Anda di halaman 1dari 16

TATA CARA BERPERKARA DI PENGADILAN TATA

USAHA NEGARA

Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah Hukum Acara PTUN

Dosen Pengampu : Rahmansyah F. AL.K. Rambe, S.H., M.H.

Disusun Oleh Kelompok 5 Hukum V-B

1. HERIANTO (0206202021)

2. VITA ALIYANA WARDHANI SYAHPUTRI (0206202047)

3. INDAH MAYA SARI RITONGA (0206202008)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T.A 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur alhamdulillah atas rahmat allah swt yang telah memberikan hidayah-nya,
sehingga penulis dapat menyusun Tugas makalah. Karya ilmiah ini penulis susun untuk memenuhi
tugas yang diberikan Oleh dosen Pengampuh mata kuliah Hukum Acara PTUN.

Selanjutnya Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw yang telah
membawa umat manusia dari alam kebodohan kepada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dalam penyusunan Tugas ini menurut penulis bukanlah suatu yang mudah dan tentu memiliki
kesulitan, penulis rasa kesalahan masih dijumpai dalam penulisan ini untuk itu sumbangsi saran
dan kritikan sangatlah penulis harapkan dari semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Medan, 03 November 2022.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..2

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….3

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4

A. Latar Belakang .................................................................................................................. 4

B. Rumusan masalah .............................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 6

A.Tata Cara Berperkara Pada Badan Peradilan Tata Usaha Negara ...................................... 6

B.Penerimaan,Pemeriksaan dan Penyelesaian Perkara .......................................................... 8

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 14

A. Kesimpulan...................................................................................................................... 14

B. Saran ................................................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemandirian kekuasaan kehakiman sebagaimana diamanatkan Undangundang
Dasar 1945 hasil amandemen dan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Secara yuridisial akan berjalan lebih lancar apabila didukung administrasi peradilan
yang baik. Peradilan tata usaha negara merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan mengenai sengketa tata usaha negara yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 51
Tahun 2009 tentang tentang Peradilan Tata Usaha Negara.. Pengadilan Tata Usaha Negara selaku
kawal depan Mahkamah Agung (voorpost) di daerah mempunyai tugas pokok dan fungsi
menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan semua sengketa tata usaha negara di wilayah
hukum Pengadilan Tata Usaha Negara, Secara umum kebijakan yang dilaksanakan oleh
Pengadilan Tata Usaha Negara dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan
kepentingan peradilan tingkat pertama yang bersifat administrasi, keuangan dan organisasi.

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang
untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 sebagaimana telah dirubah oleh UU No. 9/2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU
PTUN), Peradilan Tata Usaha Negara diadakan untuk menghadapi kemungkinan timbulnya
perbenturan kepentingan, perselisihan, atau sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
dengan warga masyarakat. UU PTUN memberikan 2 macam cara penyelesaian sengketa TUN
yakni upaya administrasi yang penyelesaiannya masih dalam lingkungan administrasi
pemerintahan sendiri serta melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam
PTUN, seseorang dapat mengajukan gugatan terhadap kebijakan pemerintah yang dipercaya telah
merugikan individu dan atau masyarakat. Subjek atau pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan
Tata Usaha Negara ada 2 yakni, Pihak penggugat, yaitu seseorang atau Badan Hukum Perdata
yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara

4
(KTUN) oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, serta Pihak Tergugat, yaitu Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan berdasarkan wewenang yang ada
padanya atau yang dilimpahkan kepadanya. Dalam Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
(Perubahan UU PTUN), pihak ketiga tidak dapat lagi melakukan intervensi dan masuk ke dalam
suatu sengketa TUN. Kekuasaan kehakiman dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dalam UU
PTUN dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara yang berpuncak pada Mahkamah Agung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan beberapa pokok permasalahan


yang akan diuraikan:

1. Bagaimana Tata cara berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ?


2. Bagaimana upaya hokum dalam pengajuan gugatan ke pengadialan tata usaha
Negara?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tata Cara Berperkara Pada Badan Peradilan Tata Usaha Negara

1. Pengertian Umum Dalam Pasal

1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, diuraikan tentang pengertianpengertian


yang berkaitan dengan Peradilan Tata Usaha Negara, sebagai berikut: 1. Tata Usaha
Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.
2) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang
melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3) Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha
negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.
4) Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5) Gugatan Tata Usaha Negara adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke pengadilan untuk
mendapatkan keputusan.
6) Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan
kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata.

