Anda di halaman 1dari 27

SUSUNAN BADAN PERADILAN

TATA USAHA NEGARA

KELOMPOK 9

Ahmad Zakiy Dzulfiqar 2021.03.1782

Muhammad Galeh Satrianto 2021.03.1662

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TINGGI DIRASAT ISLAMIYAH

IMAM SYAFI’I JEMBER

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah
Subhanallahu wa Ta’ala, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya
berupa Iman, Islam dan Ilmu serta bimbingan-Nya sehingga Alhamdulillah
penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah “SUMBER HUKUM DAN
SUSUNAN PENGADILAN TUN“
Penyusunan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
HU KU M A CARA P E RA D I L AN T UN . Penyusun berharap, makalah
ini dapat bermanfaat lebih memperluas pengetahuan mengenai tentang Pendidikan
Hukum yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak dosen Khoirul
Ahsan, BA. yang telah memberikan ilmunya, bimbingan dan kesabarannya
hingga akhirnya tugas ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Tentunya makalah ini masih jauh dari sempurna. Sesuai dengan pepatah
tak ada gading yang tak retak maka kami sadar akan kekurangan pada makalah ini
baik dalam segi penulisan dan masalah penyusunan kata. Maka saran, kritik dan
masukan yang membangun sangat kami harapkan dari seluruh pihak dalam proses
membangun mutu dalam karya selanjutnya. Mohon maaf bila ada kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan makalah ini, harap memakluminya karena penyusun
dalam proses pembelajaran.
Penyusun berharap, makalah ini dapat bermanfaat untuk ke depan dan
rekan-rekan mahasiswa lainnya. Aamiin.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jember, Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I - PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................3

BAB II - PEMBAHASAN.......................................................................................5
A. Negara Hukum dan Peradilan Tata Usaha Negara........................................5
B. Sumber Hukum dalam Hukum TUN dan Hukum Acara Peradilan TUN...10
C. Eksistensi Pengadilan TUN dalam Sistem Negara Hukum Indonesia........12
D. Kedudukan dan Susunan pengadilan TUN.................................................15

BAB III – KESIMPULAN dan SARAN...............................................................19


A. Kesimpulan.................................................................................................19
B. Saran............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii

ii
i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dasar peradilan dalam UUD 1945 dapat ditemukan dalam pasal 24 yang
menyebutkan:
1. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-
lain badan kehakiman menurut undang-undang.
2. Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan
undang-undang.
Sebagai pelaksanaan Pasal 24 UUD 1945, dikeluarkanlah Undang-undang
Nomor 14 Tahun Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
pengadilan dalam lingkungan:
1. Peradilan Umum;
2. Peradilan Agama;
3. Peradilan Militer;
4. Peradilan Tata Usaha Negara.
Dengan demikian penyelenggaraan peradilan tata usaha negara di Indonesia
merupakan suatu kehendak konstitusi dalam rangka memberikan perlindungan
hukum terhadap rakyat secara maksimal.
Indonesia sebagai negara hukum tengah berusaha meningkatkan
kesejahteraan bagi seluruh warganya dalam segala bidang. Kesejahteraan itu
hanya dapat dicapai dengan melakukan aktivitas-aktivitas pembangunan di segala
bidang. Dalam melaksanakan pembangunan yang multi kompleks sifatnya tidak
dapat dipungkiri bahwa aparatur pemerintah memainkan peranan yang sangat
besar. Konsekuensi negatif atas peran pemerintah tersebut adalah munculnya
sejumlah penyimpangan-penyimpangan seperti korupsi, penyalahgunaan
kewenangan, pelampauan batas kekuasaan, sewenang-wenang, pemborosan dan
sebagainya. Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh aparat
pemerintahan itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja. Disamping itu, juga
diperlukan sarana hukum untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat.

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 1


Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU No. 9
Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berdasarkan Pasal 144
dapat disebut Undang-undang Peradilan Administrasi Negara, maka dewasa ini
perlindungan hukum terhadap warga masyarakat atas perbuatan yang dilakukan
oleh penguasa dapat dilakukan melalui 3 badan, yakni sebagai berikut:
1. Badan Tata Usaha Negara, dengan melalui upaya administratif.
2. Peradilan Tata Usaha Negara, berdasarkan Undang-undang Nomor 5
Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tara Usaha
Negara (PTUN).
3. Peradilan Umum, melalui Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUHPerdata).
Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia
yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah oleh UU No.
9/2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN)1, Peradilan Tata Usaha
Negara diadakan untuk menghadapi kemungkinan timbulnya perbenturan
kepentingan, perselisihan, atau sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara dengan warga masyarakat. UU PTUN memberikan 2 macam cara
penyelesaian sengketa TUN yakni upaya administrasi yang penyelesaiannya
masih dalam lingkungan administrasi pemerintahan sendiri serta melalui gugatan
ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam PTUN, seseorang dapat
mengajukan gugatan terhadap kebijakan pemerintah yang dipercaya telah
merugikan individu dan atau masyarakat. Subjek atau pihak-pihak yang
berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada 2 yakni, Pihak Penggugat, yaitu
seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan
dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara, serta Pihak Tergugat, yaitu Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan berdasarkan wewenang yang ada
padanya atau yang dilimpahkan kepadanya. Dalam Undang Undang Nomor 9
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

