Anda di halaman 1dari 7

Penugasan Teori Hukum: Selasa 4 Oktober 2022

Kerjakan/Jawablah pertanyaan di bawah ini. Jawaban dikumpulkan paling lambat Jum


at, 7 Oktober 2022 pukul 20.00 WIB di Hebat.unair.ac.id

Bacalah buku :.

1. Refleksi tentang Hukum (Bruggink, terjemahan Arief Sidharta )Bab ttg Asas Hukum ;

2. Teori Hukum tulisan Prof. Dr. Peter Mahmud Mz., S.H., M.S., LL.M,
kemudian kerjakan/Jawablah pertanyaan di bawah ini !

Asas hukum adalah gagasan dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan oleh
kekuasaan-kekuasaan baik legislatif, eksekutif, maupun yudisial dalam melaksanakan
fungsinya masing-masing dalam kerangka mencapai keadilan atau kelayakan. Selain itu tugas
asas hukum adalah membimbing dalam pengambilan keputusan

PERTANYAAN/TUGAS

TUGAS I

1. Jelaskan pengertian asas hukum, aturan hukum dan norma hukum, ilustrasikan ke dalam
sebuah contoh (satu contoh untuk menjelaskan ketiga-tiganya) sehingga jelas pengertian
masing-masing !

2. a. Carilah satu peraturan perundang-undangan. (UU atau PP yang jumlah pasalnya sedikit)
b. Temukan asas-asas hukum yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan yang
Saudara pilih tersebut, dan tunjukkan asas-asas tersebut dijabarkan dalam Pasal-Pasal
berapa saja serta berikan penjelasan yang tercakup di dalamnya Filsafat Hukum yang
melandasi ketentuan tersebut!
Contoh: UU X, dilandasi oleh asas A, B dan C. Asas A dijabarkan dalam Pasal 2 UU X,
tulislah ketentuan pasalnya kemudian underline atau tandai “frasa/kata-kata” yang
membuat Saudara menyimpulkan bahwa di dalam Pasal tersebut terkandung asas A, asas A
dilandasi oleh pemikiran atau aliran naturalisme hukum

Kasus :kasus Elmer (Riggs V Palmer).

Kasus posisinya adalah Elmer membunuh kakeknya dengan cara meracuninya, karena ia curiga
Sang Kakek akan mengubah surat wasiat yang telah dibuatnya karena Sang Kakek kawin lagi. Di
Dalam surat wasiat itu dinyatakan bahwa Elmer mewarisi sejumlah harta. Elmer dinyatakan
bersalah dan dipidana. Anak-anak perempuan Sang Kakek yang masih hidup menggugat
pengurus testamen atas dasar Elmer tidak layak mewarisi harta Bapak mereka karena membunuh
si pemberi wasiat. Perkara tersebut diatur dalam Pasal 912 BW.

Pasal 912 BW :
Orang yang dijatuhi hukuman karena telah membunuh pewaris, orang yang telah menggelapkan,
memusnahkan atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau orang yabng dengan paksaan atau
kekerasan telah menghalangi pewaris untuk mencabut atau mengubah surat wasiatnya serta istri
atau suaminya dan anak-anaknya, tidak boleh menikmati suatu keuntungan pun dari wasiat itu.

Berdasarkan Pasal tersebut seharusnya Elmer tetap berhak atas harta warisan tersebut, karena
tidak ada ketentuan dalam hukum negara bagian New York yang menyatakan bahwa orang yang
telah membunuh pemberi wasiat tidak pantas menikmati harta yang diwasiatkan, namun
Pengadilan New York berdasarkan suara terbanyak memutuskan bahwa Elmer tidak boleh
menikmati dari hasil kesalahannya. Putusan tersebut tidak didasarkan pada aturan, tetapi atas
dasar principle, asas atau prinsip yaitu seseorang tidak boleh menikmati dari hasil kesalahannya.

Pertanyaan :

3. a. Apakah Saudara setuju dengan putusan Pengadilan New York tersebut? Mengapa?
Jelaskan !
b. Dalam kasus tersebut Pengadilan New York memutuskan bahwa Elmer tidak berhak atas
harta kakeknya. Pemikiran/aliran/mahzab hukum apa yang melandasi putusan hakim
tersebut? Jelaskan !
c. Seandainya Pengadilan New York memutuskan bahwa Elmer berhak atas harta kakeknya.
Pemikiran/aliran/mahzab hukum apa yang melandasi putusam hakim tersebut? Jelaskan !

