BAB I - PENDAHULUAN
Tanpa disadari setiap orang dalam kesehariannya telah melakukan
berbagai perjanjian yang menciptakan hubungan hukum (perikatan).
Misalkan, ketika naik taksi ataupun bis ke kampus, ini merupakan perjanjian
jasa. Taksi/bus dengan pembayaran tertentu berjanji memberikan jasanya
mengantar penumpang sampai tempat tujuan, penumpang berjanji dengan
diterimanya jasa taksi/bus mengantarnya ketempat tujuan, memberikan
sejumlah uang sebagai pembayaran. Adanya perjanjian ini menimbulkan
perikatan antara penumpang dengan jasa angkutan taksi/bis tersebut,
penumpang dengan memberikan uang pembayaran memiliki hak menuntut
jasa taksi/bis sampai ketempat tujuan, dan taksi/bis wajib memenuhi tuntutan
tersebut dan demikian juga sebaliknya. Membeli makanan di kantin berarti
melakukan perjanjian jual beli. Kantin berjanji memberikan makanan yang
dipesan dengan sejumlah pembayaran, pembeli dengan menerima makanan
pesanan berjanjin memberikan sejumlah pembayaran. Dengan perjanjian jual
beli ini timbul perikatan antara penjual dan pembeli. Penjual berhak menuntut
pembayaran (atas makanan yang diberikan) dan pembeli wajib memenuhi
tuntutan tersebut (membayar sejumlah uang). Roda ekonomi, bisnis,
perdagangan, misalkan lisensi paten, ekspor komoditi, pengadaan
barang/jasa oleh pemerintah, real estate, perhotelan, penerbangan dan
banyak lainnya seluruhnya didasarkan perjanjian dan menimbulkan perikatan.
Demikian halnya misalkan pencemaran lingkungan oleh industri, pemalsuan
merk dagang, upah buruh/pekerja di bawah standar minimum, kecelakaan
kerja, adalah perbuatan-perbuatan (manusia) menimbulkan perikatan, pihak
yang menderita kerugian berhak menuntut ganti kerugian sedang pihak
lainnya wajib memenuhi tuntutan membayar ganti rugi atas kerugian yang
timbul karena kesalahannya tersebut. Beberapa contoh tersebut kiranya
dapat menunjukkan bahwa perikatan, baik yang timbul dari janji maupun yang
timbul karena undang-undang merupakan bidang hukum yang amat penting.
Hukum Perikatan diatur dalam ketentuan Buku III KUHPERDATA,
namun ketentuan buku III tersebut tidak memberikan rumusan tentang
Perikatan. Menurut para ahli, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi
di antara 2 orang atau lebih di bidang harta kekayaan, di mana pihak yang
satu berhak untuk menuntut sesuatu dari pihak lain dan pihak lainnya wajib
memenuhi tuntutan tersebut.
Sumber perikatan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1233
KUHPerdata adalah perjanjian dan undang-undang. Perikatan yang timbul
dari perjanjian merupakan hubungan hukum yang terjadi karena kehendak
para pihaknya sendiri, mereka memang menginginkan terjadinya hubungan
hukum tersebut. Sedangkan perikatan yang timbul karena ketentuan undang-
undang adalah hubungan hukum yang terjadi bukan karena kehendak atau
kesepakatan para pihak namun hubungan hukum tersebut diberikan oleh
undang-undang.
Dalam Pasal 1352 KUHPerdata dinyatakan bahwa: “perikatan-
perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang
saja dan dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang”. Perikatan
yang timbul akibat perbuatan orang menurut Pasal 1353 KUHPerdata
dibedakan atas perbuatan orang yang menurut hukum (legal) dan perbuatan
melanggar hukum. Perbuatan orang yang menurut hukum diatur dalam Pasal
1354 KUHPerdata mengenai zaakwarneming dan perikatan alam (wajar)
yang diatur dalam Pasal 1359 KUHPerdata. Sedangkan perbuatan manusia
yang melawan hukum diatur oleh Pasal 1365 KUHPerdata.
Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa “suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana salah satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Pemahaman perjanjian menurut
Pasal 1313 KUHPerdata tersebut hanya mencerminkan perjanjian sepihak,
karenanya oleh Subekti definisi tersebut diperbaiki, perjanjian adalah suatu
peristiwa di mana seseorang atau dua orang saling berjanji untuk melakukan
sesuatu hal tertentu. Dengan adanya pihak yang mengikatkan diri pada pihak
lain timbullah suatu hubungan hukum yang disebut dengan perikatan. Oleh
karena itu perikatan lebih luas daripada perjanjian. Hukum perdata
memedakan perikatan atas beberapa macam perikatan, antara lain:
1. Perikatan bersyarat;
2. Perikatan dengan ketetapan waktu;
3. Perikatan mana suka (alternatif);
4. Perikatan tanggung menanggung (solider);
5. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi;
6. Perikatan dengan ancaman hukuman.
Isi suatu perjanjian pada dasarnya harus memenuhi 3 unsur, yaitu unsur
esensialia, unsur naturalia serta unsur accidentalia.
1. Unsur essensialia
Unsur ini merupakan bagian dari perjanjian yang harus ada, unsur ini
menentukan esensi dari perjanjian dan menentukan adanya perjanjian
sekaligus membedakan antara perjanjian yang satu dengan lainnya.
Tanpa unsur essensialia perjanjiannya tidak pernah ada. Karena
dianggap tidak pernah ada, maka perjanjian tanpa essensialia tidak
mengikat. Sebagai contoh, essensi dalam perjanjian tukar menukar
adalah barang dengan barang; essensi dalam jual beli adalah barang
dan harga sedangkan dalam sewa menyewa, essensinya adalah
barang, harga dan jangka waktu.
2. Unsur naturalia
Merupakan bagian dari perjanjian yang diatur oleh perundang-
undangan, dengan demikian bagian ini tidak tampak jelas dalam
perjanjian namun selalu dianggap ada. Artinya, secara serta merta
BAB IX – WANPRESTASI
Fuady, Munir. Hukum Bisnis Teori dan Praktek, Buku 2. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 1999.
Muhamad, Abdul Kadir. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992.
Mulyadi, Kartini & Gunawan Widjaja. Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir
Dari Perjanjian). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.