengajukan upaya hukum
Kasasi Demi Kepentingan Hukum pada kasus Rasminah. Dalam kasasi demi kepentingan hukum
pihak yang berhak mengajukan menurut KUHAP Pasal 259 ayat (1), yaitu pihak yang berhak
mengajukan upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum adalah Jaksa Agung. Sedangkan
Kasasi Peninjauan Kembali sesuai ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP, yaitu terpidana atau ahli
warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Alasan
Penuntut Umum mengajukan kasasi demi kepentingan hukum adalah menyangkut kepentingan
hukum dalam arti luas, tidak hanya terbatas pada kepentingan hukum yang termuat dalam Pasal
253 KUHAP, yaitu : bahwa ada suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak
sebagaimana mestinya, bahwa cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-
undang dan bahwa pengadilan telah melampaui batas kewenangannya. Sehingga dapat
disimpulkan dari segi alasan serta yang mengajukan kasasi dalam kasus diatas yaitu Penuntut
Umum Kejari Tangerang bukan terpidana atau ahli warisnya maka sesuai ketentuan KUHAP
kasus Rasminah di atas termasuk dalam Kasasi Demi Kepentingan Hukum.

B. Dari hasil Analisa saya dalam kasus Rasminah di atas bahwa subjek dan objek dalam Kasasi Demi
Kepentingan Hukum telah tepat diterapkan. Hal ini dapat dilihat sesuai ketentuan Pasal 259 ayat
(1) yaitu pihak yang berhak mengajukan upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum adalah
Jaksa Agung. Dalam kasus ini subjek dalam Kasasi Demi Kepentingan Hukum dilakukan Jaksa
Penuntut Umum dengan mengusulkan kepada Jaksa Agung untuk mengajukan kasasi atas kasus
Rasminah. Objek dalam kasus Rasminah yaitu Putusan kasus Rasminah di tingkat pertama
diputus bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Oleh karena itu, penerapan objek kasus
Rasminah sudah tepat dalam kasus Kasasi Demi Kepentingan Hukum, yaitu Jenis putusan yang
bisa dilakukan upaya hukum Kasasi Demi Kepentingan Hukum yaitu Dapat dilakukan terhadap
semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada
Mahkamah Agung (dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung). (Pasal 259
ayat (1) KUHAP).

Sedangkan dalam Kasasi Peninjauan Kembali subjek yang berhak mengajukan peninjauan
Kembali yaitu terpidana atau ahli waris (Pasal 263 ayat (1) KUHAP). Dan objek (jenis putusan yang
bisa dilakukan upaya hukum peninjauan Kembali) yaitu dapat dilakukan terhadap putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tidak dapat dilakukan terhadap
putusan bebas atau putusan lepas. (Pasal 263 KUHAP)
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

4. Jawaban Soal No. 4 Sebagai Berikut :


A. Ada tiga jenis putusan dalam Pasal 1 angka 11 KUHAP, yaitu :
• Putusan Bebas (Vrijspraak) :
a) Dasar hukum : Pasal 191 ayat (1) KUHAP berbunyi “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil
pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.”
b) Secara yuridis dapat disebutkan bahwa putusan bebas apabila :
1. Tidak memenuhi atas pembuktian menurut undang-undang secara negative;
Pembuktian yang diperoleh dipersidangan tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa dan
sekaligus kesalahan terdakwa yang tidak cukup terbukti itu tidak diyakini oleh hakim atau
dengan perkataan lain bahwa ketiadaan alat bukti seperti ditentukan dalam asas minimum
pembuktian menurut undang-undang secara negative sebagaimana dianut oleh KUHAP.
2. Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian.
Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh satu alat bukti saja,
sedangkan menurut Pasal 183 KUHAP agar cukup harus dibuktikan dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah.
c) Putusan Bebas masih dibagi lagi, seperti menurut pendapat Van Bemmelen :
1. Putusan bebas murni, merupakan putusan akhir, hakim membenarkan fakta hukumnya namun
tuduhan jaksa penuntut umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
2. Putusan bebas tidak murni, yaitu dalam hal batalnya tuduhan terselubung atau putusan bebas
yang menurut kenyataannya tidak didasarkan pada tidak terbuktinya apa yang dimuat dalam
surat tuduhan.
3. Putusan bebas berdasarkan alasan pertimbangan kegunaannya, yaitu putusan hakim yang
diambil berdasarkan pertimbangan bahwa haruslah diakhiri atas suatu penuntutan yang sudah
pasti tidak aka nada hasilnya.
4. Putusan bebas yang terselubung, yaitu hakim mengambil putusan tentang fakta hukum dan
menjatuhkan putusan ontslag van alle rechtsvervolging, padahal putusan tersebut berisikan
suatu pembebasan secara murni.

