Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Disusun Oleh :

IBNU WIDAD ABDURRAFI


KELAS : X GEOTA 2

SMK ADI SANGGORO

Kampus Dalam IPB, Jln Sengked No.1, Babakan, Kec. Dramaga,


Bogor, Jawa Barat 16680
Kata Pengantar

Assalamua’alaikum warrahmatuallahhi wabarokatuh,

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dalam
bentuk maupu isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi penulis maupun pembacanya.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi saya atau pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
            Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk  kesempurnaan makalah ini.

Wa’alaikum sallam warallahmatuallahhi wabarokatuh.

Bogor, Maret 2021

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................................... i


Daftar Isi ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 2
A. Sejarah Kekuasaan Kehakiman ..................................................................... 2
B. Penjelasan BAB IX tentang Kekuasaan Kehakiman pada UUD 1945 ......... 3
C. Kedudukan Kekuasaan Kehakiman .............................................................. 5
D. Pelaku Kekuasaan Kehakiman ...................................................................... 6
E. Struktur Organisasi Kehakiman .................................................................... 7
F. Tugas dan Wewenang Pelaku Kekuasaan Kehakiman .................................. 8
G. Prinsip Pokok Kehakiman ............................................................................. 8
H. Jaminan Keamanan & Kesejahteraan Hakim ................................................ 10
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 11
A. Kesimpulan ................................................................................................... 11
B. Daftar Pustaka ............................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum merupakan sarana untuk mengatur kepentingan masyarakat dengan


segala tegas dan fungsinya untuk menciptakan ketertiban dan perdamaian, oleh karena
itu maka diperlukan aparat/lembaga yang harus mengawasi pelaksanaan/penegakan
hukum tersebut. Dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3, Negara Indonesia adalah negara
hukum[1]. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka negara hukum itu di artikan sebagai,
Negara dimana tindakan pemerintah maupun rakyatnya di dasarkan atas hukum untuk
mencegah adanya tidakan sewenang-wenang dari pihak penguasa dan tindakan rakyat
menurut kehendaknya sendiri.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaiman sejarah Kekuasaan Kehakiman & apa pengertiannya?


2. Bagaimana penjelasan UUD 1945 pada BAB IX?
3. Apa saja Tugas dan Wewenang Pelaku Kekuasaan Kehakim?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengertian Kekuasaan Kehakiman.


2. Mengetahui penjelasan BAB IX pada UUD 1945.
3. Mengetahui Tugas dan Kewajiban Pelaku Kekuasaan Kehakiman.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Kekuasaan Kehakiman

