Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“HAK JAMINAN atau TANGGUNGAN”

Disusun oleh :
1. Elisabet Nora Winda Sinaga 160810101004
2. Sri Defi Silalahi 160810101012
3. Eka Febrianti Utami 160810101068
4. Ahmad Fauzi 160810101120
5. Nailul Farih 160810101143
6. Islamia Ainul Arifin 160810101156

UNTUK MEMENUHI TUGAS :


HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI STUDI


PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

1
UNIVERSITAS JEMBER
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita sampaikan kepada Allah SWT. Yang mana ia telah
memberikan hidayah dan inayah-Nya bagi kami melalui ilmu-Nya yang maha luas
sehingga kami bisa menulis makalah tentang “​Hak Jaminan atau
Tanggungan”.​ Shalawat serta salam kami tujukan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita pada agama yang lurus. Makalah ini merupakan suatu
tugas dari mata kuliah Hukum Bisnis dan melalui makalah ini kami berusaha
menyampaikan sedikit uraian tentang hak jaminan atau tanggungan. Kami
ucapkan terimakasih kepada dosen pengajar Hukum Bisnis yang telah membagi
ilmunya kepada kami serta memberikan kesempatan kepada kami untuk membuat
makalah ini.

Dan kami ucapkan terimakasih kepada sumber yang telah kami jadikan
sebagai rujukan dalam pengembangan pembuatan makalah ini. Adapun sumber
dari proses penulisan ini telah kami sertakan dalam daftar pustaka.

Akhirnya kami berharap makalah ini menjadi kontribusi positif,melahirkan


inovasi dan memberikan inspirasi kepada pembaca.

Jember, 9 November 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR II

DAFTAR ISI III

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3
2.1. Pengertian hak jaminan/tanggungan 3
2.2. Dasar hukum hak jaminan/tanggungan 3
2.3. Jenis-jenis hak jaminan/tanggungan 5
2.4. Proses pembebaban hak jaminan/tanggungan 10
2.5. Karakteristik dan sifat hak jaminan/tanggungan 15
2.3. Subjek dan objek hak jaminan/tanggungan 17

BAB III KESIMPULAN 20


3.1. Kesimpulan 20
3.2. Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

3
4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan zaman saat ini mendorong perkembangan ekonomi yang sangat
pesat, sehingga diperlukan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga ekonomi,
khususnya bagi lembaga pemberi piutang seperti bank dan lembaga keuangan
lainnya, untuk menjamin kembalinya haknya. Banyak benda yang bisa
dijaminkan dalam perhutangan, bisa benda bergerak ataupun benda bergerak.
Pada dasarnya, pada UU no. 5 tahun 1960 telah dijanjikan bahwa akan diatur
hak tanggungan sebagai hak yang memberi jaminan atas tanah dan
benda-benda yang berada atas tanah itu, baik berikut dengan benda-benda atas
tanah tersebut atau tidak, akan dibuat peraturannya oleh pemerintah.
Berlakunya undang-undang hak tanggungan No.4 tahun 1996, menghapus
ketentuan tentang hipotik serta creditverband. Sebelum ada Undang-undang
No. 4 Tahun 1996, yang dapat dijadikan jaminan hipotik adalah hak-hak
tertentu atas tanah seperti : hak milik, hak hak guna bangunan. Hak pakai
belum dimungkinkan untuk dijadikan jaminan untuk hutang. Tapi, pada
Undang-undang hak tanggungan tahun 1996, hak pakai tertentu yaitu yang
wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan, telah
dijadikan juga sebagai objek dari hak tanggungan. Undang –undang hak
tanggungan memiliki cakupan lebih luas disbanding undang-undang
sebelumnya, terutama dalam rangka peroses pembangunan secara
besar-besaran dibidang ekonomi pada umumnya dan real estate
Tidak semua kalangan masyarakat tahu apa saja bukti kepemilikan,
lebih-lebih mendapatkan hak atas tanah dan bangunan yang sah menurut
hukum. Kepemilikan tanah yang sah harus sudah terdaftar di BPN, sehingga
setelah mengantongi bukti yang sah baru kita bisa mendapatkan nomor setoran
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Melihat latar belakang diatas, maka

