Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH HUKUM ACARA PTUN

“TATA CARA BERPERKARA DI PTUN”

DI SUSUN OLEH :

I KOMANG OKA DANANJAYA (201083030)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemandirian kekuasaan kehakiman sebagaimana diamanatkan Undangundang
Dasar 1945 hasil amandemen dan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Secara yuridisial akan berjalan lebih lancar apabila didukung administrasi peradilan
yang baik. Peradilan tata usaha negara merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
bagi rakyat pencari keadilan mengenai sengketa tata usaha negara yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 51 Tahun 2009 tentang tentang Peradilan Tata Usaha Negara.. Pengadilan Tata Usaha
Negara selaku kawal depan Mahkamah Agung (voorpost) di daerah mempunyai tugas pokok dan
fungsi menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan semua sengketa tata usaha negara di
wilayah hukum Pengadilan Tata Usaha Negara, Secara umum kebijakan yang dilaksanakan oleh
Pengadilan Tata Usaha Negara dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan
kepentingan peradilan tingkat pertama yang bersifat administrasi, keuangan dan organisasi.

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang
berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah oleh UU No. 9/2004 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara (UU PTUN), Peradilan Tata Usaha Negara diadakan untuk menghadapi kemungkinan
timbulnya perbenturan kepentingan, perselisihan, atau sengketa antara Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara dengan warga masyarakat. UU PTUN memberikan 2 macam cara penyelesaian
sengketa TUN yakni upaya administrasi yang penyelesaiannya masih dalam lingkungan
administrasi pemerintahan sendiri serta melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN). Dalam PTUN, seseorang dapat mengajukan gugatan terhadap kebijakan pemerintah
yang dipercaya telah merugikan individu dan atau masyarakat. Subjek atau pihak-pihak yang
berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada 2 yakni, Pihak penggugat, yaitu seseorang atau
Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, serta Pihak
Tergugat, yaitu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan
berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya. Dalam Undang
Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Perubahan UU PTUN), pihak ketiga tidak dapat lagi
melakukan intervensi dan masuk ke dalam suatu sengketa TUN. Kekuasaan kehakiman
dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dalam UU PTUN dilaksanakan oleh Pengadilan Tata
Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang berpuncak pada Mahkamah
Agung. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara pada dasamya merupakan pengadilan tingkat
banding terhadap sengketa yang telah diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, kecuali dalam
sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Tata Usaha Negara di daerah hukumnya serta
sengketa yang terhadapnya telah digunakan upaya administratif. Adapun hukum acara yang
digunakan pada Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan dengan hukum acara yang
digunakan pada Peradilan Umum untuk perkara Perdata, dengan perbedaan dimana Peradilan
Tata Usaha Negara. Hakim berperan lebih aktif dalam proses persidangan guna memperoleh
kebenaran materiil dan tidak seperti dalam kasus gugatan perdata, gugatan TUN bukan berarti
menunda dilaksanakannya suatu KTUN yang disengketakan.

Namun belakanagan ini banyak khalayak umum ketika menghadapi masalah mengenai
pelanggaran yang berkaitan dengan tata usaha Negara masih banyakn yang belum mengetahui
bagaimana proses dan prosedur pengajuan gugatan ke pengadilan tata usaha Negara.

B. RUMUSAN MASALAH.

1. Bagaimana Tata cara berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ?


2. Bagaimana upaya hokum dalam pengajuan gugatan ke pengadialan tata usaha Negara
?
BAB II

PEMBAHASAN

A. TATA CARA BERPERKARA PADA BADAN PERADILAN TATA USAHA


NEGARA

1. Pengertian Umum Dalam Pasal

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, diuraikan tentang pengertianpengertian yang berkaitan


dengan Peradilan Tata Usaha Negara, sebagai berikut: 1. Tata Usaha Negara adalah administrasi
negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat
maupun di daerah.

2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual, dan
final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

4. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara
antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di
pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Gugatan Tata Usaha Negara adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan keputusan.

6. Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan
berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh
orang atau badan hukum perdata.
7. Penggugat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-undang Nomor 9 Tahun
2004 adalah Setiap Orang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan
akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara.

