Anda di halaman 1dari 9

RESUME KAPITA SELEKTA HUKUM PERJANJIAN

DASAR-DASAR KONTRAK

Disusun Oleh:
Yola Maulin Peryogawati (110110140192)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
A. Arti Perjanjian
Pengertian perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUH Perdata,
yaitu “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Ketentuan dalam
pasal tersebut kurang tepat, karena ada beberapa kelemahan diantaranya
adalah:
1. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini dapat diketahui dari rumusan
kata kerja “mengikatkan diri”, sifatnya hanya datang dari satu pihak.
Seharusnya rumusan itu adalah “saling mengikatkan diri”, jadi ada
konsensus antara dua pihak.
2. Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa konsensus. Dalam arti
“perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan
(zaakwarneming), tindakan melawan hukum (onrechmatige daad)
yang tidak mengandung konsensus. Seharusnya dipakai istilah
“persetujuan”.
3. Arti perjanjian terlalu luas. Arti perjanjian mencakup juga perjanjian
kawin yang diatur dalam hukum keluarga. Padahal yang dimaksud
adalah hubungan debitur dan kreditur mengenai harta kekayaan.
4. Tanpa menyebutkan tujuan. Dalam pasal tersebut tidak menyebutkan
tujuan para pihak mengadakan perjanjian, sehingga tidak jelas.

B. Syarat Sah Perjanjian


Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan undang-undang. Syarat-syarat sah perjanjian berdasarkan
ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata adalah sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (konsensus);
Konsensus adalah kesepakatan atau persetujuan kehendak, se iya – se
kata para pihak mengenai pokok perjanjian. Apa yang telah
dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak
lainnya. Persetujuan kehendak bersifat bebas, artinya tidak ada
paksaan, tekanan dari pihak manapun, tidak ada kekhilafan dan

2
penipuan. Akibat hukum tidak adanya persetujuan kehendak maka
perjanjian dapat diminta pembatalan kepada Hakim.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
Seseorang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum jika ia sudah
dewasa, artinya sudah mencapai umur 21 tahun/sudah kawin
walaupun belum berumur 21 tahun. Akibat hukum ketidakcakapan
seseorang yang membuat perjanjian, maka perjanjian itu dapat diminta
pembatalan kepada Hakim.
3. Suatu hal tertentu;
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian,
prestasi yang wajib dipenuhi. Prestasi itu harus tertentu atau minimal
dapat ditentukan. Kejelasan mengenai prestasi adalah untuk
memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak. Jika syarat
ini tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut batal (nietig, void).
4. Suatu sebab yang halal;
Causa yang halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUH
Perdata adalah isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan
yang hendak dicapai oleh para pihak. Akibat hukum dari perjanjian
yang berisi causa tidak halal maka perjanjiannya batal demi hukum.

Syarat pertama dan kedua yang telah disebutkan di atas disebut


sebagai syarat subjektif, karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek
perjanjian. Sedangkan, syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat
objektif, karena mengenai sesuatu yang menjadi objek perjanjian.

C. Asas-asas Perjanjian
1. Asas Kebebasan Berkontrak. Setiap orang bebas mengadakan perjanjian
apa saja, baik yang sudah maupun belum diatur dalam undang-undang.
Akan tetapi, kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak
dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.

3
2. Asas Pelengkap. Artinya bahwa, ketentuan dalam undang-undang boleh
tidak diikuti jika para pihak menghendakinya dan membuat ketentuan
sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang-undang. Asas ini
hanya mengenai hak dan kewajiban para pihak saja.
3. Asas Konsensual. Artinya bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat
tercapainya kata sepakat (konsensus) para pihak mengenai pokok
perjanjian. Sejak saatu itu perjanjian mengikat dan menimbulkan akibat
hukum.
4. Asas Obligator. Artinya yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak
baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum
memindahkan hak milik. Hak milik baru berpindah jika dilakukan
dengan perjanjian yang bersifat kebendaan, yaitu melalui penyerahan
(levering).

D. Unsur-unsur Perjanjian
1. Essentialia. Bagian atau unsur ini merupakan unsur terpenting dalam
perjanjian, karena jika tidak ada unsur ini maka perjanjian tidak akan
ada. Contohnya dalam perjanjian jual beli, harga merupakan unsur
essentialia.
2. Naturalia. Unsur ini merupakan unsur yang ditentukan undang-undang
sebagai peraturan yang bersifat mengatur. Contohnya adalah
penanggungan (vrijwaring).
3. Accidentalia. Merupakan unsur yang ditambahkan dalam perjanjian
oleh para pihak yang mana undang-undang tidak mengaturnya.
Contohnya dalam jual beli rumah disertai dengan alat-alat rumah
tangga.

E. Ciri-ciri Perjanjian
1. Merupakan perjanjian tertulis, sebagai media atau hierarkhi yang
dapat menunjukkan perjanjian telah dibuat dengan memenuhi syarat
sah perjanjian;

4
2. Kontrak sengaja dibuat tertulis agar para pihak dapat saling memantau
apakah prestasi telah dipenuhi / telah terjadi wanprestasi;
3. Sengaja dibuat sebagai alat bukti bagi mereka yang berkepentingan
jika terdapat pihak yang dirugikan, maka ia akan mempunyai alat
bukti untuk mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pihak yang
merugikannya;
4. Kontrak dibuat untuk mengetahui berakhirnya atau hal-hal apa saja
yang mengakhiri kontrak;
5. Sebagai alat bukti para pihak jika terjadi perselisihan dikemudian hari
atau telah terjadi wanprestasi atau jika ada pihak ketiga yang mungkin
keberatan dengan kontrak dan mengharuskan para pihak untuk
membuktikan hal-hal dalam kontrak tersebut.