5
makalah ini akan membahas tentang hukum hak tanggungan dan pemindahan
hak atas tanah berikut penjelasannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian hak jaminan/tanggungan ?
2. Bagaimana dasar hukum dari hak jaminan/tanggungan ?
3. Bagaimana klasifikasi hak jaminan/tanggungan ?
4. Bagaimana proses pembebanan hak jaminan/tanggungan ?
5. Bagaimana karakteristik dan sifat dari hak jaminan/tanggungan?
6. Bagaimana subjek dan objek hak jaminan/tanggungan ?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian hak jaminan/tanggungan
2. Menjelaskan dasar hukum hak jaminan/tanggungan
3. Menjelasakan klasifikasi hak jaminan/tanggungan
4. Menjelaskan proses pembebanan hak jaminan/tanggungan
5. Menjelaskan karakteristik dan sifat dari hak jaminan/tanggungan
6. Menjelaskan subjek dan objek hak jaminan/tanggungan

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum
tanah adat yang tadinya tidak tertulis kedua-duanya lalu diganti dengan
hukum tertulis sesuai dengan ketetapan MPRS Nomor II/MPR/1960 yang
intinya memperkuat adanya unifikasi hukum tersebut.
Definisi Hak Tanggungan sesuai dengan ​Undang - undang no. 4
tanggal ​9 April ​1996 pasal 1 ayat 1 adalah: "Hak Tanggungan atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya
disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak
atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

2.2 Dasar hukum dari hak tanggungan / jaminan


Hukum Hak Tanggungan menurut St. Remy Syahdeni menyatakan bahwa
UUHT memberikan definisi yaitu Hak Tanggungan atas tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut Hak
Tanggungan. Sedangkan menurut E. Liliawati Muljono, yang dimaksud
dengan Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak
atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok ​Agraria
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu-kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan

7
kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur
yang lain.

Secara yuridis ketentuan dalam pasal 1 ayat 1 UUHT memberikan


pengertian Hak Tanggungan sebagai berikut:
‘Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan
yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok ​Agraria​, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu
terhadap kreditor-kreditor lain.’

Dengan berlakunya UUHT maka amanah dari Pasal 51 UUPA


yaitu “Hak Tanggugan yang dapat dibebankan pada Hak Milik, hak guna
usaha dan hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33, dan 39 diatur
dengan undang-undang” telah terpenuhi, sehingga tidak diperlukan lagi
penggunaan ketentuan-ketentuan tentang hipotik dan creditverband.
Dengan demikian hak tanggungan merupakan satu-satunya hak jaminan
atas tanah. Selain itu menurut Pasal 10 ayat (1) UUHT bahwa “Pemberian
Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak
Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di
dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang
yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulakan utang
tersebut” dan Pasal 18 ayat (1) huruf a UUHT menentukan Hak
Tanggungan hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak
Tanggungan.

8
Hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat
harus mengandung ciri-ciri:

● Memberikan kedudukan diutamakan diutamakan (droit de preference)


atau mendahulu kepada pemegangnya.
● Selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun berada (droit de
suite).
● Memenuhi asas spesialitas dan publisitas.
● Mudah serta pasti pelaksanaan eksekusinya.

Sebelum berlakunya UUHT, peraturan yang mengatur tentang


pembebanan Hak atas tanah adalah Bab XXI Buku II KUH Perdata, yang
berkaitan dengan hyphoteek dan creditverband dalam Staatsblad 1908-542
sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190. Kedua ketentuan
tersebut sudah tidak berlaku lagi karena tidak sesuai dengan kebutuhan
perkreditan di Indonesia. Hal-hal yang diatur dalam UUHT adalah :

1. Ketentuan Umum (Pasal 1 sampai dengan Pasal 3 UUHT)


2. Objek Hak Tanggungan (Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 UUHT)
3. Pemberi dan Pemegang Hak Tanggungan (Pasal 8 sampai dengan
Pasal 9 UUHT)
4. Tata Cara Cara Pemberian, Pendaftaran, Peralihan dan Hapusnya Hak
Tanggungan (Pasal 10 sampai dengan Pasal 19 UUHT)
5. Eksekusi Hak Tanggungan (Pasal 20 sampai dengan Pasal 21 UUHT)
6. Pencoretan Hak Tanggungan (Pasal 22 UUHT)
7. Sanksi Administrasi (Pasal 23 UUHT)
8. Ketentuan Peralihan (Pasal 24 sampai dengan Pasal 26 UUHT)
9. Ketentuan Penutup (Pasal 27 sampai dengan Pasal 31 UUHT).