8. Gugatan Perwakilan Kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu
orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka
sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki
kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud
(Pasal 1 huruf a Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2002)

2. Subyek Peradilan Tata Usaha Negara Subyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara
sering disebut dengan para pihak, yaitu:

a. Penggugat Dari pengertian penggugat diatas dapat ditentukan bahwa pihak-pihak yang dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara adalah: o Orang yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN); o Badan Hukum
Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara
(KTUN).

b. Tergugat Yang dapat digugat atau dijadikan tergugat sebagaimana diuraikan dalam pengertian
tergugat diatas adalah jabatan yang ada pada Badan Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
KTUN berdasarkan wewenang dari Badan TUN itu atau wewenang yang dilimpahkan
kepadanya.

Hal ini mengandung arti bahwa bukanlah orangnya secara pribadi yang digugat tetapi
jabatan yang melekat kepada orang tersebut. Misalnya; Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten
Buleleng, Bupati Buleleng dan lain-lain, sehingga tidak akan menjadi masalah ketika terjadi
pergantian orang pada jabatan tersebut. Sebagai jabatan TUN yang memiliki kewenangan
pemerintahan, sehingga dapat menjadi pihak Tergugat dalam Sengketa TUN dapat
dikelompokkan menjadi:

a. Instansi resmi pemerintah yang berada di bawah Presiden sebagai Kepala eksekutif.
b. Instansi-instansi dalam lingkungan kekuasaan negara diluar lingkungan eksekutif yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan, melaksanakan suatu urusan pemerintahan.

c. Badan-badan hukum privat yang didirikan dengan maksud untuk melaksanakan tugas-
tugas pemerintahan.

d. Instansi-instansi yang merupakan kerja sama antara pemerintahan dan pihak swasta
yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.

e. Lembaga-lembaga hukum swasta yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan (Siti


Soetami, 2005: 5).

3. Obyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara

Yang menjadi obyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha
Negara (KTUN). Keputusan Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual, dan
final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

B. PENERIMAAN, PEMERIKSAAN DAN PENYELESAIN PERKARA

1. PROSEDUR PENERIMAAN GUGATAN DI PTUN UU PTUN tidak mengatur


secara tegas dan terperinci tentang prosedur dan penerimaan Perkara Gugatan di PTUN yang
harus ditempuh oleh seseorang atau Badan Hak Perdata yang akan mengajukan /memasukkan
gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara, namun pokokpokok yang dapat diuraikan adalah
sebagai berikut: a. Penerimaan Perkara Gugatan yang telah disusun / dibuat ditandatangani oleh
Penggugat atau Kuasanya, kemudian didaftarkan di Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara yang
berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 54. Ayat (1) Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara
diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
Tergugat Ayat (2) Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan
berkedudukan tidak dalam satu faerah Hukum Pengadilan, Gugatan diajukan kepada Pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
Ayat (3) Dalam hal tempat kedudukan Tergugat tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan
tempat kediaman Pengugat, maka Gugatan dapat diajukan ke Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman Penggugat selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang
bersangkutan. Ayat (4) Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata Usaha Negara
yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, Gugatan dapat diajukan kepada
Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat Ayat
(5) Apabila Penggugat dan Tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, Gugatan diajukan
kepada Pengadilan di Jakarta.

