Disusun oleh :
1. Elisabet Nora Winda Sinaga 160810101004
2. Sri Defi Silalahi 160810101012
3. Eka Febrianti Utami 160810101068
4. Ahmad Fauzi 160810101120
5. Nailul Farih 160810101143
6. Islamia Ainul Arifin 160810101156
1
UNIVERSITAS JEMBER
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita sampaikan kepada Allah SWT. Yang mana ia telah
memberikan hidayah dan inayah-Nya bagi kami melalui ilmu-Nya yang maha luas
sehingga kami bisa menulis makalah tentang “Hak Jaminan atau
Tanggungan”. Shalawat serta salam kami tujukan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita pada agama yang lurus. Makalah ini merupakan suatu
tugas dari mata kuliah Hukum Bisnis dan melalui makalah ini kami berusaha
menyampaikan sedikit uraian tentang hak jaminan atau tanggungan. Kami
ucapkan terimakasih kepada dosen pengajar Hukum Bisnis yang telah membagi
ilmunya kepada kami serta memberikan kesempatan kepada kami untuk membuat
makalah ini.
Dan kami ucapkan terimakasih kepada sumber yang telah kami jadikan
sebagai rujukan dalam pengembangan pembuatan makalah ini. Adapun sumber
dari proses penulisan ini telah kami sertakan dalam daftar pustaka.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR II
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1. Pengertian hak jaminan/tanggungan 3
2.2. Dasar hukum hak jaminan/tanggungan 3
2.3. Jenis-jenis hak jaminan/tanggungan 5
2.4. Proses pembebaban hak jaminan/tanggungan 10
2.5. Karakteristik dan sifat hak jaminan/tanggungan 15
2.3. Subjek dan objek hak jaminan/tanggungan 17
DAFTAR PUSTAKA 22
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
makalah ini akan membahas tentang hukum hak tanggungan dan pemindahan
hak atas tanah berikut penjelasannya.
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum
tanah adat yang tadinya tidak tertulis kedua-duanya lalu diganti dengan
hukum tertulis sesuai dengan ketetapan MPRS Nomor II/MPR/1960 yang
intinya memperkuat adanya unifikasi hukum tersebut.
Definisi Hak Tanggungan sesuai dengan Undang - undang no. 4
tanggal 9 April 1996 pasal 1 ayat 1 adalah: "Hak Tanggungan atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya
disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak
atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
7
kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur
yang lain.
8
Hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat
harus mengandung ciri-ciri:
9
Jenis jaminan ada secara umum ada dua macam. Pertama, Jaminan
Perorangan; Kedua, Jaminan Kebendaan.
10
tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda, benda yang Berkaitan
Dengan Tanah) dan untuk benda tidak bergerak bukan tanah seperti
kapal laut dengan bobot 20 m3 atau lebih dan pesawat terbang serta
helikopter dibebankan dengan hak hipotik.
11
tanggungan sebagai hak jaminan atas tanah sebagai agunan
memberikan kedudukan diutamakan (preference) kepada kreditor.
Maka kreditor yang bersangkutan dapat memperoleh pelunasan atas
piutangnya terlebih dahulu dari kreditor-kreditor lainnya, karena objek
Hak tanggungan tersebut disediakan khusus untuk pelunasan piutang
kreditor tertentu.
12
dinilai dengan uang) dan benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya
kepada pihak lain.
Contohnya, Hasim pinjam uang kepada Bono sebesar Rp. 100.000 untuk
membayar kas.
13
Contohnya, fidusia dan hak tanggungan(Hipotik).
1. Hak Privilegi
Merupakan hak khusus yang diterima kreditur untuk didahulukan
pembayaran diatas kreditur lainya semata-mata berdasarkan sifat
piutangnya. Hak ini dapat dibagi 2 yaitu hak privilege umum
(1149KUHPerdata) dan khusus(1139 KUHPerdata).