1
Pasal 7 ayat (1) UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 2


tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Perubahan UU PTUN), pihak ketiga tidak
dapat lagi melakukan intervensi dan masuk ke dalam suatu sengketa TUN.
Kekuasaan kehakiman dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dalam UU
PTUN dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara yang berpuncak pada Mahkamah Agung. Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara pada dasarnya merupakan pengadilan tingkat banding
terhadap sengketa yang telah diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, kecuali
dalam sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Tata Usaha Negara di
daerah hukumnya serta sengketa yang terhadapnya telah digunakan upaya
administratif. Adapun hukum acara yang digunakan pada Peradilan Tata Usaha
Negara mempunyai persamaan dengan hukum acara yang digunakan pada
Peradilan Umum untuk perkara Perdata, dengan perbedaan dimana Peradilan Tata
Usaha Negara Hakim berperan lebih aktif dalam proses persidangan guna
memperoleh kebenaran materiil dan tidak seperti dalam kasus gugatan perdata,
gugatan TUN bukan berarti menunda dilaksanakannya suatu KTUN yang
disengketakan.

B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan tugas Mata Kuliah HUKUM ACARA PERADILAN TUN
ini diarahkan untuk mendapatkan pemahaman mengenai beberapa hal yang
menjadi fokus penulisan makalah, yaitu:
1. Apa itu Negara hukum serta apa kaitannya dengan sistem Peradilan
TUN?
2. Apa saja sumber hukum dalam Hukum TUN dan Hukum Acara Peradilan
TUN?
3. Bagaimana eksistensi Pengadilan TUN?
4. Bagaimana kedudukan dan susunan pengadilan TUN?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan bagi
penyusun dan berbagi pengetahuan lebih dalam dengan pembaca mengenai
SUMBER HUKUM DAN SUSUNAN PENGADILAN TUN, diharapkan dapat
menjadi tambahan referensi yang berguna dalam memperluas ilmu pengetahuan

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 3


dan menjadi sumber informasi bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Pamulang. serta bertujuan sebagai berikut:
1. Menjelaskan mengenai Negara hukum serta apa kaitannya dengan sistem
Peradilan TUN.
2. Menjelaskan mengenai sumber hukum dalam Hukum TUN dan Hukum
Acara Peradilan TUN.
3. Mempelajari lebih lanjut perihal eksistensi Pengadilan TUN
4. Memahami kedudukan dan susunan pengadilan TUN.
5. Untuk dapat belajar membuat makalah yang benar dan memperluas
wawasan.
6. Untuk memenuhi tugas mata kuliah “HUKUM ACARA PERADILAN
TUN”

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 4


BAB II
PEMBAHASAN

A. Negara Hukum dan Peradilan Tata Usaha Negara


Sejarah terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara (Peradilan TUN)
merupakan rangkaian peristiwa yang telah berjalan dalam waktu yang panjang.
Sejarah terbentuknya Peradilan TUN dapat dilihat mulai dari adanya ide negara
hukum. Ide negara hukum ini berkaitan dengan konsep nomocracy. Nomos berarti
norma, dan cratos berarti kekuasaan. Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa
di dalam nomokrasi, maka yang berperan sebagai faktor penentu dalam
penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itulah, istilah
nomokrasi erat hubungannya dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum
sebagai kekuasaan yang tertinggi.2
Dalam ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan yang
tertinggi, yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu
sendiri, bukannya orang. Dari bukunya Plato yang berjudul Nomoi, yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan The Laws, dapat diperoleh
gambaran dengan jelas bahwa ide nomokrasi itu sesungguhnya telah sejak lama
dikembangkan, yaitu sejak zaman Yunani kuno.3
Kemudian pada zaman modern, konsep negara hukum di negara-negara
Eropa Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Julius Stahl
dan Fichte, dengan menggunakan istilah rechtsstaat. Dalam sistem Anglo Saxon,
konsep negara hukum dikembangkan antara lain oleh AV.Dicey, dengan sebutan
the rule of law.
Menurut Stahl, konsep negara hukum atau rechtsstaat itu mencangkup 4
(empat) unsur penting, yaitu:4
1. Perlindungan hak asasi manusia;
2. Pembagian kekuasaan;

2
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta: Konstitusi Press, 2005),
hlm. 151.
33
Ibid.
4
Ibid., hlm. 152.

