Tanggung Jawab Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) dan Pejabat
Lelang Untuk Pemenuhan Asas Kepastian Hukum Terhadap Objek Jaminan Fiktif Bagi
Pemenang Lelang
Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Lelang adalah suatu penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran
secara lisan dan naik-naik untuk memperoleh harga yang semakin meningkat atau dengan
penawaran harga yang semakin menurun dan/atau dengan penawaran harga secara
tertutup dan tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para calon
peminat/pembeli lelang yang dipimpin oleh pejabat lelang. 1 Lelang yang dimaksud dalam hal
ini ialah sebagai salah satu alternatif menjual barang. Hal ini sangatlah berbeda dengan
lelang pengadaan barang atau jasa dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) antara Pemerintah dengan Badan Hukum yang menawarkan barang
atau jasa.
Lalu sesuai dengan perkembangan, pengertian lelang dapat dijumpai pula dalam
ketentuan Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020, yang menyatakan, Lelang adalah penjualan barang
yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang
semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan
Pengumuman Lelang.3
Dalam pelaksanaan lelang juga berlaku asas-asas yang harus diterapkan oleh
Penyelenggara serta Lembaga Lelang untuk mencapai keadilan bagi penjual serta pembeli
objek lelang. Namun secara normatif sebenarnya tidak ada peraturan perundang-undangan
yang mengatur asas lelang, namun apabila dicermati klausul-klausul dalam peraturan
perundang-undangan di bidang lelang dapat ditemukan asas lelang dimaksud. Asas-asas
1
Pasal 1 Vendu Reglement, sebagaimana tertulis dalam Sutarjo. (1995). “Pelelangan Dalam Rangka Eksekusi
Oleh Pengadilan Negeri dan PUPN, Serta Aspek-Aspek Hukum yang Timbul Dalam Praktek”, Makalah Penyuluhan
Lelang, Medan, Hlm. 22.
2
Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2016, Hlm. 21.
3
Ibid.
lelang yang dimaksud antara lain asas keterbukaan (transparansi), asas keadilan, asas
kepastian hukum, asas efisiensi, dan asas akuntabilitas.
Asas efisiensi akan menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan biaya
yang relatif murah karena lelang dilakukan pada tempat dan waktu yang telah ditentukan
dan pembeli disahkan padaa saat itu juga. 7 Asas akuntabilitas menghendaki agar lelang
yang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak
yang berkepentingan Pertanggungjawaban pejabat lelang meliputi administrasi lelang dan
pengelolaan uang lelang.8
Sebagai suatu institusi pasar, penjualan secara lelang mempunyai kelebihan atau
keunggulan karena penjualan secara lelang bersifat built in control, objektif, kompetitif, dan
4
F.X. Ngadijarno, Nunung Eko Laksito, dan Isti Indri Listiani, Lelang: Teori dan Praktik, Badan Pendidikan
dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan, Jakarta, 2009, Hlm. 23-24.
5
Ibid. Hlm. 24.
6
Ibid.
7
Ibid.
8
Ibid.
autentik.9 Dengan banyak keunggulan yang dimiliki, maka lelang akan menjamin kepastian
hukum, dilaksanakan dengan cepat, mewujudkan harga yang optimal, wajar, dan efisien. 10
Selain itu, juga dapat dikemukakan kelebihan lainnya dari pelaksanaan penjualan barang
yang akan dilelang, yaitu sebagai berikut. Adil, karena lelang dilaksanakan secara terbuka
(transparan), tidak ada prioritas diantara peserta lelang, kesamaan hak dan kewajiban
antara peserta akan menghasilkan pelaksanaan lelang yang objektif.
Kedua adalah aman, aman karena lelang disaksikan, dipimpin dan dilaksanakan oleh
Pejabat Lelang selaku pejabat umum yang bersifat independen. Oleh karena itu, pembeli
lelang pada dasarnya cukup terlindungi. Sistem lelang mengharuskan Pejabat Lelang
memeriksa atau meneliti terlebih dahulu secara formal tentang keabsahan penjual dan
barang yang akan dijual (subjek dan objek lelang).