F. Akibat Hukum Perjanjian


Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan para
pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang, dan
harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak artinya
perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa, serta memberi
kepastian hukum kepada para pihak yang membuatnya. Oleh karena
perjanjian merupakan persetujuan kedua belah pihak, maka jika akan ditarik
kembali/dibatalkan adalah wajar jika disetujui oleh kedua belah pihak. Akan
tetapi, jika ada alasan yang cukup menurut undang-undang, perjanjian dapat
ditarik kembali/dibatalkan secara sepihak.Maksud dari itikad baik (te goeder
trouw) dalam pelaksanaan perjanjian adalah ukuran objektif untuk menilai
pelaksanaan perjanjian. Apakah pelaksanaan perjanjian itu mengindahkan
norma kepatutan dan kesusilaan.

5
G. Sumber Perikatan

Perikatan
(Pasal 1233 KUH Perdata)

Perjanjian Undang-Undang
(Pasal 1313 KUH Perdata) (Pasal 1352 KUH Perdata)

Undang-Undang karena perbuatan Melulu Undang-Undang


manusia (Pasal 1353 KUH Perdata) a. Pekarangan berdampingan
(Pasal 625 KUH Perdata)
b. Kewajiban mendidik dan
memelihara anak (Pasal 104
KUH Perdata)

Perbuatan menurut Perbuatan melawan hukum (Pasal 1365


KUH Perdata)
hukum:
a. Perwakilan sukarela / Zaakwarneming
(Pasal 1354 KUH Perdata)
b. Pembayaran tak terhutang /
Onverschuldigdebetaling (Pasal 1359
KUH Perdata)

H. Berakhirnya Perikatan
Berdasarkan ketentuan Pasal 1381 KUH Perdata terdapat sepuluh hal
yang menghapus perikatan, yaitu:
1. Pembayaran

6
Pembayaran yang dimaksud disini tidak hanya meliputi penyerahan
sejumlah uang, melainkan juga penyerahan suatu benda.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penitipan
Jika debitur telah melakukan penawaran pembayaran dengan
perantara Notaris atau Jurusita, kemudian kreditur menolak penawaran
tersebut, atas penolakan tersebut kemudian debitur menitip
pembayaran itu kepada Panitera Pengadilan Negeri untuk disimpan.
Dengan deikian perikatan hapus.
3. Pembaharuan hutang (Novasi)
Novasi terjadi dengan cara mengganti hutang lama dengan hutang
baru, debitur lama dengan debitur baru, dan kreditur lama dengan
kreditur baru.
4. Perjumpaan hutang (Kompensasi)
Kompensasi terjadi jika hutang piutang debitur dan kreditur secara
timbal balik dilakukan perhitungan.
5. Percampuran hutang
Percampuran hutang terjadi jika kedudukan kreditur dan debitur
menjadi satu, artinya berada dalam satu tangan.
6. Pembebasan hutang
Pembebasan hutang terjadi jika kreditur dengan tegas menyatakan
tidak menghendaki lagi prestasi dari debitur dan melepaskan haknya
atas pembayaran atau pemenuhan perikatan.
7. Musnahnya benda yang terhutang
Berdasarkan Pasal 1444 KUH Perdata jika benda tertentu yang
menjadi objek perikatan musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan atau
hilang diluar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya,
maka perikatan hapus. Meskipun debitur lalai, ia akan bebas dari
perikatan jika ia dapat membuktikan bahwa hapus atau musnahnya
beda itu disebabkan kejadian di luar kekuasaannya dan benda itu juga
akan mengalami hal yang sama meski sudah berada di tangan kreditur.

7
8. Karena pembatalan
Jika syarat-syarat subjektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak
terpenuhi, maka perikatan dapat dibatalkan (vernietigbaar, voidable).
9. Berlakunya syarat batal
Syarat yang dimaksud adalah ketentuan isi perjanjian yang disetujui
para pihak, syarat mana jika dipenuhi maka perikatan menjadi batal
(nietig, void).
10. Lampau waktu (Daluwarsa)
Ada dua macam daluwarsa, yaitu:
a. Daluwarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu benda
(acquisitive verjaring);
b. Daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan/tuntutan
(extinvtieve verjaring).

Referensi:
1. R. Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Putra Abardin.
1999.
2. Catatan Kuliah Kapita Selekta Hukum Perjanjian Dr. Supraba Sekarwati
W., S.H., C.N.
3. Asas kebebasan berkontrak
4. Asas kebebasan berkontak adalah seseorang bebas melakukan perjanjian,
bebas melakukan apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk
kontak yang akan dilakukan.Asas kebebasan berkontrak dasar hukumnya
pada rumusan Pasal 1320 ayat 4 KUH Perdata yang berbunyi “suatu sebab
yang tidak terlarang”.
5. Dengan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan
mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat
kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama
dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu
sebab yang terlarang, ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata yang
menyatakan bahwa : “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh
undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau
ketertiban umum”. Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan

8
individu, sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan
individu pula. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kebebasan
individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontra

Anda mungkin juga menyukai