Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dalam
bentuk maupu isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi penulis maupun pembacanya.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi saya atau pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
i
Daftar Isi
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1
BAB II
PEMBAHASAN
Di Indonesia, kekuasaan kehakiman, sejak awal kemerdekaan juga diniatkan sebagai
cabang kekuasaan yang terpisah dari lembaga-lembaga politik seperti MPR/DPR dan
Presiden. Namun demikian, sejarah juga mencatat terjadinya berbagai penyimpangan dan
pasang surut perjalanan kekuasaan kehakiman di Indonesia dari waktu ke waktu, baik yang
bersifat administratif maupun yang bersifat teknis yustisi.
Sejarah lahirnya kekuasaan kehakiman yang merdeka pernah dikesampingkan dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
Kehakiman, di mana dalam Pasal 19 UU tersebut ditentukan bahwa”demi kepentingan
revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang sangat mendesak,
Presiden dapat turut campur dalam soal-soal pengadilan. Adanya penyelewengan dan
intervensi kekuasaan lain pada institusi kekuasaan kehakiman yang telah terjadi tersebut baik
disadari maupun tidak telah mengakibatkan pelumpuhan secara sistemik atas kekuasaan
kehakiman di Indonesia.
Hal ini pada akhirnya akan sangat berpengaruh pada terganggunya sistem peradilan
secara keseluruhan dan semuanya itu merupakan penyebab kerusakan terhadap kekuasaan
kehakiman yang merdeka dan bertanggung jawab.
Pada perkembangan berikutnya, muncul usaha untuk memperkuat prinsip kekuasaan
kehakiman yang merdeka dengan dimulai dari terbitnya UU No. 14 Tahun 1970 tentang
Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Namun, sebenarnya dapat dikatakan pada masa
berlakunya UU No. 14 Tahun 1970 ini lembaga peradilan masih belum independen
sepenuhnya, karena menurut Pasal 11 UU tersebut, 4 (empat) lingkungan peradilan yang
terdiri dari peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha
negara, secara organisatoris administratif dan finansial berada di bawah kekuasaan masing-
masing departemen yang bersangkutan.
Hal ini menunjukkan masih ada campur tangan dari pihak eksekutif. Namun
demikian, perihal independensi, melalui perubahan UU No. 14 Tahun 1970 tersebut telah
ditetapkan bahwa segala urusan mengenai peradilan baik yang menyangkut teknis yudisial
maupun urusan organisasi, administrasi dan finansial berada satu atap di bawah kekuasaan
Mahkamah Agung. Kebijakan ini dengan istilah populer biasa disebut “kebijakan satu atap”.
Kemudian terbit lagi UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
mencabut kedua UU Kekuasaan Kehakiman sebelumnya. Dalam UU No. 4 Tahun 2004 ini,
proses peralihan (kebijakan satu atap) itu dipertegas lagi dalam Ketentuan Peralihan Pasal 42
UU tersebut bahwa pengalihan organisasi, administrasi dan finansial dalam lingkungan
peradilan umum dan peradilan tata usaha negara dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Maret
2004. Untuk peradilan agama dan peradilan militer selesai dilaksanakan paling lambat
tanggal 30 Juni 2004. Saat ini, UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sudah
mengalami pergantian lagi melalui UU No. 48 Tahun 2009 dengan judul sama.
2
B. Penjelasan BAB IX tentang Kekuasaan Kehakiman pada UUD 1945
Pasal 24
Pasal 24A
3
usulan Komisi Yudisial. Usia pensiun hakim agung adalah 70 tahun. Jumlah hakim
agung menurut undang-undang maksimal 60 orang. Hakim agung dapat berasal dari
sistem karir atau sistem nonkarir[6].
3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat
untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh
Presiden. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan
peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
Pasal 24B
Pasal 24C
1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut
Undang-Undang Dasar. ***)
Penjelasannya : Dalam pasal 7B ayat 1 UUD 1945, pelanggaran yan di lakukan oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden yaitu Penghiatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat, perbuatan tercela, presiden dan/ wakil presiden tidak
memenuhi syarat sebagai presiden dan/wakil presiden[7].
4
3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang
ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah
Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.
***)
Penjelasannya : Telah jelas.
5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap
sebagai pejabat negara. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan
lainnya
tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
Pasal 25
5
Dalam sistem peradilan di Indonesia, terdapat empat lingkungan peradilan, yang
masing-masing mempunyai lembaga-lembaga pengadilan tingkat pertama dan
pengadilan tingkat banding.
Pada tingkat kasasi, semuanya berpuncak pada Mahkamah Agung (MA) sesuai
pasal 24A ayat 1. Pengadilan tingkat pertama dan kedua dalam ke-empat lingkungan
peradilan trersebut adalah:
1. Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) dalam lingkungan peradilan
umum.
2. Pengadilan Agama (PA) dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) dalam lingkungan
peradilan agama
3. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dalam lingkungan peradilan tata usaha negara.
4. Pengadilan Militer (PM) dan Pengadilan Tinggi Militer dalam lingkungan
peradilan militer.
Di samping itu, dikenal pula beberapa pengadilan khusus, baik yang bersifat tetap
maupun Ad Hoc, di antaranya yaitu :
a. Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM)
b. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
c. Pengadilan Niaga
d. Pengadilan Perikanan
e. Pengadilan Anak
f. Pengadilan Hubungan Kerja Industrial
g. Pengadilan Pajak
h. Mahkamah Syar’iyah Provinsi Nanggroe
i. Pengadilan Adat di Papua.
