Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH BANDING DAN KASASI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas


Dosen Pengampu : Sumarni M.H.I

Disusun Oleh :
Ariyanto (2021506501006)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN AKADEMIK 2023-2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan


jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam
ciptaan-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan
kita nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus
berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang
menjadi tugas mata kuliah .....dengan judul “Banding dan Kasasi”. Disamping itu,
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini.
Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki
karya-karya kami di waktu-waktu mendatang.

Pringsewu, 9 Oktober 2023

Ariyanto

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang dalam


hal tertentu untuk melawan putusan hakim bagi para pihak, baik itu seseorang atau
pun badan hukum yang merasa tidak puas serta dianggap tidak sesuai dengan apa
yang diinginkan. Hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum mempunyai
tugas sebagai salah satu penentu keputusan perkara. Putusan yang dihasilkan oleh
hakim di pengadilan idealnya tidak menimbulkan masalah-masalah baru di
lingkungan masyarakat. Artinya kualitas putusan hakim berpengaruh penting pada
lingkungan masyarakat dan berpengaruh pada kewibawaan dan kredibilitas
lembaga pengadilan itu sendiri. Hakim dalam mengambil keputusan hanya terikat
pada peristiwa atau fakta-fakta yang relevan dan kaidah-kaidah hukum yang
menjadi atau dijadikan landasan yuridis (Wantu, 2011).

Sebagai penegak hukum dan keadilan di masyarakat, hakim dituntut


mempunyai kejelasan dan kekuatan moral yang tinggi. Hakim sebagai salah satu
aparat yang menyelenggarakan peradilan, harus konsisten menjaga moral yang
baik. Hanya dengan moral yang baik tersebut, maka setiap putusan perkara di
peradilan lebih mendekatkan pada keadilan dan kepastian hukum, serta
kemanfaatan dengan memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi (Wantu, 2011).
Namun yang terjadi saat ini, seiring dengan perkembangan peradaban, dimana
masyarakat luas mulai sedikit demi sedikit mampu mengerti akan hak dan
kewajibannya, memahami makna keadilan, serta mampu menempatkan dirinya
pada fungsi kontrol terhadap pelaksanaan peran hakim dalam proses peradilan.
Setiap penyimpangan, kesalahan prosedur, serta hal-hal yang dirasakan tidak adil
atau tidak memuaskan dalam proses peradilan akan diikuti dengan reaksi-reaksi
sosial dengan berbagai bentuk, dari yang reaksi halus sampai reaksi yang keras.

iii
Tujuan utama dalam suatu proses di muka Pengadilan sendiri adalah untuk
memperoleh putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi, setiap
putusan yang dijatuhkan oleh Hakim belum tentu dapat menjamin kebenaran
secara yuridis, karena putusan itu tidak lepas dari kekeliruan dan kekhilafan,
bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Agar kekeliruan dan kekilafan itu dapat
diperbaiki, maka demi tegaknya kebenaran dan keadilan, terhadap putusan Hakim
itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Cara yang tepat untuk dapat
mewujudkan kebenaran dan keadilan itu adalah dengan melaksanakan upaya
hukum. Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian, bagian kesatu tentang
pemeriksaan tingkat banding, dan bagian kedua adalah pemeriksaan kasasi.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya hukum tingkat banding.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya hukum tingkat kasasi.
.

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Banding
Banding atau dalam Bahasa Belanda disebut appel adalah upaya hukum
biasa yang pertama terhadap penetapan atau putusan pengadilan tingkat pertama
untuk di ajukan atau dimohonkan pemeriksaan ulangan dipengadilan tingkat
banding.Pemeriksaan banding adalah pemeriksaan perkara pada tingkat II atau
pengadilan tinggi. Menurut J.C.T. Simorangkir sebagaimana yang dikutip Andi
Sofyan mengungkapkan bahwa banding adalah suatu alat hukum (rechtseniddel)
yang merupakan hak terdakwa dan hak penuntut umum untuk memohon, supaya
putusan pengadilan negeri diperiksa kembali oleh pengadilan tinggi (Harahap,
2000)
Tujuan dari hak ini adalah untuk memperbaiki kemungkinan adanya
kekhilafan pada putusan oleh hakim kepada terdakwa sesudah putusannya
diucapkan. Pengadilan Tinggi dapat membenarkan, mengubah, atau membatalkan
putusan pengadilan negeri. Selain itu pemeriksaan banding sebenarnya juga
merupakan suatu penilaian baru. Sehingga, dapat diajukan saksi-saksi baru,
ahliahli, dan surat-surat baru (Hamzah, 2012)

