(1011421228)
FAKULTAS HUKUM
Penerbit : Kencana
ISBN : 978-623-218-438-1
Harga : 105.500
Hukum perdata materill tidak mungkin dapat ditegakkan dngan benar tanpa dengan
menggunakan hukum perdata formil atau hukum acara perdata. Bila tidak
menggunakan hkum acara perdata dengan benar maka akan menmbulkan
ketidakpastian hukum bagi para pencari keadilan ynag pada giliranya membuat
ketidakpercayaan masyarakat pada lemabaga pengadilan itu sendiri sehingga demikian
boleh dikatakan bahwa yang dituju oleh hukum acara perdata adalah kepastian hukum
atau keadilan prosedural bukan keadilan substansial sebagaimana ketika menerapkan
hukum materill pada suatu kasus yang sedang diadili.
Hukum Acara Perdata adalah sekumpulan peraturan yang membuat bagaimana caranya
manusia bertindak di hadapan pengadilan, bagaimana caranya pihak yang diserang
kepentingannya mempertahankan diri serta bagaimana hakim bertindak dalam
memutuskan sengketanya. Hukum Acara Perdata bertujuan untuk menjamin ditaatinya
hukum perdata materill yang memuat aturan tentang cara melaksanakan dan
mempertahankan atau menegakkan kaidah-kaidah yang termuat dalam hukum perdata
materill atau dengan kata lain untuk melindungi hak perseorangan. Sehingga Hukum
Acara Perdata sebagai procesrecht atau formeelrechttelah disadari sejak semula
memiliki peran yang sangat penting dalam rangka penegakkan hukum perdata materill.
Hukum Acara Perdata juga sering disebut dengan hukum formil, adalah peraturan
hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan hukum
perdata materill. Hukum acara perdata merupakan serangkaian peraturan yang
memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap orang lain di depan
pengadilan, dan cara bagamana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk
melaksanakan jalannya peraturan hukum perdata dengan baik, adil dan benar.
Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum acara perdata adalah sekumpulan peraturan
yang mengatur tentang cara bagaimana seorang harus bertindak terhadap negaraatau
badan hukum jka ada kepentingan yang terganggu melalui pengadilan sehingga tercapai
tertib hukum. Beliau juga menambahkan hukum acara perdata merupakan aturan
permainan yang hanya berlaku dan mengikat para pemain dalam permainan peradilan
(jangan diartikan negatif), yaitu bagi para hakim dan para pencari keadilan, karena
merupakan aturan permainan yang harus ditaati oleh para pemainnya dan aturan itu
bersifat impersif, mengikat, dan tidak boleh disampangi, sehingga melalui pengadilan
dapat tercapai suatu kepastian hukum dalam penerapan hukum di samping keadilan
dan kemanfaatan.
Dapat dipahami kedudukan hukum acara perdata sebagai hukum formil dan
perbedaanya dengan hukum perdata materill. Dengan demikian, dapat memosisikan
hukum acara perdata dalam penegakan hukum perdata materill serta fungsinya dalam
menegakkan hukum perdata materill oleh hakim dan para pihak pencari keadilan
(justisiabelen).
Secara umum, ruang lingkup hukum acara perdata (procesrecht atau formeelrecht)
adalah cara-cara yang mengatur dengan mempertahankan, memelihara, dan
menegakkan ketentuan-ketentuan hukum perdata materill di depan pengadilan.
Adapun secara khusus ruang lingkup hukum acara perdata yaitu: pertama, bagaimana
mengajukan tuntutan hak atau gugatan. Kedua, cara memerksa tuntutan hak. Ketiga,
bagaimana mempertahankan tuntutan hak para pihak. Keempat, bagaimana
mengajukan barang bukti dan menilai bukti. Kelima, cara melawan putusan hakim
dengan upaya hukum. Dilihat dari segi tahapannya, maka ruang lingkup acara perdata
terdiri dari tiga tahapan, yaitu:
Pertama, tahap pendahuluan. Tahap ini adalah tahap sebelum acara pemeriksaan
persidangan, yaitu tahap mempersiapkan segala sesuatu guna pemeriksaan perkara di
persidangan pengadilan.
Kedua, tahap penetuan, yaitu tahap mengena jalannya proses pemeriksaan perkara di
persidangan, mulai dari pemeriksaan peristiwanya dalam jawab-menjawab,
pembuktian peristiwa sampai pada pengambilan putusan oleh hakim.
Ketiga, tahap pelaksnaan ataua merealisasikan putusan hakim yang sudah berkekuatan
hukum tetap (inkracht van gewijsde) sampai selesai.