6 Ayat (6) Apabila Tergugat berkedudukan di dalam negeri dan Penggugat di luar negeri,
Gugatan diajukan kepada Pengadilan ditempat kedudukan Tergugat. b. Administrasi di
Pengadilan Tata Usaha Negara Panitera yang telah menerima Pengajuan Gugatan tersebut
kemudian meneliti Gugatan apakah secara formal telah sesuai dengan syarat-syarat sebagaimana
ditentukan oleh Pasal 56 UU No.5 tahun 1986, apabila ada kekurang lengkapan dari Gugatan
tersebut Panitera dapat menyarankan kepada Penggugat atau Kuasanya untuk melengkapinya
dalam waktu yang telah ditentukan paling lambat dalam waktu 30 hari baik terhadap Gugatan
yang sudah lengkap ataupun belum lengkap selanjutnya Panitera menaksir biaya panjer ongkos
perkara yang harus dibayar oleh Penggugat atau Kuasanya yang diwujudkan dalam bentuk
SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) atau antara lain: Biaya Kepaniteraan Biaya Materai
Biaya Saksi Biaya Saksi Ahli Biaya Alih Bahasa Biaya Pemeriksaan Setempat Biaya lain untuk
Penebusan Perkara Gugatan yang telah dilampiri SKUM tersebut kemudian diteruskan ke Sub
bagian Kepaniteraan Muda Perkara untuk penyelesaian perkara lebih lanjut. Atas dasar SKUM
tersebut kemudian Penggugat atau kuasanya dapat membayar di kasir (dibagian Kepaniteraan
Muda Perkara) dan atas pembayaran tersebut kemudian dikeluarkan, kwitansi pembayarannya.
Gugatan yang telah dibayar panjer biaya perkara tersebut kemudian didaftarkan didalam buku
register perkara dan mendapat nomor register perkara. Gugatan yang sudah didaftarkan dan
mendapat nomor register tersebut kemudian dilengkapi dengan formulir-formulir yang
diperlukan dan Gugatan tersebut diserahkan kembali kepada Panitera dengan buku ekspedisi
penyerahan berkas. Selanjutnya berkas perkara gugatan tersebut oleh Panitera diteruskan /
diserahkan kepada Ketua Pengadilan untuk dilakukan Penelitian terhadap Gugatan tersebut, yaitu
dalam proses dismissal ataupun apakah ada permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata
Usaha Negara yang digugat, beracara cepat maupun ber-acara Cuma-Cuma.

4. Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara

Pasal 48 UU Nomor 5 Tahun 1986 yang menyatakan :

1) dalam suatu badan atau pejabat tata usaha negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif Sengketa tata usaha
negara tertentu, maka Sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya
administratif yang tersedia.

2) pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan Sengketa tata usaha
negara sebagaimana dimaksud dalam ayat {1} jika seluruh upaya administratif yang
bersangkutan telah digunakan.

Dalam penjelesan Pasal 48 diatas, upaya administrasi ( administratief beroop ) yang ada
adalah meliputi : keberatan administrasi dan banding adminitrasi. Apabila upaya penyelesaian
sengketa tata usaha negara hanya disediakan upaya administrasi yang keberatan administrasi
maka , apabila masih belum pusa maka selanjutnya menempuh jalur pengadilan melalui
Pengadilan Tata Usaha Negara ( PTUN ) , karena proses penyelesaian sengketa keberatan
administrasi tidak sama dengan proses penyelesaian sengketa di pengadilan tingkat pertama,
sedangkan proses penyelesaian sengketa tata usaha negara dengan jalur banding adminitrasi
maka apabila belum puas ,maka proses pencarian keadilannya selanjutnya langsung ke
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ( PT. TUN ), karena proses penyelesaian banding
administrasi setingkat dengan proses penyelesaian sengketa pengadilan tingkat pertama
( PTUN).1