6
7) Penggugat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-undang Nomor
9 Tahun 2004 adalah Setiap Orang atau Badan Hukum Perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara.
8) Gugatan Perwakilan Kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam
mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk
diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang
jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil
kelompok dan anggota kelompok dimaksud (Pasal 1 huruf a Peraturan Mahkamah
Agung RI Nomor 1 Tahun 2002)1

2. Subyek Peradilan Tata Usaha Negara Subyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara
sering disebut dengan para pihak, yaitu:

1) Penggugat Dari pengertian penggugat diatas dapat ditentukan bahwa pihak-pihak


yang dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara adalah: o
Orang yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha
Negara (KTUN); o Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan
oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
2) Tergugat Yang dapat digugat atau dijadikan tergugat sebagaimana diuraikan dalam
pengertian tergugat diatas adalah jabatan yang ada pada Badan Tata Usaha Negara
yang mengeluarkan KTUN berdasarkan wewenang dari Badan TUN itu atau
wewenang yang dilimpahkan kepadanya.

Hal ini mengandung arti bahwa bukanlah orangnya secara pribadi yang digugat
tetapi jabatan yang melekat kepada orang tersebut. Misalnya; Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten Buleleng, Bupati Buleleng dan lain-lain, sehingga tidak akan menjadi masalah
ketika terjadi pergantian orang pada jabatan tersebut. Sebagai jabatan TUN yang memiliki
kewenangan pemerintahan, sehingga dapat menjadi pihak Tergugat dalam Sengketa TUN
dapat dikelompokkan menjadi:

1
Siti Soetami, A, 2005, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Hal 215.

7
a. Instansi resmi pemerintah yang berada di bawah Presiden sebagai Kepala eksekutif.
b. Instansi-instansi dalam lingkungan kekuasaan negara diluar lingkungan eksekutif
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, melaksanakan suatu urusan
pemerintahan.
c. Badan-badan hukum privat yang didirikan dengan maksud untuk melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan.
d. Instansi-instansi yang merupakan kerja sama antara pemerintahan dan pihak swasta
yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.
e. Lembaga-lembaga hukum swasta yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan
(Siti Soetami, 2005: 5).

3. Obyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara

Yang menjadi obyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata
Usaha Negara (KTUN). Keputusan Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata
usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat
konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata.2

B. Penerimaan, Pemeriksaan dan Penyelesaian Perkara

Prosedur Penerimaan Gugatan di PTUN UU PTUN tidak mengatur secara tegas dan
terperinci tentang prosedur dan penerimaan Perkara Gugatan di PTUN yang harus ditempuh oleh
seseorang atau Badan Hak Perdata yang akan mengajukan /memasukkan gugatan di Pengadilan
Tata Usaha Negara, namun pokokpokok yang dapat diuraikan adalah sebagai berikut:

• Penerimaan Perkara Gugatan yang telah disusun / dibuat ditandatangani oleh Penggugat
atau Kuasanya, kemudian didaftarkan di Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara yang

2
Refika Aditama, Jakarta., UU No. 05 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Hal 95.

8
berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 54. Ayat (1) Gugatan Sengketa Tata Usaha
Negara diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan Tergugat Ayat (2) Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu faerah Hukum Pengadilan, Gugatan
diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi kedudukan salah satu Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara Ayat (3) Dalam hal tempat kedudukan Tergugat tidak
berada dalam daerah hukum Pengadilan tempat kediaman Pengugat, maka Gugatan dapat
diajukan ke Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat
selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan. Ayat (4) Dalam hal-hal
tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata Usaha Negara yang bersangkutan yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah, Gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat Ayat (5) Apabila Penggugat
dan Tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, Gugatan diajukan kepada
Pengadilan di Jakarta.3

6 Ayat (6) Apabila Tergugat berkedudukan di dalam negeri dan Penggugat di luar negeri,
Gugatan diajukan kepada Pengadilan ditempat kedudukan Tergugat. 4