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 5


3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang, dan;
4. Peradilan TUN.
Peradilan TUN, seperti halnya peradilan yang lain, tentu juga menjalankan
prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak. Dari sudut ini, jelas Peradilan
TUN tidaklah berbeda dengan badan-badan peradilan yang lainnya. Tetapi
penyebutannya yang secara khusus sebagai salah satu pilar dari konsep
rechtsstaat, sebagaimana yang ditegaskan oleh Stahl, menunjukkan bahwa
Peradilan TUN adalah sesuatu yang penting keberadaannya dalam sebuah negara
hukum.
Dalam negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi setiap warga negara
untuk dapat menggugat keputusan pejabat administrasi negara melalui Peradilan
TUN. Keberadaan Peradilan TUN tersebut dengan demikian dapat menjamin agar
warga negara tidak dilanggar hak-haknya oleh keputusan-keputusan para pejabat
administrasi negara sebagai pihak yang berkuasa. Atas dasar itulah, maka
keberadaan dari Peradilan TUN dapat dikatakan penting.5 Oleh karenanya,
dapatlah dipahami kemudian mengapa Stahl menyebutkan keberadaan Peradilan
TUN secara tegas dan tersendiri.
Sejalan dengan pendapat Stahl, Sjachran Basah, seorang ahli hukum dari
Indonesia, juga berpendapat bahwa Peradilan Administrasi Negara atau Peradilan
TUN mempunyai peran yang penting. Basah menjelaskan bahwa "... hakikat
hukum administrasi negara bersifat ganda, yaitu: pertama, memungkinkan
administrasi negara untuk menjalankan fungsinya; ke dua, melindungi warga
negara terhadap sikap-tindak administrasi itu sendiri. Dalam suatu negara hukum
harus ada lembaga yang diberi tugas dan kewenangan untuk menyatakan dengan
suatu putusan, apakah tindakan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah itu
berdasarkan hukum atau tidak. Di sinilah Peradilan Administrasi Negara (TUN)
berfungsi untuk mengisi apa sesungguhnya makna negara hukum itu" 6 (huruf
miring dari penulis).
Secara garis besar, tujuan pembentukan Peradilan TUN ialah untuk:
1. Mengawasi pelaksanaan wewenang pejabat TUN (pemerintah sebagai

5
Asshiddiqie, ibid., hlm. 158.
6
Wicipto Setiadi, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara: Suatu Perbandingan (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 16-17.

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 6


pemegang dan pelaksana kekuasaan eksekutif), agar ia tidak melakukan
perbuatan yang dapat merugikan warga negara. Ini artinya bahwa
Peradilan TUN itu merupakan suatu bentuk sarana kontrol yuridis
(kontrol dari sudut hukum) bagi pelaksanaan wewenang pemerintah.7
2. Menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan warga negaranya, yaitu
sengketa yang timbul akibat dari adanya tindakan-tindakan pemerintah
yang dianggap melanggar hak-hak warga negaranya.
3. Menjadi salah satu sarana guna mewujudkan pemerintahan yang efisien,
efektif, bersih, berwibawa serta selalu melaksanakan tugasnya dengan
berdasarkan kepada hukum.8 Atau dalam kalimat lain, dapat dikatakan
juga bahwa Peradilan TUN itu sebenarnya dapat menjadi salah satu
sarana untuk mewujudkan good governance di Indonesia.9
Di Indonesia, telah terbentuk Peradilan TUN yang berdiri sendiri yang
berpuncak di Mahkamah Agung, dan usaha pembentukan Peradilan TUN ini
dapat dikatakan telah melalui perjalanan yang cukup panjang. Dasar hukum
dibentuknya Peradilan TUN di Indonesia ialah:
1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)10 dan;
2. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman (yang telah mencabut undang-undang
sebelumnya, yaitu UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman).
Kemudian, secara lebih rinci pengaturan mengenai Peradilan TUN di
Indonesia dituangkan lagi dalam bentuk UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara yang kemudian diubah melalui:
1. UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
7
Paulus Effendie Lotulung, Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi Hukum terhadap Pemerintah
(Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 1986), hlm.xvii. Lihat juga Lintong O. Siahaan, Prospek PTUN
sebagai Pranata Penyelesaian Sengketa Administrasi di Indonesia: Studi tentang Keberadaan
PTUN Selama Satu Dasawarsa 1991-2001 (Jakarta: Perum Percetakan Negara RI, 2005), hlm. 149.
8
Indonesia, Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, UU No. 5 Tahun 1986,
bagian Menimbang.
9
Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah
(Bandung: PT. Alumni, 2004), hlm. 220.
10
Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa “Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 7


Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan;
2. UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan ke Dua atas Undang-

NEGARA HUKUM
INDONESIA
MAHKAMAH MAHKAMAH
AGUNG KONSTITUSI

Peradila Peradila Peradila Peradilan


n n n Tata
Umum Agama Militer Usaha
Negara

Pengadil Pengadilan Pengadilan Pengadilan


an Tinggi Tinggi Tinggi
Tinggi Agama Militer TUN

Pengadil Pengadil Pengadil Pengadil


an an an an
Negeri Agama Militer TUN
Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.11

STRUKTUR KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA


Dari sudut sejarah ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah
untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan warga negaranya dan
pembentukan lembaga tersebut bertujuan mengontrol secara yuridis (judicial
control) tindakan pemerintahan yang dinilai melanggar ketentuan administrasi
(mal administrasi) ataupun perbuatan yang bertentangan dengan hukum (abuse of
power). Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam peraturan
peraundang-undangan yang khusus yakni, Undang-Undang No.5 Tahun 1986
Tentang PTUN yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang No.9 Tahun
2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara dirasa sudah memenuhi syarat untuk menjadikan
lembaga PTUN yang professional guna menjalankan fungsinya melalui kontrol

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 8


11
Untuk selanjutnya ketiga undang-undang mengenai Peradilan Tata Usaha Negara tersebut
hanya disebutkan nomor dan tahunnya saja, tanpa disebutkan perihalnya.