6
Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara menerbitkan
laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat
3. Mahkamah Konstitusi (MK)
MK adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah
Agung
.
E. Tugas & Wewenang Pelaku Kekuasaan Kehakiman
1. Mahkamah Agung (MA)
Tugas :
Mengawasi kegiatan-kegiatan peradilan yang dilakukan oleh lembaga peradilan
lain yang ada di bawahnya
Wewenang :
MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi.
Menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap
undang-undang.
Mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
2. Komisi Yudisial
Tugas :
Melakukan pendaftaran calon hakim agung;
Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
Menetapkan calon hakim agung;
Mengajukan calon hakim agung ke DPR.
Wewenang :
Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial
mempunyai wewenang :
Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung
kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;
Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-
sama dengan Mahkamah Agung;
Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku
Hakim (KEPPH)
3. Mahkamah Konstitusi (MK)
Tugas :
Mengadili sistem dan institusi negara
Wewenang :
Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang terhadap UUD.
Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya di berikan
oleh UUD.
Memutus pembubaran parpol, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu
7
Memberikan putusan atas pendapat DPR mrengenai pelanggaran oleh Presiden
dan/atau Wakil Presiden menurut UUD
8
bekerja secara imparsial (to be impartial), tetapi juga terlihat bekerja secara imparsial (to
appear to be impartial).
Namun di samping prinsip kedua tersebut dari perspektif hakim sendiri
berkembang pula pemikirian mengenai prinsip-prinsip lain yang juga di anggap penting.
Dalam The Banglore Principles of Judicial conduct , tercantum adanya enam prinsip
penting yang harus dijadikan pegangan bagi para hakim di dunia, diantaranya yaitu :
1. Independensi (Independency Principle)
Independensi hakim merupakan jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan, dan
prasyarat bagi terwujudnya cita-cita negara hukum. Independensi melekat sangat
dalam dan harus tercermin dalam proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan
atas setiap perkara, dan terkait erat dengan independensi pengadilan sebagai institusi
yang berwibawa, bermartabat, dan terpercaya.
2. Ketidakberpihakkan (Impartiality Principle)
Ketidakberpihakkan merupakan prinsip yang melekat dalam hakikat fungsi hakim
sebagai pihak yang di harapkan memberikan pemecahan terhadap setiap perkara yang
diajukan kepadanya. Ketidakberpihakkan mencakup sikap netral , menjaga jarak yang
sama dengan semua pihak yang terkait dengan perkara, dan tidak mengutamakan
salah satu pihak manapun, disertai pengahayatan yang mendalam mengenai
keseimbangan antar kepentingan yang terkait dengan perkara.
9
H. Jaminan Keamanan & Kesejahteraan Hakim
Jaminan keamanan & kesejahteraan hakim di atur dalam UU NO.48 Tahun 2009 pada
Bab VIII dalam pasal 48 dan pasal 49, yaitu :
Pasal 48
1. Negara memberikan jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim
konstitusi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab penyelanggaran
kehakiman.
2. Jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi sebagai
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
1. Hakim ad hoc dalam menjalankan tugas dan tanggung penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman di berikan tunjangan khusus.
2. 2.Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
11
D. Daftar Pustaka
Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 Amandemen ke-3
http://islahilwathon.blogspot.co.id/2014/03/makalah-pthi-kekuasaan-
kehakiman.html
Penjelasan Bab IX UUD 1945 Amandemen ke-4
Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2009
https://id.wikipedia.org/wiki/Hakim_Agung_Indonesia
Pasal 7 B ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
https://id.wikipedia.org/wiki/ Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/ Komisi_Yudisial_Republik_Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/ Mahkamah_Konstitusi_Republik_Indonesia
http://fakta-inspiratif.blogspot.co.id/2015/10/tugas-dan-fungsi-mahkamah-
agung.html
[1] Pasal 24 A ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
http://www.komisiyudisial.go.id/statis-38-wewenang-dan-tugas.html
http://www.negarahukum.com/hukum/tugas-dan-wewenang-mk.html
Pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
Pasal 24 C ayat 2 UUD 1945 Amandemen ke-3
UU Kekuasaan Kehakiman No.48 Tahun 2009
[4] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2009
[5] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2009
[6] https://id.wikipedia.org/wiki/Hakim_Agung_Indonesia
[7] Pasal 7 B ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
[8] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2009
[9] https://id.wikipedia.org/wiki/ Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia
[10] https://id.wikipedia.org/wiki/ Komisi_Yudisial_Republik_Indonesia
[11] https://id.wikipedia.org/wiki/ Mahkamah_Konstitusi_Republik_Indonesia
[12] http://fakta-inspiratif.blogspot.co.id/2015/10/tugas-dan-fungsi-mahkamah-agung.html
[13] Pasal 24 A ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
[14] http://www.komisiyudisial.go.id/statis-38-wewenang-dan-tugas.html
[15] http://www.komisiyudisial.go.id/statis-38-wewenang-dan-tugas.html
[16] http://www.negarahukum.com/hukum/tugas-dan-wewenang-mk.html
[17] Pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
[18] Pasal 24 C ayat 2 UUD 1945 Amandemen ke-3
[19] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2009
[20] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2009
[21] UU Kekuasaan Kehakiman No.48 Tahun 2009
12