• Administrasi di Pengadilan Tata Usaha Negara Panitera yang telah menerima Pengajuan
Gugatan tersebut kemudian meneliti Gugatan apakah secara formal telah sesuai dengan
syarat-syarat sebagaimana ditentukan oleh Pasal 56 UU No.5 tahun 1986, apabila ada
kekurang lengkapan dari Gugatan tersebut Panitera dapat menyarankan kepada Penggugat
atau Kuasanya untuk melengkapinya dalam waktu yang telah ditentukan paling lambat
dalam waktu 30 hari baik terhadap Gugatan yang sudah lengkap ataupun belum lengkap
selanjutnya Panitera menaksir biaya panjer ongkos perkara yang harus dibayar oleh
Penggugat atau Kuasanya yang diwujudkan dalam bentuk SKUM (Surat Kuasa Untuk
Membayar) atau antara lain: Biaya Kepaniteraan Biaya Materai Biaya Saksi Biaya Saksi
Ahli Biaya Alih Bahasa Biaya Pemeriksaan Setempat Biaya lain untuk Penebusan Perkara

3 https://docplayer.info/69902577-Makalah-peradilan-tata-usaha-negara-bab-i-pendahuluan.html

4UU No. 09 tahun 2004 Tetang Perubahan atas UU No. 05 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

9
Gugatan yang telah dilampiri SKUM tersebut kemudian diteruskan ke Sub bagian
Kepaniteraan Muda Perkara untuk penyelesaian perkara lebih lanjut. Atas dasar SKUM
tersebut kemudian Penggugat atau kuasanya dapat membayar di kasir (dibagian
Kepaniteraan Muda Perkara) dan atas pembayaran tersebut kemudian dikeluarkan,
kwitansi pembayarannya. Gugatan yang telah dibayar panjer biaya perkara tersebut
kemudian didaftarkan didalam buku register perkara dan mendapat nomor register perkara.
Gugatan yang sudah didaftarkan dan mendapat nomor register tersebut kemudian
dilengkapi dengan formulir-formulir yang diperlukan dan Gugatan tersebut diserahkan
kembali kepada Panitera dengan buku ekspedisi penyerahan berkas. Selanjutnya berkas
perkara gugatan tersebut oleh Panitera diteruskan / diserahkan kepada Ketua Pengadilan
untuk dilakukan Penelitian terhadap Gugatan tersebut, yaitu dalam proses dismissal
ataupun apakah ada permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara
yang digugat, beracara cepat maupun ber-acara Cuma-Cuma.

4. Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara

Pasal 48 UU Nomor 5 Tahun 1986 yang menyatakan : dalam suatu badan atau
pejabat tata usaha negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-
undangan untuk menyelesaikan secara administratif Sengketa tata usaha negara tertentu,
maka Sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif
yang tersedia. pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
Sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam ayat {1} jika seluruh upaya
administratif yang bersangkutan telah digunakan.5

5. Proses Pemeriksaan Gugatan di PTUN

Di Pengadilan Tata Usaha Negara suatu gugatan yang masuk terlebih dahulu harus
melalui beberapa tahap pemeriksaan sebelum dilaksanakan Pemeriksaan didalam
Persidangan yang terbuka untuk umum. Apabila dilihat dari Pejabat yang melaksanakan
pemeriksaan ada 3 (tiga) Pejabat yaitu Panitera, Ketua dan Hakim/Majelis Hakim, akan
tetapi apabila dilihat dari tahap-tahap materi gugatan yang diperiksa ada 4 tahap