Ketiga, cepat dan efisien, karena lelang didahului dengan pengumuman lelang,
sehingga peserta lelang dapat berkumpul pada saat hari lelang dan pada saat itu pula
ditentukan pembelinya, serta pembayarannya secara tunai. Keempat adalah mewujudkan
harga yang wajar, karena pembentukan harga lelang pada dasarnya menggunakan sistem
penawaran yang bersifat kompetitif dan transparan. Dan terakhir, lelang memberikan
kepastian hukum, karena dari setiap pelaksanaan lelang diterbitkan Risalah Lelang yang
merupakan akta autentik, yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. 11
Sebagai sarana penjualan barang secara terbuka, pranata lelang memiliki dua fungsi
sekaligus, yaitu fungsi privat dan fungsi publik. Fungsi privat pranata lelang merupakan
wadah bagi pasar jual beli barang oleh masyarakat. Sementara itu, fungsi publik pranata
lelang merupakan sarana penegakan hukum dan pengelolaan aset negara. Disamping itu,
dalam fungsi publik ini, pranata lelang juga memiliki fungsi budgeter, yang berkaitan dengan
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berasal dari bea lelang dan uang miskin serta
pajak lain yang terkait dengan jual beli barang melalui lelang.
9
Ibid.
10
Ibid.
11
F.X. Ngadijarno, Nunung Eko Laksito, dan Isti Indri Listiani, op.cit. Hlm. 40.
menyelenggarakan lelang dengan penawaran tertulis tanpa kehadiran Peserta Lelang. Tidak
semua orang bisa melaksanakan penjualan barang secara lelang, kecuali Pejabat Lelang,
Pejabat Lelang itu sendiri merupakan orang yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang.
Sedangkan Pembeli adalah orang atau badan hukum atau badan usaha yang mengajukan
penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.
Dalam hal Balai Lelang yang bertindak sebagai penjual, makan syarat dan ketentuan
ditentukan oleh Balai Lelang tersebut yang dapat dilihat di website masing-masing Balai
Lelang. Sedangkan untuk prosedur ataupun tata cara pelaksanaannya sama seperti tata
cara pelaksanaan lelang online oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL). Dan untuk barang yang berada diluar kedudukan pembeli lelang maka
pengirimannya dilakukan sesuai permintaan pembeli dimana seluruh biaya ditanggung oleh
pembeli.
Persamaan mendasar dari tiap-tiap jenis lelang tersebut terletak pada pihak yang
terlibat di dalamnya serta prosedur pelaksanaan lelang tersebut. Dalam semua jenis lelang
harus ada Penjual/ Pemilik barang, peserta lelang, dan Pejabat Lelang, tapi pengecualian
untuk Pejabat Lelang yaitu bahwa dalam Lelang Eksekusi dan Lelang Non Eksekusi Wajib
yang berwenang adalah Pejabat Lelang Kelas I, dan untuk Lelang Non Eksekusi Sukarela
yang berwenang adalah Pejabat Lelang Kelas II. Sedangkan untuk perbedaannya terletak
pada objek lelang dan syarat dari masing-masing jenis lelang tersebut.
Karena banyaknya para pihak yang terlibat maka pelaksanaan lelang tidak luput dari
suatu permasalahan atau hambatan yang terjadi baik dari sisi internal maupun eksternal.
Permasalahan mengenai lelang sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Hal ini bisa terlihat
karena sudah banyak kasus yang dilimpahkan ke Pengadilan terkait permasalahan, baik
mengenai sengketa barang lelang, pemenang lelang yang tidak mendapatkan haknya,
gugatan dari pihak yang tidak menerima keputusan pengadilan atas barangnya yang
dilelang dan masih banyak jenis kasus yang lainnya. Walaupun telah dibuatkan aturan
terkait lelang ini, akan tetapi masih saja timbul ke permukaan permasalahan lelang ini yang
menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat terkait aturan lelang yang sudah ada.
Seharusnya peraturan perundang-undangan yang ada bisa mencerminkan keadilan untuk
para pihak yang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian, sebagai contoh kontrak kerja,
perjanjian jual-beli dan kegiatan lainnya.
Salah satu permasalahan yang terjadi timbul akibat lalainya pihak Penyelenggara
Lelang maupun Pejabat Lelang. Sehingga akibat dari kelalaian tersebut pemenang lelang
tidak dapat menguasai barang yang dibelinya melalui eksekusi lelang dikarenakan
pelaksanaan lelang Hak Tanggungan yang dilakukan KPKNL merupakan objek yang tidak
ada atau fiktif. Salah satu kasus lelang objek fiktif ini terjadi di Jember. Objek lelang yang
dimenangkan oleh pemenang lelang yaitu Tuan Sumardi Alias P. Watiningsih pada waktu itu
adalah sebidang tanah pertanian seluas 18.617 m2 yang terletak di Desa Tanjungkamal,
Kecamatan Mangaran, Kabupaten Situbondo sebagaimana tersebut dalam Sertipikat Hak
Milik Nomor 149/Tanjungkamal, yang tercatat atas nama Ahmad/Achmad Ghazali. Namun
ternyata keberadaan tanah pertanian tersebut adalah fiktif atau tidak ada tanahnya
sehingga pemenang lelang merasa bahwa tertipu dan menuntut agar haknya di kembalikan.