            Di Indonesia, kekuasaan kehakiman, sejak awal kemerdekaan juga diniatkan sebagai
cabang kekuasaan yang terpisah dari lembaga-lembaga politik seperti MPR/DPR dan
Presiden. Namun demikian, sejarah juga mencatat terjadinya berbagai penyimpangan dan
pasang surut perjalanan kekuasaan kehakiman di Indonesia dari waktu ke waktu, baik yang
bersifat administratif maupun yang bersifat teknis yustisi.
            Sejarah lahirnya kekuasaan kehakiman yang merdeka pernah dikesampingkan dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
Kehakiman, di mana dalam Pasal 19 UU tersebut ditentukan bahwa”demi kepentingan
revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang sangat mendesak,
Presiden dapat turut campur dalam soal-soal pengadilan. Adanya penyelewengan dan
intervensi kekuasaan lain pada institusi kekuasaan kehakiman yang telah terjadi tersebut baik
disadari maupun tidak telah mengakibatkan pelumpuhan secara sistemik atas kekuasaan
kehakiman di Indonesia.
Hal ini pada akhirnya akan sangat berpengaruh pada terganggunya sistem peradilan
secara keseluruhan dan semuanya itu merupakan penyebab kerusakan terhadap kekuasaan
kehakiman yang merdeka dan bertanggung jawab.
Pada perkembangan berikutnya, muncul usaha untuk memperkuat prinsip kekuasaan
kehakiman yang merdeka dengan dimulai dari terbitnya UU No. 14 Tahun 1970 tentang
Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Namun, sebenarnya dapat dikatakan pada masa
berlakunya UU No. 14 Tahun 1970 ini lembaga peradilan masih belum independen
sepenuhnya, karena menurut Pasal 11 UU tersebut, 4 (empat) lingkungan peradilan yang
terdiri dari peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha
negara, secara organisatoris administratif dan finansial berada di bawah kekuasaan masing-
masing departemen yang bersangkutan.
Hal ini menunjukkan masih ada campur tangan dari pihak eksekutif. Namun
demikian, perihal independensi, melalui perubahan UU No. 14 Tahun 1970 tersebut telah
ditetapkan bahwa segala urusan mengenai peradilan baik yang menyangkut teknis yudisial
maupun urusan organisasi, administrasi dan finansial berada satu atap di bawah kekuasaan
Mahkamah Agung. Kebijakan ini dengan istilah populer biasa disebut “kebijakan satu atap”.
Kemudian terbit lagi UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
mencabut kedua UU Kekuasaan Kehakiman sebelumnya. Dalam UU No. 4 Tahun 2004 ini,
proses peralihan (kebijakan satu atap) itu dipertegas lagi dalam Ketentuan Peralihan Pasal 42
UU tersebut bahwa pengalihan organisasi, administrasi dan finansial dalam lingkungan
peradilan umum dan peradilan tata usaha negara dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Maret
2004. Untuk peradilan agama dan peradilan militer selesai dilaksanakan paling lambat
tanggal 30 Juni 2004. Saat ini, UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sudah
mengalami pergantian lagi melalui UU No. 48 Tahun 2009 dengan judul sama.

2
B. Penjelasan BAB IX tentang Kekuasaan Kehakiman pada UUD 1945
Pasal 24

1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka  untuk menyelenggarakan


peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. ***).
Penjelasannya : Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya
terlepas dari pengaruh  kekuasaan pemerintah[3].
2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi. ***)
Penjelasannya : Maksud dari peradilan yang di bawahnya yaitu seperti :
1. Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) dalam lingkungan peradilan
umum.
2. Pengadilan Agama (PA) dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) dalam lingkungan
peradilan agama.
3. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
dalam lingkungan peradilan tata usaha negara.
4. Pengadilan Militer (PM) dan Pengadilan Tinggi Militer dalam lingkungan
peradilan militer

3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur


dalam undang-undang. ****)
Penjelasannya : Yang di maksud dengan badan-badan lain tersebut misalnya (a)
Kepolisian yang memegang kewenangan melakukan peneyelidikan dan penyidikan
kasus pidana, (b) Kejaksaan yang memiliki kewenangan penyidikan dan penuntutan,
(c) Komnas HAM untuk kasus pelanggaran, (d) Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) untuk kasus korupsi, serta beberapa profesi hukum, seperti (e) Advokat dan
Notaris yang bertugas menegakkan hukum dan keadilan.
Kekuasaan negara untuk melakukan penuntutan suatu tindak pidana setelah dilakukan
penyelidikan oleh Polri, dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung dan organ di bawahnya
yang meliputi kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri

Pasal 24A

1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan


perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. ***)
Penjelasannya : Hakim Agung adalah pimpinan dan hakim anggota pada Mahkamah
Agung Republik Indonesia. Hakim agung ditetapkan oleh Presiden Republik
Indonesia dari nama calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat atas

3
usulan Komisi Yudisial. Usia pensiun hakim agung adalah 70 tahun. Jumlah hakim
agung menurut undang-undang maksimal 60 orang. Hakim agung dapat berasal dari
sistem karir atau sistem nonkarir[6].
3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat
untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh
Presiden. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan
peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.

Pasal 24B

1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim


agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang
hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.***)
Penjelasannya : Telah jelas.
3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-
undang.***)
Penjelasannya : Telah jelas.

