DOSEN PENGAMPU :
Dr. H.M. Erham Amin S.H., M.H
Nama : Susie
Nim : 2010211320088
KELAS : G
Dalam pasal 54 – 58 juga membahas Dalam hal suatu keputusan konstitutif dapat diminta
pertanggungjawaban terhadap munculnya keputusan bersifat deklaratif, karena sifatnya
berupa “pengesahan” semata. Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan bahwa
“Keputusan yang bersifat deklaratif” adalah Keputusan yang bersifat pengesahan setelah
melalui proses pembahasan di tingkat Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan
yang bersifat konstitutif. Sifat pengesahan tersebut hanya membenarkan keputusan yang
telah diambil oleh pejabat pemerintahan pembuat keputusan konstitutif. Sifat pengesahan
tersebut dapat dikategorikan mengikat dan tidak sebagaimana pendapat yang disampaikan
oleh Enrico Simanjuntak bahwa “tidak perlu ada dikotomi keputusan tata usaha negara
menjadi konstitutif dan deklaratif karena suatu KTUN yang bersifat final dalam arti luas
dan berpotensi menimbulkan akibat hukum dapat digugat” karena dalam klausula pasal
maupun penjelasan pasal tersebut tidak memberikan penjelasan. Sangat mungkin
pembentuk undang-undang akan menyesuaikan pada praktek pemerintahan. Selain itu
dalam hal suatu keputusan deklaratif yang tidak memberikan kehendak bebas kepada
pejabat yang akan mengeluarkan keputusan yang sifatnya deklaratif, sehingga sifat
keputusan konstitutif memang diakui sebagai keputusan yang berpotensi menimbulkan
akibat hukum yang ditindaklanjuti dengan keputusan deklaratif Dengan ketentuan di atas
maka, dapat dipahami suatu keputusan yang dinilai berpotensi menimbulkan akibat hukum
adalah keputusan konstitutif, jika keputusan tersebut wajib ditindaklanjuti dengan
keputusan deklaratif. Namun tanggung jawab tetap berada pada pejabat pemerintahan yang
mengeluarkan keputusan konstitutif. Pasal ini menegaskan eksistensi perluasan objek
gugatan berupa keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum.
Pasal 59 Permohonan kasasi dalam perkara perdata disampaikan secara tertulis atau lisan
melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang
waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan
diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah
lewat tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak berperkara, maka pihak yang
berperkara dianggap telah menerima putusan.
Setelah pemohon membayar biaya perkara, Panitera tersebut ayat (1) mencatat permohonan
kasasi dalam buku daftar, dan pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang
dilampirkan pada berkas perkara.
Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi terdaftar,
Panitera Pengadilan Dalam Tingkat Pertama yang memutus perkara tersebut memberitahukan
secara tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan.
Dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan pula memori kasasi
yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah
permohonan yang dimaksud dicatat dalam buku daftar.
Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama memberikan tanda terima
atas penerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada
pihak lawan dalam perkara yang dimaksud dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari.
Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap .memori kasasi kepada Panitera
sebagaimana dimaksudkan ayat (1), dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
diterimanya salinan memori kasasi.
Setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori kasasi sebagaimana
dimaksudkan Pasal 47, Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama,
mengirimkan permohonan kasasi, memori kasasi, jawaban atas memori kasasi, beserta berkas
perkaranya kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut dalam buku daftar dengan
membubuhkan nomor urut menurut tanggal penerimaannya, membuat catatan singkat tentang
isinya, dan melaporkan semua itu kepada Mahkamah Agung.
Pasal 60 Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh penggugat
atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian akan diberi nomor dan
didaftarkan da lam buku Register setelah penggugat membayar panjar biaya perkara, yang
besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri Bagi Penggugat yang benar-benar tidak
mampu membayar biaya perkara, hal mana harus di buktikan dengan surat keterangan dari
Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan gugatannya secara prodeo.
Penggugat yang tidak bisa menulis dapat me ngajukan gugatannya secara lisan dihadapan
Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut
Pasal 61 Permohonan kasasi diajukan pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara
khusus dikuasakan untuk itu dalam perkara perdata atau perkara tata usaha negara yang
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di
Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, dan Lingkungan Peradilan
Tata Usaha Negara atau Terdakwa atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu
atau Penuntut Umum atau Oditur dalam perkara pidana yang diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum dan
Lingkungan Peradilan Militer.
Pasal 62 Isi Penetapan Ketua Pengadilan antara lain: Menyatakan gugatan Penggugat tidak
diterima (Niet Onvenkelijk verklaard) dan menghukum pihak Penggugat untuk membayar biaya
perkara.
Kemudian, penetapan yang dimaksud dalam Pasal 62 ayat 1 UU PTUN dapat dilakukan
perlawanan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah diucapkan sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 63 ayat 3 huruf a UU PTUN.
Apabila Perlawanan dari Penggugat diterima dan dinyatakan benar maka penetapan proses
dismissal adalah gugur demi hukum (Nietig Van Rechswege) sehingga terhadap pokok gugatan
dimulai dengan pemeriksaan persiapan dan seterusnya sebagaimana hal acara biasa.
Sedangkan apabila Perlawanan dinyatakan ditolak, terhadap putusan mengenai perlawanan itu
tidak dapat digunakan upaya hukum. Baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa.
Apabila pihak Pelawan mengajukan permohonan banding atau upaya hukum lainnya, maka
Panitera berkewajiban membuat akta penolakan banding atau upaya hukum lainnya.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 62 ayat (6) UU PTUN: “…terhadap putusan mengenai
perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum….”
Sehingga apabila Pelawan tetap mengajukan upaya hukum banding, maka Panitera berkewajiban
membuat akta penolakan banding atau upaya hukum lainnya.
Pasal 66 Ketentuan pemanggilan pihak berperkara yang berada di luar wilayah pengadilan
yang memeriksa perkara “Jika tergugat tinggal di luar wilayah kekuasaan hakim yang
menerima gugatan atau segera dalam hal seperti diuraikan di atas atau atas pilihan penggugat
atau atas permohonan pengacaranya dengan surat kepada hakim di tempat tinggal tergugat yang
kemudian akan memberitahukan dengan perantaraan jurusita yang ditunjuknya, jika tergugat
bertempat tinggal di dalam keresidenan tempat akan diadakan sidang majelis, dan jika tidak
tinggal disitu ia akan mengirim surat kepada asisten residen yang mempunyai wilayah tempat
tinggal tergugat”
Ketentuan pemanggilan pihak berperkara yang berada di luar wilayah hukum negara
Republik Indonesia Seorang asing bukan penduduk, bahkan tidak berdiam di Indonesia, dapat
digugat di hadapan hakim Indonesia untuk perikatan yang dilakukan di Indonesia atau dimana
saja dengan warga negara Indonesia.
Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
yang menyebutkan bahwa gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang digugat. Namun, dalam ketentuan Pasal 67 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 memberikan ruang untuk menyimpangi penerapan asas hukum tersebut dengan
syarat apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan
penggugat sangat dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang digugat itu tetap
dilaksanakan dan tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan
mengharuskan dilaksanakan keputusan tersebut.