Anda di halaman 1dari 21

TUGAS RESENSI BAB III

HUKUM TANAH INDONESIA


Dr. B. F. Sihombing, SH., MH.

Disusun Oleh:
HUSEN
56152210082

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN


PASCA SARJANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PANCASILA
2016

Kebijakan Pertanahan dalam Pengaturan Penguasaan Tanah

Kebijakan Pertanahan dalam Rangka Pengendalian Pemilikan dan


Penguasaan Tanah
1. Zaman Pemerintahan Belanda
Orientasi kebiijakan pertanahan pada zaman Belanda dalam pengaturan
pemilikan penguasaan tanah lebih memberikan prioritas atau peluang
terhadap Warga Negara Belanda, dan Warga Negara Asing (WNA). Serta
pribumi hukum Belanda dan badan hukum asing lainnya dari pada kepada
penduduk pribumi. Maksud dan tujuannya agar tanah-tanah di Indonesia bias
dimanfaatkan membangun industri dan pertambangan. Kemudian tujuan
yang mendasar untuk dapat memperoleh keuntungan sebesar-besarnya bagi
Pemerintah Belanda. Hal ini dapat kita lihat dari daftar pemilik tanah yang
luas atau tanah partikelir.
Dengan kecuali ,emgikuti peraturan kedua dan ketiga undang-undang
sebelumnya, dasar dan tetap mempertahankan bahwa semua tanah yang
tidak dapar dibuktikan bukti kepemilikkannya dan atau peraturan lain
menjadi tanah Negara.
Peraturan ini terkenal dengan namna pernyataan domein atau domein
verklaring. Dengan undang-undang tersebut yang sebelumnya dimaksud
Undang-Undang Agraria, peraturan kedua dan ketiga yang menjadi rujukan
pernyataan domein, adalah ayat (5) dan (6) Peraturan Negara Hindia
Belanda.
Selain peraturan tersebut di atas ada lagi Staatblad 1870 Nomor 179
tentang Larangan pengasingan tanah (grond vervreemdingverbod) adalah
hak milik (adat) atas tanah tidak dapat dipindahkan oleh orang-orang
Indonesia asli kepada bukan orang Indoensia (asli) dan oleh karena itu
semua perjanjian yang bertujuan untuk memindahkan hak tersebut, baik
secara langsung maupun tidak langsung adalah batal karena hukum.
Kemudian juga hal-hal yang mendasar mengenai kebijakan pengendalian,
pemilikan dan penguasaan tanah pada Pemerintah Belanda pada waktu itu,
adalah penguasaan tanah dengan skala besar.
2. Zaman Pemerintahan Jepang

Maksud dan tujuan Pemerintah Hepang melaksanakan kebijakan di bidang


pertanahan adalah untuk mendapatka mengambil hasil pertanian dan
pertambangan, bahkan barang-barang bergerak dan tidak bergerak milik
Belanda dibawa pula ke Negara Jepang.
Pemerintah penduduk Jepang pada waktu mengeluarkan kebijakan yang
dituangkand alam Osamu Serei Nomro 2 Tahun 1942 terakhir diubah
denganOsamu Serei Nomor 4 dan 25 Tahun 1944 dalam pasal 10 yang
mengatakan buat sementara waktu dilarang keras memindah kan ke
tangan lain harta benda yang tidak bergerak, surat-surat berharga, uang
simpanan di bank, dan sebagainya dengan tidak mendapat ijim lebih dahulu
dari Balatentara Dai Nippon.

3. Zaman Indonesia Merdeka sampai Tahun 2002


Dalam rangka kebijakan pengaturan, pengendalian, pemilikan, dan
penguasaan tanah melalui perijinan sangat bervariasi. Hal ini disebabkan
struktur atau aparat yang menangani berubah-ubah. Hal ini dapat dilihat
dalam beberapa peraturan yang mengaturnya, antara lain:
A. Pemindahan dan pemakaian tanah-tanah dan barang-barang tetap
lainnya yang mempunyai titel menurut hukum Eropa.
B. Penetapan undang-undang darurat tentang emindahan hak tanahtanah dan barang-barang tetap lainnya yang tunduk kepada hukum
Eropa.
C. Pengawasan terhadap pemindahan ha katas tanah perkebunan.
D. Pemberian ha katas tanah serta pemindahannya.
E. Peralihan tugas dan wewenang agrarian.
F. Perubahan pembagian tugas dan wewenang agraria.
G. Usaha
mempercepat
pakai/pemindahan hak.