Pasal 24C

1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut
Undang-Undang Dasar. ***)
Penjelasannya : Dalam pasal 7B ayat 1 UUD 1945, pelanggaran yan di lakukan oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden yaitu Penghiatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat, perbuatan tercela, presiden dan/ wakil   presiden tidak
memenuhi syarat sebagai presiden dan/wakil presiden[7].

4
3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang
ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah
Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.
***)
Penjelasannya : Telah jelas.
5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap
sebagai pejabat negara. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.                                     
6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan
lainnya
tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.

Pasal 25

Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan


undang-undang.
Penjelasannya : Telah jelas.

C. Kedudukan Kekuasaan Kehakiman


Kekuasaan kehakiman merupakan pilar ketiga dalam sistem kekuasaan negara
modern. Dalam bahasa Indonesia fungsi kekuasaan yang ketiga ini sering kali disebut
cabang kekuasaan “yudikatif”, dari istilah Belanda judicatie.
Dalam sistem negara modern, cabang kekuasaan kehakiman
atau judiciary  merupakan cabang yang di organisasikan secara tersendiri. Baik di negara-
negara yang menganut tradisi civil law maupun common law, baik yang menganut sistem
pemerintahan parlementer maupun presidentil, lembaga kekuasaan kehakiman selalu
bersifat tersendiri.
            Dalam kegiatan bernegara, kedudukan hakim pada pokoknya bersifat sangat
khusus. Dalam hubungan kepentingan yang bersifat triadik  (triadic relation) antara
negara, pasar, dan masyarakat madani, kedudukan hakim haruslah berada di tengah.
Demikian pula dalam hubungan antara negara dan warga negara, hakim juga harus
berada di antara keduanya secara seimbang.
            Oleh sebab itu, salah satu ciri yang di anggap penting dalam setiap negara hukum
yang demokratis ataupun negara demokrasi yang  berdasar atas hukum adalah adanya
kekuasaan kehakiman yang independen dan tidak berpihak (independent and impartial).
            Pengadilan adalah lembaga kehakiman yang menjamin tegaknya keadilan melalui
penerapan undang-undang dan kitab undang-undang (wet en wetboeken) dimaksud.
Strukturnya dapat bertingkat-tingkat sesuai dengan sifat perkara dang bidang hukum
yang terkait.

5
            Dalam sistem peradilan di Indonesia, terdapat empat lingkungan peradilan, yang
masing-masing mempunyai lembaga-lembaga pengadilan tingkat pertama dan
pengadilan tingkat banding.
            Pada tingkat kasasi, semuanya berpuncak pada Mahkamah Agung (MA) sesuai
pasal 24A ayat 1. Pengadilan tingkat pertama dan kedua dalam ke-empat lingkungan
peradilan trersebut adalah:
1. Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) dalam lingkungan peradilan
umum.
2. Pengadilan Agama (PA) dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) dalam lingkungan
peradilan agama
3. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dalam lingkungan peradilan tata usaha negara.
4. Pengadilan Militer (PM) dan Pengadilan Tinggi Militer dalam lingkungan
peradilan militer.
Di samping itu, dikenal pula beberapa pengadilan khusus, baik yang bersifat tetap
maupun Ad Hoc, di antaranya yaitu :
a. Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) 
b. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
c. Pengadilan Niaga  
d.  Pengadilan Perikanan
e. Pengadilan Anak 
f. Pengadilan Hubungan Kerja Industrial
g. Pengadilan Pajak
h. Mahkamah Syar’iyah Provinsi Nanggroe
i. Pengadilan Adat di Papua.

Pada Pengadilan HAM, TiPiKor, Niaga,  Perikanan, Anak, Hubungan, Industrial


serta Pengadilan Adat termasuk kedalam lingkungan peradilan umum. Sedangkan
Pengadilan Pajak dapat di golongkan termasuk lingkungan peradilan tata usaha negara.
Untuk Mahkamah Syar’iyah di golongkan pada Peradilan Agama. Disamping itu, ada
pula badan-badan quasi pengadilan yang berbentuk komisi-komisi yang bersifat Ad Hoc.
Misalnya, KPPU, KPI, Komisi Banding Merek, dan sebagainya.