TUGAS II

1. Pada dasarnya setiap jurist, ketika menghadapi suatu masalah hukum, dengan sendirinya
melakukan suatu kegiatan penemuan hukum. Mengapa demikian? Jelaskan dan berikan
contohnya !
2. Ada dua metode penemuan hukum, yaitu interpretasi hukum dan konstruksi
hukum. Jelaskan penggunaan kedua metode tersebut !
3. Berikan contoh penggunaan interpretasi gramatikal, interpretasi sistematis,
interpretasi historis dan interpretasi sosiologis !
4. Interpretasi manakah yang tepat diterapkan ketika menyelesaikan sebuah kasus ?
Mengapa demikian ? Jelaskan !
5. Ada yang berpendapat bahwa di dalam menyelesaikan perkara pidana, tidak boleh
menggunakan analogi tetapi boleh menggunakan interpretasi ekstensif. Mengapa
demikian? Jelaskan dan berikan contohnya!

----- Selamat Mengerjakan -----


Tugas I

1. LEX POST TERIORI DEROGAT LEGI PRIORI


“ketentuan peraturan (UU) yang baru mengenyampingkan / menghapus berlakunya
ketentuan UU yang lama yang mengatur materi hukum yang sama”
Jika terjadi pertentangan antara UU yang lama dengan yang baru, maka yang diberlakukan
adalah UU yang baru.
Contoh: berlakunya UU no 32 tahun 2004, menghapus berlakunya UU no 22 tahun 1999
tentang peraturan daerah.
Contoh: Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Pokok- Pokok
Kehakiman dapat dikesampingkan oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman.

Asas hukum melahirkan Norma Hukum,dan Norma Hukum melahirkan aturan


hukum
Asas merupakan dasar pemikiran yang umum dan abstrak, sedangkan norma merupakan

peraturan yang riil. Asas adalah suatu ide atau konsep, sedangkan norma adalah

penjabaran dari ide tersebut. Asas hukum adalah merupakan latar belakang dari adanya
suatu hukum konkrit, sedangkan norma adalah hukum konkrit itu sendiri. Dari Contoh
diatas jelas bahwa “Jika terjadi pertentangan antara UU yang lama dengan yang baru, maka
yang diberlakukan adalah UU yang baru”, maka Asas hukum adalah dasar pemikiran dalam
Pembuatan Hukum itu sendiri,
Sedangkan Norma Hukum adalah Hasil dari pemikiran atau ide ide Hukum itu
sendiri seperti berlakunya UU no 32 tahun 2004,menghapus berlakunya UU no 22 tahun
1999 tentang peraturan daerah.Norma Hukum adalah Aturan yang sumbernya dari
negara/pemerintah. Norma hukum dibuat oleh pejabat pemerintah yang memiliki
wewenang dengan tertulis serta sistematika tertentu.
Aturan hukum adalah cara di mana warga negara diatur oleh aturan hukum dan
bukan dengan kekuatan orang lain. Hukum adalah proposisi hukum yang memperlakukan
sama terhadap semua orang yang berada dalam situasi yang sama. Hukum diperlukan baik
untuk individu sebagai bagian dari Negara sebagai orang yang mempunyai hak dan
kewajiban.

2. a. Undang-Undang Perkawinan (UU no 1 Tahun 1974)


b. Asas Asas dalam UUP : Tujuan perkawinan,Sahnya perkawinan ,Asas monogami.

Dalam pasal 1 UUP : Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa,pasal 1 merupakan
Asas Tujuan Perkawinan yang diatur dalam UUP,Asas Tujuan perkawinan dilandasi oleh
pemikiran untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang MahaEsa.

Dalam pasal 2 UUP ayat (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu,dalam pasal 2 ayat (1) UUP
merupakan Asas Sahnya perkawinan,Asas Sahnya perkawinan dilandasi oleh Kepercayaan
masing-masing agama dalam melaksanakan perkawinan sehingga bisa membentuk suatu
Keluarga yang harmonis.

Dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974, tentang perkawinan menyatakan bahwa Pada
azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang
wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Dengan kata lain, perkawinan menganut asas
monogami.Karena masing-masing pria atau wanita hanya boleh mempunyai satu pasangan
hidup.

