OLEH KELOMPOK 11
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2021
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan puji dan syukur yang kita panjatkan atas kehadirat
ALLAH SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga
kami dari kelompok 11 dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum Acara
Perdata” tepat pada waktunya.
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai tugas pada mata kuliah
Pengantar Hukum Indonesia. Tugas ini juga bertujuan sebagai bahan pembelajaran,
pengenalan materi serta guna menambah wawasan mengenai Hukum Acara Perdata
bagi para pembaca dan penulis sendiri.
Dalam makalah ini tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Ibu Misnar Syam, S.H., M.H. selaku dosen mata kuliah Pengantar
Hukum Indonesia yang telah memberikan arahan, pemahaman, pengetahuan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga berterima kasih kepada pihak-
pihak terkait yang telah memberikan referensi dalam penyusunan materi pada
makalah ini.
Penulis
Daftar Isi
BAB I.......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................................4
A. Latar Belakang.............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................................6
A. Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Hukum Acara Perdata................................................6
B. Asas Hukum Acara Perdata..........................................................................................7
C. Sumber Hukum Acara Perdata.....................................................................................9
D. Sifat Hukum Acara Perdata........................................................................................12
E. Pihak-Pihak Dalam Perkara Perdata...........................................................................12
F. Proses Beracara di Pengadilan....................................................................................13
G. Upaya Hukum............................................................................................................16
BAB III..................................................................................................................................20
PENUTUP.............................................................................................................................20
A. Kesimpulan................................................................................................................20
B. Saran..........................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Timbulnya hukum karena manusia hidup bermasyarakat. Hukum mengatur
hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat dan juga mengatur bagaimana cara
melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu. Hukum Perdata
(Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur
hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan
kepada kepentingan perseorangan. Hukum perdata yang mengatur hak dan kewajiban
dalam hidup bermasyarakat disebut “hukum perdata material”. Sedangkan, hukum
perdata yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan
kewajiban disebut “hukum perdata formal”. Hukum perdata formal lazim disebut
hukum acara perdata.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Acara Perdata?
2. Apa saja yang menjadi asas-asas dan sumber dari Hukum Acara Perdata?
3. Apa saja tujuan dan fungsi Hukum Acara Perdata?
4. Bagaimana proses beracara di pengadilan?
5. Siapa saja pihak-pihak yang ikut dalam proses Hukum Acara Perdata?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi serta ruang lingkup dari Hukum Acara Perdata.
2. Untuk mengetahui tentang asas-asas dan sumber Hukum Acara Perdata.
3. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi Hukum Acara Perdata.
4. Untuk mengetahui Proses beracara di pengadilan.
5. Untuk mengetahui pihak-pihak yang ikut dalam proses Hukum Acara
Perdata.
BAB II
PEMBAHASAN
4. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H: Hukum acara perdata adalah peraturan
yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata
materiel dengan perantara hakim. Hukum acara perdata adalah peraturan
hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum
perdata materiel. Hukum acara perdata mengatur bagaimana caranya
mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskan dan pelaksanaan
daripada putusanya.
Dalam Pasal 123 (1) HIR atau Pasal 147 (1) R.Bg. disebutkan bahwa kuasa
harus mempunyai surat kuasa khusus dan ditunjuk sebagai kuasa atau wakil
badan persidangan.
Memenuhi syarat dalam Peraturan Menteri Kehakiman 1/1965 tanggal 28 Mei
1965 dan Keputusan Menteri Kehakiman No.J.P. 14/2/11 tanggal 7 Oktober
tentang pokrol.
Telah terdaftar sebagai advokat.
M. Yahya Harahap, mengemukakan bahwa yang bertindak sebagai penggugat
harus orang yang benar-benar memiliki kedudukan dan kapasitas yang tepat menurut
hukum. Keliru dan salah bertindak sebagai penggugat mengakibatkan gugatan
mengandung cacat formil. Cacat formil yang timbul atas kekeliruan atau kesalahan
bertindak sebagai penggugat inilah yang dikatakan sebagai error in persona.
Sedangkan menurut Reglement op de Rechtvordering (RV sebagai hukum acara
perdata yang berlaku untuk golongan Eropa dulu), seorang penerima kuasa itu harus
seorang sarjana hukum (meester in de rechten). Tetapi dalam HIR/RBg tidak diatur
tentang syarat itu. Jadi setiap orang dapat menjadi penerima kuasa apakah dia Sarjana
Hukum ataupun bukan.
1. Tahap Mediasi
Mediasi diatur secara umum dalam Pasal 130 HIR dan secara lengkap diatur
dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Republik Indonesia No. 01 Tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di pengadilan. Kesempatan mediasi diberikan oleh Majelis
Hakim selama 40 hari, dan jika kurang diperpanjang 14 hari. Namun, jika pada waktu
yang telah ditentukan tidak tercapai perdamaian, maka proses mediasi dinyatakan
gagal. Pada kesempatan tersebut para pihak akan mengajukan apa yang menjadi
tuntutannya secara berimbang untuk mendapatkan titik temu dalam penyelesaian
sengketa. Apabila dalam proses ini telah tercapai kesepakatan, maka dapat
dituangkan dalam suatu akta perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak dan
diketahui oleh mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak
yang berperkara dalam perundingan untuk mencari penyelesaian secara mufakat.
Mediator dapat berupa seorang hakim pengadilan (yang bukan memeriksa perkara)
dan juga seorang dari pihak lain yang sudah memiliki sertifikat sebagai mediator.
Dari akta kesepakatan tersebut disampaikan kepada Majelis Hakim untuk
mendapatkan putusan perdamaian.