Pemenang lelang menuntut pihak KPKNL Jember, PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO)
Tbk. KANTOR CABANG SITUBONDO dan Tuan Achmad Ghazali beserta istri selaku pemilik
awal objek lelang. KPKNL dalam hal ini merasa pihaknya tidak tepat untuk di jadikan
tergugat karena KPKNL hanyalah menjalankan tugasnya atas permintaan pihak kreditur
yaitu Bank BRI. Oleh karena itu KPKNL Jember melakukan permohonan Peninjauan Kembali
ke Mahkamah Agung.
Dalam kegiatan transaksi jual beli, pembelian barang lelang diperlukan adanya
kejujuran dan juga keterbukaan atau yang biasa disebut “itikad baik”. Pengertian dari itikad
baik dapat didefinisikan sebagai jujur atau kejujuran. Itikad baik memiliki peran penting bagi
pihak-pihak yang mengikatkan dirinya kedalam suatu kegiatan tertentu. Permasalahan yang
terkait dengan adanya itikad baik berasal dari kehidupan masyarakat itu sendiri, atau dapat
dikatakan berhubungan langsung dengan kesadaran hukum dari masyarakat lebih lanjut.
Hal ini sangat diperlukan mengingat bahwa banyaknya kasus seperti Putusan
Mahkamah Agung Nomor 696 PK/PDT/2012 sebagai akibat dari adanya pihak yang
melupakan kewajibannya dari yang telah diperjanjikan diawal atau biasa kita sebut dengan
wanprestasi. Wanprestasi yang dimaksud disini memiliki arti “tidak direalisasikannya atas
suatu prestasi atau janji ataupun juga kewajiban sebagaimana yang telah diperjanjikan
terhadap pihak-pihak yang disebutkan dalam suatu perjanjian tertentu dan akan
menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah pihak dalam perjanjian
tersebut”.12 Dari pembahasan diatas dapat dapat ditetapkan tujuan studi yang ingin dicapai
oleh kelompok antara lain “Tanggung Jawab Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang
(KPKNL) dan Pejabat Lelang Untuk Pemenuhan Asas Kepastian Hukum Terhadap Objek
Jaminan Fiktif Bagi Pemenang Lelang (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 696
PK/PDT/2012)”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pemenuhan asas kepastian hukum terhadap objek jaminan fiktif bagi
pemenang lelang?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemenang lelang yang objek jaminannya fiktif?
C. TUJUAN
12
Putra, A. A. Putu Krisna dan I Ketut Mertha. “Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli.” Jurnal Kertha Semaya
Fakultas Hukum Universitas udayana 1, No. 4 (2013): 4.
1. Ingin menjelaskan serta menjabarkan terkait ruang lingkup serta ketentuan
mengenai pelaksanaan asas kepastian hukum terhadap pengaturan hukum lelang di
Indonesia, dengan tujuan untuk dapat menganilisis isu objek jaminan fiktif bagi
pemenang lelang. Pada bagian ini penulis juga akan menganalisis peraturan -
peraturan serta literatur yang berkaitan dengan judul penulisan ini.
2. Dengan mengetahui ruang lingkup dan ketentuan yang mengatur, selanjutnya
penulis akan menganalisis berdasarkan dari kasus lelang dengan objek fiktif yang
terjadi di masyarakat. Dengan begitu penulisan ini dapat menjadi sumber bacaan
untuk melihat bagaimana perlindungan hukum terhadap pemenang lelang sesuai
dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara hukum pemenang lelang telah mempunyai kepastian hukum atas barang
lelang yang dibelinya. Apabila terdapat gugatan oleh pihak ketiga ke Pengadilan Negeri atas
barang tersebut, sebenarnya tidak mempengaruhi keabsahan kepemilikan barang tersebut
karena hal ini didasari suatu pertimbangan bahwa dengan dijualnya barang melalui lelang
berarti bahwa Kantor Lelang selaku penerima kuasa telah menjamin bahwa barang yang
dilelang adalah telah jelas diketahui pemiliknya serta dan telah memenuhi syarat-syarat
pendaftaran lelang sebab sebelum permohonan lelang dikabulkan oleh pejabat lelang,
pejabat lelang wajib memverifikasi dokumen-dokumen yang diajukan oleh penjual/ pemilik
obyek lelang.
