Anda di halaman 1dari 4

Diskusi 6 PPB

Yang dimaksud dengan gugatan adalah suatu tuntutan hak yang diajukan oleh penggugat kepada
tergugat melalui pengadilan. Gugatan dalam hukum acara perdata umumnya terdapat 2 (dua) pihak
atau lebih, yaitu antara pihak penggugat dan tergugat, yang mana terjadinya gugatan umumnya
pihak tergugat telah melakukan pelanggaran terhadap hak dan kewajiban yang merugikan pihak
penggugat. Terjadinya gugatan umumnya setelah pihak tergugat melakukan pelanggaran hak dan
kewajiban yang merugikan pihak penggugat tidak mau secara sukarela memenuhi hak dan kewajiban
yang diminta oleh pihak penggugat, sehingga akan timbul sengketa antara penggugat dan tergugat.
Sengketa yang dihadapi oleh pihak apabila tidak bisa diselesaikan secara damai di luar persidangan
umumnya perkaranya diselesaikan oleh para pihak melalui persidangan pengadilan untuk
mendapatkan keadilan.

Gugatan dapat disimpulkan sebagai suatu tuntutan hak dari setiap orang atau pihak (kelompok) atau
badan hukum yang merasa hak dan kepentingannya dirugikan dan menimbulkan perselisihan, yang
ditujukan kepada orang lain atau pihak lain yang menimbulkan kerugian itu melalui pengadilan, yang
dalam objek pembahasan ini adalah pengadilan negeri. Oleh karena itu, syarat mutlak untuk dapat
menggugat ke pengadilan haruslah atas dasar adanya perselisihan atau sengketa

Adapun yang dimaksud “pihak lain” itu bisa terdiri dari seseorang, beberapa orang, atau sekelompok
orang, baik atas nama suatu badan hukum maupun yang bukan badan hukum. Adapun pihak yang
mengajukan tuntutan disebut dengan “penggugat” atau kalau lebih dari satu disebut “para
penggugat”. Adapun pihak yang dituntut di pengadilan disebut “tergugat” atau kalau lebih dari satu
disebut “para tergugat”. Dengan kata lain yang lebih ringkas, gugatan adalah tuntutan hak yang
diajukan oleh pihak penggugat kepada pihak tergugat melalui pengadilan

Dalam hal perkara perdata, dikenal yang dimaksud perkara voluntair dan perkara kontentiosa. Dalam
perkara voluntair, biasanya yang diajukan ialah berupa suatu permohonan (Bambang Sugeng,
Sujayadi, 2011: 23). Permohonan atau gugatan voluntair adalah permasalahan perdata yang diajukan
dalam bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri. Ciri khas permohonan atau gugatan voluntair

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan terakhir kali diubah dengan Undang-
Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara (“UU PTUN”).

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara
orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Yang disebut dengan gugatan yang diajukan pada Pengadilan Tata Usaha Negara (“TUN”) adalah
permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke
Pengadilan untuk mendapatkan putusan

Tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan
wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan
hukum perdata

Bentuk gugatan:

1. Gugatan Tertulis Bentuk gugatan tertulis adalah yang paling diutamakan di hadapan
pengadilan daripada bentuk lainnya. Gugatan tertulis diatur dalam Pasal 118 ayat (1) HIR /
Pasal 142 Rechtsreglement voor de Buitengewesten (“RBg”) yang menyatakan bahwa
gugatan perdata pada tingkat pertama harus dimasukkan kepada Pengadilan Negeri dengan
surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya. Dengan demikian,
yang berhak dan berwenang dalam mengajukan surat gugatan adalah; (i) penggugat dan
atau (ii) kuasanya.
2. Gugatan Lisan Bagi mereka yang buta huruf dibuka kemungkinan untuk mengajukan gugatan
secara lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang untuk mengadili suatu perkara
perdata, karena bentuk gugatan lisan diatur dalam Pasal 120 HIR (Pasal 144 RBg) yang
berbunyi: “bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya dapat dimasukkan
dengan lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang mencatat gugatan atau menyuruh
mencatatnya”. Ketentuan gugatan lisan yang diatur HIR ini, selain untuk mengakomodir
kepentingan penggugat buta huruf yang jumlahnya masih sangat banyak di Indonesia pada
masa pembentukan peraturan ini, juga membantu rakyat kecil yang tidak mampu menunjuk
jasa seorang advokat atau kuasa hukum karena dapat memperoleh bantuan dari Ketua
Pengadilan yang berwenang untuk mengadili suatu perkara perdata untuk membuatkan
gugatan yang diinginkannya.