Dalam ketentuan Hak privilege ini yang perlu diperhatikan adalah
mengenai matigingsrecht dari pada hakim yang merupakan kewenangan
hakim untuk menentukan jumlah sepatutnya.(1601 KUHPerdata)
2. Hak Retentif
Merupakan hak kreditur untuk menahan benda sampai piutang yang yang
bertalian dengan benda itu dilunasi. Mengenai hak ini diatur di dalam
pasal yang terpisah, yaitu: 567, 575, 576 579, 834, 715, 725, 1159, 1616,
1729, 1812 KUHPerdata. Sifat dari hak ini adalah bersifat accessoir,
artinya hak retentive akan batal dan hapus apabila perjanjian pokoknya
beralih dan batal
2.4 Proses Pembebanan Hak Tanggungan
Setelah terjadi kesepakatan hutang piutang dengan hak tanggungan
antara kreditor dan debitor, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan :
1. Membuat perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (atara lain
berupa perjanjian pemberian kredit atau akad kredit) yang
pelunasannya dijamin dengan hak tanggungan.
2. Membuat perjanjian pemberian hak tanggungan yang dituangkan
kedalam akte pemberian hak tanggungan (APHT) oleh notaris/PPAT.
3. Melakukan pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertanahan yang
sekaligue merupakan saat lahirnya hak tanggungan yang dibebankan.
14
Perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (antara lain perjanjian
pemberian kredit yang dijamin dengan hak tanggungan dapat dibuat dengan
akte dibawah tangan atau dengan akte otentik. Perjanjian ini merUpakan
perjanjian pokok, sedangkan perjanjian pemberian hak tanggungan
merupakan perjanjian ikutan (accessoir) pada perjanjian pokok. Dalam
pemberian hak tanggungan, pemberi hak tanggungan wajib hadir dihadapan
PPAT. Jikan dengan lasan yang dapat dipertanggung jawabkan yang
bersangkutan tidak dapat hadir sendiri, maka ia wajib menunjuk kuasa
dengan surat kuasa membebankan hak tanggungan yang berbentuk akte
otentik. Pembuatan surat kuasa membebankan hak tanggungan dapat
dilakukan oleh notaris / PPAT yang keberadaannya sampai di wilayah
kecamatan. Hak tanggungan baru lahir ketika hak tanggungan tersebut
dibukukan dalam buku tanah dikantor pertanahan. Pendaftaran menentukan
kedudukan kreditor sebagai kreditor diutamakan terhadap kreditor-kreditor
lain dan menentukan peringkat kreditor dalam hubungannya dengan kreditor
lain yang juga pemegang hak tanggungan atas tanah yang sama sebagai
jaminannya. Peringkat masing-masing hak tanggungan tersebut ditentukan
menurut tanggal pendaftarannya pada kantor pertanahan. Peringkat hak
tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut
nomor urut APHTnya, hal ini dimungkinkan karena pembuatan beberapa
APHT atas satu objek hak tanggungan hanya dapat dilakukan oleh PPAT
yang sama.
15
Menurut pasal 11 UUHT, dimungkinkan untuk mencantumkan
janji-janji dalam APHT. Janji-janji yang dicntumkan bersifat fakultatif dan
tidak berpengaruh terhadap keabsahan APHT. Pihak-pihak bebasan
menentukan untuk mencantumkan atau tidak mencantumkan janji-janji
tersebut dalam APHT. Pemuatan janji-janji tersebut dalam APHT yang
kemudian didaftarkna pada kantor pertanahan, akan menyebabkan janji-janji
tersebut mempunyai kekuatan mengikat pada pihak ketiga. Janji-janji yang
dimaksud diatas antara lain;
16
6. Janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama bahwa
objek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan.
7. Janji bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan melepaskan haknya
atas objek hak tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu
dari pemegang hak tanggungan.
8. Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh
atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi hak tanggungan
untuk pelunasan piutangnya, apabila objek hak tanggungan
dilepaskan haknya oleh pemberi hak tanggungan atau dicabut haknya
untuk kepentingan umum.
9. Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh
atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi hak
tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek hak tanggungan
diasuransikan.
10. Janji bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan objek hak
tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan.