2.3. Jenis-Jenis Hak Jaminan/tanggungan

9
Jenis jaminan ada secara umum ada dua macam. Pertama​, Jaminan
Perorangan; ​Kedua,​ Jaminan Kebendaan.

1. Jaminan Perorangan ​(​Personal Guarantee​)


Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang
berpiutang atau kreditur dengan seorang ketiga yang menjamin
dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang atau debitur. ​Dasar
hukumnya Pasal 1820 KUHPerdata berbunyi: “​Penanggungan ialah suatu
persetujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan
diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi
perikatannya​.”
Contoh Jaminan Perorangan: Bank Z memberikan kredit sebesar 2
Miliar rupiah kepada PT X berdasarkan perjanjian kredit dengan jangka
waktu 1 (satu) tahun. Untuk menjamin atau menanggung pelunasan utang
PT X kepada Bank Z, Bank Z meminta kepada pihak ketiga yaitu
Komisaris bernama A dan Direktur bernama B untuk menjadi penjamin
atau penanggung utang PT X. Kemudian Bank Z mengadakan perjanjian
penjaminan atau penanggungan utang dengan A dan B untuk menjamin
dan menanggung utang PT X jika PT X lalai membayar utangnya.
2. Jaminan Kebendaan
Jaminan kebendaan ialah jaminan yang objeknya berupa baik
barang bergerak maupun tidak bergerak yang khusus diperuntukan untuk
menjamin utang debitur kepada kreditur apabila dikemudian hari debitur
tidak dapat membayar utangnya kepada kreditur. Sebagaimana disebutkan
di atas, benda debitur yang dijaminkan bisa berupa benda bergerak
maupun tidak bergerak.
Untuk ​benda bergerak dapat dijaminkan dengan gadai dan
fidusia, sedangkan untuk benda tidak bergerak khususnya tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah dibebankan dengan hak
tanggungan (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996

10
tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda, benda yang Berkaitan
Dengan Tanah) dan untuk benda tidak bergerak bukan tanah ​seperti
kapal laut dengan bobot 20 m3 atau lebih dan pesawat terbang serta
helikopter dibebankan dengan hak hipotik.

Menurut Ronald Saija dan Roger F.X.V. Letsoin dalam bukunya


“Buku Ajar Hukum Perdata” hak tanggungan atau jaminan terbagi menjadi
tiga aspek, yaitu :

1. Hak Jaminan atas tanah


Hak tanggungan/jaminan jika dikaitkan dengan Pasal 4 UUHT maka
berakibat sebagai berikut:
1) Hak tanggungan sebagai hak jaminan atas hak atas tanah tidak
hanya menyangkut benda-benda yang telah ada saja, tetapi juga
benda-benda yang akan ada (Pasal 4 ayat (4); bandingkan dengan
Pasal 1175 BW).
2) Dimungkinkan pula pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan,
tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut yang tidak dimiliki
oleh pemegang hak atas tanah (dimiliki oleh orang lain) dengan
syarat pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut
hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang bersangkutan oleh
pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta
otentik (Pasal 4 ayat (4) dan Pasal 5 UUHT).
2. Hak jaminan kegiatan perkreditan
Sehubungan dengan kegiatan perkreditan tersebut, maka hak
tanggungan adalah salah satu hak jaminan di bidang hukum yang dapat
memberi perlindungan khusus pada kreditor dalam kegiatan
perkreditan. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan sifatnya, hak

11
tanggungan sebagai hak jaminan atas tanah sebagai agunan
memberikan kedudukan diutamakan (preference) kepada kreditor.
Maka kreditor yang bersangkutan dapat memperoleh pelunasan atas
piutangnya terlebih dahulu dari kreditor-kreditor lainnya, karena objek
Hak tanggungan tersebut disediakan khusus untuk pelunasan piutang
kreditor tertentu.

3. Hak jaminan perlindungan hukum


Hal ini berhubungan dengan masalah perjanjian, hubungan hutang
piutang antara kreditor dengan debitor, dan apa yang dapat dilakukan
kreditor jika debitor misalnya tidak dapat memenuhi apa yang sudah
diperjanjikan atau wanprestasi.

Menurut sifatnya, Hak jaminan / tanggungan menjadi dua, yaitu :

1. Hak Jaminan yang bersifat umum


Adalah hak jaminan yang lahir karena ditentukan oleh Undang-Undang.
Dalam hak jaminan umum, seluruh harta debitur yang dijadikan jaminan
atas utang debitur (Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata). Dalam pasal
1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang
ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak
merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur
menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang
memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan
yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para
berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Dalam hal ini
benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah
memenuhi persyaratan antara lain benda tersebut bersifat ekonomis (dapat

12
dinilai dengan uang) dan benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya
kepada pihak lain.

