GUGATAN KE-PTUN
Oleh :
Lu’luatul Hasanah (2022506501003P)
Ulum Mutoharoh (2021506501003)
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah tentang
"Eksistensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Di Indonesia".
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak
akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu,
dengan rendah hati penulis menerima saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat
memperbaiki makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah yang penulis susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi untuk pembaca.
Pemakalah
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 9
B. Saran ........................................................................................................................ 9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia
yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah oleh UU No.
9/2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN), Peradilan Tata Usaha
Negara diadakan untuk menghadapi kemungkinan timbulnya perbenturan kepentingan,
perselisihan, atau sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan
warga masyarakat. UU PTUN memberikan 2 macam cara penyelesaian sengketa TUN
yakni upaya administrasi yang penyelesaiannya masih dalam lingkungan administrasi
pemerintahan sendiri serta melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Dalam PTUN, seseorang dapat mengajukan gugatan terhadap kebijakan pemerintah
yang dipercaya telah merugikan individu dan atau masyarakat. Subjek atau pihak-
pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada 2 yakni, Pihak
penggugat, yaitu seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya
dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara, serta Pihak Tergugat, yaitu Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan berdasarkan wewenang yang ada
padanya atau yang dilimpahkan kepadanya. Dalam Undang Undang Nomor 9 Tahun
2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara (Perubahan UU PTUN), pihak ketiga tidak dapat lagi melakukan
intervensi dan masuk ke dalam suatu sengketa TUN. Kekuasaan kehakiman
dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dalam UU PTUN dilaksanakan oleh
Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang
berpuncak pada Mahkamah Agung. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara pada
dasarnya merupakan pengadilan tingkat banding terhadap sengketa yang telah diputus
oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, kecuali dalam sengketa kewenangan mengadili
antar Pengadilan Tata Usaha Negara di daerah hukumnya serta sengketa yang
terhadapnya telah digunakan upaya administratif. Adapun hukum acara yang
digunakan pada Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan dengan hukum
acara yang digunakan pada Peradilan Umum untuk perkara Perdata, dengan
perbedaan dimana Peradilan Tata Usaha Negara. Hakim berperan lebih aktif dalam
1
proses persidangan guna memperoleh kebenaran materiil dan tidak seperti dalam
kasus gugatan perdata, gugatan TUN bukan berarti menunda dilaksanakannya suatu
KTUN yang disengketakan.
Namun belakanagan ini banyak khalayak umum ketika menghadapi masalah
mengenai pelanggaran yang berkaitan dengan tata usaha Negara masih banyakn yang
belum mengetahui bagaimana proses dan prosedur pengajuan gugatan ke pengadilan
tata usaha Negara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja syarat gugatan PTUN?
2. Apa saja yang harus ada dalam isi gugatan PTUN?
3. Kapan waktu pengajuan gugatan PTUN?
4. Bagaimana proses gugatan di PTUN?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui secara jelas apa saja yang menjadi syarat gugatan PTUN.
2. Untuk mengetahui secara jelas apa saja yang harus ada dalam isi gugatan
PTUN.
3. Untuk mengetahui kapan waktu pengajuan gugatan PTUN.
4. Untuk mengetahui secara detail bagaimana proses gugatan di PTUN.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Praktek yang biasanya terjadi, tidak semua yang mau mengajukan gugatan ke
PTUN dilakukan sendiri. Hal ini disebabkan dengan berbagai alasan atau
pertimbangan, misalnya yang mengajukan gugatan merasa tidak mampu mengajukan
sendiri gugatan tersebut. Alasan lain, yang mau mengajukan gugatan tidak memiliki
waktu yang cukup untuk bertindak sendiri dalam mengajukan gugatan itu.
Kebanyakan yang mengajukan gugatan ke PTUN menggunakan jasa advokat.
Pemakian jasa advokat sebagaimana diatur dalam perundangperundangan harus
dilengkapi dengan surat kuasa khusus atau subtitusi. Tanpa adanya surat kuasa
tersebut, maka advokat yang bertindak mewakili penggugat dianggap tidak sah87.
Menyangkut ketentuan advokat yang mewakili pihak klien tersebut, dalam
Pasal 57 UU PTUN baik UU No 5 tahun 1986 maupun UU No 9 tahun 2004, serta
UU No 51 tahun 2009, ditentukan syarat-syarat advokat tersebut yakni sebagai berikut:
a. Mempunyai surat kuasa khusus;
b. Ditunjuk secara lisan di persidangan oleh para pihak;
3
c. Surat kuasa yang dibuat di luar negeri bentuknya harus memenuhi persyaratan di
negara yang bersangkutan dan diketahui oleh Perwakilan RI di negara tersebut,
serta kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi.