3. a. Ya setuju, Karena pada dasarnya tidak ada suatu peraturan pun membenarkan tindakan
pembunuhan dalam hal apapun ,atas dasar principle, asas atau prinsip yaitu seseorang tidak
boleh menikmati dari hasil kesalahannya dalam pasal 912 BW,sudah jelas bahwa Elmer
tidak lagi dapat menikmati hasil dari kesalahannya tersebut karena telah membunuh
kakeknya (Pewaris) dengan alasan apapun tidak dapat dibenarkan.

b.mazhab Freirechtslehre

Freirechtslehre atau Ajaran Hukum Bebas berpendapat bahwa hakim mempunyai


tugas menciptakan hukum. Penemu hukum yang bebas tugasnya bukanlah menerapkan
undang-undang, tetapi menciptakan penyelesaian yang tepat untuk peristiwa konkret,
sehingga peristiwa-peristiwa berikutnya dapat dipecahkan menurut norma yang telah
diciptakan oleh hakim.

menurut saya karena tidak ada ketentuan dalam hukum negara bagian New York
yang menyatakan bahwa orang yang telah membunuh pemberi wasiat tidak pantas
menikmati harta yang diwasiatkan,maka Hakim harus menjadi Penemu Hukum untuk
menyelesaikan permasalahan walaupun sekalipun tidak diatur dalam Ketentuan atau
Peraturan manapun.

c. Mazhab Positivisme Hukum

Positivisme Hukum juga sering disebut Aliran Hukum Positif. Aliran ini memandang
perlunya pemisahan yang tegas antara hukum dan moral, yaitu antara hukum yang berlaku
dengan hukum yang seharusnya (antara das sein dan das sollen). Aliran Hukum Positif
memandang bahwa semua persoalan di masyarakat harus diatur dalam hukum tertulis. Bagi
penganut aliran ini tidak ada norma hukum selain hukum positif.

menurut saya mazhab positivisme hukum, karena tidak ada ketentuan dalam hukum
negara bagian New York yang menyatakan bahwa orang yang telah membunuh pemberi
wasiat tidak pantas menikmati harta yang diwasiatkan,sehingga bisa saja hakim
memutuskan bahwa Elmer tetap berhak atas harta waris karena tidak diatur dalam hukum
positif new york bahwa ketentuan dalam hukum negara bagian New York yang menyatakan
bahwa orang yang telah membunuh pemberi wasiat tidak pantas menikmati harta yang
diwasiatkan.

Tugas II
1. Ketika undang-undang tidak lengkap atau tidak jelas untuk memutus suatu perkara, saat
itulah hakim harus mencari dan menemukan hukumnya (rechtsviding). Penemuan hukum ini
dapat dilakukan dengan cara menggali nilai-nilai hukum yang berkembang dalam
masyarakat. Larangan bagi hakim menolak perkara ini diatur juga dalam Pasal 10 ayat
(1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Lalu, hasil temuan itu akan
menjadi hukum apabila diikuti oleh hakim berikutnya atau dengan kata lain menjadi
yurisprudensi.
Contohnya Kasus Elmer ( Riggs V Palmer) , dimana tidak ada ketentuan dalam hukum
negara bagian New York yang menyatakan bahwa orang yang telah membunuh pemberi
wasiat tidak pantas menikmati harta yang diwasiatkan, namun Pengadilan New York
berdasarkan suara terbanyak memutuskan bahwa Elmer tidak boleh menikmati dari hasil
kesalahannya. Putusan tersebut tidak didasarkan pada aturan, tetapi atas dasar principle, asas
atau prinsip yaitu seseorang tidak boleh menikmati dari hasil kesalahannya,maka Hakim
sebagai Jurist dapat membuat Putusan walaupun tidak ada aturan/ketentuan tertentu.

2. Interpretasi atau penafsiran, merupakan metode penemuan hukum yang memberi


penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat
ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Metode interpretasi ini adalah sarana atau
alat untuk mengetahui makna undang-undang. Interpretasi adalah metode penemuan hukum
dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya,
Interpretasi hukum merupakan penafsiran hukum, yakni cara mencari arti dan makna dari
peraturan perundang-undangan. Interpretasi juga disebut sebagai penafsiran hukum, yaitu
sebuah metode penemuan hukum (rechtsvinding) yang memberikan penjelasan yang jelas
dan terang atas teks undang-undang, guna ruang lingkup kaidah dalam undang-undang
tersebut dapat diterapkan terhadap peristiwa hukum tertentu, contoh : arti “pihak ketiga”
dalam perjanjian atau kontrak seringkali tidak jelas. Terkadang, pihak ketiga mengacu pada
pihak lain yang tidak terkait dalam kontrak atau perjanjian, namun terkadang pihak ketiga
juga diartikan sebagai kreditur konkuren. Dengan demikian, biasanya hakim menggunakan
interpretasi gramatikal bersamaan dengan interpretasi logis berdasarkan penalaran hukum.

