Anda di halaman 1dari 8

TUGAS KELOMPOK

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA (BANI)

Nama Kelompok 8:

Ni Made Regina Prasmangi (2102622010340/11)

Ni Kadek Artini (2102622010341/12)

Ni Made Dewi Santika Wati (2102622010342/13)

Anak Agung Istri Kharisma Iswari (2102622010344/15)

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

2023/2024
1.1 Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)

R. Subekti dalam bukunya yang berjudul Arbitrase Perdagangan memberikan


pengertian arbitrase. Menurutnya, arbitrase adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa
yang prosesnya dibantu oleh seorang pihak ketiga dengan menggunakan
kebijaksanaannya.

Sesuai yang tertuang pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa di luar peradilan umum yang berdasarkan pada perjanjian
arbitrase secara tertulis oleh para para pihak yang bersengketa.

1.2 Prosedur Arbitrase

1. Pendaftaran
Untuk bisa memulai proses arbitrase, pihak-pihak terlibat harus mendaftarkannya
terlebih dahulu. Pemohon menyampaikan permohonannya kepada sekretariat BANI.
2. Isi Permohonan Arbitrase
Permohonan arbitrase harus berisi:
 Nama dan alamat para pihak
 Keterangan tentang fakta-fakta dan dasar hukum permohonan arbitrase
 Rincian permasalah
 Tuntutan dan/atau nilai tuntutan yang dimintakan.
3. Dokumen
Pada permohonan tersebut, perlu juga melampirkan salinan perjanjian yang
bersangkutan. Perjanjian ini memuat klausul arbitrase atau perjanjian arbitrase dan
dapat juga melampirkan dokumen-dokumen lainnya yang relevan dengan
permasalahan.
4. Penunjukan Arbiter (Pemohon)
Pemohon dapat menunjuk seorang untuk menjadi arbiter paling lambat 14 hari
terhitung sejak permohonan arbitrase didaftarkan di Sekretariat Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) atau menyerahkan penunjukan tersebut kepada Ketua
BANI.
Apabila dalam batas waktu tersebut Pemohon tidak menunjuk seorang arbiter, maka
penunjukan arbiter mutlak telah diserahkan kepada Ketua BANI.
Ketua BANI memiliki wewenang atas permohonan dari pemohon apabila disertai
dengan alasan-alasan yang sah, memperpanjang waktu penunjukan arbiter oleh
pemohon, dengan ketentuan bahwa perpanjangan waktu tersebut tidak boleh melebihi
14 hari.
5. Biaya Arbitrase
Pemohon harus menyertakan pembayaran biaya pendaftaran ketika mengajukan
permohonan
6. Pemeriksaan Permohonan
Setelah menerima permohonan, dokumen, dan biaya pendaftaran, Sekretariat harus
mendaftarkan Permohonan tersebut dalam register BANI. Lalu, Dewan Pengurus
BANI akan memeriksa permohonan tersebut untuk menentukan apakah perjanjian
arbitrase atau di dalam kontrak telah cukup memberikan dasar kewenangan bagi
BANI untuk memeriksa sengketa tersebut.
7. Penunjukkan Sekretaris Majelis
Setelah Dewan Pengurus BANI menentukan bahwa BANI berwenang memeriksa.
Kemudian, setelah pendaftaran permohonan tersebut, seorang atau lebih Sekretaris
Majelis harus ditunjuk untuk membantu pekerjaan administrasi perkara arbitrase
tersebut.
8. Penyampaian Permohonan Arbitrase kepada Termohon
Langkah selanjutnya adalah menyampaikan permohonan arbitrase kepada pihak yang
termohon. Sekretariat harus menyampaikan satu salinan permohonan arbitrase dan
dokumen lampirannya kepada termohon, serta meminta termohon untuk
menyampaikan tanggapan tertulis.
9. Jawaban Tertulis
Dalam jangka waktu paling lambat 14 hari semenjak termohon menerima
permohonan arbitrase, termohon wajib untuk menyampaikan jawabannya secara
tertulis kepada pemohon. Ketua BANI berwenang atas permohonan termohon dan
memperpanjang waktu pengajuan jawaban oleh termohon.
10. Syarat-syarat
Termohon harus mengemukakan pendapatnya terkait hal-hal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (2). Termohon juga dapat melampirkan dokumen yang terkait di
dalam surat jawabannya.
11. Penunjukkan Arbiter (Termohon)
Termohon dapat menunjuk seorang arbiter paling lambat 14 hari terhitung sejak
termohon menerima permohonan arbitrase dari BANI. Jika dalam rentang waktu
tersebut termohon tidak menunjuk seorang arbiter maka penunjukan arbiter mutlak
diserahkan kepada Ketua BANI.
Ketua BANI berwenang, atas permohonan termohon apabila disertai dengan alasan-
alasan yang sah, memperpanjang waktu penunjukan arbiter oleh Termohon, dengan
ketentuan bahwa perpanjangan waktu tersebut tidak boleh melebihi 14 hari.
12. Tuntutan Balik (Rekonvensi)
Apabila Termohon bermaksud mengajukan suatu tuntutan balik (rekonvensi) atau
upaya penyelesaian, termohon dapat mengajukan rekonvensi atau upaya penyelesaian
tersebut bersama dengan Surat Jawaban atau paling lambat pada sidang pertama.
Majelis Arbitrase berwenang, atas permintaan termohon, untuk memperkenankan
rekonvensi atau upaya penyelesaian itu agar diajukan pada suatu tanggal kemudian
apabila termohon dapat menjamin bahwa penundaan itu beralasan.Rekonvensi atau
upaya penyelesaian tersebut akan dikenakan biaya tersendiri sesuai dengan cara
perhitungan pembebanan biaya administrasi yang dilakukan terhadap tuntutan pokok
(konvensi) yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak berdasarkan Peraturan dan
Prosedur dan daftar biaya yang berlaku yang ditetapkan oleh BANI.
13. Jawaban Tuntutan Balik
Dalam hal termohon telah mengajukan suatu rekonvensi atau upaya penyelesaian,
pemohon (yang dalam hal ini menjadi Termohon), berhak dalam jangka waktu 14
hari atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh Majelis Arbitrase, untuk
mengajukan jawaban atas rekonvensi atau upaya penyelesaian tersebut.