5. PROSES PEMERIKSAAN GUGATAN DI PTUN

Di Pengadilan Tata Usaha Negara suatu gugatan yang masuk terlebih dahulu harus
melalui beberapa tahap pemeriksaan sebelum dilaksanakan Pemeriksaan didalam Persidangan
yang terbuka untuk umum. Apabila dilihat dari Pejabat yang melaksanakan pemeriksaan ada 3
1
http://www.edipranoto.com/2013/04/sengketa-tata-usaha-pemilihan-umum.html
(tiga) Pejabat yaitu Panitera, Ketua dan Hakim/Majelis Hakim, akan tetapi apabila dilihat dari
tahap-tahap materi gugatan yang diperiksa ada 4 tahap pemeriksaan yang harus dilalui: Tahap I
Adalah Tahap penelitian administrasi dilaksanakan oleh Panitera atau Staf panitera yang
ditugaskan oleh Panitera untuk melaksanakan Penilaian administrasi tersebut Tahap II
Dilaksanakan oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, dan pada tahap ke-ii tersebut Ketua
memeriksa gugatan tersebut antara lain: i. Proses Dismissal: yaitu memeriksa gugatan tersebut
apakah gugatannya terkena dismissal. Apabila terkena maka berdasar pasal 62 UU PTUN,
artinya gugatan tidak diterima dan Ketua dapat mengeluarkan Penetapan Dismissal. Sedangkan
apabila tidak, ternyata gugatan tersebut tidak ii. Ketua dapat juga memeriksa apakah didalam
gugatan tersebut ada Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang
digugat atau tidak dan sekaligus dapat mengeluarkan penetapan. iii. Ketua dapat juga memeriksa
apakah ada permohonan Pemeriksaan dengan Cuma-Cuma dan mengeluarkan Penetapan iv.
Ketua dapat juga memeriksa apakah dalam gugatan tersebut ada permohonan untuk diperiksa
dengan acara cepat ataukah tidak. v. Ketua dapat pula menetapkan bahwa gugatan tersebut
diperiksa dengan acara biasa dan sekaligus menunjuk Majelis Hakim yang memeriksanya. Tahap
III Setelah Majelis Hakim menerima berkas perkara sesuai dengan Penetapan Penunjukan
Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut yang dikeluarkan oleh Ketua PTUN. Tahap
IV.

Setelah dilaksanakan Pemeriksaan Penetapan terhadap gugatan kemudian Majelis


menetapkan untuk Pemeriksaan gugatan tersebut didalam persidangan yang terbuka untuk
umum. Proses pemeriksaan di muka Pengadilan Tata Usaha Negara dimaksudkan untuk menguji
apakah dugaan bahwa KTUN yang digugat itu melawan hukum beralasan atau tidak. Gugatan
sifatnya tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya KTUN yang digugat tersebut, selama
hal itu belum diputuskan oleh pengadilan maka KTUN itu harus dianggap menurut hukum. Hal
ini dikarenakan Hukum Tata Usaha Negara mengenal asas praduga rechtmatig (vermoeden van
rechtmatigheid) = praesumptio instae causa terhadap semua tindakan dari Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara, termasuk KTUN yang telah dikeluarkan (Suparto Wijoyo, 1997: 54). 3.
PENYELESAIAN PERKARA Saat berkas gugatan masuk dalam meja persidangan, maka
sengketa tersebut akan melalu beberapa tahapan-tahapan pokok, yaitu:
1. Tahap pembacaan isi gugatan dari penggugat dan pembacaan jawaban dari tergugat. Pasal 74
ayat (1) menyatakan bahwa Pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan dan
surat yang memuat jawabannya oleh Hakim Ketua Sidang dan jika tidak ada surat jawaban,
pihak tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya. Dalam prakteknya bisa saja
hakim tidak membacakan gugatan atas persetujuan tergugat, mengingat tergugat sudah
mendapatkan salinan gugatan. Begitu juga terhadap jawaban gugatan dari tergugat bisa saja tidak
dibacakan oleh hakim tetapi hanya diserahkan salinannya kepada penggugat.

2. Tahapan Pangajuan Reflik Replik diartikan penggugat mengajukan atau memberikan


tanggapan terhadap jawaban yang telah diajukan oleh tergugat. Sebelum penggugat mengajukan
replik, atas dasar ketentuan yang terdapat dalam Pasal 75 ayat (1), penggugat dapat mengubah
alasan yang mendasari gugatannya, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan
kepentingan tergugat. Replik diserahkan oleh penggugat kepada Hakim Ketua Sidang dan
salinannya oleh Hakim Ketua Sidang diserahkan kepada tergugat.