Konstruksi hukum, dapat digunakan hakim sebagai metode penemuan hukum apabila
dalam mengadili perkara tidak ada peraturan yang mengatur secara secara khusus mengenai
peristiwa yang terjadi,contoh : Perjanjian Tukar-menukar Ketentuan peraturan perundang-
undangan tentang perjanjian jual-beli berlaku juga untuk perjanjian tukar-menukar seperti
yang ditegaskan oleh pasal 1546 BW ,Bunyi pasal 1546 BW “ untuk selainnya aturan
tentang perjanjian jual-beli berlaku terhadap perjanjian tukar-menukar.”
Maksud dari pasal tersebut adalah kalau 2 orang melakukan perjanjian jual-beli yang diatur
dalam pasal 1457 sampai pasal 1540 BW dapat dipergunakan dalam perjanjian itu.

3. Interpretasi Gramatikal
Interpretasi gramatikal adalah cara menafsirkan istilah dalam undang-undang sesuai
dengan kaidah bahasa hukum yang berlaku. Pada umumnya, hakim menggunakan
interpretasi gramatikal bersamaan dengan interpretasi logis, yakni memberikan makna
terhadap suatu aturan hukum melalui penalaran hukum untuk diterapkan terhadap teks yang
kabur atau kurang jelas artinya.
Sebagai contoh, arti “pihak ketiga” dalam perjanjian atau kontrak seringkali tidak jelas.
Terkadang, pihak ketiga mengacu pada pihak lain yang tidak terkait dalam kontrak atau
perjanjian, namun terkadang pihak ketiga juga diartikan sebagai kreditur konkuren. Dengan
demikian, biasanya hakim menggunakan interpretasi gramatikal bersamaan dengan
interpretasi logis berdasarkan penalaran hukum

Interpretasi Sistemastis
Interpretasi sistematis merupakan metode untuk menafsirkan peraturan perundang-
undangan dengan menghubungkan dengan peraturan hukum yang lain, atau dengan
keseluruhan sistem hukum.
Dalam metode ini, penafsiran atas suatu ketentuan undang-undang harus dihubungkan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain sehingga dalam menafsirkan
peraturan perundang-undangan tidak boleh keluar atau menyimpang dari sistem hukum
suatu negara.

Interpretasi Historis
Interpretasi historis adalah metode penafsiran terhadap makna undang-undang
menurut terjadinya dengan cara meneliti sejarah, meliputi interpretasi terhadap sejarah
undang-undang (wet historisch) dan sejarah hukum (recht historisch).
Wet historisch adalah mencari maksud dari peraturan perundang-undangan itu seperti apa
yang dilihat oleh pembuat undang-undang ketika undang-undang itu dibentuk.
Sedangkan recht historisch adalah metode interpretasi yang memahami undang-undang
dalam konteks sejarah hukumnya. Misalnya, untuk mengetahui sistem pemilu serentak yang
diatur dalam undang-undang pemilu, maka hakim harus mengetahui sejarah penyusunan
undang-undang beserta ratio legis-nya

Interpretasi Sosiologis
Interpretasi sosiologismerupakan penafsiran terhadap undang-undang sesuai dengan
tujuan pembentukannya. Hakim dalam menggunakan penafsiran teleologis ini harus
menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan situasi sosial.
Sebagai contoh, dalam menafsirkan ketentuan Pasal 362 KUHP tentang pencurian, hakim
harus memperluas makna kalimat “barang” dalam pasal tersebut dengan berbagai macam
benda yang dapat dimiliki, baik berwujud maupun tidak berwujud. Misalnya aliran listrik,
pulsa dan lain-lain. Sehingga jika seseorang dengan sengaja tanpa hak mengambil aliran
listrik untuk dimiliki, pelaku harus dihukum.

4. Menurut saya Interpretasi yang tepat diterapkan untuk menyelesaikan sebuah kasus adalah
Interpretasi komparatif adalah menjelaskan suatu undang-undang dengan cara
membandingkan hukum. Dengan membandingkan, hendaknya dicari kejelasan mengenai
suatu ketentuan undang-undang.Terutama pada aturan yang timbul karena perjanjian
internasional. Diluar dari hukum perjanjian internasional, bentuk interpretasi ini terbatas.
Contoh kasus, dalam penafsiran kalimat di perjanjian antara dua orang yang tunduk pada
hukum yang berbeda, maka hakim harus mencari makna kalimat tersebut. Sebagai contoh
pada perjanjian antara orang Indonesia dan orang Australia, hakim harus membandingkan
makna kalimat yang disengketakan dari kedua Negara tersebut.

