Anda di halaman 1dari 6

FAKULTAS HUKUM

HUKUM ACARA ADMINISTRASI

DOSEN PENGAMPU :
Dr. H.M. Erham Amin S.H., M.H

Nama : Susie
Nim : 2010211320088
KELAS : G

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


BANJARMASIN
2022
Meresume Bab IV UU No. 5 Tahun 1986 dari Pasal 53 - 67

Dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1986


TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA pada BAB IV HUKUM ACARA
Bagian Pertama Gugatan pasal 53 membicarakan tentang Seseorang atau badan hukum
perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara
dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar
Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah,
dengan atau tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau rehabilitasi. Dan Alasan-alasan yang
dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : Keputusan
Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain
dari maksud diberikannya wewenang tersebut; Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada
waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputsan
itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.

Dalam pasal 54 – 58 juga membahas Dalam hal suatu keputusan konstitutif dapat diminta
pertanggungjawaban terhadap munculnya keputusan bersifat deklaratif, karena sifatnya
berupa “pengesahan” semata. Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan bahwa
“Keputusan yang bersifat deklaratif” adalah Keputusan yang bersifat pengesahan setelah
melalui proses pembahasan di tingkat Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan
yang bersifat konstitutif. Sifat pengesahan tersebut hanya membenarkan keputusan yang
telah diambil oleh pejabat pemerintahan pembuat keputusan konstitutif. Sifat pengesahan
tersebut dapat dikategorikan mengikat dan tidak sebagaimana pendapat yang disampaikan
oleh Enrico Simanjuntak bahwa “tidak perlu ada dikotomi keputusan tata usaha negara
menjadi konstitutif dan deklaratif karena suatu KTUN yang bersifat final dalam arti luas
dan berpotensi menimbulkan akibat hukum dapat digugat” karena dalam klausula pasal
maupun penjelasan pasal tersebut tidak memberikan penjelasan. Sangat mungkin
pembentuk undang-undang akan menyesuaikan pada praktek pemerintahan. Selain itu
dalam hal suatu keputusan deklaratif yang tidak memberikan kehendak bebas kepada
pejabat yang akan mengeluarkan keputusan yang sifatnya deklaratif, sehingga sifat
keputusan konstitutif memang diakui sebagai keputusan yang berpotensi menimbulkan
akibat hukum yang ditindaklanjuti dengan keputusan deklaratif Dengan ketentuan di atas
maka, dapat dipahami suatu keputusan yang dinilai berpotensi menimbulkan akibat hukum
adalah keputusan konstitutif, jika keputusan tersebut wajib ditindaklanjuti dengan
keputusan deklaratif. Namun tanggung jawab tetap berada pada pejabat pemerintahan yang
mengeluarkan keputusan konstitutif. Pasal ini menegaskan eksistensi perluasan objek
gugatan berupa keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum.
Pasal 59 Permohonan kasasi dalam  perkara perdata disampaikan  secara  tertulis  atau lisan
melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang
waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan
diberitahukan kepada pemohon.  Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah
lewat tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak berperkara, maka pihak yang
berperkara dianggap telah menerima putusan.
Setelah pemohon membayar biaya perkara, Panitera tersebut ayat (1) mencatat  permohonan
kasasi dalam buku daftar, dan pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang
dilampirkan pada berkas perkara.
Selambat-lambatnya  dalam  waktu  7  (tujuh)  hari  setelah  permohonan  kasasi terdaftar,
Panitera Pengadilan Dalam Tingkat Pertama yang memutus perkara tersebut memberitahukan
secara tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan.
Dalam  pengajuan  permohonan  kasasi  pemohon  wajib  menyampaikan  pula memori  kasasi
yang  memuat  alasan-alasannya,  dalam  tenggang  waktu  14 (empat  belas)  hari  setelah
permohonan  yang  dimaksud  dicatat  dalam  buku daftar.
Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama memberikan tanda  terima
atas  penerimaan  memori  kasasi  dan  menyampaikan  salinan memori  kasasi  tersebut  kepada
pihak  lawan  dalam  perkara  yang  dimaksud dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari.
Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap .memori kasasi kepada Panitera
sebagaimana dimaksudkan ayat (1), dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
diterimanya salinan memori kasasi.
Setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori kasasi sebagaimana
dimaksudkan  Pasal  47,  Panitera  Pengadilan  yang  memutus perkara  dalam  tingkat  pertama,
mengirimkan  permohonan  kasasi,  memori kasasi, jawaban atas memori kasasi, beserta berkas
perkaranya kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
 Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut dalam buku daftar dengan
membubuhkan nomor urut menurut tanggal penerimaannya, membuat  catatan singkat  tentang
isinya,  dan melaporkan  semua  itu kepada Mahkamah Agung.