Menurut Rozali Abdullah dalam bukunya Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (hal.5), Peradilan
TUN hanya berwenang mengadili sengketa TUN, yaitu sengketa antara orang atau badan hukum
perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Oleh karena itu, pada hakikatnya sengketa
TUN adalah sengketa tentang sah atau tidaknya suatu keputusan TUN yang telah dikeluarkan oleh
badan atau pejabat TUN

Berdasarkan hal itu dapat ditarik kesimpulan bahwa:[4] 1. Yang dapat digugat di hadapan peradilan
TUN hanyalah badan atau pejabat TUN; 2. Sengketa yang dapat diadili oleh peradilan TUN adalah
sengketa mengenai sah atau tidaknya suatu Keputusan TUN, bukan sengketa mengenai kepentingan
hak.
Formulasi gugat tidak ada diatur secara limitatif dalam satu pasal tertentu, maka tanpa mengurangi
ketentuan pasal 118HIR atau pasal 142 ayat 1-5 R.BG. Sebagai dasar utama ketentuan Formulasi yang
sah menurut hukum, didasarkan dari berbagai ketentuan yang terserak. Dari ketentuan-ketentuan
yang berserakan itulah ditentukan atau diketemukan formulasi dan sistematika yang tepat dan
memenuhi syarat suatu surat gugatan/permohonan.

pokok-pokok formulasi gugat sesuai dengan ketentuan hukum, agar gugat memenuhi syarat, tidak
boleh terabaikan salah satu pun dari syarat formil. Pengabaian terhadapnya mengakibatkan gugatan
mengantung cacat. Artinya gugatan tersebut dianggap tidak memenuhi ketentuan tata tertib
beracara yang ditentukan undang-undang, agar gugat tersebut memenuhi syarat maka harus
memenuhi yaitu yang terdiri dari :1. Pencantuman tanggal gugatan, 2. Pencantuman alamat Ketua
Pengadilan, 3. Pencantuman lengkap dan terang nama dan alamat para pihak, 4. Penegasan para
pihak dalam perkara, 5. Uraian posita atau dalil gugat, 6. Perumusan hal-hal yang bersifat assesor, 7.
Pencantuman permintaan untuk dipanggil dan diperiksa, 8. Petitum gugat.

Maksud formulasi gugat, ialah rumusan dan sistimatika gugat yang tepat menurut hukum dan
praktek peradilan

1. Pencantuman Tanggal Gugatan - Boleh pada bagian depan halaman pertama; atau - Boleh
pada bagian akhir di atas tanda tangan Penggugat, Kealpaan pencantuman tanggal tidak
mempengaruhi keabsahan gugat. Karena tanggal bukan syarat formil surat gugatan. Dalam
praktek Peradilan, tanggal surat gugat secara resmi dicantumkan dalam putusan, tetapi
sekiranya lupa dasar tanggal resminya surat gugat dapat diambil dari tanggal pendaftaran
dalam buku Register perkara. Janggal sekali bila surat gugat tidak mencantumkan tanggal
karena dipandang dari segi surat gugatan sebagai surat permintaan resmi kepada Pengadilan
untuk memanggil dan memeriksa pihak Penggugat dan Tergugat dalam sidang Pengadilan

2. Pencantuman Alamat Ketua Pengadilan Sesui ketentuan pasal 118 ayat 1 HIR atau pasal
142 ayat 1 RBG. Surat gugatan di alamatkan kepada Ketua Pengadilan. Oleh karena itu surat
gugatan harus mencantumkan bahwa gugatan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan. Hal ini
juga sesuai dengan maksud gugatan yaitu permintaan atau permohonan langsung kepada
Pengadilan agar memanggil dan memeriksa para pihak dalam pemeriksaan persidangan
Pengadilan. Pencantuman alamat ketua Pengadilan ini bukan syarat formil keabsahan surat
gugatan. Seandainya Penggugat lupa, tidak mengakibatkan gugatan tidak sah. Kelalaian itu
dapat dianggap sudah tercantum apabila ditinjau dari segi kompetensi relatif memang tepat
gugatan ditujukan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
Sumber referensi :

>. Darmini Roza dan Laurensius Arliman S Peran Pemerintah Daerah Di Dalam Melindungi Hak Anak
Di Indonesia, Masalah-Masalah Hukum, Volume 47, Nomor 1, 2018

>. https://pn-bogor.go.id/gugatan-perdata/

>. https://www.hukumonline.com/klinik/a/perbedaan-gugatan-dan-permohonan-lt57cd94fe8f016/

>. BMP Praktek pengalaman beracara

>. https://www.pa-rantauprapat.go.id/images/stories/Pdf/Pembuatan%20Surat%20Gugatan.pdf

>. https://www.hukumonline.com/klinik/a/hal-hal-apa-saja-yang-dimuat-dalam-posita-gugatan-
lt535680b4af122/

Anda mungkin juga menyukai