4
D. Proses Gugatan di-PTUN
Di Pengadilan Tata Usaha Negara suatu gugatan yang masuk terlebih dahulu
harus melalui beberapa tahap pemeriksaan sebelum dilaksanakan Pemeriksaan
didalam Persidangan yang terbuka untuk umum. Apabila dilihat dari Pejabat yang
melaksanakan pemeriksaan, ada 3 (tiga) Pejabat yaitu Panitera, Ketua dan
Hakim/Majelis Hakim, akan tetapi apabila dilihat dari tahap-tahap materi gugatan
yang diperiksa, ada 4 tahap pemeriksaan yang harus dilalui:
Tahap I: Adalah Tahap penelitian administrasi dilaksanakan oleh Panitera atau
Staf panitera yang ditugaskan oleh Panitera untuk melaksanakan Penilaian
administrasi tersebut
Tahap II: Dilaksanakan oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, dan pada
tahap ke-2 tersebut Ketua memeriksa gugatan tersebut antara lain:
Proses Dismissal: yaitu memeriksa gugatan tersebut apakah gugatannya
terkena dismissal. Apabila terkena maka berdasar pasal 62 UU PTUN,
artinya gugatan tidak diterima dan Ketua dapat mengeluarkan Penetapan
Dismissal. Sedangkan apabila ternyata gugatan tersebut tidak dismissal,
Ketua dapat juga memeriksa apakah didalam gugatan tersebut ada
Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang
digugat atau tidak dan sekaligus dapat mengeluarkan penetapan.
Ketua dapat juga memeriksa apakah ada permohonan Pemeriksaan dengan
Cuma-Cuma dan mengeluarkan Penetapan.
Ketua dapat juga memeriksa apakah dalam gugatan tersebut ada permohonan
untuk diperiksa dengan acara cepat ataukah tidak.
Ketua dapat pula menetapkan bahwa gugatan tersebut diperiksa dengan acara
biasa dan sekaligus menunjuk Majelis Hakim yang memeriksanya.
Tahap III: Setelah Majelis Hakim menerima berkas perkara sesuai dengan
Penetapan Penunjukan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut yang
dikeluarkan oleh Ketua PTUN.
Tahap IV: Setelah dilaksanakan Pemeriksaan Penetapan terhadap gugatan,
kemudian Majelis menetapkan untuk Pemeriksaan gugatan tersebut didalam
persidangan yang terbuka untuk umum. Proses pemeriksaan di muka Pengadilan
Tata Usaha Negara dimaksudkan untuk menguji apakah dugaan bahwa KTUN
yang digugat itu melawan hukum beralasan atau tidak. Gugatan sifatnya tidak
menunda atau menghalangi dilaksanakannya KTUN yang digugat tersebut,
5
selama hal itu belum diputuskan oleh pengadilan maka KTUN itu harus dianggap
menurut hukum. Saat berkas gugatan masuk dalam meja persidangan, maka
sengketa tersebut akan melalui beberapa tahapan-tahapan pokok, yaitu:
1) Tahap pembacaan isi gugatan dari penggugat dan pembacaan jawaban dari
tergugat. Pasal 74 ayat (1) menyatakan bahwa Pemeriksaan sengketa dimulai
dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat jawabannya oleh
Hakim Ketua Sidang dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat diberi
kesempatan untuk mengajukan jawabannya. Dalam prakteknya bisa saja
hakim tidak membacakan gugatan atas persetujuan tergugat, mengingat
tergugat sudah mendapatkan salinan gugatan. Begitu juga terhadap jawaban
gugatan dari tergugat bisa saja tidak dibacakan oleh hakim tetapi hanya
diserahkan salinannya kepada penggugat.
2) Tahapan Pangajuan Reflik Replik, diartikan penggugat mengajukan atau
memberikan tanggapan terhadap jawaban yang telah diajukan oleh tergugat.
Sebelum penggugat mengajukan replik, atas dasar ketentuan yang terdapat
dalam Pasal 75 ayat (1), penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari
gugatannya, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan
kepentingan tergugat. Replik diserahkan oleh penggugat kepada Hakim
Ketua Sidang dan salinannya oleh Hakim Ketua Sidang diserahkan kepada
tergugat.
3) Tahapan Pengajuan Duplik. Duplik diartikan tergugat mengajukan atau
memberikan tanggapan terhadap replik yang telah diajukan oleh penggugat.
Dalam hal ini, sebelum mengajukan duplik tergugat juga diberikan
kesempatan untuk mengubah alasan yang mendasari jawabannya, asal
disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat
(Pasal 75 ayat (2)). Duplik diserahkan oleh tergugat kepada Hakim Ketua
Sidang dan salinannya oleh Hakim Ketua Sidang diserahkan kepada
penggugat.