D. Pelaku Kekuasaan Kehakiman


1. Mahkamah Agung (MA)
MA adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan pemegang Kekuasaan Kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah
Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. MA
membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara
2. Komisi Yudisial (KY)
KY merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan
wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.Komisi

6
Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara menerbitkan
laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat
3. Mahkamah Konstitusi (MK)
MK adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah
Agung
.
E. Tugas & Wewenang Pelaku Kekuasaan Kehakiman
1. Mahkamah Agung (MA)
Tugas :
 Mengawasi kegiatan-kegiatan peradilan yang dilakukan oleh lembaga peradilan
lain yang ada di bawahnya
  Wewenang :
 MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi.
 Menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap
undang-undang.
 Mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
2. Komisi Yudisial
Tugas :
 Melakukan pendaftaran calon hakim agung;
 Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
 Menetapkan calon hakim agung;
 Mengajukan calon hakim agung ke DPR.
Wewenang :
Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial
mempunyai wewenang :
 Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung
kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;
 Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
 Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-
sama dengan Mahkamah Agung;
 Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku
Hakim (KEPPH)
3. Mahkamah Konstitusi (MK)
Tugas :
Mengadili sistem dan institusi negara
Wewenang :
 Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang terhadap UUD.
 Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya di berikan
oleh UUD.
 Memutus pembubaran parpol, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu

7
 Memberikan putusan atas pendapat DPR mrengenai pelanggaran oleh Presiden
dan/atau Wakil Presiden menurut UUD

F. Struktur Organisasi Kehakiman


            Dalam strukutur organisasi kekuasaan kehakiman, terdapat beberapa fungsi yang
dilembagakan secara internal dan eksternal. Terkait dengan jabatan-jabatan kehakiman
itu, terdapat pula pejabat-pejabat hukum yaitu :
            (a) pejabat penyidik; (b) pejabat penuntum umum; dan (c) advokat yang juga
diakui sebagai penegak hukum.
            Di lingkungan pejabat penyidik, terdapat (i)polisi; (ii)jaksa); (iii)penyidik KPK;
dan (iv)penyidik,pegawai negeri sispil, yang berjumlah kurang lebih 52 macam. Mereka
yang menjalankan fungsi penuntutan adalah : (i) jaksa penuntut umum; (ii) Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam lingkungan organisasi pengadilan, dibedakan dengan tegas adanya tiga
jabatan yang bersifat fungsional yaitu : (i) hakim; (ii) panitera; (iii) pegawai administrasi
lainnya. Hakim adalah pejabat negara yang menjalankan kekuasaan negara di bidang
yudisial atau kehakiman. Panitera adalah pegawai negeri sipil yang menyandang jabatan
fungsional sebagai administratur perkara yang berdasarkan sumpah jabatan untuk
menjaga kerahasian setiap perkara. Pegawai administrasi biasa adalah pegawai negri sipil
yang tunduk pada ketentuan kepegawainegerian pada umunya.
            Hakim tidak bertanggung jawab kepada Ketua Majelis Hakim, kepada Ketua
Mahkamah Agung, ataupun kepada Ketua Mahkamah Konstitusi. Hakim memutus
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan karena itu bertanggung jawab langsung
kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib diyakini dan di imani oleh setiap Hakim
Indonesia. Panitera sebagai pejababat fungsional di bidang administrasi tunduk dan
bertanggung jawab kepada Ketua MK, Ketua Pengadilan, atau Kepada Ketua Majelis
Hakim dalam bidang administrasi perkara. Dari segi Administrasi kepegawaian tunduk
kepada Sekretaris MA atau Sekretaris Jendral MK.