Contohnya, Hasim pinjam uang kepada Bono sebesar Rp. 100.000 untuk
membayar kas.

2. Hak jaminan yang bersifat khusus


Adalah hak jaminan yang lahir karena perjanjian atau jaminan kebendaan
dan jaminan perorangan. Hak jaminan khusus hanya memberi jaminan
pada benda yang dijadikan objek jaminan dalam perjanjian. Contohnya,
Pak Toni seorang pengusaha di bidang garmen meminjam uang kepada
Bank BDA sebesar RP. 1 milyar dengan jaminan rumah dan tanah yg ia
miliki. (Hak Tanggungan).

Menurut Penguasaannya, hak jaminan terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Jaminan dengan penguasaan bendanya


yaitu hak jaminan dimana benda mempunyai peran dominan dalam
perjanjian yang dibuat atau adanya benda tertentu yang diikat secara
khusus. Di Indonesia yang merupakan jaminan dengan menguasai
bendanya adalah gadai dan hak retensidan hak retensi. Gadai tidak pesat
pertumbuhannya karena terbentur syarat inbezit stelling yang dirasakan
berat oleh debitur yang justru memerlukan benda yang dijaminkan untuk
menjalankan pekerjaan atau usahanya.
2. Hak jaminan yang tanpa penguasan bendanya
Adalah hak jaminan yang tidak memerlukan benda untuk objek
jaminannya tetapi hak milik dari benda tersebut yang dijadikan
jaminannya. Hak jaminan ini muncul ketika seseorang melakukan kredit
atas dasar kepercayaan. Jaminan tanpa menguasai bendanya
menguntungkan debitur sebagai pemilik jaminan karena tetap dapat
menggunakan benda jaminan dalam kegiatan pekerjaannya atau usahanya.

13
Contohnya, fidusia dan hak tanggungan(Hipotik).

Hak Jaminan lain-lain, terbagi menjadi :

1. Hak Privilegi
Merupakan hak khusus yang diterima kreditur untuk didahulukan
pembayaran diatas kreditur lainya semata-mata berdasarkan sifat
piutangnya. Hak ini dapat dibagi 2 yaitu hak privilege umum
(1149KUHPerdata) dan khusus(1139 KUHPerdata).
Dalam ketentuan Hak privilege ini yang perlu diperhatikan adalah
mengenai ​matigingsrecht dari pada hakim yang merupakan kewenangan
hakim untuk menentukan jumlah sepatutnya.(1601 KUHPerdata)
2. Hak Retentif
Merupakan hak kreditur untuk menahan benda sampai piutang yang yang
bertalian dengan benda itu dilunasi. Mengenai hak ini diatur di dalam
pasal yang terpisah, yaitu: 567, 575, 576 579, 834, 715, 725, 1159, 1616,
1729, 1812 KUHPerdata. Sifat dari hak ini adalah bersifat accessoir,
artinya hak retentive akan batal dan hapus apabila perjanjian pokoknya
beralih dan batal
2.4 Proses Pembebanan Hak Tanggungan
Setelah terjadi kesepakatan hutang piutang dengan hak tanggungan
antara kreditor dan debitor, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan :
1. Membuat perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (atara lain
berupa perjanjian pemberian kredit atau akad kredit) yang
pelunasannya dijamin dengan hak tanggungan.
2. Membuat perjanjian pemberian hak tanggungan yang dituangkan
kedalam akte pemberian hak tanggungan (APHT) oleh notaris/PPAT.
3. Melakukan pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertanahan yang
sekaligue merupakan saat lahirnya hak tanggungan yang dibebankan.

