PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu memiliki hubungan dengan orang lain.
Hubungan ini dimulai dari kelahiran manusia hingga nafas terakhir di dunia. Munculnya
hubungan alamiah antar manusia berarti manusia selalu hidup bersama, sehingga mereka bisa
hidup sebagai proses kehidupan manusia di dunia, karena mereka lahir di dunia, dan pada
akhirnya ada semacam hukum. kehidupan semacam ini dan disebut hukum (civil law). Hukum
perdata dalam pengertian umum adalah pengaturan kepentingan pribadi, termasuk didalamnya
aturan dalam perjanjian.
Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu dalam dunia hukum salah satunya
adalah civil law yang artinya mengatur hubungan antara setiap perkataan atau perilaku
seseorang (person) yang merupakan pendukung hak dan kewajiban. “Subyek Hukum” tidak
hanya disebut badan hukum, atau (legal person). Hukum perdata yang disepakati menganut
sistem terbuka, artinya masyarakat dapat dengan bebas membuat kesepakatan terlepas dari
apakah bentuk dan isinya bersumber dari kesepakatan atau hukum, sepanjang kesepakatan
tersebut tidak dilarang dan tidak bertentangan dengan moralitas atau ketertiban umum lainnya.
Hubungan hukum antara pihak yang satu dengan pihak yang lalin tidak dapat timbul dengan
sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya “tindakan hukum”/rechtshandeling.
Tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan para pihaklah yang menimbulkan hubungan
hukum perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk
memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan
“kewajiban” untuk menunaikan prestasi.
Perjanjian merupakan salah satu sebab timbulnya perikatan. Dengan timbulnya
perikatan, maka semua pihak dalam perjanjian harus melaksanakan prestasi masing-masing.
Salah satu asas dalam perjanjian adalah asas konsensualisme, dimana perjanjian terebentuk
karena adanya konsensus atau perjumpaan kehendak diantara pihak-pihak yang mengadakan
kontrak. Artinya perjanjian lahir ketika dicapainya kata sepakat. Dengan kata lain, tanpa
adanya sepakat, maka tidak akan ada perjanjian. Oleh karena itu, adanya sepakat ini juga
merupakan salah satu syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata. Jika syarat subyektif ini tidak dipenuhi, maka terhadap perjanjian tersebut dapat
dilakukan pembatalan.
Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, kita sudah dapat menggambarkan satu hipotesis mengenai asas
consensus dalam membentuk sebuah perjanjian yang secara tidak langsung menjamin isi dari
perjanjian itu. Sementara itu, yang menjadi lingkup permasalahan dapat diuraikan sebagai
berikut.
PEMBAHASAN
Asas Konsensus dalam Sebuah Perjanjian
Konsensualisme atau konsensualitas merupakan salah satu asas penting dalam hukum
perjanjian. Asas konsensualitas menentukan bahwa sutau perjanjian yang dibuat antara dua
atau lebih orang telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih
pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan
atau konsensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini
berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak
yang berjanji tidak memerlukan formalitas. Walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak
debitor (atau yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi) tertentu, maka diadakanlah bentuk-
bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu.
Dalam hukurn perjanjian berlaku suatu asas, yang dinamakan asas konsensualitas.
Perkataan ini berasal dari bahasa Latin yang berarti sepakat. Arti asas konsensualitas ialah pada
dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan detik tercapainya
kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai
hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan sesuatu formalitas. Asas konsensualitas ini
terkandung dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yang berbunyi : untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat :
Kontrak mengasumsi adanya individu yang bebas dan setara dengan cara masing-
masing. Dalam masyarakat sipil kontrak merupakan sarana mendasar untuk menentukan
kepemilikan, dalam masyarakat tersebut kontrak hanya disaingi oleh pemberian dan warisan
sebagai sarana mentransfer barang dan kekayaan dari suatu individu ke individu lain. Sebagai
mana jual beli barang dipasar didasarkan pada kontrak, kontrak tidak sekedar mencirikan
transaksi yang sifatnya kadang-kadang atau sering, ini merupakan hubungna materi yang khas
dalam masyarakat kapiyalis modern. Kontrak merupakan sarana yang lazim dimana pemilik
kekayaan disatukan bersama social. Dengan demikian, cara individu dalam berhubungan satu
sama lainya diharapkan dapat membentuk sifat bagi masyarakat secara keseluruhan. Apa yang
sebenarnya didapatkan dalam sebuah kontrak adalah kendali terhadapa kehendak orang lain
berkenaan dengan tindakan yang dijanjikan. Kegagalan melaksanakan tindakan yang
dijanjikan. , karena tidak berarti bahwa pihak lain dalam kontrak itu secara otomatis memiliki
hak atas obyek atau layanan yang dibeli. Kegagalan mematuhi ketentuan disini adalah bahwa
individu yang melanggar dapat hukum, bukan obyeknya yang harus dipindahtangankannya.
Jadi suatu perjanjian atau kontrak, harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian
sebagairnana yang ditentukan dalam pasal tersebut. Dengan dipenuhinya syarat sahnya
perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang
membuatnya. Syarat sepakat merupakan syarat yang logis, karena dalam perjanjian
setidaktidaknya harus ada dua orang atau dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan
mempunyai kehendak yang saling mengisi. Dimana sepakat yang diiaksudkan dalam Pasal
1320 KUHPerdata ini, adalah sepakat pada saat lahimya suatu perjanjian, bukan pada saat
pelaksaanaan perjanjian.
PENUTUP
Simpulan
Secara umum nilai-nilai keadilan haruslah merupakan pencerminan sikap
hidup karakteristik bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan
UUD 45 yaitu didasarkan pada nilai proporsional, nilai keseimbangan, nilai kepatutan,
itikad baik, dan perlindungan. Nilai kemanusiaan didasarkan pada sila ke 2 dari
Pancasila yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan demikian, semua pihak
saling menghormati dan saling melindungi dalam mewujudkan cita-cita bersama. Namun,
di dalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian tersebut sering tidak berjalan dengan baik,
bahkan menimbulkan konflik, tidak mencerminkan keadilan bagi para pihak, terutama dalam
perjanjian baku. Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan dari pembuatan perjanjian tersebut.
Hal semacam ini memerlukan sarana hukum untuk menyelesaikannya. Eksistensi
hukum sangat diperlukan untuk dihormati dan asas-asas hukum dijunjung tinggi. Asas-
asas dalam hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan masyarakat. Harapan
untuk menaati hukum dalam praktik hendaklah berjalan dengan baik.
Dari hasil pembahasan diatas, kita dapat menarik benang merah terkait dengan
persetujuan dimana harus ada pihak-pihak yang melakukan persetujuan, ada persetujuan
antara pihak-pihak, ada prestasi yang akan dilaksanakan, sebab yang halal, ada bentuk
tertentu lisan atau tulisan, ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian dan ada tujuan
yang hendak dicapai. Dalam pembuatan perjanjian ada beberapa hal penting yang
harus diperhatikan antara lain sistem pengaturan hukum perjanjian, asas hukum
perjanjian, syarat sahnya suatu perjanjian, dan bentuk dan jenis-jenis perjanjian. Tujuan dari
perjanjian adalah sebagai sarana untuk mengatur pertukaran hak dan kewajiban
diharapkan dapat berlangsung dengan baik, fair, dan proporsional sesuai kesepakatan
para pihak.
Saran
Dari uraian materi serta hasil telaah studi kasus mengenai asas consensus dalam
perjanjian, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.