Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah serangkaian peraturan perundang-undangan yang
mengatur bagaimana pencari keadilan bertindak/berbuat di pengadilan dan bagaimana pengadilan
bertindak dalam rangka penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara. Singkatnya dalam mencari keadilan di
Pengadilan Tata Usaha Negara terdapat tata cara yang diatur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
Dasar Hukum :
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-Undang No. 9 Tahun
2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
II
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA ; “suatu penetapan tertulis yang dikeluarakan oleh Badan atau
Pejabat yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang bersifat konkret, individual, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata.
Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) : Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam
bidang tata usaha negara yakni antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata
usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha
negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 10 UU Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara (UU PTUN).
III
Upaya administratif adalah proses penyelesaian sengketa yang dilakukan dalam lingkungan
Administrasi Pemerintahan sebagai akibat di keluarkanya Keputusan dan/Atau tindakan yang
merugikan, hal ini termuat dalam Pasal 1 Angka 16 Undang Undang No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan. Mengenai upaya administratif ini diatur dalam Pasal 48 UU No.5 Tahun
1986. Pasal 48 ayat (1) undang-undang ini menyatakan bahwa: “Dalam hal suatu badan atau pejabat
TUN diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundangundangan untuk menyelesaikan
secara administratif sengketa TUN tertentu, maka sengketa TUN tersebut harus diselesaikan melalui
upaya administratif yang tersedia”
VI
PENGGUGAT adalah Setiap Orang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan
akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara. Jadi pihak-pihak yang dapat mengajukan gugatan
kepada Pengadilan Tata Usaha Negara adalah:
- Orang yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN);
- Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara
(KTUN).
TERGUGAT adalah jabatan yang ada pada Badan Tata Usaha Negara yang mengeluarkan KTUN
berdasarkan wewenang dari Badan Tata Usaha Negara itu atau wewenang yang dilimpahkan kepadanya.
Hal ini mengandung arti bahwa bukanlah orangnya secara pribadi yang digugat tetapi jabatan yang
melekat kepada orang tersebut. Sebagai jabatan TUN yang memiliki kewenangan pemerintahan,
sehingga dapat menjadi pihak Tergugat dalam Sengketa TUN dapat dikelompokkan menjadi:
a. Instansi resmi pemerintah yang berada di bawah Presiden sebagai Kepala eksekutif.
b. Instansi-instansi dalam lingkungan kekuasaan negara diluar lingkungan eksekutif yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan, melaksanakan suatu urusan pemerintahan.
c. Badan-badan hukum privat yang didirikan dengan maksud untuk melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan.
d. Instansi-instansi yang merupakan kerja sama antara pemerintahan dan pihak swasta yang
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.
Hakim Pengadilan adalah pejabat yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman, untuk memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama
POSITA merupakan bagian gugatan yang menguraikan tentang fakta-fakta sosiologis yang biasanya
dikaitkan pula dengan aspek yuridis baik dalam perspektif hukum, peraturan perundang-undangan
dan/atau asas-asas umum pemerintahan yang baik.
PETITUM merupakan bagian gugatan yang memuat hal-hal apa yang secara konkret dituntut atau
diminta oleh Penggugat untuk dinyatakan atau diterapkan oleh Pengadilan dalam Putusan
SENGKETA
adalah perbedaan nilai, kepentingan, pendapat dan atau persepsi antara orang perorangan dan atau
badan hukum (privat atau publik) mengenai status penguasaan dan atau status kepemilikan dan atau
status penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu atau status
keputusan tata usaha negara menyangkut penguasaan, pemilikan dan penggunaan atau pemanfaatan
atas bidang tanah tertentu.
KONFLIK
adalah perbedaan nilai, kepentingan, pendapat dan atau persepsi antara warga atau kelompok
masyarakat dan atau warga atau kelompok masyarakat dengan badan hukum (privat atau publik),
masyarakat dengan masyarakat mengenai status penguasaan dan atau status kepemilikan dan atau
status penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu, atau status
Keputusan Tata Usaha Negara menyangkut penguasaan, pemilikan dan penggunaan atau pemanfaatan
atas bidang tanah tertentu, serta mengandung aspek politik, ekonomi dan sosial budaya.
PERKARA
adalah sengketa dan atau konflik pertanahan yang penyelesaiannya dilakukan melalui badan peradilan
VI
Pemeriksaan dengan acara biasa diatur mulai Pasal 108 UU PTUN. Jika tidak terdapat alasan khusus
yang memenuhi kriteria Pasal 98-99 UU PTUN. Sengketa di PTUN akan diperiksa dengan acara
pemeriksaan biasa. Batas waktu pemeriksaan acara biasa tidak boleh lewat waktu enam bulan sejak
tanggal registrasi sengketa tata usaha negara oleh kepaniteraan PTUN.
EKSEPSI: adalah salah satu istilah yang digunakan dalam proses hukum dan peradilan yang berarti
penolakan/keberatan yang disampaikan oleh seorang terdakwa disertai dengan alasan-alasannya bahwa
dakwaan yang diberikan kepadanya dibuat tidak dengan cara yang benar dan tidak menyangkut hal
tentang benar atau tidak benarnya
REPLIK : bermakna kembali menjawab. Dalam konteks hukum, replik adalah jawaban balasan atas
jawaban tergugat dalam suatu perkara. Replik dapat diajukan secara lisan atau tertulis
DUPLIK : adalah jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat. Duplik diajukan untuk
meneguhkan jawaban yang umumnya berisi penolakan terhadap gugatan dan replik penggugat. Sama
seperti halnya replik, duplik juga dapat diajukan secara lisan atau tertulis
VII
PEMBUKTIAN
Penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh para pihak berperkara kepada hakim dalam
persidangan dengan tujuan untuk memperkuat kebenaran dalil tentang fakta hukum yang menjadi pokok
sengketa, sehingga hakim memperoleh kepastian untuk dijadikan dasar putusannya.
Syarat Formil
1. Orang yang akan dimintai keterangannya sebagai saksi harus cakap (sudah dewasa
menurut UU, tidak gila, tidak dalam pengampuan, atau dengan kata lain dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya);
2. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah maupun semenda dengan salah satu
sudah bercerai;
3. Tidak ada hubungan kerja dengan menerima upah, kecuali UU menentukan lain;
4. Menghadap ke persidangan;
pihak lain (Pasal 171 ayat (2) HIR/308 ayat (2) Rbg);
- Kepala putusan
- Identitas para pihak
- Pertimbangan (alasan)
- Amar putusan
UU No. 51 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan tata
usaha negara