b. Dasar Hukum Banding


Upaya hukum banding diadakan oleh pembuat undang-undang karena
dikhawatirkan bahwa hakim yang adalah manusia biasa membuat kesalahan
dalam menjatuhkan keputusan. Karena itu dibuka kemungkinan bagi orang yang
dikalahkan untuk mengajukan permohonan banding kepada pengadilan tinggi.
Menurut ketentuan pasal 3 UU darurat No. 1 tahun 1951 peraturan hukum
acara perdata untuk pemeriksaan ulangan atau banding pada pengadilan tinggi
adalah peraturan-peraturan tinggi dalam daerah Republik Indonesia dahulu itu.
Peraturan-peraturan yang digunakan dalam daerah RI dahulu adalah:
a. Untuk pemeriksaan ulangan atau banding perkara perdata buat pengadilan
tinggi di Jawa dan Madura adalah undang-undang No. 20 Tahun 1947.
b. Untuk pemeriksaan ulangan atau banding perkara perdata buat pengadilan

5
tinggi di luar Jawa dan Madura adalah Rechtsterglement Voor Debuitengewesten
(RBG).

Syarat untuk dapat dimintakan banding bagi perkara yang telah diputus oleh
pengadilan dapat dilihat dalam pasal 6 UU No.20/1947 yang menerangkan,
apabila besarnya nilai gugat dari perkaara yang telah diputus itu lebih dari
Rp.100,- atau kurang. Oleh salah satu pihak dari pihak-pihak yang berkepentingan
dapat diminta supaya pemeriksaan itu diulangi oleh pengadilan tinggi yang
berkuasa dalam daerah hukum masing-masing.

Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas Undang-


undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan.
Permohonan banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang
menjatuhkan putusan (pasal 7 UU No 20/1947). Urutan banding menurut pasal 21
UU No 4/2004 jo. pasal 9 UU No 20/1947 mencabut ketentuan pasal 188-194
HIR, yaitu:
a. Ada pernyataan ingin banding.
b. Panitera membuat akta banding.
c. Dicatat dalam register induk perkara.
d. Pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama 14
hari sesudah pernyataan banding tersebut dibuat.
e. Pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat
mengajukan kontra memori banding.

b. Syarat-syarat dan Tata Cara Banding

a. Syarat-syarat ataupun ketentuan-ketentuan banding Upaya hukum banding


diajukan dengan ketentuan-ketentuan sebagai brikut sebagaimana diatur dalam
pasal 188 sampai dengan 194 HIR dan UU No 20 Tahun 1947 tentang Pegadilan
Peradilan Ulangan.
a) Diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah dijatuhkan
putusan atau menerima pemberitahuan putusan atau menerima
pemberitahuan putusan perkara diperiksa dengan tanpa biaya atau prodeo.

6
b) Permohonan banding dapat diajukan dengan cara lisan maupun tertulis.
c) Permohonan banding dapat diajukan oleh yang bersangkutan atau
diwakilkan dengan kuasa khusus untuk mengajukan banding.
d) Banding diajukan kepada Panitera pengadilan yang menjatuhkan putusan.
e) Permohonan banding harus disertai dengan membayar ongkos biaya
perkara, permohonan banding yang tidak disertai membayar ongkos
perkara tidak dapat diterima. f) Terhadap putusan verstek tidak dapat
diajukan upaya hukum banding.
f) Terhadap putusan dimintakan banding bersama-sama putusan akhir.