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 9


yudisialnya. Namun, perlu disadari bahwa das sollen seringkali bertentangan
dengan das sein, salah satu contohnya terkait dengan eksekusi putusan,
Pengadilan Tata Usaha Negara bisa dikatakan belum profesional dan belum
berhasil menjalankan fungsinya. Sebelum diundangkannya UU No.9 Tahun 2004
putusan PTUN sering tidak dipatuhi pejabat karena tidak adanya lembaga
eksekutornya dan juga tidak ada sanksi hukumnya serta dukungan yang lemah
dari prinsip-prinsip hukum administrasi negara yang menyebabkan inkonsistensi
sistem PTUN dengan sistem peradilan lainnya, terutama dengan peradilan umum
karena terbentur dengan asas dat de rechter niet op de stoel van het bastuur mag
gaan zitten (hakim tidak boleh duduk dikursi pemerintah atau mencampuri urusan
pemerintah) dan asas rechtmatigheid van bastuur yakni atasan tidak berhak
membuat keputusan yang menjadi kewenangan bawahannya atau asas kebebasan
pejabat tak bisa dirampas. Setelah diundangkannya UU No.9 Tahun 2004 tersebut
diharapkan dapat memperkuat eksistensi PTUN. Namun, dalam UU No.9 Tahun
2004 itupun ternyata masih saja memunculkan pesimisme dan apatisme publik
karena tidak mengatur secara rinci tahapan upaya eksekusi secara paksa yang bisa
dilakukan atas keputusan PTUN serta tidak adanya kejelasan prosedur dalam UU
No.9 Tahun 2004 Pasal 116 ayat (4) yakni jika pejabat tidak bersedia
melaksanakan putusan maka dapat dikenakan sanksi. Upaya paksa membayar
sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif. Eksekusi putusan PTUN juga
seringkali tertunda karena adanya upaya banding, kasasi, atau peninjauan kembali
(PK) sehingga mamaksa majelis hakim menunda eksekusi, kalu eksekusi tidak
dapat dilaksanakan, maka PTUN berwenang untuk melaporkan kepada atasan
yang bersangkutan yang puncaknya dilaporkan kepada Presiden.
Mengenai nama yang digunakan di Indonesia, terdapat 2 (dua) macam nama
(ada citeertitel-nya) yang dianggap bermakna sama yang mengacu kepada
pengertian Peradilan TUN. Berdasarkan Pasal 144 UU Nomor 5 Tahun 1986,
maka selain dapat disebut dengan “Peradilan Tata Usaha Negara”, dapat pula
digunakan sebutan “Peradilan Administrasi Negara”.
Penggunaan 2 (dua) nama tersebut timbul karena adanya perbedaan pendapat
pada saat pembahasan pembentukan UU Nomor 5 Tahun 1986. Usulan pihak
pemerintah ialah menggunakan nama “Peradilan Tata Usaha Negara”. Sedangkan

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 10


usulan dari Fraksi Karya Pembangunan (FKP) di Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan para akademisi seperti dari Universitas Andalas, Universitas Sumatera
Utara, Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah Mada, Universitas
Hasanuddin, menggunakan nama “Peradilan Administrasi Negara”.12

B. Sumber Hukum dalam Hukum TUN dan Hukum Acara Peradilan TUN
Sumber-sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-
aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan
yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Sumber-sumber
hukum dapat ditinjau dari berbagai sudut, misalnya dari sudut sejarah, sosiologi,
filsafat dan ekonomi. Seperti badan hukum lainnya, tata usaha negara juga
mempunyai beberapa sumber hukum, dalam TUN dapat dibagi menjadi dua (2),
yaitu :
1. Hukum tertulis
Berupa tiap peraturan perundang-undangan dalam arti material yang
berisi peraturan tentang wewenang badan atau jabatan TUN untuk
melakukan tindakan - tindakan hukum TUN dan yang mengatur tentang
kemungkinan untuk mengganggu gugat tindakan hukum TUN yang
bersangkutan.13
Hukum tertulis dapat dibedakan lagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Peraturan perundang-undangan yang bersifat umum yang berisi
ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang bentuk dan isi tindakan -
tindakan hukum TUN serta hubungan-hubungan hukum yang
dilahirkan pada umumnya; dan
b. Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus yang
memberikan wewenang-wewenang kepada para badan atau pewjabat
TUN untuk melakukan tindakan hukum TUN dalam mengurus atau
mengatur suatu bidang kehidupan dalam masyarakat.
12
Menurut Kamus Bahasa Indonesia yang disusun oleh WJS.Poerwadarminta, yang kembali
diolah oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa administrasi adalah tata usaha. Tata
usaha adalah administrasi. Selanjutnya, tata usaha adalah penyelenggaraan urusan tulis menulis,
surat-menyurat dalam perusahaan (termasuk negara), juga administrasi.
13
Indoharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan tata Usaha Negara buku
satu tentang Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 2000, hlm. 35-36.