3. Tahap Pembuktian
Tahap ini cukup penting dalam proses pemeriksaan perkara, karena pada
tahap ini akan menentukan apakah dalil pada pihak penggugat dan bantahan dari
pihah tergugat akan terbukti. Untuk membuktikan suatu peristiwa dalam hukum acara
perdata ditentukan melalui alat-alat bukti yang dapat diajukan oleh para pihak di
persidangan, yaitu disebutkan dalam Pasal 164 HIR atau Pasal 284 Rbg terdiri dari
surat, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Dari pembuktian itu nantinya
Majelis Hakim akan memutuskan siapa yang menang dan kalah dalam perkara
tersebut dan menentukan hukuman apa yang akan diberikan.
4. Tahap Kesimpulan
Pengajuan kesimpulan oleh para pihak setelah selesai pembuktian tidak diatur
dalam HIR maupun dalam Rbg, namun terdapat dalam praktek persidangan. Sehingga
jika tidak ada kesimpulan, juga tidak masalah. Sebenarnya, pelaksanaan pengajuan
kesimpulan diperlukan oleh pihak kuasa hukum, karena melalui kesimpulan inilah
seorang kuasa hukum akan menganalisis dalil-dalil gugatan atau jawabannya melalui
pembuktian yang didapatkan selama persidangan. Dimana kuasa penggugat
memohon kepada Majelis Hakim agar gugatan dikabulkan. Sebaliknya kuasa tergugat
memohon kepada Majes Hakim agar gugatan penggugat ditolak. Bagi majelis hakim
sendiri, kesimpulan diperlukan dalam merumuskan pertimbangan hukumannya dan
menilai apakah analisis kesimpulan tersebut cukup rasional atau tidak.
5. Tahap Putusan
Merupakan tahapan terakhir dalam proses hukum acara perdata. Menurut
Sudikno Mertokusumo, suatu putusan hakim terdiri dari 4 bagian, yakni:
Kepala putusan
Identitas para pihak
Pertimbangan
Amar
Setiap putusan pengadilan harus mempunyai kepala pada bagian atas putusan
yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” guna
memberi kekuatan eksekutorial pada Putusan. Selain kepala putusan pada halaman
pertama juga dicantumkan Identitas para pihak, yaitu tergugat dan penggugat secara
lengkap.
Selanjutnya di dalam putusan perkara perdata memuat pertimbangan yang
terbagi menjadi dua yaitu, pertimbangan tentang duduknya perkara dan pertimbangan
tentang hukumnya. Didalam pertimbangan tentang duduknya perkara memuat isi
surat gugatan penggugat, isi surat jawaban tergugat yang ditulis secara lengkap, serta
alat-alat bukti yang diperiksa di persidangan, baik itu alat bukti dari tergugat maupun
penggugat. Termasuk juga jika terdapat saksi yang diperiksa.
Pertimbangan hukum suatu putusan perkara perdata merupakan pekerjaan
seorang hakim, karena melalui pertimbanga ini hakim akan menerapkan hukum
kedalam peristiwa konkrit dengan menggunakan logika hukum. Bila yang benar
menurut pertimbangan hukum adalah dalil penggugat, maka gugatan akan
dikabulkan, dan pihak Penggugat adalah pihak yang menang perkara. Sebaliknya jika
pertimbangan hukum putusan dalil-dalil gugatan penggugat tidak terbukti, dan justru
dalil Jawaban tergugat yang terbukti, maka gugatan akan ditolak dan tergugat yang
menang dalam perkara tersebut.
G. Upaya Hukum
Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada
seseorang atau badan hukum untuk melawan putusan hakim yang dianggap tidak
sesuai dengan yang diinginkan. Upaya hukum terbagi menjadi 2, yaitu upaya hukum
biasa dan upaya hukum luar biasa.
Kasasi
Kasasi artinya pembatalan putusan oleh Mahkamah Agung. Jadi kasasi adalah
pmbatalan putusan atas penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan
peradilan dalam tingkat peradilan tingkat terakhir. Upaya hukum kasasi dilaksanaka
oleh Mahkamah Agung RI sebagai lembaga yang berwenang dan bertugas untuk
memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan yang sudah
tidak dapat lagi dimintakan pemeriksaan ulangan ke pengadilan yang lebih tinggi atau
tingkat banding.
Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding. Alas an
yang dipergunakan dalam permohonan kasasi yang ditentukan dalam Pasal 30 UU
No. 14/1985 jo. UU No. 5/2004 adalah:
Tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk
melampaui batas wewenang
salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku
Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian dengan batalnya
putusan yang bersangkutan
Peninjauan Kembali
Istilah peninjauan kembali telah diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Apabila terdapat hal-hal yang
ditentukan dengan undang-undang, terhadap putusan pengadilan yang telah
berkekuatan huikum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah
Agung dalam perkara perdata oleh pihak-pihak yang berkempentingan. Alasan-alasan
peninjauan kembali menurut pasal 67 UU No 14/1985 jo. UU No. 5/2004, yaitu:
Ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya diputus
yang didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
yang dinyatakan palsu
Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang
bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemukan
Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripada
yang dituntut
Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya
Apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/suatu
kekeliruan yang nyata
Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan
hukum tetap
Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali pada
tingkat pertama dan terakhir
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
https://www.hukum96.com/2020/06/pengertiansumber-dan-asas-asas-hukum.html
https://www.surialaw.com/news/proses-dan-tahapan-persidangan-perkara-perdata
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2296/Upaya-Hukum-dalam-Hukum-
Acara-Perdata.html