b. Tata cara mengajukan banding


Dalam mengajukan banding terdapat tata cara yang harus dilakukan antara lain
sebagai berikut:
a) Setelah permohonan diajukan dan membayar biaya perkara, panitera
meregister perkara dan membuat akta banding (pasal 10 ayat (1) );
b) Permohonan banding diberitahukan kepada pihak lawan (pasal 10
ayat(2) );
c) Panitera menyampaikan inzage kepada para pihak dengan tujuan agar
mempelajari berkas perkara dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari
setelah menerima pemberitahuan inzage (pasal 11). Inzage merupakan hak
para pihak boleh digunakan;
d) Permohonan banding mengajukan memori banding kepada Ketua
Pengadilan Tinggi Agama melalui Ketua Pengadilan Agama yang
mejatuhkan putusan. Menyampaikan memori banding bukan merupakan
kewajiban;
e) Memori banding diberitahukan kepada pihak lawan untuk dipelajari dan
membuat kontra memori banding untuk diserahkan kepada panitera
pengadilan;
f) Pengadilan menerima kontra memori banding dan memberitahukan
kepada permohonan banding;
g) Dalam 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan banding seluruh berkas
perkara di bendel dan dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama (pasal 11 ayat

7
2). dalam praktik pengiriman berkas ke Pengadilan Tinggi Agama lebih
dari 30 (tiga puluh) hari;
h) Permohonan banding dapat dicabut sewaktu-waktu sebelum putusan
banding dijatuhkan.

c. Alasan dan Akibat serta Wewenang Banding


a. Alasan Permintaan Banding
Undang-undang tidak merinci alasan yang dapat dipergunakan terdakwa
atau penuntut umum untuk mengajukan permintaan banding. Berbeda dengan
permintaan kasasi, Pasal 253 ayat 1 merinci alasan yang dapat dikemukakan oleh
pemohon kasasi. Atas landasan itu, alasan pokok permintaan pemeriksaan tingkat
banding atas putusan pengadilan tingkat pertama pemohon tidak setuju dan
keberatan atas putusan yang dijatuhkan dan alasan keberatan dan ketidaksetujuan
atas putusan itu, dapat diinformasi atau dikemukakan sebagi berikut:
a) Dapat dikemukakan pemohon secara umum;
b) Dapat dikemukakan secara terperinci;
c) Permintaan banding dapat ditujukan terhadap hal tertentu.

b. Akibat Permintaan Banding


Permintaan banding yang diajukan terhadap putusan pengadilan tingkat
pertama, dapat menimbulkan beberapa akibat hukum yaitu;
a) Putusan menjadi mentah kembali Inilah akibat hukum yang pertama,
permintaan banding mengakibatkan putusan menjadi mentah. Seolah-olah putusan
itu tidak mempunyai arti apa-apa lagi. Formal putusan itu tetap ada, tetapi nilai
putusan itu lenyap dengan adanya permintaan banding.
b) Segala sesuatu beralih menjadi tanggung jawab yuridis Dengan adanya
permintaan banding, segala sesutu yang berhubungan dengan perkara tersebut
beralih menjadi tanggug jawab yuridis. Pengadilan Tinggi sebagai pengdilan
tingkat banding.
c) Putusan yang didbanding tidak mempunyai daya eksekusi. Akibat lain yang
timbul karena permintaan banding, menyebabkan hilang eksekusi putusan, karena
dengan adanya permintaan banding putusan menjadi mentah kembali.

8
c. Kewenangan Tingkat Banding
Bertitik tolak dari kedua landasan diatas, wewenang pengadilan tingkat
banding memeriksa putusan pengadilan tingkat pertama sebagi berikut:
a) Menjadi Seluruh Pemeriksaan dan Putusan Pengadilan Tingkat Pertama
Pengadilan tingkat tinggi sebagai pengadilan tingkat banding dalam melaksanakan
fungsi sebagai pengadilan tingkat banding.
b) Berwenang Meninjau Segala Segi Pemeriksaan dan Putusan Oleh karena
wewenang pemeriksaan tingkat banding memeriksa ulang perkara secara
keseluruhan dan dia berwenang meninjau dan menilai segala sesuatu yang
berhubungan dengan pemeriksaan dan putusan.
c) Memeriksa Ulang Perkara Secara Keseluruhan Seandainya pengajuan banding
terhadap hal tertentu saja misalnya permintaan banding hanya ditujukan terhadap
hukuman atau barang bukti saja, sama sekali tidak dapat menyampingkan
wewenang pengadilan tingkat banding untuk memeriksa tingkat perkara secara
keseluruhan.