penyelesaian

permohonan

H. Pembagian tugas dan wewenang agraria.


I. Penyelenggaraan izin pemindahan ha katas tanah.

ijin

serah

J. Salinan penyederhanaan peraturan perijinan pemindahan hak atas


tanah.
K. Penyederhanaan peraturan perizinan hak atas tanah.
L. Pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing yang
berkedudukan di Indonesia.
M. Persyaratan pemilikan tanah tempat tinggal atau hunian oleh orang
asing.
N. Pemberian hak milik atas tanah untuk rumah tinggal.
Kebijakan Pertanahan dalam Rangka Pengadaan Tanah
1. Zaman Pemerintahan Belanda
Pada zaman Pemerintahan Belanda peraturan mengenai kebijakan
pengadaan tanah yang lebih dikenal pada waktu itu adalah Bijblad No.
11372.
Peraturan ini merupakan governmentsbesluit tanggal 1 Juli 1927
No. 7 yang diubah dengan govermentsbesluit tanggal 8 januari 1923 no. 23
yaitu bijblad no.11372 jo.12736.
Dengan maknayang sama surat edaran direktur jendraql agraria antara lain
mengatakan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang tata cara
pembelian tanah untuk keperluan Negara, maupun susunan dan kenggotaan
panitia yang bertugas dalam bidang ini.
Pengadaan tanah untuk kepentingan swasta , sejak tahun 1810 telah terjadi
pembelian tanah untuk tanah partikepartikelir, dan tahun 1855, tidak ada
tanah partikelir baru lagi, serta tahun 1910atas desakan kalangan luar
maupun parlemen belanda, dilaksanakan usaha pengembalian tanah
partikelir menjadi tanah Negara.
Jadi secara substansial peraturan ini berbeda dengan peraturan yang ada
pada saat ini,dimana asas yang dianut adalah pengadaan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum melalui musyawarah.
Sedangkan untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan
Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula pada
kepentingan pembangunan, maka preseden dalam keadaan yang memaksa
setelah mendengar menteri agrarian, menteri kehakiman dan menteri yang
bersangkutan dapat mencabut hak ha katas tanah dan benda-benda yang
ada di atasnya.

2. Zaman pemerintahan jepang


Jepang menjajah Indonesia kurang lebih 3(tiga) tahun yaitu dari tahun 1942
sampai tahun 1945. Hal-hal mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan
pemerintah dan untuk swasta atau tuan tanah (tanah partikelir) dapat
dikatakan tidak ada.
Dengan jatuhnya pemerintahan jepang pada waktu itu maka selurauh
lapisan pembangunan termasuk untuk mengembangkan dan membangun
daerah jajahan seperti Indonesia tidak lagi ada kemampuannya.
3. Zaman pemrintahan
dengan tahun 2002

republic

Indonesia

merdeka

sampai

Setelah Indonesia merdeka tahun 1945 pengaturan, kepemilikan, dan


penguasaan serta pengadaan tanah diperoleh berdasarkan beberapa cara
antara lain :
a. Melalui nasionalisasi
b. Melalui likuidasi untuk perusahaan belanda dan milik perorangan
warga Negara belanda
c. Melalui pengambilan tanah untuk keperluan penguasa perang
d. Melalui pengambilan tananh untuk kepentingan pemerintah
e. Melalui pencabutan ha katas tanah
f. Melalui pembebasan
pemerintah

atau

pengadaan

tanah

untuk

kepentingan

g. Melalui pembebasan atau pengadaan tanah untuk kepentingan swasta


dalam negeri dan swasta modal asing

A. Pengambilan tanah untuk kepentingan penguasa perang


1. Pengambilan tanah untuk keperluan penguasa perang berdasarkan
undang-undang keadaan bahaya. Undang-undang nomor 23 Prp.
Tahun 1959.
2. Pelaksanaan beberapa peraturan soal agrarian. Intruksi penguasa
perang pusat nomor, instr/peperpu /0108/ 1959.

