Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

RESUME DAN ANALISIS KASUS


PENGANTAR HUKUM PERIKATAN DAN HUKUM
PERJANJIAN

Aspek Hukum dalam Bisnis (I)

Kelompok: 1

Rahmadhani Diah Novianti


041911233082 Rizky Mardhatillah Lutfi
041911233110 Nur Kholis 042011233183

Program Studi Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Airlangga

2023
HUKUM PERJANJIAN DAN PERIKATAN
1. Hukum Perjanjian
Perjanjian merupakan sebuah peristiwa berjanjinya seseorang kepada orang lain atau
dapat dikatakan terdapat dua orang yang berjanji dalam melaksanakan suatu hal. Pasal
1313 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian merupakan sesuatu perbuatan
dengan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebuah perjanjian dapat menimbulkan sebuah
perikatan (verbintenis scheppend overeenkomst) atau perjanjian yang obligatoir.
2. Hukum Perikatan
Perikatan merupakan sebuah hubungan antara dua pihak, dimana terdapat salah satu
pihak yang berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pada pasal 1233
KUHPerdata, perikatan dapat bersumber dari perjanjian atau undang-undang.
Perikatan berkaitan dengan perjanjian dan sama-sama diatur dalam buku ketiga
KUHPerdata.
Prof Subekti S.H. mendefinisikan perikatan sebagai suatu hubungan hukum antara
dua orang atau dua pihak dimana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari
pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN DAN PERIKATAN (KONTRAK)


1. Asas Kebebasan Berkontrak memiliki makna bahwa para pihak bebas untuk
menentukan apa yang ingin mereka sepakati dalam kontrak yang mereka buat.
2. Asas Konsensualitas memiliki makna bahwa sebelum adanya katanya sepakat, maka
perjanjian tidak mengikat, konsensus juga tidak perlu ditaati apabila salah satu pihak
menggunakan paksaan, penipuan, atau apapun terdapat kekeliruan akan objek
kontrak.
3. Asas Kebiasaan memiliki makna bahwa kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap
secara diam-diam dimasukkan dalam persetujuan, meskipun tidak dengan tegas
dinyatakan.
4. Asas Peralihan Resiko memiliki makna bahwa dalam kontrak tertentu terjadi
peralihan resiko. Misalnya di Indonesia terjadi dalam kontrak jual beli, tukar
menukar, pinjam pakai, dsbnya.
5. Asas Ganti Kerugian memiliki makna bahwa para pihak dalam kontrak dapat
memberikan maknanya sendiri mengenai ganti kerugian ini.
6. Asas Kepatutan memiliki makna bahwa apa saja klausul yang dituangkan dalam
kontrak maka para pihak harus memperhatikan prinsip kepatutan.
7. Asas Ketepatan Waktu memiliki makna bahwa setiap kontrak harus memiliki batas
akhirnya dan juga unsur kepastian pelaksanaan suatu prestasi
8. Asas Kebiasaan Keadaan Darurat memiliki makna bahwa asas ini penting untuk
dicantumkan dalam suatu kontrak untuk mengantisipasi situasi dan kondisi yang
melingkupi objek kontrak
9. Klausul Pilihan Hukum memiliki makna bahwa klausul ini sangat penting untuk
menentukan apakah perjanjian itu sah atau tidak menurut hukum yang berlaku.
SYARAT SAH KONTRAK DAN BERAKHIRNYA SUATU KONTRAK
Syarat Sah Kontrak
1. Sepakat di Antara Para Pihak yang Membuat
Kesepakatan yang ada dalam suatu kontrak adalah kesepakatan yang murni dan bukan
kesepakatan semu. Sementara itu, kesepakatan semu adalah kesepakatan yang terjadi karena
adanya:

A. Paksaan adalah adanya dorongan dari pihak (bisa berasal dari pihak diluar kontraktan
atau kontraktan sendiri) yang menimbulkan ketidakrelaan dari pihak yang lain yang
mengancam jiwa, fisik, atau perekonomian dari diri atau keluarga pihak yang lain
tersebut.

B. Kekhilafan adalah bahwa terdapat pendapat, pandangan, maksud, atau penilaian yang
berbeda diantara kontraktan tentang sesuatu klausul dalam kontrak yang mana
kontraktan tidak beritikad buruk dan tidak menyadari sampai terjadinya peristiwa
yang tidak diinginkan oleh kontraktan tersebut.