B. Pengertian Kasasi dan Landasan Hukum


Kasasi berasal dari bahasa Perancis, yaitu cassation yang berarti
memecahkan atau membatalkan. Kasasi menjadi salah satu upaya hukum yang
diberikan kepada terdakwa dan jaksa penuntut umum bila berkeberatan terhadap
putusan pengadilan yang dijatuhkan kepadanya. Dapat dikatakan bahwa kasasi
adalah hak yang diberikan kepada terdakwa dan penuntut umum untuk meminta
Mahkamah Agung agar dilakukan pemerikasaan ulang terhadap putusan perkara
pidana yang diberikan pada pengadilan tingkat dibawahnya.
Kasasi merupakan hak, oleh karena itu tergantung kepada mereka untuk
mempergunakan hak tersebut. Sekiranya terdakwa atau penuntut umum menerima
putusan yang dijatuhkan, mereka dapat mengesampingkan hak itu, akan tetapi
apabila mereka merasa keberatan akan putusan yang dijatuhkan pengadilan tinggi,
mereka dapat mempergunakan hak untuk mengajukan pemeriksaan kasasi kepada
Mahkamah Agung. Sebagai imbangan dari hak ini maka timbul kewajiban bagi
pejabat pengadilan untuk menerima permintaan kasasi yang dimohonkan itu.

9
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung, maka arti kasasi adalah pembatalan putusan atau penetapan
pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir karena tidak sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku dapat terjadi berupa:
1) Melampaui batas kewenangan yang ditentukan perundangundangan.
2) Penerapan yang tidak tepat atau keliru.
3) Melanggar hukum yang berlaku.
4) Tidak memenuhi syarat yang ditentukan perundang-undangan.

1. Alasan Pengajuan Kasasi.


Alasan kasasi adalah dasar atau landasan dari pada keberatan-keberatan pemohon
kasasi terhadap putusan pengadilan yang dimintakan kasasinya ke Mahkamah
Agung. Alasan-alasan kasasi tersebut oleh pemohon kasasi diuraikan dalam
memori kasasi.
Berdasarkan pasal 253 ayat (1) KUHAP, maka alasan kasasi yang diperkenankan
yaitu:
1. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan
tidak sebagaimana mestinya.
2. Apakah benar cara mengadili tidak dilakukan menurut ketentuan
Undang-Undang.
3. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

Ketiga alasan tersebut dibenarkan oleh undang-undang. Diluar ketiga hal tadi,
undang-undang tidak membenarkan dan oleh karena itu, pihak pemohon kasasi
ketika menyusun memori kasasinya sedapat mungkin memperlihatkan ketiga
alasan tersebut.
hal tersebut.Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam pemeriksaan kasasi adalah
sebagai berikut:
1. Permintaan kasasi sudah harus disampaikan dalm tenggang waktu 14 hari
terhitung sejak putusan disampaikan kepadanya (Pasal 247 ayat
2. Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali (Pasal 247 ayat(4)).

10
3. Permohonan kasasi harus menyerahkan memori kasasi yang memuatalasan-
alasan sebagaimana tersebut dalam Pasal 253 ayat (1).
4. Perkara yang diajukan kasasi bukan perkara yang dikecualikan, yakni:
a. Putusan tentang praperadilan.
b. Perkara pidana yang diancam dengan penjara paling lama satu tahun dan
atau diancam pidana denda.
c. Perkara tata usaha Negara yang obyek gugatannya berupa keputusan
pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah
yang bersangkutan.