5 UU No. 03 Tahun 2009 Tetang Perubahan Kedua atas UU No. 09 tahun 2004 Tetang Peradilan Tata Usaha Negara.

10
pemeriksaan yang harus dilalui: Tahap I Adalah Tahap penelitian administrasi
dilaksanakan oleh Panitera atau Staf panitera yang ditugaskan oleh Panitera untuk
melaksanakan Penilaian administrasi tersebut Tahap II Dilaksanakan oleh Ketua
Pengadilan Tata Usaha Negara, dan pada tahap ke-ii tersebut Ketua memeriksa gugatan
tersebut antara lain: i. Proses Dismissal: yaitu memeriksa gugatan tersebut apakah
gugatannya terkena dismissal. Apabila terkena maka berdasar pasal 62 UU PTUN, artinya
gugatan tidak diterima dan Ketua dapat mengeluarkan Penetapan Dismissal. Sedangkan
apabila tidak, ternyata gugatan tersebut tidak ii. Ketua dapat juga memeriksa apakah
didalam gugatan tersebut ada Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha
Negara yang digugat atau tidak dan sekaligus dapat mengeluarkan penetapan. iii. Ketua
dapat juga memeriksa apakah ada permohonan Pemeriksaan dengan Cuma-Cuma dan
mengeluarkan Penetapan iv. Ketua dapat juga memeriksa apakah dalam gugatan tersebut
ada permohonan untuk diperiksa dengan acara cepat ataukah tidak. v. Ketua dapat pula
menetapkan bahwa gugatan tersebut diperiksa dengan acara biasa dan sekaligus menunjuk
Majelis Hakim yang memeriksanya. Tahap III Setelah Majelis Hakim menerima berkas
perkara sesuai dengan Penetapan Penunjukan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara
tersebut yang dikeluarkan oleh Ketua PTUN. Tahap IV.6

Setelah dilaksanakan Pemeriksaan Penetapan terhadap gugatan kemudian Majelis


menetapkan untuk Pemeriksaan gugatan tersebut didalam persidangan yang terbuka untuk
umum. Proses pemeriksaan di muka Pengadilan Tata Usaha Negara dimaksudkan untuk
menguji apakah dugaan bahwa KTUN yang digugat itu melawan hukum beralasan atau
tidak. Gugatan sifatnya tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya KTUN yang
digugat tersebut, selama hal itu belum diputuskan oleh pengadilan maka KTUN itu harus
dianggap menurut hukum. Hal ini dikarenakan Hukum Tata Usaha Negara mengenal asas
praduga rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid) = praesumptio instae causa terhadap
semua tindakan dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, termasuk KTUN yang telah
dikeluarkan (Suparto Wijoyo, 1997: 54). 3. PENYELESAIAN PERKARA Saat berkas

6
Amrah Muslimin, 1985, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum Administrasi, Hal 88.

11
gugatan masuk dalam meja persidangan, maka sengketa tersebut akan melalu beberapa
tahapan-tahapan pokok, yaitu:

1. Tahap pembacaan isi gugatan dari penggugat dan pembacaan jawaban dari tergugat.
Pasal 74 ayat (1) menyatakan bahwa Pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan
isi gugatan dan surat yang memuat jawabannya oleh Hakim Ketua Sidang dan jika tidak
ada surat jawaban, pihak tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya.
Dalam prakteknya bisa saja hakim tidak membacakan gugatan atas persetujuan tergugat,
mengingat tergugat sudah mendapatkan salinan gugatan. Begitu juga terhadap jawaban
gugatan dari tergugat bisa saja tidak dibacakan oleh hakim tetapi hanya diserahkan
salinannya kepada penggugat.

2. Tahapan Pangajuan Reflik Replik diartikan penggugat mengajukan atau memberikan


tanggapan terhadap jawaban yang telah diajukan oleh tergugat. Sebelum penggugat
mengajukan replik, atas dasar ketentuan yang terdapat dalam Pasal 75 ayat (1), penggugat
dapat mengubah alasan yang mendasari gugatannya, asal disertai alasan yang cukup serta
tidak merugikan kepentingan tergugat. Replik diserahkan oleh penggugat kepada Hakim
Ketua Sidang dan salinannya oleh Hakim Ketua Sidang diserahkan kepada tergugat.

3. Tahapan Pengajuan Duplik Duplik diartikan tergugat mengajukan atau memberikan


tanggapan terhadap replik yang telah diajukan oleh penggugat. Dalam hal ini, sebelum
mengajukan duplik tergugat juga diberikan kesempatan untuk mengubah alasan yang
mendasari jawabannya, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan
penggugat (Pasal 75 ayat (2)). Duplik diserahkan oleh tergugat kepada Hakim Ketua
Sidang dan salinannya oleh Hakim Ketua Sidang diserahkan kepada penggugat

4. Tahapan pengajuan Alat Bukti Pada tahap pengajuan alat-alat bukti, baik penggugat
maupun tergugat sama-sama mengajukan alat-alat bukti yang terbatas berupa: a. Surat atau
tulisan (Pasal 100 ayat (1) huruf a); b. Keterangan ahli (Pasal 100 ayat (1) huruf b); dan c.
Keterangan saksi (Pasal 100 ayat (1) huruf c)