Pasal 60 Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh penggugat
atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
 Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian akan diberi nomor dan
didaftarkan da lam buku Register setelah penggugat membayar  panjar biaya perkara, yang
besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri Bagi Penggugat yang benar-benar tidak
mampu membayar biaya perkara, hal mana harus di buktikan dengan surat keterangan dari
Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan gugatannya secara prodeo.
 Penggugat yang tidak bisa menulis dapat me ngajukan gugatannya secara lisan dihadapan
Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut

Pasal 61 Permohonan kasasi  diajukan pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara
khusus dikuasakan untuk itu dalam perkara perdata atau perkara tata usaha negara yang
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di
Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, dan Lingkungan Peradilan
Tata Usaha Negara atau Terdakwa atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu
atau Penuntut Umum atau Oditur dalam perkara pidana yang diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum dan
Lingkungan Peradilan Militer.

Pasal 62 Isi Penetapan Ketua Pengadilan antara lain: Menyatakan gugatan Penggugat tidak
diterima (Niet Onvenkelijk verklaard) dan menghukum pihak Penggugat untuk membayar biaya
perkara.
Kemudian, penetapan yang dimaksud dalam Pasal 62 ayat 1 UU PTUN dapat dilakukan
perlawanan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah diucapkan sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 63 ayat 3 huruf a UU PTUN.
Apabila Perlawanan dari Penggugat diterima dan dinyatakan benar maka penetapan proses
dismissal adalah gugur demi hukum (Nietig Van Rechswege) sehingga terhadap pokok gugatan
dimulai dengan pemeriksaan persiapan dan seterusnya sebagaimana hal acara biasa.
Sedangkan apabila Perlawanan dinyatakan ditolak, terhadap putusan mengenai perlawanan itu
tidak dapat digunakan upaya hukum. Baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa.
Apabila pihak Pelawan mengajukan permohonan banding atau upaya hukum lainnya, maka
Panitera berkewajiban membuat akta penolakan banding atau upaya hukum lainnya.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 62 ayat (6) UU PTUN: “…terhadap putusan mengenai
perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum….”
Sehingga apabila Pelawan tetap mengajukan upaya hukum banding, maka Panitera berkewajiban
membuat akta penolakan banding atau upaya hukum lainnya.

Pasal 64 pengadilan berkewajiban memanggil pihak berperkara, Penggugat maupun Tergugat di