14
Perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (antara lain perjanjian
pemberian kredit yang dijamin dengan hak tanggungan dapat dibuat dengan
akte dibawah tangan atau dengan akte otentik. Perjanjian ini merUpakan
perjanjian pokok, sedangkan perjanjian pemberian hak tanggungan
merupakan perjanjian ikutan (accessoir) pada perjanjian pokok. Dalam
pemberian hak tanggungan, pemberi hak tanggungan wajib hadir dihadapan
PPAT. Jikan dengan lasan yang dapat dipertanggung jawabkan yang
bersangkutan tidak dapat hadir sendiri, maka ia wajib menunjuk kuasa
dengan surat kuasa membebankan hak tanggungan yang berbentuk akte
otentik. Pembuatan surat kuasa membebankan hak tanggungan dapat
dilakukan oleh notaris / PPAT yang keberadaannya sampai di wilayah
kecamatan. Hak tanggungan baru lahir ketika hak tanggungan tersebut
dibukukan dalam buku tanah dikantor pertanahan. Pendaftaran menentukan
kedudukan kreditor sebagai kreditor diutamakan terhadap kreditor-kreditor
lain dan menentukan peringkat kreditor dalam hubungannya dengan kreditor
lain yang juga pemegang hak tanggungan atas tanah yang sama sebagai
jaminannya. Peringkat masing-masing hak tanggungan tersebut ditentukan
menurut tanggal pendaftarannya pada kantor pertanahan. Peringkat hak
tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut
nomor urut APHTnya, hal ini dimungkinkan karena pembuatan beberapa
APHT atas satu objek hak tanggungan hanya dapat dilakukan oleh PPAT
yang sama.

Menurut pasal 5 UUHT, suatu objek hak tanggungan dapat dibebani


dengan lebih dari satu hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari
satu hutang. Pemilik tanah atau persil yang telah menjaminkan tanah atau
persilnya, dapat menguasai tanah itu atau menjualnya, karena hak
tanggungan akan tetap melekat membebani tanah ditangan siapapun tanah
itu berpindah.

15
Menurut pasal 11 UUHT, dimungkinkan untuk mencantumkan
janji-janji dalam APHT. Janji-janji yang dicntumkan bersifat fakultatif dan
tidak berpengaruh terhadap keabsahan APHT. Pihak-pihak bebasan
menentukan untuk mencantumkan atau tidak mencantumkan janji-janji
tersebut dalam APHT. Pemuatan janji-janji tersebut dalam APHT yang
kemudian didaftarkna pada kantor pertanahan, akan menyebabkan janji-janji
tersebut mempunyai kekuatan mengikat pada pihak ketiga. Janji-janji yang
dimaksud diatas antara lain;

1. Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk


menyewakan objek hak tanggungan dan/atau menentukan atau
mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa
dimuka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari
pemegang hak tanggungan.
2. Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk
mengubah bentuk atau tata susunan objek hak tanggungan kecuali,
dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan.
3. Janji yang memberi wewenang pada pemegang hak tanggungan
untuk mengelola objek hak tanggungan berdasarkan penetapan ketua
pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek hak
tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh ingkar janji.
4. Janji yang memberikan wewenang pada pemegang hak tanggungan
untuk menyelamatkan objek hak tanggungan, jika hal itu diperlukab
untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya
atau dibatalkannya hak yang menjadi objek hak tanggungan kartena
tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang.
5. Janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak
untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila
debitor ingkar janji.

16
6. Janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama bahwa
objek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan.
7. Janji bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan melepaskan haknya
atas objek hak tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu
dari pemegang hak tanggungan.
8. Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh
atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi hak tanggungan
untuk pelunasan piutangnya, apabila objek hak tanggungan
dilepaskan haknya oleh pemberi hak tanggungan atau dicabut haknya
untuk kepentingan umum.
9. Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh
atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi hak
tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek hak tanggungan
diasuransikan.
10. Janji bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan objek hak
tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan.
11. Janji yang dimaksud pada pasal 14 ayat 4 UUHT, karena tanpa janji
ini, sertifikat hak tanah yang dibebani hak tanggungan akan
diserahkan kepada pemberi hak tanggungan.

Berdasarkan Undang – Undang Hak Tanggungan (Uu No. 4 Tahun


1996). Berdasarkan penjelasan umum angka 7 Undang – Undang Hak
Tanggungan (Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996) proses
pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan,
yaitu:
a. Tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta
Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk
selanjutnya disebut PPAT, yang didahului dengan perjanjian
utang-piutang yang dijamin

17
b. Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat
lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.

Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, PPAT (Pejabat


Pembuat Akta Tanah) adalah pejabat umum yang berwenang membuat
akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan
hak atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan, sebagai bukti
dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak
dalam daerah kerjanya masing-masing. Dalam kedudukan sebagai yang
disebutkan di atas, maka akta-akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta
otentik.

Pengertian perbuatan hukum pembebanan hak atas tanah yang


pembuatan aktanya merupakan kewenangan PPAT, meliputi pembuatan
akta pembebanan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 Undang-Undang Pokok Agraria dan pembuatan
akta dalam rangka pembebanan Hak Tanggungan yang diatur dalam
Undang-undang Hak Tanggungan.