3. Pengambilan tanah-tanah untuk mendirikan asrama, perluasan


halaman perumahan militer jalan jalan dan sebagainya. Surat
edaran tertinggi nomor 0252/peperti/1961.
B. Pengambilan tanah untuk kepentingan pemerintah
1. Pembelian tanah
Surat edaran menteri keuangan nomor 15841/G.T mengatur tentang
pembelian tanah.
Susunan panitia yang dimaksud dalam jiblad no.11372 jo.12746 terdiri dari
paling sedikit 3( tiga) orang anggota.
Dalam surat edaran menteri keungan ini terdiri dari 5(lima) orang
anggota (struktur) didalam peraturan ini semuanya terdiri dari orang
pemerintah.

2. Pembelian tanah untuk keperluan dinas


Surat edaran menteri agrarian nomor Ka.34/1/14 ini mengatur tentang
pembelian tanah untuk keperluan dinas peraturan ini ditunjukan kepada (1)
semua kementrian, (2) Semua Gubernur /residen ; (3) Wali kota Jakarta raya,
dan (4) Kepala daerah istimewa Yogyakarta
3. Pembentukan panitia pembelian tanah untuk keperluan instansi
pemerintah
Surat keputusan menteri agraria adalah sebagai tindak lanjut dari surat
keputusan residen banten, tanggal 5juli 1960 nomor 4377 / 32/ Pem 60,
dengan tujuan untuk sementara Yogyakartaselama belum ada penetapan
lebih lanjut dari instansi atasan- cq, yang kompeten antara lain telah
dibentuk sebuah panitia pembelian tanah untuk proyek besi/ baja di daerah
banten.

4. Pembelian tanah di cilegon,serang dan propinsi jawa barat,


sekarang propinsi banten
Isi keputusan ini adalah memperpanjang batas waktu tersebut dalam diktum
ketiga surat keputusan meteri Agraria tanggal 11-08-1960 No.Sk 767 /Ka
dengan waktu 6(enam) bulan sejak tanggal 1januari 1961.

5. Panitia tetap penaksir


Surat edaran menteri pertama Republik Indonesia ini merupakansalah satu
upaya pemerintah untuk mengadakan pembaharuan hukum tanah di
indonesi, khususnya dalam pembelian tanah pembebasan tanah atau
pengadaan tanah.
6. Panitia penaksir ganti kerugian untuk daerah khusus ibu kota
Jakarta raya
Adapun tugas penaksir dalam peraturan ini menjelaskan, panitia
bertugas untuk /atas permintan menteri agrarian atau kepala
agraria Jakarta Raya melakukan penaksiran twntang ganti
mengenai tanah dan atau benda-benda yang hak nya akan
berdasarkan atas ketentuan undang-undang nomor 20 tahun 1961.

penaksir
inspeksi
kerugian
divabut

Sitematika dari peraturan ini dilihat dari bentuknya maupun isi sudah
cukup baik, dibandingkan dengan peraturan sebelumnya. Peraturan ini jg
sudah mengambil asas hukum adat yaitu musyawarah, jadi tidak seperti
dikenal dalam asas pengambilan tanah dalam bijblad nomor 11372 jo 12746.
Struktur didalam susunan panitia pada peraturan ini ketua, wakil ketua
dan anggota adalah orang-orang eksekutif dan legislatif berbeda dengan
susunan panitia pada bijblad nomor 11372 jo 12746 yang terdiri dari
eksekutif dan pihak partikelir (swasta).

7. Pemberian perkenan mengenai tanah komplek senen


dapat dilihat dari substansi (peraturan perundang-undangan) yang di
keluarkan oleh menterib agraria, menteri muda agrarian, menteri dalam
negeri , menteri Negara agraria dan kepala BPN.
Keputusan ini menjelaskan antara lain; sambil menunggu keputusan
presiden republic Indonesia tentang permohonan agar diadakan pencabutan
hak dan disebutkan pula dalam surat gubernur atau kepala daerah khusus
ibu kota Jakarta tanggal 16 januari 1962 nomor 51/ 12UT. Memberi perkenan
kepada gubernur /kepala daerah khusus ibu kota Jakarta raya untuk
menguasai tanah-tanah beserta bangunan bangunan yang ada diatasnya
yang terletak dalam wilayah khusus ibu kota Jakarta raya.
Dalam diktum berukutnya dijelaskan, gubernur atau kepala daerah khusus
ibu kota Jakarta raya, dengan dibantu oleh kepala inspeksi agrarian Jakarta