11. Janji yang dimaksud pada pasal 14 ayat 4 UUHT, karena tanpa janji
ini, sertifikat hak tanah yang dibebani hak tanggungan akan
diserahkan kepada pemberi hak tanggungan.
17
b. Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat
lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.
18
melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang
dibebankan, walaupun kepastian mengenai dimilikinya kewenangan
tersebut baru dipersyaratkan pada waktu pemberian Hak Tanggungan itu
didaftar.
19
4. Nilai tanggungan;
5. Uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.
20
Tanggungan disyaratkan wajib disebutkan dengan jelas piutang mana dan
berapa jumlahnya yang dijamin serta benda-benda mana yang dijadikan
jaminan (syarat spesialitas), dan wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan
sehingga terbuka untuk umum (syarat publisitas).
21
dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut. Dengan demikian setelah suatu
angsuran dibayarkan, Hak Tanggungan hanya akan membebani sisa objek Hak
tanggungan untuk menjamin sisa kredit yang belum dilunasi (Penjelasan Pasal 2
ayat (1) jo ayat (2) UUHT).
Sifat lain dari Hak Tanggungan adalah Hak tanggungan merupakan accecoir
dari perjanjian pokok, artinya bahwa perjanjian Hak Tanggungan bukan
merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, tetapi keberadaannya adalah karena
adanya perjanjian lain yang disebut dengan perjanjian pokok. Perjanjian pokok
bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian hutang piutang yang
menimbulkan hutang yang dijamin itu. Sutan Remi Syahdeini, 1996, Hak
Tanggungan: Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah-masalah yang
dihadapi Oleh Pihak Perbankan, suatu Kajian Mengenai UUHT, Airlangga
University Press, Surabaya, hal. 20 Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertuang
dalam butir 8 Penjelasan Umum UUHT yang memberikan penjelasan bahwa
karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikatan atau accecoir pada
suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian hutang piutang atau
perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaanya ditentukan oleh adanya piutang
yang dijamin pelunasannya.
Terhadap benda-benda (tanah) yang akan dijadikan objek Hak Tanggungan, maka
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
a. Dapat dinilai dengan uang, karena hutang yang dijamin berupa uang;
b. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, karena harus memenuhi
syarat publisitas;
c. Mempunyai sifat dapat dipindah tangankan, karena apabila debitur cidera
janji, benda yang dijadikan jaminan akan dapat dijual di muka umum;
22
d. Perlu ditunjuk oleh Undang-undang sebagai hak yang dapat dibebani
dengan Hak Tanggungan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pasal 4 UUHT telah menentukan hak atas tanah
yang dapat dijadikan objek Hak Tanggungan, yaitu meliputi:
a. Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna Usaha sebagaimana
dimaksud dalam UUPA (Pasal 4 ayat (1) UUHT).
b. Hak Pakai atas Tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib
didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan. Terhadap hak
pakai atas tanah negara, yang walaupun wajib didaftarkan, tetapi karena
sifatnya tidak dapat dipindah tangankan, maka hak pakai tersebut tidak
termasuk dalam objek Hak Tanggungan.
c. Hak atas tanah berikut bangunan (baik yang berada di atas maupun di
bawah tanah), tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada, yamg
merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan
milik pemegang hak atas tanah. Pembebanan Hak Tanggungan atas
bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut, dan yang merupakan milik
pemegang hak atas tanah. Pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan,
tanaman dan hasil karya tersebut diatas harus dinyatakan dengan tegas di
dalam APHT (Pasal 4 ayat (4) UUHT). Apabila bangunan, tanaman, dan
hasil karya sebagaimana disebut diatas tidak dimiliki oleh pemegang hak
atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya
dilakukan dengan penandatanganan serta (bersama) pada APHT yang
bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa oleh pemilik
benda-benda tersebut untuk menandatangani serta (bersama) APHT
dengan akta otentik. Yang dimaksud akta otentik di sini adalah Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) atas benda-benda di
23
atas tanah tersebut yang dibebani Hak Tanggungan (Pasal 4 ayat (5)
UUHT).