Fungsi hukum acara perdata sebagaimana dijelaskan oleh Lilik Mulyadi sebagai berikut:
Fungsi hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimanakah
proses seseorang untuk berperkara perdata di depan sidang pengadilan serta
bagaimana proses hakim pengadilan menerima,memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara serta bagaimana proses pelaksanaan putusan dalam rangka mempertahankan
eksistensi hukum perdata materill.
Hukum acara perdata sebagai hukum formil mengandung dua macam yaitu unsur
materill dan unsur formil. Adapun unsur materill dari hukum acara perdata merupakan
ketentan-ketentuan yang mengatur tentang wewenang yang disebut juga actienrecht
(substantive law of procedure), yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan
hukum yang terjadi karena beracara yang meliputi peraturan-peraturan:
Sebaliknya hukum acara perdata formil mengatur tentang cara yang harus diperhatikan
di dalam beracara, menagtur tentang caranya menggunakan wewenang seperti
bagaimana caranya mengajukan banding.
Sifat aadalah keadaan yang terlihat atau ciri-ciri khas yang ada pada sesuatu sehingga
menjadi dasar dari sesuatu itu, begitu pula sifat pada hukum acara perdata merupakan
watak atu ciri khas dari hukum acara itu sendiri. Hukum acara perdata sendiri memiliki
sifat memaksa (dwingen/imperatif), yaitu suatu peraturan hukum yang tidak boleh
dikesmpingkan atau tidak memberi peluang untuk menafsirkan lain selain mengikuti
aturan yang sudah jelas di dalam teks yang sudah ada. Jufa bersifat memaksa
mengandung arti bahwa jika tidak di taati, maka mengakibatkan pihak-pihak yang
berperkara atau jika ketentuan itu tidak ditaati oleh hakim, maka putusan itu
dinyatakan tidak sah seperti jika gugatan dajukan di tempat tinggal penggugatmaka
gugatan dinyatakan tidak dapat diterima kecuali tempat tinggal tergugat tidak diketahui
sebagaimana ketentuan pasal 188 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947,
pasal 188 ayat (2) RBg. Yang apabila tenggang waktu itu telah dilampaui maka
penagajuan banding tidak diterima lagi.
Sifat hukum acara perdataa pada mulanya mengatur, namun apabla sudah digunakan,
maka sifatnya memaksa. Ketika para pihak berperkara di pengadilan maka semua
terikat pada peraturan termasuk hakim, sehingga sifat utama dari hukum acara adalah
mengikat atau memaksa (rigid) bagi orang yang menggunakannya, karenanya hukum
acara tidak dapat disimpangi.
Hukum acara perdata mempunyai beberapa prinsip yang harus di perhatikan oleh
semua kalangan, baik hakim, aparat penegak hukum maupun pihak-pihak kain diluar
kekuasaan kehakiman. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman mengamanahkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan pancasila demi terselenggaranya negara hukum republik
indonesia.
Sumber hukum acara yang baku sebagaimana dimaksud dalam pembahasan ini, adalah
sumber hukum acara yang telah berlaku selama ini dan dijadikan rujukan dalam
mengadili perkara oleh hakim dalam menerima, memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya berdasarkan pada Pasal 51 Undang-
Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951. Sumber hukum acara perdata, antara lain:
1. Het Herziene Inlandsche Reglement (HIR) atau disebut juga RIB (Regelement
indonesia yang diperbaharui), yaitu hukum acara perdata yang berlaku di pulau
jawa dan madura, namun ada beberapa pasal yang dinyatakan tidak berlakulagi,
yaitu pasal 115 sampai dengan pasal 117 dan pasal 188 sampai dengan pasal
194, tidak berlakunya pasal-pasal tersebut karena lahirnya Undang-Undang
Nomr 20 Tahun 1947 Peradilan Ulangan di pulau jawa dan madura
2. Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg), yaitu hukum acara yang
berlaku untuk daerah seberang atau luar pulau jawa dan madura senga catatan
yang termuat dallam Bab I, II, III, VI dan VII tidak berlaku lagi
3. Burgwrlijk Wetboek (BW), meskipun BW sebagia kitab kodifkasi hukum perdata
materill, namun juga memuat hukum acara perdata utama dalam buku IV
tentang pembuktian dan kedaluarsa. Selain itu, juga di dalam buku I tentang
domisili (pasal 17 sampai denga pasal 25) serta buku II dan buku III (pasal 533,
535, 1244, dan pasal 1365)
4. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (wetboek van kophandel)
5. Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB)
6. Undang –Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang peradilan ulangan di jawa dan
madura
7. Perjanjian internasional
8. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan kehakiman
9. Undang-Undang No. 1 Tahun 1947 Tentang perkawinan jo. Peraturan
pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 Tentang perkawinan
10. Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang menyangkut
hukum acara termuat dalam bab IV dari pasal 40 sampai dengan pasal 78,
sedangkan yang lain telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004
tentang perubahan Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 yang di ubah kedua
kalinya dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009
Bahwa lahirnya hukum acara yang baru ikut mengambil bagian dalam mewujudkan
Badan Peradilan Indonesia Yang Agung, visi tersebut dimanifestasikan dalam bentuk
peradilan yang modern berbasis teknologi informasi dalam melayani, Manfaatnya telah
dirasakan oleh para pihak yang berpeprkara dan mendapat apresiasi dari berbagai
pihak.