Selaku wakil dari Balai Lelang/KPKNL, seorang Pejabat Lelang memiliki tanggung
jawab dalam hal kebenaran data yang bersifat formil yaitu dokumen kepemilikan dan/atau
barang yang diserahkan oleh penjual kepada Pejabat Lelang sebelum dimulainya proses dari
lelang tersebut. KPKNL dalam melaksanakan tugasnya sebagai badan pelaksana dari suatu
lelang berkewajiban untuk menjadikan landasan berikut sebagai asasnya, antara lain adil,
terbuka, efisiensi, akuntabel dan menjamin kepastian hukum.
Penjual lelang bertanggung jawab terhadap:
a. keabsahan kepemilikan barang;
b. keabsahan dokumen persyaratan lelang;
c. penyerahan barang bergerak dan/ atau barang tidak bergerak;
d. penyerahan dokumen kepemilikan kepada Pembeli; dan
e. penetapan Nilai Limit.
Pelaksanaan Lelang di dilaksanakan melalui enam tahapan pelaksanaan, yaitu:
1. Pelaksanaan Tahap Persiapan Lelang.
2. Pelaksanaan Tahap Pelaksanaan Lelang.
3. Pelaksanaan Tahap Pembayaran.
4. Pelaksanaan Tahap Penyerahan Dokumen Pemilikan Barang.
5. Pelaksanaan Tahap Pembuatan Risalah Lelang.
6. Pelaksanaan Tahap Administrasi Perkantoran dan Peraturan. 13
Prinsip kepastian hukum berpendapat bahwa lelang telah dilakukan oleh KPKNL
untuk memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang berkepentingan untuk lelang.
Dalam lelang dibuat risalah lelang oleh pejabat lelang. Menurut ketentuan Pasal 36 ayat (1)
dan (2) PP No. 24 Tahun 1997 menjelaskan bahwa risalah lelang merupakan bukti adanya
peralihan hak secara langsung terjadinya suatu perubahan data yuridis terhadap tanah yang
dijual melalui lelang umum tersebut, sehingga pemeliharaan pendaftaran tanah dilakukan
apabila terjadi perubahan pada data fisik dan data yuridis obyek pendaftaran tanah yang
telah terdaftar dan secara otomatis pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan
perubahan kepada Kantor Pertanahan setempat dimana tanah tersebut berada. Sehingga
dari pendaftaran hak atas tanah tersebut akan diterbitkan sertifikat sebagai surat tanda
bukti hak, dan diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan. Hal
tersebut sebagaimana diatur didalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8
Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah bahwa Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang dapat
dijadikan dasar untuk balik nama/pendaftaran tanah tersebut.
Berbicara mengenai asas-asas lelang, secara normatif sebenarnya tidak ada
peraturan perundang-undangan yang mengatur asas lelang. Namun apabila dicermati
klausul-klausul dalam peraturan perundang-undangan di bidang lelang dapat ditemukan
asas lelang dimaksud.14 Untuk mewujudkan pelaksanaan lelang yang baik, maka diperlukan
pelaksanaan lelang yang transparan, persaingan yang sehat, adil, adanya kepastian hukum,
efisien, dan akuntabel. Dalam rangka memenuhi hal tersebut, maka pelaksanaan lelang
harus selalu memperhatikan asas-asas lelang sebagai berikut:
1) Asas Keterbukaan
Asas keterbukaan menghendaki agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui adanya
rencana lelang dan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti lelang
sepanjang tidak dilarang oleh undang-undang. Asas ini juga untuk mencegah terjadi
13
Octavian Imam Renaldy, Pelaksanaan Lelang Oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL)
Dumai Provinsi Riau Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara , Skripsi, Universitas Negeri Semarang,
Semarang, 2010.
14
F.X Ngadijarno, Nunung Eko Laksito, dan Isti Indri Listiani, loc.cit.
praktik persaingan usaha tidak sehat, dan tidak memberikan kesempatan adanya
praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).15
2) Asas Persaingan
Asas persaingan mengandung makna bahwa dalam proses pelaksanaan lelang setiap
peserta atau penawar diberikan kesempatan yang sama untuk bersaing dalam
mengajukan penawaran harga tertinggi atau setidaknya mencapai dan/atau
melampaui nilai limit dari barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh penjual
atau pemilik barang. Pada dasarnya penawar tertinggi dari barang yang akan
dilelang disahkan oleh Pejabat Lelang sebagai pembeli lelang. 16
3) Asas Keadilan
Asas ini mengkehendaki para pihak memenuhi dan melaksanakan isi lelang yang
tercantum dalam Risalah Lelang, yang mempunyai kekuatan untuk menuntut
prestasi secara adil dari para pihak dan memikul kewajiban untuk melaksanakan isi
Risalah Lelang itu dengan itikad baik (good faith).
4) Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum mengendaki agar lelang yang telah dilaksanakan menjamin
adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pelaksanaan lelang. Setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang oleh Pejabat
Lelang yang merupakan akta autentik.
5) Asas Efisiensi
Asas efisiensi akan menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan biaya
yang relatif murah karena lelang dilakukan pada tempat dan waktu yang telah
ditentukan dan pembeli disahkan pada saat itu juga. 17
6) Asas Akuntabilitas
Asas akuntabilitas menghendaki agar lelang yang dilaksanakan dapat
dipertanggungjawabkan oleh Pejabat Lelang, Penjual dan Pembeli kepada semua
pihak yang berkepentingan dan masyarakat.
Lelang yang dilaksanakan terhadap barang-barang sitaan Panitia Urusan Piutang
Negara (PUPN) yang merupakan jaminan hutang di bank-bank pemerintah. Ada 3 (tiga)
asas lelang yang dapat digunakan terhadap pemenang lelang, yaitu asas keadilan, asas
kepastian hukum, dan asas akuntabilitas.
Asas keadilan mengandung pengertian bahwa dalam proses pelaksanaan lelang
harus dapat memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang
15
Ibid .
16
Ibid
17
Ibid
berkepentingan. Pejabat lelang dalam tugasnya sebagai perantara antara penjual dan
pembeli harus menjalankan tugasnya dengan baik tanpa berpihak pada salah satu pihak,
yaitu antara Penjual atau Pemilik Barang dengan Pemenang Lelang. Apabila segala
persyaratan lelang diserahkan secara lengkap kepada Pejabat Lelang maka asas keadilan
terpenuhi.
Kemudian dapat diketahui bahwa ada asas kepastian hukum di dalam pelaksanaan
lelang. Asas kepastian hukum mengendaki agar lelang yang telah dilaksanakan menjamin
adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan
lelang. Setiap pelaksanaan lelang dibuat risalah lelang oleh Pejabat Lelang yang merupakan
akta autentik. Tanpa risalah lelang, maka pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat
Lelang tidak sah. Pelaksanaan lelang yang demikian tidak memberi kepastian hukum
tentang hal-hal yang terjadi karena tidak tercatat secara jelas sehingga dapat menimbulkan
ketidakpastian dalam pelaksanaan lelang. Oleh karena itu risalah lelang wajib dibuat oleh
Pejabat Lelang setelah pelaksanaan lelang berakhir.
Asas lelang selanjutnya yaitu asas akuntabilitas. Asas akuntabilitas menghendaki
agar lelang yang dilaksanakan dapat dipertanggungjawabkan oleh Pejabat Lelang, Penjual
dan Pembeli kepada semua pihak yang berkepentingan dan masyarakat.
Pertanggungjawaban Pejabat Lelang: administrasi lelang dan pengelolaan uang lelang.
Pertanggungjawaban Penjual: dalam rangka penghapusan, pelaksanaan eksekusi, atau
kepentingan lainnya. Pertanggungjawaban pembeli: kewajiban dalam pelunasan
pembayaran harga pokok lelang, pembayaran Bea Lelang, dan pembayaran pajak-pajak
yang dikenakan atas pelaksanaan lelang.
Asas akuntabilitas belum sepenuhnya terpenuhi. Pihak penjual tidak memenuhi
tanggung jawabnya atas keberadaan tanah yang dijadikan objek jaminan dalam perjanjian
kredit antara penjual sebagai kreditur dan debitur. Sedangkan Pejabat Lelang sudah
memenuhi pelaksanaan administrasi lelang dan pengelolaan uang lelang. Hal tersebut dapat
dilihat dari sejumlah uang yang disetorkan oleh pemenang lelang kepada pihak KPKNL
dalam hal ini adalah Bendahara Penerimaan KPKNL. Pihak pembeli dalam hal ini sudah
memenuhi tanggung jawabnya sebagai pemenang lelang yaitu dengan melunasi kewajiban
pembayaran lelang melalui rekening KPKNL paling lama 6 hari.
Disamping itu, lelang harus dilaksanakan dihadapan pejabat lelang. Jual beli lelang
harus didahului penawaran kepada publik. Jual beli melalui lelang kesepakatan harga
terbentuk pada saat lelang, yaitu pada saat pejabat lelang untuk kepentingan penjual
menunjuk penawar yang tertinggi dan mencapai harga limit sebagai pembeli lelang. Jadi jual
beli lelang tidak murni terjadi antara pihak penjual pembeli, namun terdapat intervensi
pejabat lelang berupa kewenangan pejabat lelang dalam menunjuk pemenang
lelang/pembeli lelang. Dengan demikian, lelang termasuk perjanjian jual beli barang
karenanya terhapnya berlaku syarat sahnya perjanjian.