C. Penipuan adalah bahwa terdapat pernyataan yang menyesatkan atau tidak benar
tentang suatu keadaan berdasarkan itikad buruk dari kontraktan yang ditujukan
kepada kontraktan lain dengan maksud kontraktan lain tersebut menyetujui kontrak
yang akan atau sedang dibuat, tanpa adanya penipuan kontraktan lain yang tidak akan
menyetujuinya.

2. Cakap
Cakap saja tidak cukup, tetapi seseorang harus memiliki kewenangan dalam
keadaan tertentu. Menurut Pasal 1330 KUHPer, cakap adalah:

A. Dewasa
Berdasarkan Pasal 330 KUHPer, yang dimaksud Dewasa adalah:
- Telah berusia 21 tahun
- Telah/pernah kawin

B. Tidak berada di bawah pengampuan


Seseorang yang berada di bawah pengampuan adalah orang yang tidak mengerti apa
yang sedang dilakukannya (tidak beralasan/berakal sehat) dan tidak dapat mengetahui
akibat hukum dari perbuatannya tersebut. Pengampuan harus dibuktikan dengan Surat
Keputusan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Berita Negara. Apabila tidak,
maka orang dewasa tersebut masih merupakan subyek hukum sehingga setiap
perbuatannya berakibat hukum dapat dimintakan pembatalan.
Contoh orang yang berada dibawah pengampuan adalah orang gila, idiot, pemabuk,
pemboros, pengguna obat-obatan terlarang, dan sejenisnya.

3. Hal Tertentu
Maksudnya adalah isi kontrak itu sendiri berupa klausul-klausul yang memuat hak dan
kewajiban para pihak. Menentukan apakah objek kontrak merupakan objek yang sah menurut
hukum ataukah tidak. Menentukan jangka waktu kontrak, tempat objek dan transaksi, cara,
bentuk, waktu, dan tempat pembayaran, pembatasan dan pengalihan hak & kewajiban, serta
hal-hal lainnya.

4. Sebab yang Diperbolehkan


Berdasarkan Pasal 1337 KUHPer, sebab yang diperbolehkan terdiri dari:
A. Sebab yang tidak terlarang atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang
B. Sebab yang sesuai dengan kesusilaan
C. Sebab yang sesuai dengan ketertiban umum Agar kontrak menjadi sah, SEBAB
dimaksud bukan merupakan sebab yang palsu atau tanpa sebab, karena kontrak
tersebut tidak memiliki kekuatan hukum.

-Berakhirnya Suatu Kontrak


● Pada prinsipnya pengakhiran suatu kontrak dilakukan dengan persetujuan kedua
pihak;
● Namun demikian, dapat saja para pihak menentukan secara jelas hal-hal apa saja yang
dapat mengakibatkan suatu kontrak berakhir;
● Kontrak dapat berakhir apabila :
1) Tidak memenuhi syarat sahnya kontrak
2) Tidak memenuhi syarat-syarat lain sebagaimana telah ditentukan dalam
3) UU
4) Bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan kebiasaan
5) Telah tercapainya tujuan sebagaimana dimaksud dalam kontrak
6) Telah dipenuhinya segala hak dan kewajiban para kontraktan
7) Adanya kesepakatan diantara para kontraktan