G. Prinsip Pokok Kehakiman


Secara umum dapat dikemukakan ada dua prinsip yang di pandang sangat pokok
dalam sistem peradilan, yaitu (a) the principle of judicial independence (Prinsip
independesi peradilan) dan (b) the principle of judicial impartiality (Prinsip imparsialitas
peradilan). Kedua prinsip ini di akui sebagai prasyarat pokok sistem di semua negara 
yang di sebut hukum modern atau modern constitutional state.
Prinsip indepensi itu sendiri  antara lain  harus diwujudkan dalam sikap para
hakim dalam memeriksa dan memutus perkara yang di hadapinya. Disamping itu
independensi juga tercermin dalam berbagai pengaturan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan pengangkatan, masa kerja, pengenmbangan karir, sistem pengajian, dan
pemberhentian para hakim.
Sementara itu, prinsip kedua yang sangat penting adalah prinsip
ketidakberpihakkan (principle of judicial impartiality). Dalam praktik,
ketidakberpihakkan itu sendiri mengandung makna dibutuhkannya hakim yang tidak saja

8
bekerja secara imparsial (to be impartial), tetapi juga terlihat bekerja secara imparsial (to
appear to be impartial).
Namun di samping prinsip kedua tersebut  dari perspektif hakim sendiri
berkembang pula pemikirian mengenai prinsip-prinsip lain yang juga di anggap penting.
Dalam The Banglore Principles of Judicial conduct , tercantum adanya enam prinsip
penting yang harus dijadikan pegangan bagi para hakim di dunia, diantaranya yaitu :
1. Independensi (Independency Principle)
Independensi hakim merupakan jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan, dan
prasyarat bagi terwujudnya cita-cita negara hukum. Independensi melekat sangat
dalam dan harus tercermin dalam proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan
atas setiap perkara, dan terkait erat dengan independensi pengadilan sebagai institusi
yang berwibawa, bermartabat, dan terpercaya.
2. Ketidakberpihakkan (Impartiality Principle)
Ketidakberpihakkan merupakan prinsip yang melekat dalam hakikat fungsi hakim
sebagai pihak yang di harapkan memberikan pemecahan terhadap setiap perkara yang
diajukan kepadanya. Ketidakberpihakkan mencakup sikap netral , menjaga jarak yang
sama dengan semua pihak yang terkait dengan perkara, dan tidak mengutamakan
salah satu pihak manapun, disertai pengahayatan yang mendalam mengenai
keseimbangan antar  kepentingan yang terkait dengan perkara.

3. Integritas (Integrity Principle)


Intergritas hakim merupakan sikap batin yang mencerminkan keutuhan
keseimbangan kepribadian setiap hakim sebagai pribadi dan sebagai pejabat negara
dalam menjalankan tugas jabatannya.
4. Kepantasan dan Kesopanan (Propriety Principle)
Kepantasan dan Kesopanan merupakan norma kesusilaan pribadi dan kesusilaan
antar pribadi yang tercermin dalam perilaku setiap hakim, baik sebagai pribadi
maupun sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas profesionalnya, yang
menimbulkan rasa hormat, kewibawaan dan kepercayaan.
5. Kesetaraan (Equality Principle)
Kesetaraan merupakan prinsip yang menjamin perlakuaan yang sama terhadap
semua orang berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, tanpa membeda-
bedakan satu dengan yang lain atas dasar perbedaan agama, suku, ras, warna kulit,
jenis kelamin, status perkawinan kondisi fisik,
6. Kecakapan dan Kesaksamaan
Kecakapan & Kesaksamaan hakim merupakan prasyarat penting dalam
pelaksanaan peradilan yang baik dan terpercaya. Kecakapan tercermin dlam
kemampuan profesional hakim yang diperoleh dari pendidikan, pelatihan, dan/atau
pengalaman dalam pelaksanaan tugas. Keseksamaan merupakan sikap pribadi hakim
yang menggambarkan kecermatan, kehati-hatian, ketelitian, ketekunan, dan
kesunguhan dalam pelaksanaan tugas profesional hakim.