3. Tahapan Pengajuan Duplik Duplik diartikan tergugat mengajukan atau memberikan tanggapan
terhadap replik yang telah diajukan oleh penggugat. Dalam hal ini, sebelum mengajukan duplik
tergugat juga diberikan kesempatan untuk mengubah alasan yang mendasari jawabannya, asal
disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat (Pasal 75 ayat (2)).
Duplik diserahkan oleh tergugat kepada Hakim Ketua Sidang dan salinannya oleh Hakim Ketua
Sidang diserahkan kepada penggugat

4. Tahapan pengajuan Alat Bukti Pada tahap pengajuan alat-alat bukti, baik penggugat maupun
tergugat sama-sama mengajukan alat-alat bukti yang terbatas berupa: a. Surat atau tulisan (Pasal
100 ayat (1) huruf a); b. Keterangan ahli (Pasal 100 ayat (1) huruf b); dan c. Keterangan saksi
(Pasal 100 ayat (1) huruf c)

5. Tahapan Kesimpulan Pada tahap pengajuan kesimpulan ini, pemeriksaan terhadap sengketa
Tata Usaha Negara sudah selesai. Masing-masing pihak mengemukakan pendapat yang terakhir
berupa kesimpulan dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan mengenai sengketa Tata Usaha
Negara antara penggugat dengan tergugat, yang intinya adalah sebagai berikut:
a. Penggugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang dikeluarkan oleh tergugat agar
dinyatakan batal atau tidak sah.

b. Tergugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang telah dikeluarkan adalah sah.

6. Tahap Penjatuhan Putusan Setelah penggugat dan tergugat mengemukakan kesimpulan, maka
Hakim Ketua Sidang menyatakan sidang ditunda, karena Majelis Hakim akan mengadakan
musyawarah untuk mengambil putusan (Pasal 97 ayat (2)). Putusan harus diucapkan dalam
sidang yang terbuka untuk umum (Pasal 108 ayat (1)), artinya siapapun dapat hadir untuk
mendengarkan putusan yang diucapkan. Sebagai akibat dari putusan yang diucapkan tidak dalam
sidang yang terbuka untuk umum, putusan tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan
hukum (Pasai 108 ayat (3)). Disamping itu putusan harus dituangkan dalam bentuk tertulis.
Secara garis besar dalam Hukum Acara Tata Usaha Negara dikenal dua Jenis putusan, yaitu: a.
Putusan yang bukan putusan akhir Putusan yang bukan putusan akhir adalah putusan yang
dijatuhkan oleh hakim sebelum pemeriksaan sengketa TUN dinyatakan selesai, yang ditujukan
untuk memungkinkan atau mempermudah pelanjutan pemeriksaan sengketa TUN di sidang
pengadilan. Mengenai putusan yang bukan putusan akhir ini dapat dilihat dari beberapa
ketentuan pasal, misalnya:

i. Pasal 113 ayat (1) yang menyatakan bahwa: Putusan Pengadilan yang bukan putusan
akhir meskipun diucapkan dalam sidang, tidak dibuat sebagai putusan tersendiri
melainkan hanya dicantumkan dalam berita acara sidang.

ii. Pasal 124 yang menyatakan bahwa: Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang
bukan putusan akhir hanya dapat dimohonkan pemeriksaan banding bersamasama dengan
putusan akhir. Dalam Hukum Acara Tata Usaha Negara, yang termasuk putusan yang
bukan putusan akhir, misalnya: - Putusan Hakim Ketua Sidang yang memerintahkan
kepada Penggugat atau Tergugat untuk datang menhadap sendiri ke pemeriksaan sidang
pengadilan, meskipun sudah diwakili oleh seorang kuasa (Pasal 58); - Putusan Hakim
Ketua Sidang yang mengangkat seorang ahli alih bahasa atau seseorang yang pandai
bergaul dengan Penggugat atau saksi sebagai juru bahasa (Pasal 91 ayat (1) dan Pasal 92
ayat (1)); - Putusan Hakim Ketua Sidang yang menunjuk seseorang atau beberapa orang
ahli atas permintaan Penggugat dan Tergugat atau Penggugat atau Tergugatatau karena
jabatannya (Pasal 103 ayat (1)); - Putusan Hakim Ketua Sidang mengenai beban
pembuktian (Pasal 107). b. Putusan akhir Putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan
oleh hakim setelah pemeriksaan sengketa TUN selesai yang mengakhiri sengketa tersebut
pada tingkat pengadilan tertentu. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 97 ayat (7),
diketahui bahwa putusan akhir dapat berupa:

1. Gugatan ditolak Putusan yang berupa gugatan ditolak adalah putusan yang menyatakan bahwa
KTUN yang menimbulkan sengketa TUN adalah KTUN yang tidak dinyatakan batal atau
dinyatakan sah.