tempat tinggalnya. Kewajiban pemanggilan pihak berperkara tetap melekat meskipun pihak
berperkara tersebut bertempat tinggal di luar  wilayah hukum pengadilan yang memeriksa
perkara atau bahkan berada  di  wilayah hukum negara.  Pemanggilan kedua belah pihak
berperkara oleh pengadilan merupakan upaya untuk menegakkan asas audi et alteram
partem  dan equality before the law.  Dalam sistem hukum Indonesia, pemanggilan pihak
berperkara dilakukan oleh Jurusita/Jurusita Pengganti, sebagai pejabat yang mendapat otoritas
berdasarkan Undang-Undang.
Peraturan perundang-undangan di bidang hukum acara perdata (HIR/RBG) telah cukup
memberikan aturan mengenai prosedur pemanggilan pihak berperkara yang berada di wilayah
hukum pengadilan yang memeriksa.  Sedangkan pemanggilan pihak yang berada di luar
pengadilan yang memeriksa perkara tidak diatur dalam HIR/RBG tetapi diatur dalam  Reglement
op de Rechtvordering (RV),  terakhir   MA  menyempurnakan aturan dengan menerbitkan  Surat
Edaran Nomor 6 Tahun 2014 tentang Penanganan Bantuan Panggilan/Pemberitahuan. Adapun
pemanggilan pihak berperkara yang berada di luar negeri hanya mendapat pengaturan yang
bersifat umum dalam RV dan beberapa peraturan perundang-undangan.  
Pasal 65 Surat Edaran Ketua Kamar TUN tersebut diterbitkan untuk mewujudkan kesamaan pola
pikir dan pola tindak terkait administrasi upaya hukum atas putusan pengadilan di lingkungan
peradilan tata usaha nagara. Hal ini karena dalam praktik terjadi beberapa kasus  perbedaan
dalam menentukan tenggang waktu pengajuan upaya hukum atas putusan pengadilan di
lingkungan peradilan tata usaha negara, khususnya upaya hukum kasasi atas putusan PT TUN. 
Salah satu pengadilan menghitung tenggang waktu pengajuan upaya hukum sejak tanggal
diterimanya pemberitahuan putusan banding oleh pihak berperkara, sedangkan  Kepaniteraan
Muda TUN Mahkamah Agung menghitung tanggal pemberitahuan berdasarkan tanggal
pemberitahuan putusan banding.  Pengadilan menyimpulkan upaya hukum masih dalam
tenggang waktu sedangkan MA menetapkan upaya hukum telah melewati tenggang waktu upaya
hukum.
Tanggal pemberitahuan pada relaas adalah tanggal pengiriman dokumen kepada Kantor Pos. Hal
ini karena pengiriman dokumen bukan dilakukan oleh Jurusita/Jurusita Pengganti namun
menggunakan kurir jasa pengiriman dokumen. Dalam beberapa kasus dimungkinkan terjadi
selisih yang cukup lama antara tanggal pengiriman dengan tanggal diterimanya dokumen oleh
pihak.  Ketika dihitung sejak tanggal dikirimkan, pengajuan upaya hukum telah melewati
tenggang waktu namun jika dihitung dari tanggal diterima  dokumen oleh pihak pengajuan upaya
hukum tersebut masih dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan.

Pasal 66 Ketentuan pemanggilan pihak berperkara yang berada di luar wilayah pengadilan
yang memeriksa perkara “Jika tergugat tinggal di luar wilayah kekuasaan  hakim yang
menerima gugatan atau segera dalam hal seperti diuraikan di atas atau atas pilihan penggugat
atau atas permohonan pengacaranya dengan surat kepada hakim di tempat tinggal tergugat yang
kemudian akan memberitahukan  dengan perantaraan jurusita yang ditunjuknya, jika tergugat
bertempat tinggal di dalam keresidenan tempat akan diadakan sidang majelis, dan jika tidak
tinggal disitu ia akan mengirim surat kepada asisten residen yang mempunyai wilayah tempat
tinggal tergugat”
Ketentuan pemanggilan pihak berperkara yang berada di luar wilayah hukum negara
Republik Indonesia Seorang asing bukan penduduk, bahkan tidak berdiam di Indonesia, dapat
digugat di hadapan hakim Indonesia untuk perikatan yang dilakukan di  Indonesia atau dimana
saja dengan warga negara Indonesia.

Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
yang menyebutkan bahwa gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang digugat. Namun, dalam ketentuan Pasal 67 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 memberikan ruang untuk menyimpangi penerapan asas hukum tersebut dengan
syarat apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan
penggugat sangat dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang digugat itu tetap
dilaksanakan dan tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan
mengharuskan dilaksanakan keputusan tersebut. 

Anda mungkin juga menyukai