1.3 Putusan Arbitrase

Putusan Arbitrase bersifat final and binding artinya putusan tersebut tidak dapat
dimintakan upaya hukum seperti banding dan kasasi dan putusan tersebut mengikat bagi
para pihak untuk dapatuhi secara suka rela dengan itikad baik karena sebelum putusan
dibuat mereka juga telah sepakat untuk menyelesaikannya melalui jalur arbitrase dengan
segala konsekuensinya. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya sifat putusan yang
awalnya dilakukan secara sukarela sering juga tidak dipatuhi secara suka rela oleh pihak
yang kalah. Hal ini tentu saja menjadi kendala dalam pelaksanaan arbitrase, sehingga
dicarilah jalan keluarnya yaitu dengan melibatkan negara melalui pengadilan dalam
proses eksekusi.

Hal-hal yang harus dimuat dalam putusan yang diatur dalam Pasal 54 ayat (1) UU AAPS
diantaranya:
1. Kepala putusan yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”.
2. Nama lengkap dan alamat para pihak.
3. Uraian singkat sengketa.
4. Pendirian para pihak.
5. Nama lengkap dan alamat arbiter.
6. Pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan
sengketa.
7. Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majelis
arbitrase.
8. Amar putusan.
9. Tempat dan tanggal putusan, dan
10. Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase.

Setelah putusan diterima oleh para pihak, para pihak diberi kesempatan selama 14
(empat belas) hari untuk mengajukan permohonan kepada arbiter atau majelis nya untuk
melakukan koreksi terhadap kekeliruan administratif dan atau menambah atau
mengurangi suatu tuntutan putusan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 58 UU AAPS.
Koreksi kekeliruan administrative yang dimaksud yaitu koreksi terhadap hal-hal seperti
kesalahan pengetikan ataupun kekeliruan dalam penulisan nama, alamat para pihak atau
arbiter dan lain-lain, yang tidak mengubah substansi putusan, sedangkan yang dimaksud
dengan menambah atau mengurangi tuntutan yaitu salah satu pihak dapat mengemukakan
keberatan terhadap putusan, apabila putusan telah menuntut sesuatu yang tidak dituntut
oleh pihak lawan, tidak memuat satu atau lebih hal yang diminta untuk diputus, atau
mengandung kekuatan mengikat yang bertentangan satu sama lainnya sebagaimana yang
dinyatakan dalam penjelasan Pasal 58 UU AAPS. Apabila tidak ada pengajuan
permohonan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 58 UU AAPS, maka selanjutnya
yaitu pelaksanaan putusan nya.
1.4 Pelaksanaan Putusan Arbitrase

Dengan dikeluarkannya UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase an Alternatif


Penyelesaian Sengketa, maka pengaturan tentang pelaksanaan putusan arbitrase nasional
yang diselenggarakan secara institusional oleh BANI yang diatur dalam Anggaran Dasar
BANI maupun Peraturan Prosedur BANI tidak berlaku lagi sepanjang telah diatur dalam
UU No. 30 tahun 1999.

Dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 dikatakan bahwa:


1) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan
diucapkan, lembaran asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan
didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada panitera pengadilan negeri.
2) Penyerahan dan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir atau dipinggir putusan oleh
Panitera Pengadilan Negeri dan arbiter atau kuasanya yang menyerahkan dan catatan
tersebut merupakan akta penyerahan.
3) Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan dan lembar asli pengangkatannya
sebagai arbiter atau salinan otentiknya kepada panitera pengadilan negeri.
4) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) berakibat
putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan (5) Semua biaya yang berhubungan
dengan pembuatan akta pendaftaran dibebankan kepada para pihak.

Konvensi membuka kemungkinan untuk menolak pelaksanaan suatu putusan arbitrase


asing, dalam hal- hal berikut:
1. Perjanjian arbitrase yang dibuat tidak sah (invalid).
2. Satu pihak tidak memperoleh kesempatan untuk melakukan pembelaan, sehingga
putusan arbitrase bersangkutan dianggap telah diperoleh secara tidak wajar.
3. Putusan arbitrase yang bersangkutan tidak sesuai dengan penugasan yang diberikan.
4. Pengangkatan para arbiter atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan perjanjian
antara para pihak.
5. Putusan arbitrase bersangkutan belum mengikat para pihak, atau telah
dikesampingkan di negara dimana putusan tersebut dibuat.
Menurut UU No. 30 tahun 1999 suatu putusan arbitrase asing dapat diakui dan
dilaksanakan di Indonesia, apabila:
1. Putusan arbitrase asing tersebut dijatuhkan oleh arbiter atau Majelis arbitrase di
suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara
bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase internasional.
2. Putusan arbitrase internasional tersebut yang menurut hukum Indonesia termasuk
dalam lingkup hukum perdagangan yang meliputi perniagaan, perbankan,
keuangan, penanaman modal, industri dan hak kekayaan intelektual.
3. Putusan arbitrase asing tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
4. Putusan arbitrase tersebut telah memperoleh executor dari Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.
5. Putusan arbitrase yang menyangkut negara RI sebagai salah satu pihak, putusan
tersebut dapat diakui dan dilaksanakan apabila telah memperoleh executor dari
Mahkamah Agung yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat.

Permohonan pelaksanaan putusan dilakukan setelah putusan diserahkan dan didaftarkan


di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan melampirkan:
1. Lembar asli atau salinan autentik perjanjian putusan dan naskah terjemahan
resminya dalam bahasa Indonesia.
2. Lembar asli atau salinan autentik perjanjian yang menjadi dasar putusan dan
terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia.
3. Keterangan dari Perwakilan Diplomatik RI di negara tempat putusan ditetapkan,
yang menyatak in bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian baik bilateral
maupun multilateral dengan negara RI perihal pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitra. se asing.

Setelah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan perintah eksekusi, maka
pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang secara relatif
berwenang melaksanakannya.
DAFTAR PUSTAKA

Pahlepi, R. D., 2022. Pengertian Arbitrase adalah: Prosedur, Jenis, dan Contohnya.
URL: https://www.detik.com/jabar/berita/d-6231677/pengertian-arbitrase-adalah-
prosedur-jenis-dan-contohnya. Diakses pada tanggal 2 Juli 2023.

Universitas Medan Area. 2022. Mengenal Putusan Arbitrase. URL:


http://mh.uma.ac.id/mengenal-putusan-arbitrase/. Diakses pada tanggal 2 Juli 2023.

Situmorang, M. 2017. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional di Indonesia. Jurnal


PENELITIAN HUKUM DE JURE. 17(4):310-320.
URL: https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/dejure/article/view/352. Diakses
pada tanggal 2 Juli 2023.

Panjaitan, H. 2018. PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE DI INDONESIA.4(1):29-


34. URL: http://repository.uki.ac.id/1843/1/PELAKSANAAN%20PUTUSAN
%20ARBITRASE%20DI%20INDONESIA.pdf. Diakses pada tanggal 3 Juli 2023.

Anda mungkin juga menyukai