raya pada tinhgkat pertama mengadakan musyawarah dengan orang-orang


tersebut diatas agar pembebasan tanah-tanah dan bangunan-bangunan dari
hak mereka. Pengosongan serta penampungan orang-orang yang
bersangkutan dapat diselesaikan dengan pemberian ganti kerugian berupa
uang pengganti tanah atau bangunan dan fasilitas lainnya, hasil
musyawarah itu dilaporkan kepada menteri Agraria.

8. Pemberian perkenan menguasai tanah-tanah dan bangunanbangunan di daerah ciputat sekitar situ gintung tanggerang untuk
kampus universitas Indonesia
Surat keputusan menteri agraria nomor Sk.63 /Depag/65 ini mengatur
tentang pemberian perkenan menguasai tanah-tanah dan bangunan di
daerah ciputat situ gintung tanggerang.
Isi keputusan ini agak kontroversi karena disatu pihak keputusan ini perlu
keputusan presiden untuk pencabutan hak dan dilain pihak agar melakukan
ijin pembebasan tanah dapat dilakukan melalui panitia pembebasan tanah,
selain dari pada itu adannya anggota panitia dari pihak yang akan
membutuhkan tanah, yang memungkinkan keputusan panitia tidak menjadi
objektif.
9. Acara membebaskan atau melepaskan hak atas tanah
Penekana materi dari surat edaran ini adalah bahwa pihak yang
membebaskan hak dengan pihak yang melepaskan hak telah ada
persetujuan atau kesepakatan. Oleh karena itu dituangkan dalam bentuk
akta dibawah tangan yang dikuatkan oleh kepala desa yang bersangkutan
atau dilegalisasi oleh asisten wedana/ camat atau notaris, atau pun dapat
juga ditungkan dalam akta otentik yang dibuat oleh notaris
Adapun mengenai honorarium dan uang saksi dalam pembuatan akta
yang dimaksudkan itu belum ada ketentuannya ( kecuali untuk pembuatan
akta notaris). Karena nya dalam hal ini dapat dipergunakan ketentuanketentunan mengenai honorarium dan uang saksi untuk pembuatan akta
oleh penjabat pembuatan akata tanah yang dipakai sebagia pedoaman dan
jika memang perlu diadakan pemriksaan menurut peraturan mentri
pertanian dan gararia nomor 2tahun 1962 ditambah dengan biaya yang
diperlukan.
10.

Panitia pembelian tanah pemerintah

Surat edaran direktur jendral agraria nomor Ba.5/282 /5., ini mengatur
,mengenai panitia pembelian tanah pemetintah. Substansi atau peraturan ini
sangat bkontorvensi dengan peraturan sebelumnya yaitu surat edaran
menteri pertama republic Indonesia.nommor 32391/ 61. Kemudian juga jika
dilihat dari struktur sesuai dengan Tap MPR Nomor XX/ MPRS/ 1966 tentang
sumber hukum republic Indonesia dan tata urutan peraturan perundangundangan RI maka keputusan direktur jenderal agrarian ini telah
bertentangan dengan keputusan pejabat yang lebih tinggi yaitu keputusan
menteri pertama republik Indonesia oleh karena nya keputusan ini menjadi
batal demi hukum.

11. Panitia pembalian tanah pemerintah Penertiban dan pemahaman


mengenai pemindahan atau peralihan hak atas tanah guna untuk
kepentingan pembangunan proyek yang ada di daerah jawa barat.
Adapun isi atau materi instruksi gubernur ini meliputi lima meteri yaitub
sebagai berikut :
(a) Usaha mendapat lokasi, (b) tatacara (prosedur) ; (c)
pemindahan atau pelepasan haknya; (f) penyesuaian
pemindahan hak; dan (g) susunan panitia menurut bijblad
11372.
Yang paling kontroversi dalam isi atau materi diatas adalah mengenai butir e,
menjelaskan susunan panitia tersebut berlaku juga panitia pembelian /
pembebasana tanah / rumah untuk kepentingan Negara/ jawatan / daerah
otonom sebagaimana tercantum didalam bijblad 11372 dengan
memperhatikan unsur-unsur / instansi yang dianggap pengting saja yang ada
di daerah masing-masing.