5. Interpretasi Analogi yaitu memberi penafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan
memberi kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut sesuai dengan azas hukumnya
sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk kedalamnya dianggap sesuai
dengan bunyi peraturan tersebut. Menurut Prof. Andi Hamzah, ada dua macam analogi,
yaitu: gesetz analogi dan recht analogi. Gesetz analogi adalah analogi terhadap perbuatan
yang sama sekali tidak terdapat dalam ketentuan pidana. Sementara recht analogi adalah
analogi terhadap perbuatan yang mempunyai kemiripan dengan perbuatan yang dilarang
dalam ketentuan hukum pidana. dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP itu juga terdapat sebuah asas
yang melarang dipergunakannya metode penafsiran undang-undang secara analogis dalam
hukum pidana.  Contoh konkrit arrest Hoge Raad yang dapat dikatakan menggunakan
analogi yaitu Arrest Hoge Raad tanggal 23 Mei 1921 mengenai kasus pencurian listrik yang
pada saat itu Hoge Raad memperluas arti barang sehingga meliputi benda yang tidak
berwujud sehingga listrik termasuk kedalamnya. Selain itu Hoge Raad juga
mempersamakan antara perbuatan menyalakan saklar (inschakelen) dengan mengambil
(wegneemt) dalam Pasal 310 KUHP Belanda. (Hiariej, 2016:109). Dalam konteks Indonesia,
Mahkamah Agung melalui Putusan MA Nomor 786K/Pid/2015 menyatakan perbuatan
Terdakwa mengucapkan bujuk rayu dan janji palsu sehingga termasuk kedalam unsur delik
“dengan kekerasan atau ancaman kekerasan” dalam Pasal 285 KUHP. (Valerian, 2017:195).

Interpretasi ekstensif berpegang pada aturan yang ada. Di situ ada perkataan yang
diberi arti menurut makna yang hidup dalam masyarakat sekarang, tidak menurut maknanya
pada waktu undang-undang dibentuk. Sedangkan dalam tafsiran analogi, pangkal pendirian
kita adalah bahwa perbuatan yang menjadi soal itu tidak bisa dimasukkan dalam aturan yang
ada. Tetapi perbuatan itu, menurut pandangan hakim seharusnya dijadikan perbuatan pidana
pula, karena termasuk intinya aturan yang ada yang mengenai perbuatan yang mirip dengan
perbuatan itu. Karena termasuk inti suatu aturan yang ada, maka perbuatan tadi dapat
dikenai aturan yang ada itu dengan menggunakan analogi. Jadi sesungguhnya jika
digunakan analogi, yang dibuat untuk menjadikan perbuatan pidana pada suatu perbuatan
yang tertentu, bukanlah lagi aturan yang ada, tetapi ratio maksud, inti dari aturan yang ada.

Jika dipandang demikian, maka meskipun tafsiran analogi dan tafsiran ekstensif pada
hakekatnya adalah sama, hanya ada perbedaan grudial saja, tetapi dipandang secara
psychologis bagi orang yang menggunakannya ada perbedaan yang besar antara keduanya,
yaitu:

Interpretasi ekstensif masih tetap berpegang pada bunyinya aturan, semua kata-
katanya masih diturut, hanya ada perkataan yang tidak lagi diberi makna seperti pada waktu
terjadinya undang-undang, tetapi pada waktu penggunannya. Oleh karena itu masih
dinamakan interpretasi,sedangkan interpretasi analogi sudah tidak berpegang kepada
aturan yang ada lagi, melainkan pada inti, ratio dari padanya. Oleh karena itu ini yang
bertentangan dengan asas legalitas, sebab asas ini mengharuskan adanya suatu aturan
sebagai dasar.

Contoh dari penafsiran ekstensif adalah putusan HR negeri Belanda tahun


1921dimana ditentukan bahwa pengertian “goed” (benda, barang) dalam pasal 362 KUHP
tentang pencurian juga meliputi daya listrik secara tidak sah itu dapat dikenai pasal 362
KUHP tersebut (Electrische energie is een goed varbaar voor wegnemening).

Anda mungkin juga menyukai