KUH Perdata tidak memberikan secara rinci tentang Pengertian atau Definisi
Perikatan, sehigga Perumusan mengenai Pengertian atau Definisi Perikatan
pada umumnya diberikan oleh para sarjana. Dengan demikian Pengertian
atau definisi Perikatan adalah merupakan doktrin atau ajaran atau hanya ada
dalam lapangan Ilmu Pengetahuan, bukan merupakan ketentuan yang
mengikat yang meliputi baik dari segi kreditur maupun dari segi debitur
(subyek dalam perikatan)
Dalam Buku III BW yang berjudul “van Verbintenissen”, di mana istilah ini
juga merupakan istilah lain yang dikenal dalam Code Civil Perancis, istilah
mana diambil dari hukum Romawi yang terkenal dengan istilah “obligation”.
Istilah verbintenis dalam BW (KUHPerdata), ternyata diterjemahkan
berbeda-beda dalam kepustakaan hukum Indonesia. Berkaitan dengan itu,
Soetojo Prawirohamidjojo, di dalam salah satu bukunya menegaskan bahwa :
HUKUM PERIKATAN
Amir menjual mobilnya kepada Budi, maka dalam hal ini, menimbulkan
perikatan antara kedua orang tersebut, yakni pihak Amir mempunyai
kewajiban untuk menyerahkan mobil yang dijualnya karena hal itu juga
merukan haknya Budi, demikian juga sebaliknya, bahwa pihak Budi juga
mempunyai kewajiban untuk menyerahkan atau membayar harga pada Amir
karena hal itu merupakan haknya Amir, demikian juga dari keadaan tersebut
menimbulkan kewajiban bagi Budi untuk membayar harga yang telah
ditentukan
Hal ini berarti, bahwa secara sederhana perikatan diartikan sebagai suatu hal
yang mengikat antara orang yang satu dengan orang yang lain. Hal yang
mengikat itu adalah peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, misalnya
jual beli, hutang-piutang, dapat berupa kejadian, misalnya kelahiran,
kematian, dapat berupa keadaan, misalnya perkarangan berdampingan,
rumah bersusun, jadi peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan
hukum, dalam arti peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum.
Sesuai dengan pengunaan sistem terbuka, maka pasal 1233 KUH Perdata
menentukan bahwa perikatan dapat timbul baik karena perjanjian maupun
karena undang-undang. Dengan kata lain, sumber perikatan itu ialah
perjanjian dan undang-undang. Dalam perikatan yang timbul karena
perjanjian, kedua pihak debitur dan kreditur dengan sengaja bersepakat
saling mengikatkan diri, dalam perikatan mana kedua pihak mempunyai hak
dan kewajiban yang harus dipenuhi. Pihak debitur wajib memenuhi prestasi
dan pihak kreditur berhak atas prestasi.
Dalam perikatan yang timbul karena undang-undang, hak dan kewajiban
debitur dan kreditur ditetapkan oleh undang-undang. Pihak debitur dan
kreditur wajib memenuhi ketentuan undang-undang. Undang-undang
mewajibkan debitur berprestasi dan kreditur berhak atas prestasi. Kewajiban
ini disebut kewajiban undang-undang. Jika kewajiban tidak dipenuhi, berarti
pelanggaran undang-undang.
Dalam pasal 1352 KUH Perdata, perikatan yang timbul karena undang-
undang diperinci menjadi dua, yaitu perikatan yang timbul semata-mata
karena ditentukan oleh undang-undang dan perikatan yang timbul karena
perbuatan orang. perikatan yang timbul karena perbutan orang dalam pasal
1353 KUH Perdata diperinci lagi menjadi perikatan yang timbul dari
perbuatan menurut hukum (rechtmatig) dan perikatan yang timbul dari
perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).