• Putusan Lepas dari segala tuntutan :


a) Dasar hukum : Pasal 191 ayat (2) KUHAP berbunyi “Jika pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu
tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.”
b) Alasan dijatuhkan Putusan Lepas dari segala tuntutan :
1. Karena peristiwa-peristiwa yang dalam surat dakwaan yang didakwakan kepada
terdakwa adalah terbukti, akan tetapi yang terang terbukti itu tidak merupakan suatu
kejahatan atau pelanggaran maka terdakwa dalam putusan hakim harus dilepas dari
segala tuntutan;
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

2. Apabila ada alasan pemaaf atau ada keadaan yang mengakibatkan terdakwa tidak
dapat dijatuhi hukuman menurut pasal-pasal KUHP (Pasal 44, 45, 48, 49, 50, 51
KUHP).
• Putusan pemidanaan :
a) Dasar hukum : Pasal 193 ayat (1) KUHAP berbunyi “Jika pengadilan berpendapat bahwa
terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan
menjatuhkan pidana.”
b) Alasan dijatuhkannya putusan pemidanaan :
Terbuktinya unsur kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa secara sah dan
meyakinkan sebagaimana dimuat dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu berbunyi :
“Alat bukti yang sah ialah : a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e.
keterangan terdakwa.”
B. Syarat sah putusan pengadilan harus memenuhi syarat-syarat:
1) Diucapkan terbuka untuk umum (Pasal 195 KUHAP)
Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di
sidang terbuka untuk umum.
2) Hadirnya terdakwa (Pasal 196 ayat (1) dan (2) KUHAP)
Pengadilan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa, kecuali dalam hal undang-undang
ini menentukan lain. Dalam hal terdapat lebih dari seorang terdakwa dalam satu perkara,
putusan dapat diucapkan dengan hadirnya terdakwa yang ada.
3) Wajib diberitahukan hak-hak terdakwa (Pasal 196 ayat (3) KUHAP)
Segera sesudah putusan pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib
memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya, yaitu :

• Hak segera menerima atau segera menolak putusan;


• Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam
tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini;
• Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan
oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ini ia menerima putusan;
• Hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang
ditentukan oleh undang-undang ini, dalam hal ia menolak putusan;
• Hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam tenggang waktu
yang ditentukan oleh undang-undang ini (Pasal 196 ayat (3) KUHAP).

C. secara konsep, dissenting opinion adalah pendapat berbeda dari mayoritas. Dissenting opinion itu
semenjak awal pertimbangannya sudah berbeda. Mulai dari fakta hukum, pertimbangan hukum,
sampai amar putusannya berbeda.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Apabila dalam suatu perkara pidana yang dipegang lima majelis, dua hakim menyatakan terbukti
dakwaan subsidair, satu primair, dan dua lainnya bebas, pendapat hakim yang menyatakan
terbukti dakwaan primair termasuk dissenting opinion. Sebab, satu hakim menggunakan dakwaan
berbeda. Sama halnya dalam perkara yang menggunakan dakwaan kesatu primair dan/atau
kedua primair. Apabila dua hakim menyatakan terbukti dakwaan kesatu primair, satu hakim
terbukti dakwaan kedua primair, dan dua hakim lainnya menyatakan bebas, maka satu hakim itu
masuk kategori dissenting opinion. Sekalipun ada dissenting opinion, majelis tetap dapat
mengambil keputusan. Jangan sampai dissenting opinion menghalangi pengambilan keputusan.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dissenting opinion itu adalah pendapat berbeda dari
mayoritas atau pendapat hakim yang berbeda dalam suatu putusan. Mulai dari fakta hukum,
pertimbangan hukum, sampai amar putusannya berbeda. Jika musyawarah sidang pleno setelah
diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai mufakat bulat maka putusan diambil
dengan suara terbanyak. Dalam hal putusan tidak tercapai mufakat bulat, pendapat anggota
Majelis Hakim yang berbeda dimuat dalam putusan.
Karena perbedaan pendapat dalam putusan akan dapat mendorong masyarakat kritis atas
putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan (hakim). Dengan dilampirkannya perbedaan pendapat
hakim yang berbeda tersebut dapat dijadikan cara bagi masyarakat dapat mengetahui dasar
hukum suatu putusan termasuk kemungkinan adanya sesuatu di balik putusan.