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 11


2. Hukum tidak tertulis
Sumber hukum ini berkembang dalam teori hukum dan jurisprudensi
pemerintahan maupun peradilan. Sebelum dibentuknya peradilan tata
usaha negara di Indonesia, perkembangan dan penerapan asa-asas tersebut
sudah terjadi dalam yurisprudensi hukum perdata, hal itu dikenal dengan
adanya perbuatan-perbuatan penguasa yang dinyatakan sebagai upaya
bersifat sewenang-wenang, penyalahgunaan wewenang, dilakukan dengan
itikad buruk, melanggar norma kepatutan, yang sekarang berkembang
sebagai asas umum pemerintahan yang baik.
Sesungguhnya keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara telah
dikehendaki sejak jaman Hindia Belanda yang dituangkan dalam
ketentuan Pasal 134 Pasal (1) IS (ternyata konkordan dengan Grondwet di
Nederland yaitu pasal 160 dan 161) dan Pasal 20 R.O. (Reglemen op de
rechtelijke het beleid der justitie) atau Peraturan Susunan Pengadilan dan
Kebijaksanaan Kehakiman (LNHB 1847 No 57), RO ini merupakan
peraturan jaman Hindia Belanda yang tidak dicabut dan tetap berlaku
berdasarkan Peraturan Peralihan Pasal II Undang-Undang Dasar 1945
(berdasar UUD 1945 setelah amandemen adalah Pasal I)
Sedangkan untuk sumber Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara antara
lain :
1. Undang-Undang Dasar Negara R.I. Tahun 1945;
2. Undang-Undang No. 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
(perubahan dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 9
Tahun 2004);
3. Undang- Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
(perubahan dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman, dan Undang-Undang No 35 Tahun 1999, serta Undang-
Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman.);
4. Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung
(perubahan dari Undang-Undang No 14 Tahun 1985, dan Undang-
Undang No. 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung);

5. Yurisprudensi;
6. Praktek Administrasi Negara sebagai hukum kebiasaan;
SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 12
7. Doktrin atau pendapat para ahli hukum.

C. Eksistensi Pengadilan TUN dalam Sistem Negara Hukum Indonesia


Karakteristik negara hukum rechtsstaat adanya peradilan Tata Usaha Negara
untuk menyelesaikan perselisihan sebagaimana yang dikemukakan pertama kali
oleh Friedrich Julius Stahl pada abad ke-19. Adanya suatu peradilan Tata Usaha
Negara untuk mengontrol perilaku sewenang-wenang yang dilakukan oleh
negara.14 Konsep Nomokrasi Islam bahwa salah satu prinsipnya adalah adanya
]mengakui adanya lembaga peradilan khusus, yaitu peradilan Tata Usaha Negara
dalam rangka mengadili, memeriksa, dan memutus suatu perkara. Sebagaimana
disebutkan dalam Al Qur'an yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat” (QS. An-Nisaa
– surah 4 ayat 58). Kemudian Rasulullah SAW bersabda “Bila seorang hakim
mengupayakan hukum (dengan jujur) dan keputusannya benar, maka dia akan
memperoleh dua pahala. Tetapi bila keputusannya salah maka dia akan
memperoleh satu pahala” (HR.Al- Bukhari).

Peradilan Tata Usaha Negara dipandang sebagai peradilan khusus, dalam arti
peradilan yang hanya diberi kewenangan menyelesaikan sengketa yang muncul di
bidang administrasi dan kepegawaian atau sengketa yang terjadi antara pejabat