Dalam memberikan Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan


wajib hadir di hadapan PPAT. Jika karena sesuatu sebab tidak dapat hadir
sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, disingkat SKMHT, yang
berbentuk akta otentik. Pembuatan SKMHT selain kepada Notaris,
ditugaskan juga kepada PPAT yang keberadaannya sampai pada wilayah
kecamatan, dalam rangka memudahkan pemberian pelayanan kepada
pihak-pihak yang memerlukan.

Pada saat pembuatan SKMHT dan Akta Pemberian Hak Tanggungan,


harus sudah ada keyakinan pada Notaris atau PPAT yang bersangkutan,
bahwa pemberi Hak Tanggungan mempunyai kewenangan untuk

18
melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang
dibebankan, walaupun kepastian mengenai dimilikinya kewenangan
tersebut baru dipersyaratkan pada waktu pemberian Hak Tanggungan itu
didaftar.

Pasal 10 Undang – Undang Hak Tanggungan menyebutkan bahwa


Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan
Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang
dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian
utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang
menimbulkan utang tersebut. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan
dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila obyek Hak
Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama
yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya
belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan
dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.

Di dalam pasal 11 ayat (1) Undang – Undang Hak Tanggungan


disebutkan bahwa di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib
dicantumkan:

1. Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;


2. Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila
di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus
pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal
domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai
domisili yang dipilih;
3. Penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin

19
4. Nilai tanggungan;
5. Uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.

2.5. Karakteristik dan sifat hak jaminan/tanggungan

Dalam Penjelasan Umum Undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun


1996 dikemukakan bahwa sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat,
Hak Tanggungan harus mengandung ciri-ciri:

a. Droit de preferent, artinya memberikan kedudukan yang diutamakan atau


mendahului kepada pemegangnya (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat 1).
Dalam hal ini pemegang Hak Tanggungan sebagai kreditur memperoleh
hak didahulukan dari kreditur lainnya untuk memperoleh pembayaran
piutangnya dari hasil penjualan (pencairan) objek jaminan kredit yang
diikat dengan Hak Tanggungan tersebut. Kedudukan kreditur yang
mempunyai hak didahulukan dari kreditur lain (kreditur preferen) akan
sangat menguntungkan kepada pihak yang bersangkutan dalam
memperoleh pembayaran kembali (pelunasan) pinjaman uang yang
diberikannya kepada debitur yang ingkar janji (wanprestasi).

b. Droit de suite, artinya selalu mengikuti jaminan hutang dalam tangan


siapapun objek tersebut berada (Pasal 7). Dalam Pasal 7 UUHT disebutkan
bahwa Hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun
objek itu berada. Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi
kepentingan pemegang Hak Tanggungan. Meskipun objek dari Hak
Tanggungan sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain,
kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya melalui eksekusi, jika
debitur cidera janji.

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak


ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Berdasarkan hal tersebut maka sahnya pembebanan Hak

20
Tanggungan disyaratkan wajib disebutkan dengan jelas piutang mana dan
berapa jumlahnya yang dijamin serta benda-benda mana yang dijadikan
jaminan (syarat spesialitas), dan wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan
sehingga terbuka untuk umum (syarat publisitas).

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Salah satu ciri Hak


Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan
eksekusinya jika debitur cidera janji. Meskipun secara umum ketentuan
mengenai eksekusi telah diatur dalam hukum acara perdata yang berlaku,
dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus mengenai eksekusi Hak
Tanggungan dalam Undang-undang ini, yaitu yang mengatur mengenai
lembaga parate executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 HIR dan
Pasal 258

e. Hak Tanggungan memiliki sifat tidak dapat dibagi-bagi kecuali jika


diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), seperti
ditetapkan dalam Pasal 2 UUHT. Dengan sifatnya yang tidak dapat
dibagi-bagi, maka Hak Tanggungan akan membebani secara utuh objek
Hak tanggungan. Hal ini mengandung arti bahwa apabila hutang (kredit)
yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan baru dilunasi
sebagian, maka Hak Tanggungan tetap membebani seluruh objek Hak
Tanggungan.