4) Tahapan pengajuan Alat Bukti. Pada tahap pengajuan alat-alat bukti, baik
penggugat maupun tergugat sama-sama mengajukan alat-alat bukti yang
terbatas berupa:
Surat atau tulisan (Pasal 100 ayat (1) huruf a);
Keterangan ahli (Pasal 100 ayat (1) huruf b);
6
Keterangan saksi (Pasal 100 ayat (1) huruf c)
5) Tahapan Kesimpulan. Pada tahap pengajuan kesimpulan ini, pemeriksaan
terhadap sengketa Tata Usaha Negara sudah selesai. Masing-masing pihak
mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan dari hasil
pemeriksaan di sidang pengadilan mengenai sengketa Tata Usaha Negara
antara penggugat dengan tergugat, yang intinya adalah sebagai berikut:
Penggugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang dikeluarkan oleh
tergugat agar dinyatakan batal atau tidak sah.
Tergugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang telah dikeluarkan
adalah sah.
7
b) Putusan akhir, adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim setelah
pemeriksaan sengketa TUN selesai yang mengakhiri sengketa
tersebut pada tingkat pengadilan tertentu. Sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 97 ayat (7), diketahui bahwa putusan akhir dapat berupa:
Gugatan ditolak, Putusan yang berupa gugatan ditolak adalah
putusan yang menyatakan bahwa KTUN yang menimbulkan
sengketa TUN adalah KTUN yang tidak dinyatakan batal atau
dinyatakan sah.
Gugatan dikabulkan, Putusan yang berupa gugatan dikabulkan
adalah putusan yang menyatakan bahwa KTUN yang
menimbulkan sengketa TUN adalah KTUN yang dinyatakan
batal atau tidak sah.
Gugatan tidak dapat diterima. Putusan yang berupa gugatan
tidak diterima adalah putusan yang menyatakan bahwa
syaratsyarat yang telah ditentukan tidak dipenuhi oleh gugatan
yang diajukan oleh penggugat.
Gugatan gugur. Putusan yang berupa gugatan gugur adalah
putusan yang dijatuhkan hakim karena penggugat tidak hadir
dalam beberapa kali sidang, meskipun telah dipanggil dengan
patut atau penggugat telah meninggal dunia. Terhadap putusan
pengadilan tersebut, penggugat dan/atau tergugat dapat
menentukan sikap sebagai berikut:
- Menerima putusan pengadilan;
- Menolak Putusan
8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil Pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya,
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut;
1. Proses Penyelesaian di Pengadilan Pengadilan Tata Usaha Negara adalah untuk
memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pencari keadilan.
Tidak hanya bagi penggugat namun juga bagi tergugat.
2. Isi dari Gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara di atur dalam 56 Undang-Undang
PTUN.
3. Ketentuan Pasal 55 UU No 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
berbunyi bahwa gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90
(sembilan puluh hari) terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya
Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
B. SARAN
1. Seharusnya Pemerintah dalam mengeluarkan suatu Keputusan Tata Usaha Negara,
harus didasari dengan Undang-undang yang berlaku, dan dalam proses
mengeluarkan suatu keputusan tersebut hendaknya mempertimbangkan apakah
sesuai dengan lingkup kewenangannya dan dilakukan melalui prosedur yang baik
dan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta dengan
memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik sehingga tidak
menyebabkan kerugian bagi Pemerintah Daerah itu sendiri maupun Individu/
badan hukum Perdata.
2. Diharapkan Para hakim dalam memberikan dasar pertimbangan terhadap
sengketa tata usaha negara tidak tebang pilih sehingga memenuhi keadilan
khususnya bagi para pihak maupun masyarakat.
3. Diperlukan pemahaman terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik bagi
para hakim di pengadilan tata usaha negara.
9
DAFTAR PUSTAKA
Amrah Muslimin, 1985, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi
dan Hukum Administrasi, Alumni,
Sinar Harapan, Jakarta., 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta.
PT Refika Aditama, Jakarta., UU No. 05 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara,
UU No. 09 tahun 2004 Tetang Perubahan atas UU No. 05 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara,
UU No. 03 Tahun 2009 Tetang Perubahan Kedua atas UU No. 09 tahun 2004 Tetang
Peradilan Tata Usaha Negara,
http://www.edipranoto.com/2013/04/sengketa-tata-usaha-pemilihan-umum.html.
diakses pada hari rabu 6 november 2019.
https://docplayer.info/69902577-Makalah-peradilan-tata-usaha-negara-bab-i-
pendahuluan.html.
10