1. Domisili
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 memperkenalkan konsep
baru dalam hukum acara perdata, yaitu domisili elektronik. Domisili elektronik
merupakan domisili yang dipilih oleh pengguna terdaftar dan pengguna lain
dalam menggunakan layanan administrasi perkara dan persidangan secara
elektronik.
2. Subjek Hukum
Subjek hukum (legal subject) adalah manusia dan badan hukum yang emiliki
kewajiban dalam hukum.
3. Penerimaan dan Pencatatan Perkara
Pelaksanaa sidang secara ne-litigation dilakukan secara daring atau online
melalui aplikasi berbasis web dengan alamat
https://ecourt.mahkamahagung.go.id. Aplikasi tersebut dikenal dengan aplikasi
e-court.
4. Biaya Perkara
Aplikasi e-court menyediakan penghitungan biaya panjar secara otomatis dan
menerbitkan e-SKUM. Adapun komponen biaya perkara terdiri dari biaya proses
sebagaimana diatur dalam peraturan mahkamah agung nomor 3 tahun 2012
tentang biaya proses penyelesaian perkara dan pengelolaannya pada mahakamh
agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya sebagai berikut:
a. Biaya pendaftaran
b. PNBP surat kuasa dan pangggilan penggugat maupun terguga
c. Alat tulis kantor
d. Biaya penggadaan gugatan untuk para tergugat
e. Panggilan tergugat x5 (mediasi x2 dan panggilan sidang x3), khusus untuk
perkara cerai talak panggilan x6, peradilan tata usaha negara panggilan
penggugat x2, dan tergugat x3
f. Materai
g. Redaksi
5. Proses pendaftaran perkara secara elektronik
Setiap pengadilan wajib menyediakan meja e-court yang merupakan bagian dari
pelayanan terpad satu pintu (PTSP) dan pada meja tersebut ditunjuk petugas
khusus untuk itu dengan surat keputusan ketua pengadilan dengan tugas
melakukan verifikasi persyaratan untuk mendaftarkan sebagai pengguna lain
dan memberi bantuan serta informasi tentang tata cara e-court sehingga petugas
yang ditunjuk haruslah orang yang setidak-tidaknya memahami tata cara e-court
tersebut.
6. Pemanggilan dan pemberitahuan terhadap para pihak berperkara
Pemanggilan elektronik adalah dokumen panggilan yang dihasilkan secara
otomatis oleh pihak e-court dan dikirimkan secara elektronik oleh pengadilan
kepada para pihak.
7. Persidangan
a. Sidang awal
Pada sidang pertama, pengguna terdaftar dan pengguna lainnya
menyerahkan asli surat kuasa, asli surat gugatan, dan asli surat persetujuan
prinsipal untuk beracara secara elektronik
b. Intervensi pihak ketiga
Pihak ketiga yang melakukan intervensi wajib memenuhi persyaratan
sebagai pengguna terdaftar dan/atau pengguna lain yang diajukan melalui
meja e-court.
c. Pemeriksaan setempat
Fungsi pemeriksaan setempat yang diatur dalam pasal 153 HIR pada
hakikatnya adalah sebagai alat bukti meskipun tidak dimuat dalam pasal 164
HIR/180 RBg. Sebagai alat bukti.
d. Asas terbuka untuk umum
Persidangan secara elektronik yang dilaksanakan melalui sistem informasi
pengadilan pada jaringan internet publik secara hukum telah memenuhi asas
dan ketentuan persidanga terbuka untuk umum.
8. Pembuktian
Ada beberapa ketentuan persidangan pembuktian yang harus tetap sesuai
dengan hukum acara yang berlaku, artinya walaupun persidangan secara
elektronik tapi pada acara pembuktian tetap mengacu pada hukum acara yang
berlaku.
a. Bukti surat
b. Pemeriksaan saksi
9. Putusan
Putusan/penetapan diucapkan oleh hakim/hakim ketua secara elektronik.
Salinan putusan/penetapan jka diminta para pihak dapat diberikan dalam
bentuk cetak maupun elektronik dan untuk itu dikenakan biaya PNBP dan
materai yang dapat dibayarkan secara elektronik.