9
H. Jaminan Keamanan & Kesejahteraan Hakim
Jaminan keamanan & kesejahteraan hakim di atur dalam UU NO.48 Tahun 2009 pada
Bab VIII dalam pasal 48 dan pasal 49, yaitu :
Pasal 48
1. Negara memberikan jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim
konstitusi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab penyelanggaran
kehakiman.
2. Jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi sebagai
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
1. Hakim ad hoc dalam menjalankan tugas dan tanggung penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman di berikan tunjangan khusus.
2. 2.Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat di tarik kesimpulan yaitu sebagai berikut :


Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh 
kekuasaan pemerintah. Kekuasaan kehakiman merupakan lembaga Yudikatif yang
kedudukannya dalam urutan ke-3 setelah Lembaga Eksekutif dan Legistatif. Pada
Kekuasaan Kehakiman juga telah di atur sendiri susunan organisasinya serta
fungsinya. Yang tugas & kewenanganya sudah di atur dalam UUD 1945 ataupun UU
NO.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Dalam melaksanakan pengadilan hakim mempunyai kode etik yang di jadikan
pedoman yaitu Prinsip, yang seperti telah di bahas di atas. Kemudian untuk menjamin
keamanan & kesejahteraan hakim telah di atur kedalam UU NO.48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman pada Bab VIII pasal 48 & 49.

11
D. Daftar Pustaka
 Pasal 1 ayat 3  UUD 1945 Amandemen ke-3
 http://islahilwathon.blogspot.co.id/2014/03/makalah-pthi-kekuasaan-
kehakiman.html
 Penjelasan Bab IX UUD 1945 Amandemen ke-4
 Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2009
 https://id.wikipedia.org/wiki/Hakim_Agung_Indonesia
 Pasal 7 B ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
 https://id.wikipedia.org/wiki/ Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia
 https://id.wikipedia.org/wiki/ Komisi_Yudisial_Republik_Indonesia
 https://id.wikipedia.org/wiki/ Mahkamah_Konstitusi_Republik_Indonesia
 http://fakta-inspiratif.blogspot.co.id/2015/10/tugas-dan-fungsi-mahkamah-
agung.html
 [1] Pasal 24 A ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
 http://www.komisiyudisial.go.id/statis-38-wewenang-dan-tugas.html
 http://www.negarahukum.com/hukum/tugas-dan-wewenang-mk.html
 Pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
 Pasal 24 C ayat 2  UUD 1945 Amandemen ke-3
 UU Kekuasaan Kehakiman No.48 Tahun 2009

[1] Pasal 1 ayat 3  UUD 1945 Amandemen ke-3


[2] http://islahilwathon.blogspot.co.id/2014/03/makalah-pthi-kekuasaan-kehakiman.html
[3]  Penjelasan Bab IX UUD 1945 Amandemen ke-4

[4] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2009
[5] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2009
[6]  https://id.wikipedia.org/wiki/Hakim_Agung_Indonesia
[7] Pasal 7 B ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
[8] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2009
[9] https://id.wikipedia.org/wiki/ Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia
[10] https://id.wikipedia.org/wiki/ Komisi_Yudisial_Republik_Indonesia
[11] https://id.wikipedia.org/wiki/ Mahkamah_Konstitusi_Republik_Indonesia
[12] http://fakta-inspiratif.blogspot.co.id/2015/10/tugas-dan-fungsi-mahkamah-agung.html
[13] Pasal 24 A ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3

[14] http://www.komisiyudisial.go.id/statis-38-wewenang-dan-tugas.html
[15] http://www.komisiyudisial.go.id/statis-38-wewenang-dan-tugas.html
[16] http://www.negarahukum.com/hukum/tugas-dan-wewenang-mk.html
[17] Pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
[18] Pasal 24 C ayat 2   UUD 1945 Amandemen ke-3
[19] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2009
[20] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2009
[21] UU Kekuasaan Kehakiman No.48 Tahun 2009

12

Anda mungkin juga menyukai