Dalam perjanjian dikenal prinsip itikad baik, yang artinya setiap orang yang
membuat perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Menurut Sutan Remy Sjahdeini
secara umum menggambarkan itikad baik sebagai berikut 19: “Itikad baik adalah niat dari
pihak yang satu dalam suatu perjanjian untuk tidak merugikan mitra janjinya maupun tidak
merugikan kepentingan umum”. Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH
Perdata yang berbunyi: Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini
merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak pertama dan kedua harus melaksanakan
substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan
baik dari para pihak.
22
Rachmadi Usman, op.cit. Hlm 32.
23
Pasal 1 angka 49 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang petunjuk pelaksanan lelang
24
Pasal 1 angka 53 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang petunjuk pelaksanan lelang
25
Pasal 1 angka 48 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang petunjuk pelaksanan lelang
KPKNL dalam hal ini berperan sebagai perantara antara penjual dan pembeli yang
akan melakukan jual beli secara lelang. Setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh
dan/atau dihadapan Pejabat Lelang yang merupakan perwakilan dari KPKNL. Pejabat Lelang
juga bertanggung jawab terhadap risalah lelang sebagai akta otentik. KPKNL bertanggung
jawab untuk meneliti kelengkapan dokumen-dokumen persyaratan lelang dan legalitas
formal subjek dan objek lelang. Sedangkan Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab
terhadap:
Mengenai tanggung jawab penjual telah di atur di dalam Pasal 16 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang petunjuk pelaksanan lelang.
Penjual atau Pemilik Barang juga bertanggung jawab terhadap gugatan perdata maupun
tuntutan pidana yang timbul akibat tidak dipenuhinya peraturan perundang-undangan di
bidang lelang. Penjual atau Pemilik Barang bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi
terhadap kerugian yang timbul karena ketidakabsahan barang dan dokumen persyaratan
lelang. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa KPKNL dalam hal ini Pejabat
Lelang bertanggung jawab terhadap kebenaran yang bersifat formil, sedangkan kebenaran
yang bersifat materil merupakan tanggung jawab dari Penjual atau Pemilik Barang. 26
Terhadap Kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 696 PK/PDT/2012 diketahui
bahwa Sumardi alias P.Watiningsih adalah sebagai pihak pembeli/ pemenang lelang, dimana
telah membayar lunas semua persyaratan dan biaya lelang tersebut. Sementara
pelaksanaan lelang diselenggarakan oleh Kantor Pelayanaan Piutang dan Lelang Negara
(KPKNL) Jember atas dasar permohonan atau permintaan dari PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk. Kantor Cabang Situbondo. Permohonan dan permintaan lelang tersebut
adalah atas dasar tanggungan hutang dalam hal ini adalah Negara (PT. Bank Rakyat
Indonesia Cabang Situbondo), dimana barang yang dijual melalui lelang tersebut adalah
berupa: sebidang tanah pertanian dengan luas 18.617 M2 sebagaimana tersebut dalam
26
Eko Setyo Pambudi, Peran Dan Tanggung Jawab Pejabat Lelang Terhadap Keabsahan Dokumen
Dalam Pelelangan (Studi KPKNL Madiun). Jurnal Repertorium Volume IV Nomor 2 Juli-Desember 2017,
Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Solo. Hlm 120.
Sertifikat Hak Milik No. 149/Tanjungkamal, tercatat atas nama Ahmad/Achmad Ghazali,
terletak di Desa Tanjungkamal, Kecamatan Mangaran, Kabupaten Situbondo.
Objek lelang tersebut adalah berupa: sebidang tanah pertanian yang terletak di Desa
Tanjungkamal, Kecamatan Mangaran, Kabupaten Situbondo sebagaimana tersebut dalam
Sertifikat Hak Milik No. 149/Tanjungkamal, yang tercatat atas nama Ahmad/Achmad Ghazali
tersebut, ternyata keberadaan tanah pertanian tersebut adalah fiktif atau tidak ada
tanahnya, sehingga dengan demikian pihak pemenang atau pembeli lelang telah tertipu oleh
pihak KPKNL maupun oleh PT. Bank BRI tersebut yang seharusnya sejak tahun 2006 pihak
pembeli lelang sudah dapat menikmati dan menggarap tanah pertanian tersebut. Hal
tersebut telah dibuktikan melalui pencairan dan penelitian lokasi bersama-sama dengan
pihak Bank BRI Cabang Situbondo dan pihak Desa Tanjungkamal dan ternyata berdasarkan
petunjuk dari buku desa, lokasi atau tanah pertanian tersebut tidak ada.