2. Tata cara Pengajuan Kasasi.


Tata cara pengajuan kasasi sebagaimana ditentukan dalam KUHAP,yaitu:

a. Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada Panitera


Pengadilan Negeri yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama,
dalam waktu 14 hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi
itu diberitahukan kepada terdakwa (Pasal 245 ayat (1) KUHAP).
b. Permintaan tersebut oleh Panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan
yang ditandatangani oleh Panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar
yang dilampirkan pada berkas perkara (Pasal 245 ayat (2) KUHAP).
c. Dalam hal Pengadilan Negeri menerima permohonan kasasi, baik yang
diajukan oleh Penuntut Umun maupun oleh terdakwa atau oleh Penuntut
Umum dan terdakwa sekaligus, maka Panitera wajib memberitahukan
permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain (Pasal 245 ayat(3)
KUHAP).
d. Apabila tenggang waktu 14 hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245
ayat (1) telah lewat tanpa diajukan permohonan kasasi oleh yang
bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan (Pasal
246 ayat (1) KUHAP).
e. Dalam hal tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 246 ayat
(1) KUHAP, pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi maka
hak untuk permohonan kasasi itu gugur (Pasal 246 ayat (2) KUHAP).

11
f. Selama perkara permohonan kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung,
permohonan kasasi itu dapat dicabut sewaktu-waktu dan apabila sudah
dicabut, permohonan kasasi dalam perkara itu tidak dapat diajukan lagi
(Pasal 247 ayat (1) KUHAP).
g. Jika pencabutan dilakukan sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah
Agung, berkas tersebut tidak jadi dikirimkan (Pasal 247 ayat (2) KUHAP).
h. Apabila perkara telah mulai diperiksa, akan tetapi belum diputus,
sedangkan sementara itu pemohon mencabut permohonan kasasinya, maka
pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh
Mahkamah Agung hingga saat pencabutannya (Pasal 247 ayat (3)
1. KUHAP).
i. Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali (Pasal 247 ayat (4)
(KUHAP).

3. Klasifikasi Putusan Mahkamah Agung terhadap Permohonan Kasasi.


a. Menyatakan Kasasi Tidak Dapat Diterima.
Salah satu putusan Mahkamah Agung, berisi amar yangmenyatakan
“permohonan kasasi tidak dapat diterima”. Putusan inidijatuhkan dalam tingkat
kasasi, apabila permohonan kasasi yang diajukan “tidak memenuhi syarat – syarat
formal” yang diatur dalam Pasal 244, Pasal 245, Pasal 248 ayat (1).
Adapun syarat formal yang tidak dipenuhi pemohon kasasi yaitu:
• Permohonan kasasi terlambat diajukan;
• Permohonan kasasi yang tidak dilengkapi dengan memori kasasi;
• Memori kasasi terlambat disampaikan;
• Permohonan kasasi diajukan oleh orang yang tidak berhak untuk mengajukan
itu. Namun jarang sekali tidak dipenuhinya syarat formal karena pemohon tidak
berhak untuk itu

b. Putusan Menolak Permohonan Kasasi.


Bentuk kedua putusan kasasi yang dapat dijatuhkan Mahkamah Agung ialah
putusan yang amarnya “menolak permohonan kasasi”.