14
Hasan Zaini.Z, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung, Alumni, 1974, hlm.9.

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 13


administrasi dengan seseorang atau badan hukum perdata sebagai akibat
dikeluarkannya atau tidak dikeluarkannya keputusan.15
Menurut S. F. Marbun, bahwa tujuan pembentukan PTUN adalah untuk
memberikan perlindungan terhadap semua warga negara yang merasa haknya
dirugikan, sekalipun hal itu dilakukan oleh alat negara sendiri. Di samping itu,
untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan umum dengan kepentingan
perseorangan agar berjalan selaras dan rasa keadilan dalam masyarakat terpelihara
serta dapat ditingkatkan yang sekaligus merupakan public service negara terhadap
warganya.16
Menurut Prajudi Atmosudirdjo tujuan dibentuknya peradilan administrasi
negara (PTUN) adalah untuk melindungi warga masyarakat yang kepentingan
hukumnya seringkali tertindih atau terjepit dengan semakin luasnya campur
tangan penguasa ke dalam kehidupan masyarakat. Melalui PTUN masyarakat
dapat menggugat penguasa dan mendapatkan tindakan korektif dari PTUN.17
Sedangkan menurut Sjachran Basah, mengemukakan bahwa tujuan peradilan
administrasi negara (PTUN) ialah memberikan jaminan pengayoman hukum,
tidak hanya untuk rakyat semata-mata melainkan juga bagi administrasi negara
dalam arti menjaga dan memelihara keseimbangan kepentingan masyarakat
dengan kepentingan individu. Untuk administasi negara akan terjaga ketertiban,
ketentraman dan keamanan dalam melaksanakan tugas-tugasnya demi
terwujudnya pemerintahan yang kuat, bersih, dan berwibawa dalam negara hukum
berdasarkan Pancasila.18
Negara Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945 yang berbunyi bahwa Negara Indonesia adalah
negara hukum. Sebagai negara hukum, maka perwujudannya adalah adanya
kekuasaan kehakiman yang dijalankan oleh setiap lembaga peradilan.
Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 UUD Tahun 1945 yang berbunyi sebagai
berikut:
15
Ridwan HR, 2009, Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi, Yogyakarta,
FH UII Press, hlm.146.
16
SF Marbun, 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta, Liberty, hlm.17.
17
Prajudi Atmosudirjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm.144-
145.
18
Sjachran Basah, 1989, Eksistensi dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia,
Bandung, Alumni, hlm.3-4.

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 14


(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam undang-undang.
Eksistensi keberadaan PTUN di Negara Indonesia sebagai bentuk peradilan
administrasi yang secara khusus bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan atau
sengketa dibidang Tata Usaha Negara (TUN) antara warga negara dengan pejabat
TUN. Dalam Pasal 1 Angka (8) UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
Atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara berbunyi bahwa
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang
melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pada angka (9) berbunyi bahwa Keputusan Tata Usaha Negara
adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata
usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual,
dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata. Kemudian angka (10) yang berbunyi bahwa Sengketa Tata Usaha Negara
adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau
badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara,
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Oleh karena itu, obyek sengketa yang diperkarakan dalam PTUN adalah
Keputusan Tata Usaha (KTUN) yang dikeluarkan oleh pejabat TUN yang pada
dasarnya dianggap merugikan atau menimbulkan ketidakadilan kepada
masyarakat, baik secara individual maupun badan hukum perdata.

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 15


D. Kedudukan dan Susunan pengadilan TUN
Pada umumnya kedudukan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) suatu
negara selaras dengan sistem hukum apa yang dianutnya. Sistem hukum dapat
dikelompokkan ke dalam kategori sistem hukum induk (parent legal system) atau
sistem hukum utama (major legal system) seperti sistem Civil Law disebut juga
sistem hukum kontinental, sistem hukum kodifikasi atau dengan istilah negara
hukum rechtstaat dan Common Law disebut juga dengan sistem hukum Anglo-
Saxon, sistem hukum preseden atau dengan istilah negara hukum rule of law. Di
negara-negara sistem hukum Common Law menganut sistem unity of jurisdiction
sehingga tidak mengenal eksistensi PTUN yang secara struktural dan
organisatoris terpisah dari peradilan umum. Sedangkan dalam sistem hukum Civil
Law justru dikenal adanya pemisahan antara peradilan umum dan PTUN (sistem
duality of jurisdiction) misalnya, di Prancis, Belanda, Jerman, Italia dan negara-
negara bekas jajahannya di Benua Afrika, Amerika Latin, dan Asia, termasuk
Indonesia. Namun meski sama-sama menerapkan sistem Civil Law, masih juga
terdapat perbedaan diantara negara-negara tersebut perihal variasi dalam struktur
organisasinya dan prosedur hukumnya19.
Di Indonesia PTUN merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman yang
secara struktur organisasi berada di bawah Mahkamah Agung dan tidak berdiri
sendiri seperti pada negara-negara sistem Civil Law pada umumnya. Karena
berada di bawah Mahkamah Agung maka pembinaan teknis peradilan, organisasi,
administrasi, dan finansial Pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung20. Secara
normatif PTUN bukan pengadilan yang mandiri di luar kekuasaan kehakiman
(yudisial), sehingga sistem penyelesaian sengketa tata usaha negara mengikuti
pola penyelesaian sengketa perdata yang mengenal istilah pengadilan tingkat
pertama, tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali.
Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan dibawah
Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari

19
Paulus Effendi Lotulung, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan, (Penerbit Salemba
Humanika, Jakarta, 2013), hlm. 2
20
Pasal 7 ayat (1) UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 16


keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara21, yang timbul dalam bidang Tata
Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan tata usaha negara menurut
pasal 5 UU no. 5 tahun 1986 jo UU No. 9 tahun 2004 jo UU No. 51 Tahun 2009
dilaksanakan oleh :
1. Pengadilan tata usaha negara untuk tingkat pertama;
2. Pengadilan tinggi tata usaha negara untuk tingkat banding;
3. Mahkamah Agung RI sebagia puncak pengadilan negara tertinggi untuk
tingkat kasasi dan PK;
Menurut pasal 6, Pengadilan Tata Usaha Negara meliputi:
1. Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan pengadilan tingkat pertama
yang berkedudukan di kotamadya atau ibukota kabupaten dengan daerah
hukumnya meliputi kotamadya atau kabupaten tersebut.
2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota propinsi
dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi, Pengadilan ini
merupakan pengadilan tingkat banding terhadap sengketa tata usaha
negara.
3. Pengadilan Khusus22
- Pengadilan Pajak23, berkedudukan di ibu kota Negara
Pembinaan teknis pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sedangkan
pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan pengadilan dilakukan oleh
Departemen Kehakiman dan HAM. Pembinaan tersebut tidak mengurangi
kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara.
Susunan pengadilan terdiri dari Pengadilan Tata Usaha Negara dan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang menurut pasal 9 dan 10 dibentuk
dengan undang-undang.

21
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
22
Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009, pasal 9A ayat(2)
23
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 17


Susunan pengadilan terdiri dari :
1. PIMPINAN PENGADILAN : KETUA DAN WAKIL KETUA
Untuk diangkat menjadi ketua dan wakil ketua pengadilan Tata Usaha
Negara diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10 tahun sebagai
hakim pada pengadilan Tata Usaha Negara.
Sedangkan untuk diangkat menjadi ketua pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10 tahun sebagai
hakim pada pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau sekurang-
kurangnya 5 tahun bagi hakim pada pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara yang pernah menjabat ketua pengadilan Tata Usaha Negara.
Untuk diangkat menjadi wakil ketua pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 8 tahun sebagai
hakim pada pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau sekurang-
kurangnya 3 tahun bagi hakim pada pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara yang pernah menjabat ketua pengadilan tata usaha negara.
2. HAKIM ANGGOTA (PADA PENGADILAN TINGGI DISEBUT
HAKIM TINGGI)
Hakim adalah pejabat yang melaksanakan kekuasaan kehakiman.
Pembinaan dan pengawasan hakim sebagai pegawai negeri dilakukan
oleh Menteri Kehakiman dan HAM, kecuali ditentukan lain oleh undang-
undang.
Hakim tidak boleh merangkap menjadi :
a. pelaksana putusan pengadilan;
b. wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara
yang diperiksa olehnya; atau
c. pengusaha.
Hakim diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku kepala negara
atas usul Menteri Kehakiman dan HAM berdasarkan persetujuan Ketua
Mahkamah Agung.
Sedangkan ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan
oleh menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan ketua Mahkamah
Agung.

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 18


Ketua, wakil ketua dan hakim diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya karena :
a. permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
c. telah berumur 60 tahun bagi ketua, wakil ketua dan hakim pada
pengadilan tata usaha negara dan 63 tahun bagi ketua, wakil ketua dan
hakim pada pengadilan tinggi tata usaha negara;
d. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
Ketua, wakil ketua dan hakim diberhentikan dengan tidak hormat dari
jabatannya karena :
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
pekerjaannya;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan;
e. melanggar larangan merangkap jabatan.
3. PANITERA
Disetiap pengadilan ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh
seorang panitera. Dalam melaksanakan tugasnya penitera pengadilan
dibantu oleh seorang panitera muda dan beberapa panitera pengganti.
Panitera, wakil panitera, panitera muda dan panitera pengganti diangkat
dan diberhentikan dari jabatannya oleh Menteri Kehakiman.
4. SEKRETARIS
Pada setiap pengadilan ditetapkan adanya sekretariat yang dipimpin oleh
seorang sekretaris dan dibantu oleh seorang wakil sekretaris. Jabatan
sekretaris pengadilan dirangkap jabatannya oleh panitera. Sekretaris
pengadilan harus bertugas menyelenggarakan administrasi umum
pengadilan.

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 19


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan makalah ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Indonesia sebagai Negara Hukum, menjamin hak Asasi Manusia tiap-tiap
penduduknya. termasuk dalam hal administrasi Negara. Pemerintah
sebagai aparat yang melaksanakan kegiatan administrasi di Negara ini,
tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penyelewengan-
penyelewengan kekuasaan, sehingga merugikan masyarakat Indonsia.
Untuk itu, Pemerintah berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
jo UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang
berdasarkan Pasal 144 diberikan perlindungan hukum terhadap warga
masyarakat atas perbuatan yang dilakukan oleh penguasa.
2. Sebuah negara tidak dapat dikatakan negara hukum apabila hukum
administrasi negaranya tidak dijalankan dengan prosedurnya dan jika kita
sambungkan dengan Peradilan Tata Usaha Negara. Maka Peradilan Tata
Usaha Negara adalah pengaruh terbesar dalam menentukan mundur, maju
atau berkembang sebuah negara, bila tidak ada hukum yang secara
langsung mengaturnya serta memberikan sanksi kepada pelanggarnya,
maka negara ini akan hancur dan tidak tercapai cita-cita yang diinginkan
oleh suatu negara tersebut..