Klausula “kecuali jika diperjanjikan dalam APHT” dalam Pasal 2 UUHT,


dicantumkan dengan maksud untuk menampung kebutuhan perkembangan dunia
perbankan, khususnya kegiatan perkreditan. Dengan menggunakan klausula
tersebut, sifat tidak dapat dibagi-bagi dari Hak Tanggungan dapat disimpangi,
yaitu dengan memperjanjikan bahwa apabila Hak Tanggungan dibebankan pada
beberapa hak atas tanah, maka pelunasan kredit yang dijamin dapat dilakukan
dengan cara angsuran. Besarnya angsuran sama dengan nilai masing-masing hak
atas tanah yang merupakan bagian dari objek Hak Tanggungan, yang akan

21
dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut. Dengan demikian setelah suatu
angsuran dibayarkan, Hak Tanggungan hanya akan membebani sisa objek Hak
tanggungan untuk menjamin sisa kredit yang belum dilunasi (Penjelasan Pasal 2
ayat (1) jo ayat (2) UUHT).

Sifat lain dari Hak Tanggungan adalah Hak tanggungan merupakan accecoir
dari perjanjian pokok, artinya bahwa perjanjian Hak Tanggungan bukan
merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, tetapi keberadaannya adalah karena
adanya perjanjian lain yang disebut dengan perjanjian pokok. Perjanjian pokok
bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian hutang piutang yang
menimbulkan hutang yang dijamin itu. Sutan Remi Syahdeini, 1996, Hak
Tanggungan: Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah-masalah yang
dihadapi Oleh Pihak Perbankan, suatu Kajian Mengenai UUHT, Airlangga
University Press, Surabaya, hal. 20 Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertuang
dalam butir 8 Penjelasan Umum UUHT yang memberikan penjelasan bahwa
karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikatan atau accecoir pada
suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian hutang piutang atau
perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaanya ditentukan oleh adanya piutang
yang dijamin pelunasannya.

2.6. Subjek dan objek hak jaminan/tanggunganTanggungan

Terhadap benda-benda (tanah) yang akan dijadikan objek Hak Tanggungan, maka
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

a. Dapat dinilai dengan uang, karena hutang yang dijamin berupa uang;
b. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, karena harus memenuhi
syarat publisitas;
c. Mempunyai sifat dapat dipindah tangankan, karena apabila debitur cidera
janji, benda yang dijadikan jaminan akan dapat dijual di muka umum;

22
d. Perlu ditunjuk oleh Undang-undang sebagai hak yang dapat dibebani
dengan Hak Tanggungan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Pasal 4 UUHT telah menentukan hak atas tanah
yang dapat dijadikan objek Hak Tanggungan, yaitu meliputi:

a. Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna Usaha sebagaimana
dimaksud dalam UUPA (Pasal 4 ayat (1) UUHT).
b. Hak Pakai atas Tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib
didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan. Terhadap hak
pakai atas tanah negara, yang walaupun wajib didaftarkan, tetapi karena
sifatnya tidak dapat dipindah tangankan, maka hak pakai tersebut tidak
termasuk dalam objek Hak Tanggungan.
c. Hak atas tanah berikut bangunan (baik yang berada di atas maupun di
bawah tanah), tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada, yamg
merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan
milik pemegang hak atas tanah. Pembebanan Hak Tanggungan atas
bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut, dan yang merupakan milik
pemegang hak atas tanah. Pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan,
tanaman dan hasil karya tersebut diatas harus dinyatakan dengan tegas di
dalam APHT (Pasal 4 ayat (4) UUHT). Apabila bangunan, tanaman, dan
hasil karya sebagaimana disebut diatas tidak dimiliki oleh pemegang hak
atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya
dilakukan dengan penandatanganan serta (bersama) pada APHT yang
bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa oleh pemilik
benda-benda tersebut untuk menandatangani serta (bersama) APHT
dengan akta otentik. Yang dimaksud akta otentik di sini adalah Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) atas benda-benda di

23
atas tanah tersebut yang dibebani Hak Tanggungan (Pasal 4 ayat (5)
UUHT).

Objek Hak Tanggungan menjadi lebih luas jika dikaitkan dengan Pasal 12 UU No.
16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, sebagaimana tertuang dalam Pasal 27
UUHT, yang menyatakan bahwa ketentuan Hak Tanggungan berlaku juga
terhadap pembebanan hak jaminan atas rumah susun. Hak jaminan atas rumah
susun tersebut meliputi:

a. Rumah susun yang berdiri atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan,
Hak Guna Usaha, Hak Pakai yang diberikan oleh negara; dan
b. Hak milik atas satuan rumah susun yang bangunannya berdiri di atas tanah
hak-hak yang tersebut di atas.