Esensi perbedaan pendapat dalam putusan peradilan :


1) Perbedaan pendapat sebagai Langkah nyata demokratisasi pengadilan;
Selama ini yang terjadi suasana demokrasi dalam peradilan masih sangat rendah.
Merupakan hal tabu Ketika suatu putusan dianalisa, dikritisi, dan dikomentari oleh rekan
hakim lainnya. Sebagian besar hakim masih berpandangan bahwa kewenangan sepenuhnya
kepada majelis hakim. Ketika majelis hakim menjatuhkan putusan apapun maka tidak boleh
orang lain memberikan suatu pandangan atau komentar.
2) Dengan perbedaan pendapat akan menuju transparasi pengadilan;
Ketika ada salah satu hakim berbeda pendapat dengan hakim lain dalam sebuah putusan
maka hakim yang bersangkutan akan mempertanggungjawabkan alasan-alasan yang
menjadi pertimbangan hukumnya kepada masyarakat. Masyarakat akan menilai apakah
suatu putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan itu baik, berkualitas dan jauh dari aspek KKN
atau mafia peradilan. Dengan transparasi peradilan masyarakat dapat menilai tingkah laku
dan kepribadian hakim, kecerdasan emosional, dan intelektualnya yang harus
dipertanggungjawabkannya.

3) Kemandirian hakim memerlukan kebebasan berpendapat;


Perbedaan pendapat merupakan suatu bentuk dan parameter kemandirian hakim. Dengan
adanya perbedaan pendapat dalam putusan dapat dilihat kemandirian dan kebebasan
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara. Oleh karena itu, kemandirian dan
kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara akan menempatkan Lembaga
perbedaan pendapat dalam putusan sebagai bagian dari sikap dan Tindakan korektif hakim
terhadap kekurangan-kekurangan selama proses penegakan hukum.

4) Mencegah terjadinya Kolusi, Korupsi, Nepotisme (KKN) dan mafia peradilan.


Perbedaan pendapat dalam suatu putusan sebagai upaya untuk menghindarkan kecurigaan
dari masyarakat terhadap praktik korupsi, kolusi dan nepotisme dan mafia peradilan yang
selama ini menjadi isu dalam system peradilan di Indonesia. Dengan dilampirkan perbedaan
pendapat dari hakim yang tidak sependapat dengan putusan mayoritas maka akan dapat
diketahui apa putusan yang telah dijatuhkan tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku dan sesuai dengan aspirasi hukum dan rasa keadilan masyarakat. Sehingga dengan
dilampirkannya pendapat berbeda hakim dalam putusan dapat dijadikan masyarakat untuk
mengawasi jalannya proses peradilan (hakim). Serta masyarakat dapat menilai apakah
dalam suatu putusan terdapat kejanggalan-kejanggalan di dalamnya atau adanya sesuatu di
balik putusan. Kejanggalan tersebut dapat terjadi karena adanya korupsi, kolusi dan
nepotisme dalam pemeriksaan perkara atau terjadinya mafia peradilan atau kurangnya
pengetahuan hukum dari hakim atau karena adanya perbedaan sudut pandang dalam
melihat dan menilai suatu perkara yang sedang diperiksa.

Anda mungkin juga menyukai