Karena objek lelang yang berupa tanah pertanian dengan identitas Sertifikat Hak
Milik No. 149/Tanjungkamal atas nama Ahmad/Achmad Ghazali tersebut diatas, maka
dengan demikian telah merugikan pihak pemenang lelang/ pembeli lelang, padahal objek
lelang merupakan unsur pokok dari lelang. Selain itu objek lelang dalam kasus ini
merupakan barang jaminan atas kredit macet dari bank pemerintah (BRI) yang pengurusan
piutangnya diserahkan kepada KPKNL, idealnya objek lelang tersebut telah dipastikan
keberadaannya baik oleh pihak Bank maupun KPKNL sebelum dijadikan objek lelang. Maka
sebagai konsekuensinya pihak KPKNL dan Bank BRI harus secara tanggung renteng
mengembalikan semua biaya dan uang lelang kepada pembeli lelang. Sehingga tindakan
KPKNL cabang Situbondo atas permohonan Bank BRI menjual barang fiktif adalah tindakan
melawan hukum.
Pasal 1365 KUH Perdata mengatur, “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Sebagaimana diketahui suatu
perbuatan lelang digugat dengan dalil perbuatan melawan hukum karena memenuhi unsur-
unsur27:
27
Purnama Tioria Sianturi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak
Melalui Lelang, Mandar Maju, Bandung, 2013. Hlm 163-164.
mempunyai aturan yang menjadi dasar hukumnya, karenanya perbuatan melawan
hukum yang berhubungan dengan dokumen persyaratan lelang, dapat diartikan
perbuatan melawan hukum dalam arti sempit, karena langsung melanggar suatu
peraturan hukum tertulis, sebagai akibat cacat hukum hukum dalam pembuatan
dokumen persyaratan lelangyang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan.
Sementara gugatan perkara dalam lelang, yang didasarkan perbuatan melawan
hukum dalam pengertian luas, misalnya harga yang terlalu rendah, sehingga
bertentangan dengan kepatutan dan melanggar hak pemiliki barang serta
bertentangan dengan kewajiban hukum si penjual untuk mengoptimalkan harga jual
lelang.
2. Kesalahan
Dalam gugatan perkara perbuatan melawan hukum dalam lelang, selalu mendalilkan
adanya kesalahan dalam pembuatan dokumen persyaratan lelang atau dalam
pelaksanaan lelang, baik karena kealpaan maupun kesengajaan, yang
mengakibatkan kerugian si penggugat.
3. Kerugian
Bahwa di dalam lelang bentuk ganti rugi karena perbuatan melawan hukum berupa
lebih diutamakan pada petitum minta putusan hakim bahwa perbuatan lelang adalah
perbuatan melawan hukum, kemudian pemulihan pada keadaan semula dan uang.
Tuntutan ganti rugi dalam bentuk uang meliputi ganti rugi materiil dan immaterial.
Ganti rugi materiil antara lain, kerugian yang timbul sebesar selisih harga barang
yang wajar dengan harga barang pada saat barang dijual, biaya yang dikeluarkan
penggugat mengurus perkara. Kerugian immaterial antara lain berupa kerugian yang
timbul karena pengumuman lelang telah menjatuhkan harga diri, kerugian yang
timbul karena pelaksanaan lelang telah menjatuhkan harga diri dan mencemarkan
nama baik.
4. Adanya hubungan kausal antara kerugian dengan perbuatan melawan hukum yang
terjadi dalam lelang
Kerugian harus mempunyai hubungan kausal dengan perbuatan melawan hukum
yang terjadi dalam lelang, sebagaimana dalam kasus ini terdapat hubungan kausal
antara kerugian untuk membayar kembali uang lelang dengan perbuatan melawan
hukum yang dilakukan KPKNL cabang situbondo sehubungan dengan obyek lelang
yang fiktif/tidak ada.
Oleh karena itu, pemenang lelang sebagai pembeli lelang yang beritikad baik berhak untuk
menerima kembali pengembalian uang lelang, karena membayar barang yang fiktif/ tidak
ada.