Objek Hak Tanggungan menjadi lebih luas jika dikaitkan dengan Pasal 12 UU No.
16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, sebagaimana tertuang dalam Pasal 27
UUHT, yang menyatakan bahwa ketentuan Hak Tanggungan berlaku juga
terhadap pembebanan hak jaminan atas rumah susun. Hak jaminan atas rumah
susun tersebut meliputi:
a. Rumah susun yang berdiri atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan,
Hak Guna Usaha, Hak Pakai yang diberikan oleh negara; dan
b. Hak milik atas satuan rumah susun yang bangunannya berdiri di atas tanah
hak-hak yang tersebut di atas.
Yang dimaksud subjek Hak Tanggungan dalam hal ini adalah pemberi dan
pemegang Hak Tanggungan.
24
dimilikinya kewenangan tersebut baru dipersyaratkan pada waktu
pemberian Hak Tanggungan itu didaftar.
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Hak jaminan atau tanggungan adalah hak yang melekat pada suatu asset
tertentu yang dimiliki oleh seseorang ataupun badan. Dasar hukum yang mengatur
sudah tercantum dalam Bab XXI Buku II KUH Perdata. Bentuk-bentuk hak
jaminan secara umum yaitu jaminan perseorangan dan jaminan kebendaan
sedangkan bentuk-bentuk yang lain hanya melengkapi saja. Proses pembebasan
hak tanggungan terbagi atas 2 tahap yaitu tahap pemberian Hak Tanggungan,
dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah, untuk selanjutnya disebut PPAT, yang didahului dengan perjanjian
utang-piutang yang dijamin dan tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan,
yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.
Karakteristik hak jaminan yaitu Droit de preferent, artinya memberikan
kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya, Droit de
suite, artinya selalu mengikuti jaminan hutang dalam tangan siapapun objek
25
berada, memenuhi asas spesialitas dan publisitas, mudah dan pasti pelaksanaan
eksekusinya, hak Tanggungan memiliki sifat tidak dapat dibagi-bagi kecuali jika
diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Sifat lain dari
Hak Tanggungan adalah Hak tanggungan merupakan accecoir dari perjanjian
pokok, artinya bahwa perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian
yang berdiri sendiri, tetapi keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain
yang disebut dengan perjanjian pokok.
Objek hak jaminan yaitu Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna
Usaha, Hak Pakai atas Tanah Negara, Hak atas tanah berikut bangunan (baik yang
berada di atas maupun di bawah tanah), tanaman dan hasil karya yang telah ada
atau akan ada, yamg merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang
merupakan milik pemegang hak atas tanah. Subjek hak jaminan yaitu pemberi hak
jaminan atau tanggungan dan pemegang hak jaminan atau tanggungan.
3.2. Saran
Dengan adanya makalah ini diharpkan pembaca bisa memberikan saran dan kritik
agar penulis bisa memperbaiki kekurangan isi dan menyempurnakan isi makalah
agar makalah bisa bermanfaat lagi bagi masyarakat.
26
DAFTAR PUSTAKA
● www.suduthukum.com
● www.landasanteori.com
● https://id.wikipedia.org/wiki/hak_tanggungan
● Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata ‘Hak-hak yang
Memberi Jaminan’, (Jakarta: Ind.Hil-Co, 2002)
● Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2013)
● Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum
Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1989)
● https://konsultanhukum.web.id/jenis-jenis-jaminan/
● http://www.hukumprodeo.com/jenis-jenis-hak-jaminan-yang-lain-pada-hu
kum-jaminan/
27
● Saija, Ronald dan Letsoin, Roger F.X.V.. 2016. Buku Ajar Hukum
Perdata. Yogyakarta: Deepublish.
● Satrio, J.. 1996. Hukum Jaminan, Hak-hak jaminan kebendaan. Bandung:
PT Citra Aditya Bakti.
● Adiwibowo, Yusuf. 2007. Diktat Pengantar Hukum Perdata “Hukum
Kebendaan, Hukum Waris dan Hukum Perikatan. Jember: Fakultas
Hukum, Universitas Jember.
28