2. Gugatan dikabulkan Putusan yang berupa gugatan dikabulkan adalah putusan yang
menyatakan bahwa KTUN yang menimbulkan sengketa TUN adalah KTUN yang dinyatakan
batal atau tidak sah. Dalam hal gugatan dikabulkan maka dapat ditetapkan kewajiban yang harus
dilakukan oleh tergugat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 97 ayat (9), berupa: - pencabutan
KTUN yang bersangkutan, atau pencabutan KTUN bersangkutan dan penerbitan KTUN yang
baru, atau - penerbitan KTUN baru. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 97 ayat (10) bahwa
kewajiban yang dilakukan oleh Tergugat tersebut dapat disertai pembebanan ganti kerugian.
Disamping pembebanan ganti kerugian terhadap gugatan dikabulkan berkenaan dengan
kepegawaian dapat juga disertai rehabilitasi atau kompensasi. - Ganti rugi adalah pembayaran
sejumlah uang kepada orang atau badan hukum perdata atas beban Badan Tata Usaha Negara
berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara karena adanya kerugian materiil yang
diderita oleh penggugat. - Rehabilitasi adalah memulihkan hak penggugat dalam kemapuan dan
kedudukan, harkat dan martabatnya sebagai pegawai negeri seperti semula sebelum ada putusan
mengenai KTUN yang disengketakan. - Kompensasi adalah pembayaran sejumlah uang
berdasarkan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara akibat dari rehabilitasi tidak dapat atau
tidak sempurna dijalankan oleh Badan Tata Usaha Negara.

3. Gugatan tidak dapat diterima Putusan yang berupa gugatan tidak diterima adalah putusan yang
menyatakan bahwa syaratsyarat yang telah ditentukan tidak dipenuhi oleh gugatan yang diajukan
oleh penggugat.
4. Gugatan gugur Putusan yang berupa gugatan gugur adalah putusan yang dijatuhkan hakim
karena penggugat tidak hadir dalam beberapa kali sidang, meskipun telah dipanggil dengan patut
atau penggugat telah meninggal dunia. Terhadap putusan pengadilan tersebut, penggugat
dan/atau tergugat dapat menentukan sikap sebagai berikut:

a. Menerima putusan pengadilan;

b. Menolak Putusan

1. mengajukan permohonan pemeriksaan di tingkat banding, jika yang menjatuhkan putusan


adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (Pasal 122)

2. mengajukan permohonan pemeriksaan di tingkat kasasi, jika yang menjatuhkan putusan


adalah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat pertama (Pasal 51 ayat
(4)).

Pikir-pikir dalam tenggang waktu 14 hari setelah diberitahukan secara sah putusan
pengadilan, apakah menerima putusan pengadilan atau mengajukan permohonan pemeriksaan di
tingkat banding atau kasasi.