Terdapat beberapa teori perlindungаn hukum yang dikemukakan para Ahli, tetapi
yang paling relevan untuk Indonesia adalah teori dari Philiphus M. Hadjon, yaitu teori
perlindungan hukum merupаkаn suаtu hаl yаng melindungi subyek-subyek hukum melаlui
perаturаn perundаng-undаngаn yаng berlаku dаn dipаksаkаn pelаksаnааnnyа dengаn suаtu
sаnksi. Perlindungаn hukum itu sendiri dаpаt dibedаkаn menjаdi duа, yаitu : 28
Perlindungan Hukum Preventif adalah perlindungan hukum yang diberikan oleh pe-
merintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hаl ini
terdаpаt dаlаm perаturаn perundаng-undаngаn dengаn mаksud untuk mencegаh
suаtu pelаnggаrаn sertа memberikаn rаmbu-rаmbu аtаu bаtаsаn-bаtаsаn dаlаm
melаkukаn kewаjibаn.
Dalam permasalahan ini, perlindungan preventif pada pemenang lelang tidak diatur
di dalam peraturan lelang (Vendu Reglement) dan peraturan lelang lainnya.
Perlindungan hukum terhadap pembeli lelang berarti adanya kepastian hukum hak
pembeli lelang atas barang yang dibelinya melalui lelang, memperoleh barang dan hak
kebendaan atas barang yang dibelinya dan apabila terjadi gugatan seharusnya pembeli
lelang tidak ikut dihukum. Dalam hal terjadi gugatan terhadap penjualan atau pengalihan
kepemilikan dari pihak manapun juga, penjual seharusnya bertanggung jawab sepenuhnya
28
Hаdjon, Philiphus M. Perlindungаn Hukum Bаgi Rаkyаt Indonesiа, Bina Ilmu, Surаbаya, 1998. hlm.1
atas kerugian yang timbul sebagai terjualnya barang. Kepastian hak pembeli lelang berarti
hak atas barang yang dibeli melalui lelang pasti dan dijamin oleh hukum. 29
29
Rachmadi Usman, Op.cit, hlm 7
BAB III
KESIMPULAN
1. Dalam pemenuhan asas kepastian hukum terkait objek jaminan fiktif bagi pemenang
lelang, secara hukum pemenang lelang telah mempunyai kepastian hukum atas
barang lelang yang dibelinya pada saat lelang yakni berwujud risalah lelang. Risalah
lelang merupakan akta autentik yang dibuat oleh seorang Pejabat Lelang yang
memiliki tanggung jawab dalam hal kebenaran data yang bersifat formil yaitu doku-
men kepemilikan dan/atau barang yang diserahkan oleh penjual kepada Pejabat
Lelang maupun KPKNL sebelum dimulainya proses dari lelang tersebut. Sehingga ob-
jek jaminan dalam lelang tersebut sudah seharusnya divalidasi keberadaannya se-
cara sah dan benar, juga melalui keabsahan dokumen-dokumen persyaratan lelang
termasuk dokumen kepemilikan objek jaminan tersebut. Sehingga dengan adanya
risalah lelang, objek tersebut dapat secara sah berpindah kepemilikannya kepada pe-
menang lelang dan risalah lelang tersebut juga yang digunakan dalam proses perali-
han kepemilikannya ke kantor Badan Pertanahan Nasional.
2. Perlindungan hukum yang diterima oleh pemenang lelang dibedakan menjadi 2 (dua)
yakni preventif yang mana tidak diatur dalam Venduu Reglement dan secara represif
yang selama ini digunakan dalam lelang. Perlindungan hukum represif yang didap-
atkan oleh pemenang lelang terutama lelang eksekusi terdapat dalam Pasal 200 HIR
dan Pasal 218 RBG terkait lelang eksekusi. Dalam penerapannya diperlukan adanya
pengajuan gugatan kepada pengadilan oleh pemenang lelang untuk meminta ganti
rugi atas objek fiktif yang telah dibeli melalui proses lelang eksekusi tersebut kepada
yang bertanggung jawab yakni KPKNL, Pejabat Lelang, dan Bank yang menjual objek
jaminan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum bagi peme-
nang lelang masih didasarkan pada putusan pengadilan secara kasus per kasus.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
F.X Ngadijarno, Nunung Eko Laksito, dan Isti Indri Listiani, Lelang Teori dan Praktek,
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Jakarta, 2006.
Jurnal
Putra, A. A. Putu Krisna dan I Ketut Mertha. Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli, Jurnal
Kertha Semaya 1, No. 4 (2013): 4, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali.
Eko Setyo Pambudi, Peran Dan Tanggung Jawab Pejabat Lelang Terhadap Keabsahan
Dokumen Dalam Pelelangan (Studi KPKNL Madiun), Jurnal Repertorium Volume IV Nomor
2 Juli-Desember 2017, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Solo.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lembaran Negara Republik
Indonesia, No. 75, 1959.