12
Putusan kasasi yang amarnya menolak permohonan kasasi ialah:
• Permohonan kasasi memenuhi syarat formal;
• Pemeriksaan perkara telah sampai menguji hukumnya;
• Putusan yang dikasasi ternyata tidak mengandung kesalahan dalam penerapan
hukum sebagaimana mestinya;
• Tidak terdapat cara mengadili yang bertentangan dengan ketentuan undang-
undang;
• Dalam mengadili perkara, pengadilan yang dikasasi tidak melampaui batas
wewenangnya.Putusan kasasi yang menolak kasasi, dijatuhkan setelah menguji
perkara yang dikasasi dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Secara
ringkasnya prinsip penolakan atas permohonan kasasi yaitu:
• Putusan pengadilan yang dikasasi sudah tepat hukumnya sesuai dengan yang
semestinya;
• Tata cara mengadilinya pun telah dilaksanakan sesuai dengan cara mengadili
perkara menurut ketentuan undang–undang;
• Pengadilan yang memeriksa dan memutus perkara tidak melampaui batas
wewenang;
• Mahkamah Agung menilai dan berpendapat putusan pengadilan yang dikasasi
sudah tepat dan tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan Pasal 253 ayat (1)
KUHAP.
Pemeriksaan kasasi tidak selamanya dilakukan Mahkamah Agung semata-mata
bertitik tolak dari keberatan kasasi yang diajukan pemohon. Mahkamah Agung
dapat menilai putusan pengadilan yang dikasasi terlepas dari keberatan kasasi
yang diajukan pemohon. Alasan sendiri Mahkamah Agung dapat menilai tepat
atau tidaknya putusan pengadilan yang dikasasi. Jadi, jika syarat formal telah
terpenuhi oleh pemohon,berarti permohonan kasasi “dapat diterima”. Apabila
permohonan kasasi sudah dapat diterima, untuk memeriksadan menguji tepat
tidaknya putusan pengadilan yang dikasasi, Mahkamah Agung dapat menempuh
dua cara
yaitu:
• Pertama, melakukan pemeriksaan dan bertitik tolak dari keberatan kasasi yang
diajukan pemohon. Inilah landasan pertama dan utama dari keberatan kasasi yang

13
diajukan. Mahkamah Agung mulai melangkah menelusuri dan menilai benar atau
tidaknya penerapan hukum dalam putusan yang dikasasi sesuai dengan apa yang
digariskan dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP.
• Kedua, atas alasan sendiri Mahkamah Agung dapat menilai putusan pengadilan
yang dikasasi. Mengenai kewenangan Mahkamah Agung menerima atau
mengabulkan kasasi atas alasan sendiri telah menjadi asas positif, sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung.

c. Mengabulkan Permohonan Kasasi.


Mengabulkan permohonan kasasi dalam praktek peradilan sering disebut juga
“menerima” atau “membenarkan” permohonan kasasi. Putusan mengabulkan ini,
kebalikan dari putusan yang menolak permohonan kasasi. Berarti putusan
pengadilan yang dikasasi “dibatalkan” oleh Mahkamah Agung atas alasan putusan
pengadilan yang dikasasi mengandung pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 253
ayat (1) KUHAP

14
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Banding merupakan upaya hukum biasa yang pertama terhadap penetapan atau
putusan pengadilan tingkat pertama untuk di ajukan atau dimohonkan pemeriksaan
ulangan dipengadilan tingkat banding. Pemeriksaan perkara dalam pengadilan tingkat
banding adalah pemeriksaan ulang secara keseluruhan. Adapun dasar hukum tentang
banding adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Pokok
Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan. Permohonan banding
harus diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan (pasal 7
UU No 20/1947).
2. Kasasi merupakan hak, oleh karena itu tergantung kepada mereka untuk
mempergunakan hak tersebut. Sekiranya terdakwa atau penuntut umum
menerima putusan yang dijatuhkan, mereka dapat mengesampingkan hak itu,
akan tetapi apabila mereka merasa keberatan akan putusan yang dijatuhkan
pengadilan tinggi, mereka dapat mempergunakan hak untuk mengajukan
pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung. Adapun landasan hukum
kewenangan kasasi diatur dalam ketentuan pasal 24 a ayat (1) perubahan ke-3
UUD 1945, pasal 20 ayat (2) UU no 48 tahun 2009, penjelasan umum angka 2 ,
pasal 28 dan 30 UU no. 48 tahun 2009.

15
DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, 2012. Asas Asas Hukum Pidana Diindonesia Dan


Perkembanggannya,. Pt. Sofmedia, Jakarta

Fence M. Wantu. 2011. Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Reviva
Cendekia , Yogyakarta, 2011, hlm. 92

Yahya Harahap. 2000, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP


Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Sinar
Grafika, Jakarta. hlm. 466.

https://id.scribd.com/doc/154871632/Makalah-Upaya-Hukum
diakses 12/10/2023 pukul 20.00

16

Anda mungkin juga menyukai