10. Berkas dan pemberkasan perkara
a. Tata kelola administrasi perkara
b. Minutasi perkara
11. Upaya hukum
a. Upaya hukum banding
b. Upaya hukum asasi
c. Upaya hukum peninjauan kembali (PK)
d. Pengelolaan dokumen elektronik upaya hukum
e. Prosedur upaya hukum sedara elektronik pada pengadilan tingkat banding
atau mahkamah agung
f. Pemeriksaan tambahan oleh majelis hakim upaya hukum
g. Pencabutan upaya hukum
h. Putusan dan salinan putusan
1. Pengajuan pekara
2. Pembayaran panjar biaya perkara online (e-payment)
3. Tata cara penomoran perkara
4. Pemanggilan
5. Mediasi
6. Persidangan
a. Tahap pemeriksaan
b. Pemeriksaan secara verstek
Ada tiga bentuk pola perkara verstek, yaitu:
1) Verstek sejak awal persidangan dimana tergugat telah dipanggil secara
sah dan patut tetapi tidak hadir
2) Verstek karena tergugat gaib
3) Verstek dalam kondisi tergugat telah memberi persetujuannya dilakukan
sidang secara e-litigation
c. Intervensi pihak ketiga
d. Perkara perceraian
7. Pembuktian
Untuk dapat dijadikan alat bukti yang meyakinkan, bukti elektronik harus
memenuhi syarat formil dan materill, yaitu:
a. Syarat formil bukti elektronik berupa autentisitas (diambil dari pemilik yang
sah) dan terjaga integritasnya. Untuk memastikan integritas bukti elektronik
terjaga diperlukan serangkaian digital forensik yang sangat ketat. Hal itu
disebakan bukti elektronik yang rentan dan mudah dimodifkasi atau diubah.
b. Syarat materillnya berupa ada hubungan yang relevan dengan perkara yang
sedang di sidangkan
8. Kesimpulan dan putusan
Apabila pemeriksaan tahap pembuktian telah selesai maka hakim/hakim ketua
majelis membuat penetapan kemabli tentang court calendar untuk sidang
penyampaian kesimpulan dari masing-masing pihak secara elektronik dan
sekaligus jadwal pembacaan putusan yang jga disetujui oleh para pihak.
9. Upaya hukum secara elektronik
a. Syarat dapat mengajukan upaya hukum
1) Permohonan upaya hkum secara elektronik dapat diajukan oleh
pengguna terdaftar atau pengguna lainnya, jka sejak pengadilan tingkat
pertama telah dilaksanakan secara elektronik dan telah menerima
putusan elektronik dari aplikasi e-court
2) Pengajuan upaya hukum dilakukan dalam tenggang waktu 14 hari kerja
setelah putusan diucapkan dan disampaikan secara elektronik kepada
pihak yang mengajukan upaya hukum
3) Telah membayar panjar biaya perkara melaui prosedur aplikasi e-court,
dimana sebelumnya besaran biaya telah ditentukan oleh aplikasi e-SKUM.
b. Banding
c. Kasasi
d. Peninjuan kembali
e. Putusan upaya hukum
Putusan diucapkan oleh hakim ketua secara elektronik dan disampaikan
putusan secara elektronik dalam format pdf kepada pengadilan pengajuan
melalui SIP.
Kelebihan Buku
Buku ini menggunakan bahasa yang mudah di pahami pembaca, buku ini juga
menjelaskan tahapan-tahapan dalam proses pendaftaran sidang secara elektronik,
menjelaskan pembaruan hukum acara perdata di indonesia. Di akhir halaman buku ini
melampirkan lampiran peraturan mahkamah agung mengenai persidangan di pengadila
secara elektronik.
Kekurangan Buku
Meskipun kelebihan buku ini menggunakan bahasa yang mudah tapi tidak semua di
dalam buku ini menggunakan bahasa yang mudah di pahaami ada beberapa yang
menggunakan bahasa yang sulit di pahaami. Dan harga buku ini juga sedikit menguras
kantong mahasiswa.
Perbandingan Buku
Sementara itu, Buku “Huukum Acara Perdata dalam teori dan praktek” yang dituls oleh
Ny. Retnowulan Susantio, SH. Lebih fokus pada teori dan praktek umum hukum acara
perdata di indonesia.
Secara umum, kedua buku tersebut membahas hukum acara perdata di indonesia,
namun dengan fokus yang berbeda. Buku amran suadi membahas tentang pembaruan
hukum acara perdata dengan penggunaan teknologi, sedangkan buku Retnowulan
Susantio lebih berfokus pada teori dan praktek hukum acara perdata secara umum.
pemilihan buku tergantung pada kebutuhan pembaca dalam mempelajari topik
tersebut.