C. UPAYA HUKUM

a. Banding Terhadap para pihak yang merasa tidak puas atas putusan yang diberikan pada
tingkat pertama (PTUN), berdasarkan ketentuan Pasal 122 terhadap putusan PTUN tersebut
dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh Penggugat atau Tergugat kepada Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara (PTTUN). Permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh
pemohon atau kuasanya yang khusus diberi kuasa untuk itu, kepada PTUN yang menjatuhkan
putusan tersebut, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan diberitahukan
kepada yang bersangkutan secara patut. Selanjutnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
sesudah permohonan pemeriksaan banding dicatat, Panitera memberitahukan kepada kedua belah
pihak bahwa mereka dapat melihat berkas perkara di Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara yang
bersangkutan dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah mereka menerima
pemberitahuan tersebut. Para pihak dapat menyerahkan memori atau kontra memori banding,
disertai surat-surat dan bukti kepada Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan,
dengan ketentuan bahwa salinan memori dan kontra memori banding diberikan kepada pihak
lawan dengan perantara Panitera Pengadilan (Pasal 126). Pemeriksaan banding di Pengadilan
Tinggi TUN dilakukan sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang hakim. Dalam hal
Pengadilan Tinggi TUN berpendapat bahwa pemeriksaan Pengadilan Tata Usaha Negara kurang
lengkap, maka Pengadilan Tinggi tersebut dapat mengadakan sendiri untuk pemeriksaan
tambahan atau memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan untuk
melaksanakan pemeriksaan tambahan. Setelah pemeriksaan di tingkat banding selesai dan telah
diputus oleh Pengadilan Tinggi TUN yang bersangkutan, maka Panitera Pengadilan Tinggi TUN
yang bersangkutan, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari mengirimkan salinan putusan Pengadilan
Tinggi tersebut beserta surat-surat pemeriksaan dan surat-surat lain kepada Pengadilan TUN
yang memutus dalam pemeriksaan tingkat pertama, dan selanjutnya meneruskan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan (Pasal 127)

Mengenai pencabutan kembali suatu permohonan banding dapat dilakukan setiap saat
sebelum sengketa yang dimohonkan banding itu diputus oleh Pengadilan Tinggi TUN. Setelah
diadakannya pencabutan tersebut permohonan pemeriksaan banding tidak dapat diajukan oleh
yang bersangkutan, walaupun tenggang waktu untuk mengajukan permohonan pemeriksaan
banding belum lampau (Pasal 129).

b. Kasasi Terhadap putusan pengadilan tingkat Banding dapat dilakukan upaya hukum
Kasasi ke Mahkamah Agung RI. Pemeriksaan ditingkat Kasasi diatur dalam pasal 131, yang
menyebutkan bahwa pemeriksaan tingkat terakhir di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat
dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung. Untuk acara pemeriksaan ini
dilakukan menurut ketentuan UU No.14 Tahun 1985 Jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang
Mahkamah Agung. Menurut Pasal 55 ayat (1) UU Mahkamah Agung, pemeriksaan kasasi untuk
perkara yang diputus oleh Pengadilan dilingkungan Pengadilan Agama atau oleh pengadilan di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dilakukan menurut ketentuan UU ini. Dengan
demikian sama halnya dengan ketiga peradilan yang lain, yaitu Peradilan Umum, Peradilan
Agama, dan Peradilan Militer, maka Peradilan Tata Usaha Negara juga berpuncak pada
Mahkamah Agung. Untuk dapat mengajukan permohonan pemeriksaan di tingkat kasasi, Pasal
143 UU No 14 Tahun 1985 menentukan bahwa permohonan kasasi dapat diajukan jika pemohon
terhadap perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding, kecuali ditentukan lain oleh
undangundang. Menurut Pasal 46 ayat (1) UU No 14 Tahun 1985, permohonan pemeriksaan di
tingkat kasasi harus diajukan dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 hari tersebut
telah lewat tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak yang berperkara, maka
menurut Pasal 46 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 1985 ditentukan bahwa pihak yang berperkara
dianggap telah menerima putusan. Mengingat pemberitahuan adanya putusan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara itu dilakukan dengan menyampaikan salinan putusan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara dengan surat tercatat oleh Panitera kepada penggugat atau tergugat, maka
perhitungan 14 hari itu dimulai esok harinya setelah penggugat atau tergugat menerima surat
tercatat yang dikirim oleh Panitera yang isinya salinan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara. Alasan pengajuan kasasi sebagaimana tertuang dalam Pasal 30 ayat (1) UU No 14
Tahun 1985 jo UU No 5 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa MA dalam tingkat kasasi
membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan,
karena:

i. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

ii. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

iii. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan


yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

c. Peninjauan Kembali Sementara itu apabila masih ada diantara para pihak masih belum
puas terhadap putusan Hakim Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi, maka dapat ditempuh
upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung RI. Pemeriksaan
Peninjauan Kembali diatur dalam pasal 132, yang menyebutkan bahwa : Ayat (1) : Terhadap
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan
Peninjauan Kembali pada Mahkamah Agung. Ayat (2) : Acara pemeriksaan Peninjauan Kembali
ini dilakukan menurut ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) UU No.
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Dengan mengikuti ketentuan yang terdapat dalam
Pasal 67 UU No 14 Tahun 1985, dapat diketahui bahwa permohonan peninjauan kembali
2
terhadap putusan perkara sengketa TUN yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, hanya
dapat diajukan berdasarkan alasanalasan sebagai berikut:

1. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang
diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti baru yang kemudian oleh
hakim pidana dinyatakan palsu;

2. Apabila perkara setelah diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang
pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;

3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut;

4. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebabsebabnya;

5. Apabila antara pihak-pihak yang sama, mengenai suatu hal yang sama, atas dasar yang sama,
oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu
dengan yang lain;

6. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang
nyata.

21
https://docplayer.info/69902577-Makalah-peradilan-tata-usaha-negara-bab-i-pendahuluan.html
BAB III

PENUTUP

Peradilan Tata Usaha Negara adalah Peradilan yang menyelenggarakan dan


menyelesaikan sengketa administrasi negara yang menyangkut fungsi dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Dimana Sengketa Tata Usaha Negara
adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum
perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai
akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Subyek dalam Peradilan Tata Usaha
Negara sering disebut dengan para pihak, yaitu: a. Penggugat o Orang yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN); o Badan Hukum
Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara
(KTUN). b. Tergugat Sebagai jabatan TUN yang memiliki kewenangan pemerintahan, sehingga
dapat menjadi pihak Tergugat dalam Sengketa TUN dapat dikelompokkan menjadi: a. Instansi
resmi pemerintah yang berada di bawah Presiden sebagai Kepala eksekutif. b. Instansi-instansi
dalam lingkungan kekuasaan negara diluar lingkungan eksekutif yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan, melaksanakan suatu urusan pemerintahan. c. Badan-badan hukum privat
yang didirikan dengan maksud untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. d. Instansi-
instansi yang merupakan kerja sama antara pemerintahan dan pihak swasta yang melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan. e. Lembaga-lembaga hukum swasta yang melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan (Siti Soetami, 2005: 5).

3. Obyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara Yang menjadi obyek dalam Peradilan Tata
Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN. Kekuasaan kehakiman
dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dalam UU PTUN dilaksanakan oleh Pengadilan Tata
Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang berpuncak pada Mahkamah
Agung. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara pada dasamya merupakan pengadilan tingkat
banding terhadap sengketa yang telah diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, kecuali dalam
sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Tata Usaha Negara di daerah hukumnya serta
sengketa yang terhadapnya telah digunakan upaya administratif. Adapun hukum acara yang
digunakan pada Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan dengan hukum acara yang
digunakan pada Peradilan Umum untuk perkara Perdata, dengan perbedaan dimana Peradilan
Tata Usaha Negara Hakim berperan lebih aktif dalam proses persidangan guna memperoleh
kebenaran materiil dan tidak seperti dalam kasus gugatan perdata, gugatan TUN bukan berarti
menunda dilaksanakannya suatu KTUN yang disengketakan.
DAFTAR PUSTAKA

Amrah Muslimin, 1985, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum
Administrasi, Alumni,

Bandung Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha
Negara (Buku II),

Sinar Harapan, Jakarta., 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta.

Siti Soetami, A, 2005, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara,

PT Refika Aditama, Jakarta., UU No. 05 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

UU No. 09 tahun 2004 Tetang Perubahan atas UU No. 05 tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara,

UU No. 03 Tahun 2009 Tetang Perubahan Kedua atas UU No. 09 tahun 2004 Tetang Peradilan
Tata Usaha Negara,

http://www.edipranoto.com/2013/04/sengketa-tata-usaha-pemilihan-umum.html. diakses pada


hari rabu 6 november 2019.

https://docplayer.info/69902577-Makalah-peradilan-tata-usaha-negara-bab-i-pendahuluan.html

Anda mungkin juga menyukai