5. Tahapan Kesimpulan Pada tahap pengajuan kesimpulan ini, pemeriksaan terhadap


sengketa Tata Usaha Negara sudah selesai. Masing-masing pihak mengemukakan pendapat

12
yang terakhir berupa kesimpulan dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan mengenai
sengketa Tata Usaha Negara antara penggugat dengan tergugat, yang intinya adalah
sebagai berikut: Penggugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang dikeluarkan oleh
tergugat agar dinyatakan batal atau tidak sah dan Tergugat mengajukan kesimpulan bahwa
KTUN yang telah dikeluarkan adalah sah.

6. Tahap Penjatuhan Putusan Setelah penggugat dan tergugat mengemukakan kesimpulan,


maka Hakim Ketua Sidang menyatakan sidang ditunda, karena Majelis Hakim akan
mengadakan musyawarah untuk mengambil putusan (Pasal 97 ayat (2)). Putusan harus
diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum (Pasal 108 ayat (1)), artinya siapapun
dapat hadir untuk mendengarkan putusan yang diucapkan. Sebagai akibat dari putusan
yang diucapkan tidak dalam sidang yang terbuka untuk umum, putusan tersebut tidak sah
dan tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasai 108 ayat (3)). Disamping itu putusan harus
dituangkan dalam bentuk tertulis. Secara garis besar dalam Hukum Acara Tata Usaha
Negara dikenal dua Jenis putusan, yaitu: a. Putusan yang bukan putusan akhir Putusan yang
bukan putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim sebelum pemeriksaan
sengketa TUN dinyatakan selesai, yang ditujukan untuk memungkinkan atau
mempermudah pelanjutan pemeriksaan sengketa TUN di sidang pengadilan. Mengenai
putusan yang bukan putusan akhir ini dapat dilihat dari beberapa ketentuan pasal.7

7 Bandung Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Buku II), hal 126.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Peradilan Tata Usaha Negara adalah Peradilan yang menyelenggarakan dan menyelesaikan
sengketa administrasi negara yang menyangkut fungsi dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Dimana Sengketa Tata Usaha Negara adalah
sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata
dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Subyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara sering
disebut dengan para pihak.

Obyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara Yang menjadi obyek dalam Peradilan Tata
Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN. Kekuasaan kehakiman dilingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara dalam UU PTUN dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara
dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang berpuncak pada Mahkamah Agung. Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara pada dasamya merupakan pengadilan tingkat banding terhadap
sengketa yang telah diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, kecuali dalam sengketa
kewenangan mengadili antar Pengadilan Tata Usaha Negara di daerah hukumnya serta sengketa
yang terhadapnya telah digunakan upaya administratif. Adapun hukum acara yang digunakan pada
Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan dengan hukum acara yang digunakan pada
Peradilan Umum untuk perkara Perdata, dengan perbedaan dimana Peradilan Tata Usaha Negara
Hakim berperan lebih aktif dalam proses persidangan guna memperoleh kebenaran materiil dan
tidak seperti dalam kasus gugatan perdata, gugatan TUN bukan berarti menunda dilaksanakannya
suatu KTUN yang disengketakan.

14
B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami senantiasa
menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun. Dan Semoga
makalah Hukum Pajak yang berisi tentang “Penggolongan Jenis Pajak” ini dapat bermanfaat bagi
kita. Khususnya bagi mahasisa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, pembaca dan pendengar.

15
DAFTAR PUSTAKA

Amrah Muslimin, 1985, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum
Administrasi, Alumni,

Bandung Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha
Negara (Buku II),

Sinar Harapan, Jakarta., 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta.

Siti Soetami, A, 2005, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara,

PT Refika Aditama, Jakarta., UU No. 05 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

UU No. 09 tahun 2004 Tetang Perubahan atas UU No. 05 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara,

UU No. 03 Tahun 2009 Tetang Perubahan Kedua atas UU No. 09 tahun 2004 Tetang Peradilan
Tata Usaha Negara,

https://docplayer.info/69902577-Makalah-peradilan-tata-usaha-negara-bab-i-pendahuluan.html

16

Anda mungkin juga menyukai