Subjek Hak Tanggungan

Yang dimaksud subjek Hak Tanggungan dalam hal ini adalah pemberi dan
pemegang Hak Tanggungan.

a. Pemberi Hak Tanggungan

Pemberi Hak Tanggungan adalah orang atau badan hukum yang


mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap
objek Hak Tanggungan. Kewenangan tersebut harus ada pada pemberi
Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan (Pasal 8 UUHT).
Dari penjelasan umum UUHT antara lain dijelaskan bahwa pada saat
pembuatan SKMHT dan APHT, harus sudah ada keyakinan pada Notaris
atau PPAT yang bersangkutan bahwa pemberi Hak Tanggungan
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap
objek Hak Tanggungan yang dibebankan. Meskipun kepastian mengenai

24
dimilikinya kewenangan tersebut baru dipersyaratkan pada waktu
pemberian Hak Tanggungan itu didaftar.

b. Pemegang Hak Tanggungan

Pemegang Hak Tanggungan adalah orang atau badan hukum yang


berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang (Pasal 9 UUHT). Karena
Hak Tanggungan sebagai lembaga hak atas tanah tidak mengandung
kewenagan untuk menguasai secara fisik dan menggunakan tanah yang
dijadikan pemberi Hak.

BAB III
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

Hak jaminan atau tanggungan adalah hak yang melekat pada suatu asset
tertentu yang dimiliki oleh seseorang ataupun badan. Dasar hukum yang mengatur
sudah tercantum dalam Bab XXI Buku II KUH Perdata. Bentuk-bentuk hak
jaminan secara umum yaitu jaminan perseorangan dan jaminan kebendaan
sedangkan bentuk-bentuk yang lain hanya melengkapi saja. Proses pembebasan
hak tanggungan terbagi atas 2 tahap yaitu tahap pemberian Hak Tanggungan,
dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah, untuk selanjutnya disebut PPAT, yang didahului dengan perjanjian
utang-piutang yang dijamin dan tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan,
yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.
Karakteristik hak jaminan yaitu Droit de preferent, artinya memberikan
kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya, Droit de
suite, artinya selalu mengikuti jaminan hutang dalam tangan siapapun objek

25
berada, memenuhi asas spesialitas dan publisitas, mudah dan pasti pelaksanaan
eksekusinya, hak Tanggungan memiliki sifat tidak dapat dibagi-bagi kecuali jika
diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Sifat lain dari
Hak Tanggungan adalah Hak tanggungan merupakan accecoir dari perjanjian
pokok, artinya bahwa perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian
yang berdiri sendiri, tetapi keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain
yang disebut dengan perjanjian pokok.
Objek hak jaminan yaitu Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna
Usaha, Hak Pakai atas Tanah Negara, Hak atas tanah berikut bangunan (baik yang
berada di atas maupun di bawah tanah), tanaman dan hasil karya yang telah ada
atau akan ada, yamg merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang
merupakan milik pemegang hak atas tanah. Subjek hak jaminan yaitu pemberi hak
jaminan atau tanggungan dan pemegang hak jaminan atau tanggungan.

3.2. Saran
Dengan adanya makalah ini diharpkan pembaca bisa memberikan saran dan kritik
agar penulis bisa memperbaiki kekurangan isi dan menyempurnakan isi makalah
agar makalah bisa bermanfaat lagi bagi masyarakat.

26
DAFTAR PUSTAKA

● www.suduthukum.com
● www.landasanteori.com
● https://id.wikipedia.org/wiki/hak_tanggungan
● Frieda Husni Hasbullah, ​Hukum Kebendaan Perdata ‘Hak-hak yang
Memberi Jaminan’​, (Jakarta: Ind.Hil-Co, 2002)
● Gatot Supramono, ​Perjanjian Utang Piutang​, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2013)
● Subekti, ​Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum
Indonesia​, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1989)
● https://konsultanhukum.web.id/jenis-jenis-jaminan/
● http://www.hukumprodeo.com/jenis-jenis-hak-jaminan-yang-lain-pada-hu
kum-jaminan/

27
● Saija, Ronald dan Letsoin, Roger F.X.V.. 2016. Buku Ajar Hukum
Perdata. Yogyakarta: Deepublish.
● Satrio, J.. 1996. Hukum Jaminan, Hak-hak jaminan kebendaan. Bandung:
PT Citra Aditya Bakti.
● Adiwibowo, Yusuf. 2007. Diktat Pengantar Hukum Perdata “Hukum
Kebendaan, Hukum Waris dan Hukum Perikatan. Jember: Fakultas
Hukum, Universitas Jember.

28

Anda mungkin juga menyukai