B. Saran
Untuk menciptakan Negara Indonesia yang dapat menjamin kemakmuran dan
kesejahteraan rakyatnya, hendaknya kinerja dari Pengadilan Tata Usaha Negara
ini lebih ditingkatkan. Mengingat saat ini, keberadaan Pengadilan Tata Usaha
Negara kurang begitu menjadi sorotan masyarakat, padahal penyelewengan-
penyelewengan yang dilakukan oleh aparat pemerintahan sering terjadi, yang
tentunya penyelewengan-penyelewengan itu merugikan masyarakat luas.
Dan diharapkan pula pada pemerintah, agar dalam melaksanakan

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 20


kewajibannya dalam hal administrasi Negara agar lebih jujur dan bersih, sehingga
Negara Indonesia ini menjadi Negara yang mendapat ancungan jempol dari
Negara-negara berkembang lainnya.
Salah satu kelemahan undang-undang sebagai hukum tertulis adalah tidak
dapat menampung semua persoalan dan tidak dinamis dalam mengikuti
perkembangan masyarakat, undang-undang hanya sekadar merekam faktor-faktor
yang paling berpengaruh pada saat pembentukannya, demikian pula halnya
dengafi UU PTUN. Oleh karena itu, pembaharuan undang-undang senantiasa
diperlukan, sebagai upaya untuk meminimalisir kekurangan tersebut dan yang
ieblh penting lagi sebagai langkah penyempurnaan menuju proses peradilan yang
lebih menjamin kebenaran dan keadilan.
Pembaharuan yang diperlukan di antaranya mengenai pengertian tergugat,
tidak hanya badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, tetapi juga badan hukum lain
yang diberi wewenang untuk menjalankan fungsi pemerintahan, pencantuman
secara tegas asas-asas umum pemerintahan yang layak sebagai dasar pengujian
KTUN, dan pemuatan ketentuan sanksi bagi pihak yang tidak mematuhi putusan
pengadilan. Dari kesimpulan yang didapat serta hasil makalah, tim penulis ingin
menyampaikan beberapa saran kepada beberapa pihak terkait dengan makalah ini,
yaitu :
1. Sebagai seorang warga Negara yang baik haruslah menjadi seseorang
yang menjunjung tinggi hukum serta kaidah-kadiah agar tercipta
keamanan, ketentraman, dan kenyamanan.
2. Mempelajari Undang-Undang berserta butir-butir nilainya dan
menjalankan apa yang menjadi tuntutannya agar terjadi kehidupan yang
stabil.
3. Dalam suatu penegakkan hukum di suatu Negara seperti Indonesia, maka
seluruh aspek kehidupan harus dapat merasakan dan diharapkan aspek-
aspek tersebut dapat mentaati hukum, maka akan terciptalah
pemerintahan dan kehidupan Negara yang taat hukum.
Serta mengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
oleh penyusun, maka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendasar dan
luas lagi disarankan kepada pembaca untuk membaca referensi-referensi lain yang

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 21


lebih baik. Dalam makalah ini penyusun berkeinginan memberikan masukan
kepada pembaca agar terus mempelajari dan mengkaji ilmu berkaitan dengan
hukum, terutama hukum Tata Usaha Negara yang berlaku di Indonesia khususnya.

SUSUNAN BADAN PENGADILAN TUN – Peradilan di Indonesia Halaman 22


DAFTAR PUSTAKA

Buku
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta:
Konstitusi Press, 2005)
Wicipto Setiadi, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara: Suatu
Perbandingan (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2001)
Paulus Effendie Lotulung, Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi Hukum
terhadap Pemerintah (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 1986)
Lintong O. Siahaan, Prospek PTUN sebagai Pranata Penyelesaian Sengketa
Administrasi di Indonesia: Studi tentang Keberadaan PTUN Selama Satu
Dasawarsa 1991-2001 (Jakarta: Perum Percetakan Negara RI, 2005)
Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan
Pemerintah (Bandung: PT. Alumni, 2004)
Indoharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan tata Usaha
Negara buku satu tentang Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha
Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000
Hasan Zaini.Z, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung, Alumni,
1974
Ridwan HR, 2009, Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan
Administrasi, Yogyakarta, FH UII Press
SF Marbun, 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta, Liberty,
Prajudi Atmosudirjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Ghalia
Indonesia
Sjachran Basah, 1989, Eksistensi dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi
di Indonesia, Bandung, Alumni
Paulus Effendi Lotulung, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan, (Penerbit
Salemba Humanika, Jakarta, 2013)
WJS.Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia yang kembali diolah oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

iii
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang‐Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang‐Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
Undang‐undang Nomor 51 Tahun 2009
Undang‐undang Nomor 14 Tahun 2002

Internet
https://srikandidewi.blogspot.com/2019/03/hukumacaraptunkeempatsusunandan.h
tml
https://docplayer.info/69902577Makalahperadilantatausahanegarababipendahulua
n.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Peradilan_Tata_Usaha_Negara
https://masalahukum.wordpress.com/2013/08/29/peradilan-tata-usaha-negara/

Search Engine
www.google.com

iv

Anda mungkin juga menyukai