HUBUNGAN PERIKATAN DAN PERJANJIAN


Menurut Subekti (1990), yang dimaksud dengan perikatan adalah suatu perhubungan hukum
antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu.
Sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain
atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (Subekti, 1990).
Adapun pasal 1233 KUHPerdata menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari: 1)
Perjanjian; 2) Undang-Undang. Pasal 1233 KUHPerdata lebih menekankan pada sumber/dari
mana suatu perikatan di antara para pihak itu berasal, yakni dari perjanjian dan undang
undang, sedangkan tersirat dari pernyataan Subekti tentang perikatan dan perjanjian bahwa
terdapat perikatan (pertautan/perhubungan) untuk memenuhi hak dan kewajiban antara dua
pihak yang mana perjanjian merupakan suatu media untuk menimbulkan perikatan antara dua
pihak tersebut Perikatan memiliki pengertian yang abstrak, sedangkan perjanjian menyangkut
suatu hal yan konkret. Dengan demikian apabila dilihat dari lingkup berlakunya perikatan dan
perjanjia tampak bahwa konsep perikatan lebih luas daripada konsep perjanjian.
UNSUR-UNSUR KONTRAK DALAM HUKUM INDONESIA
1. UNSUR ESENSIALIA
Unsur Esensialia merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa
adanya kesepakatan tentang unsur esensialia ini maka tidak ada kontrak. Sebagai
contoh dalam kontrak jual beli rumah maka identitas pembeli dan penjual merupakan
hal pokok (esensial) karena identitas merupakan karakter khas yang membedakan satu
pihak dan pihak lain. Lalu dalam sewa menyewa mobil, kontrak ini memiliki unsur
esensial berupa identitas pemilik barang dan penyewa barang, jangka waktu sewa,
barang sewaan, dan biasanya ditentukan pembayaran per periodenya.
2. UNSUR NATURALIA
Unsur Naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga
apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang yang
mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu
dianggap ada dalam kontrak. dalam konteks ini, unsur naturalia bisa disebutkan dalam
perjanjian, namun jika para pihak memutuskan untuk tidak memasukkan dalam
perjanjian, maka perjanjian tetap mengikat dan tidak akan membatalkan perjanjian.
3. UNSUR AKSIDENTALIA
Unsur Aksidentalia yaitu berbagai hal khusus (particular) yang dinyatakan dalam
perjanjian yang disetujui oleh para pihak. Aksidentalia artinya bisa ada atau diatur,
bisa juga tidak ada, bergantung pada keinginan para pihak, merasa perlu untuk
memuat atau tidak. Selain itu aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu
perjanjian yang merupakan ketentuan- ketentuan yang dapat diatur secara khusus oleh
para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak yang merupakan persyaratan khusus
yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Jadi unsur aksidentalia lebih
menyangkut mengenai faktor pelengkap dari unsur essensialia dan naturalia. Sebagai
contoh, dalam kontrak jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak
debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli
dapat ditarik kembali oleh kreditor tanpa melalui pengadilan. Demikian pula oleh
klausul-klausul lainnya yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan
merupakan unsur esensial dalam kontrak tersebut.

ANALISIS KASUS
1. Indomaret Laporkan PT IBU Karena Melanggar Perjanjian Mutu Beras
Pemilik merek dagang Indomaret yaitu PT Indoritel Makmur Internasional Tbk
menyatakan bahwa PT Indo Beras Unggul (IBU) telah melanggar perjanjian mutu
beras. Kedua pihak ini telah menyepakati kontrak yang mengatur pasokan beras
dengan mutu, varietas, dan kemasan tertentu. Namun yang terjadi kualitas mutu beras
dari PT IBU berada di bawah standar dan kesepakatan yang terjalin yaitu dari mutu
kelas dua menjadi mutu kelas lima.
Penyidik menemukan instruksi dalam internal PT IBU untuk memproduksi beras yang
tidak sesuai kontrak perjanjian melalui perintah operasional perusahaan (walking
order). Sehingga para peritel menjadi pihak yang dirugikan oleh PT IBU salah
satunya Indomaret ini. Perlu diketahui bahwa PT IBU merupakan produsen beras
dengan merk “Maknyuss” dan “Ayam jago”, sedangkan beras yang akan disuplai ke
Indomaret dengan merk “Rojolele” dan “Pandan Wangi”.
Terdapat dugaan bahwa PT IBU melakukan tiga kecurangan, yaitu:
1. Tidak mencantumkan kelas mutu beras pada label Standar Nasional Indonesia
(SNI) 2008
2. Memproduksi beras yang tidak sesuai dengan kualitas SNI yang dicantumkan
3. Memberikan informasi yang menyesatkan terkait dengan informasi angka
kecukupan gizi (AKG).
Berdasarkan hasil penyidikan tersebut, Direktur Utama PT IBU yaitu Trisnawan
bertanggung jawab atas dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan dengan jeratan
hukuman Pasal 382 bis KUHP, Pasal 144 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan, Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
dan terancam pidana 20 tahun penjara atau denda sebesar Rp10 miliar.
Analisis Kasus:
Pada kasus ini, PT IBU telah mencederai kesepakatan pengadaan beras terhadap
beberapa peritel salah satunya Indomaret dengan perjanjian beras merk Rojolele dan
Pandan Wangi dikarenakan beberapa alasan yaitu isi beras tidak sesuai dengan
ketentuan, kualitas mutu seharusnya dua menjadi lima sehingga merugikan Indomaret
dan konsumen karena harga yang dibayar tidak sepadan dengan kualitas dan mutu.
Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, maka pihak PT IBU telah melanggar 2 (dua)
dari 4 (empat) syarat sahnya perjanjian yang harus dipenuhi ketika membuat surat
perjanjian yaitu poin pertama terkait adanya kesepakatan antara dua pihak dan poin
ketiga terkait objek kesepakatan antara dua pihak.
Sumber:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170825134816-12-237241/indomaret-lapo
rkan-pt-ibu-langgar-perjanjian-mutu-beras

2. Ringkasan Kasus - PT Pos Indonesia Digugat Pekerja Terkait PKB

PT Pos Indonesia mendapatkan gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)


Bandung yang dilayangkan oleh Ketua Serikat Pekerja PT Pos Indonesia (SPPI), yaitu
Jaya Santosa, dimana gugatan ini didasarkan pada indikasi pelanggaran perjanjian
kerja bersama perusahaan oleh manajemen PT Pos Indonesia. Gugatan berisi
mengenai pemenuhan hak para pekerja PT Pos Indonesia, yang mencakup
pembayaran jasa produksi para pekerja tidak dibayarkan dan uang transportasi tidak
dibagi dengan adil. Permasalahan ini pernah dicoba melalui mediasi di Kantor
Kementerian Tenaga Kerja RI, namun tidak mencapai titik temu. Hal tersebutlah yang
sangat disesalkan oleh Jaya, dikarenakan dilihat dari peran Pos Indonesia ini cukup
berpengaruh namun manajemen di perusahaan tidak memberikan hak pekerja sesuai
dengan aturan.

Analisis Kasus : Pada kasus diatas maka dapat diketahui bahwa PT. Pos Indonesia
melanggar perjanjian kerja dengan karyawannya. Perjanjian kerja merupakan
perjanjian yang dibuat antara pekerja/ buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja
yang memenuhi syarat- syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak (Pasal 1 angka 14
UKK). Sesuai dengan Asas Pacta Sunt Servanda yakni diatur dalam Pasal 1338 (1)
BW dan Pasal 1338 (2) BW dimana “Setiap perjanjian yang telah dibuat dan
disepakati, mengikat para pihak yang membuatnya sehingga setiap pihak wajib
melaksanakan kewajiban dalam kontrak dan / atau semua hak dari kontrak.” Namun
berdasarkan pada kasus, PT. Pos Indonesia melanggar perjanjian kontrak dimana
perusahaan tidak membayar jasa produksi dan adanya ketidakadilan dalam proporsi
uang transportasi. Hal tersebut menyebabkan kerugian finansial bagi karyawannya.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170825134816-12-237241/indomaret-lapo
rkan-pt-ibu-langgar-perjanjian-mutu-beras.

3. Kasus Hyundai Motor Digugat


Hyundai Motor Company, perusahaan asal Korea, diketahui tengah digugat
perusahaan lokal PT Korindo Heavy Industry di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam gugatan yang terdaftar pada No. 166/Pdt.G/2012/PN. Jkt. Sel tersebut,
Korindo menuding Hyundai melakukan perbuatan melawan hukum karena
mengakhiri perjanjian bisnis yang telah disepakati secara sepihak. Perjanjian tersebut
diperpanjang setiap tahunnya. Namun pada beberapa tahun kemudian perjanjian
tersebut diputus secara sepihak tanpa pemberitahuan sebelumnya. Dalam gugatannya
dia menuntut Hyundai untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp1,2 triliun dan
immateriil sebesar Rp200 miliar.

Analisis Kasus : Berdasarkan kasus di atas, Hyundai melakukan pemutusan


perjanjian secara sepihak terhadap PT. Korindo Heavy Industry. Hal ini tentu
melanggar syarat sah dari perjanjian itu sendiri. Perlu diketahui, menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pasal 1313, dijelaskan bahwa
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih, mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih. Kontrak perjanjian yang sah dan mengikat dua
pihak atau lebih tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Pembatalan perjanjian yang
sah harus disetujui oleh semua pihak yang terlibat seperti yang dijelaskan pada KUH
Perdata pasal 1338 ayat 2. Akan tetapi, pembatalan perjanjian secara sepihak dapat
dilakukan apabila memenuhi syarat yang ditentukan oleh Pasal 1266 KUH Perdata
yang menyatakan “apabila salah satu pihak lalai dalam kewajibannya sebagaimana
disebutkan dalam perjanjian, maka perjanjian dapat dibatalkan”.

Sumber:
https://kabar24.bisnis.com/read/20120316/16/69025/sengketa-bisnis-hyundai-motor-d
igugat

Anda mungkin juga menyukai