12. Mengawasi tanah dan bangunan untuk peroyek jalan raya


Jakarta, bogor dan ciawi.
Surat keputusan menteri dalam negeri SK.5 /DDA/ 1972 ini mengatur tentang
hal menguasai tanah dan bangunan untuk proyek jalan raya Jakarta, Bogor,
Ciawi.
Isi atau materi dari keputusan ini antara lain menjelaskan bahwa areal tanah
terletak didalam daerah khusus ibu kota Jakarta raya dan daerah tingkat 1

jawa baratmeliputi jarak sepanjang kurang lebih 50kmdan lebar kurang lebih
400m, antara Jakarta bogor ciawi dengan batas titik titik koordinat sebagai
tercantum dalam lampiran keputusan ini ditegaskan penggunaannya untuk
pembangunan proyek jalan raya Jakarta-bogor-ciawi.
13. Ketentuan-ketentuan mengenai
tanah untuk keperluan perusahaan.

penyediaan

dan

pembarian

Perturan menteri dalam negeri nomor 15 tahun 1974 ini mengatur tentang
ketentuan tatacara pembebasan tanah dan latar belakang diterbitkan nya
peraturan ini adalah dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan
pada umumnya dan khususnya dalam pembangunan lima tahun (PELITA) II,
perlu digariskan kebijaksanaan dalam ditetapkan ketentuan mengenai
penyediaan dan pemberian tanah untuk keperluan perusahaan, baik yang di
selenggarakan dengan maupun tanpa fasilitas menanaman modal
sebagaimana yang diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 1967
tentang penanaman modal asing (L.N. 1967 nomor 1) dan undang-undang
tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri.
Dalam hal pembebasan atau pengadaan tanah untuk keperluan perusahaan
dalam peraturan ini secara sistematika peraturan perundang-undangannya
telah lengkap. Kemudian mengenai struktur disini terdapat dua pihak yaitu
pihak eksekutif dan pihak swasta.sedangkan substansi atau produk
perundang-undangannya lebih menekankan kepada asas musyawarah,
artinya lebih menenkankan kepada asas hukum perdata. Jasi tidak seperti
pembebasan/ pengadaan tanah untuk keperluan pemerintah ada istilah
pencabutan hak.

14.

Ketentuan-ketentuan mengenai tatacara pembebasan tanah

Peraturan menteri dalam negeri nomor 15 tahun 1975 ini mengatur tentang
ketentuan-ketentuan mengenai tatacara pembebasan tanah.
Latar belang diterbitkannya peraturan ini adalah bahwa untuk memenuhi
kebutuhan akan tanah dalam usaha-usaha pembangunan baik yang
dilakukan oleh instansi atau badan pemerintah maupun untuk kepentingan
swasta.khususnya untuk kepentingan pemerintah dirasakan perlu adanya
ketentuan mengenai pembebasan tanah dan sekaligus menentukan
besarnya gantirugi atas tanah yang diperlukan secara teratur tertib dan
seragam.

Hal ini tindak lanjut dari surat edaran direktur jendral agrarian nomor
Ba. 5 /282/ 5 tanggal 28-5-1969 yang isinya antara lain dalam hal
pemerintah bermaksud untuk mengadakan pembebasan hendaknya
menggunakan prosedur dalam bijblad nomor 11372 jo 12476 dan surat
edaran menteri pertama republic Indonesia nomor 32391/61 tanggal 30-121961.

15.

Pelaksanaan pembebasan tanah.

Pembebasan tanah adalah setiap perbuatan yang bermaksud


langsung atau tidak langsung melepaskan hububngan hukum yang
ada antara pemegang hak atau penguasa atas tanahnya dengan
cara memberikan ganti rugi kepada yang berhak atau penguasa
tanah tersebut.
Struktur mengenai panitia pembebasan tanah yang diatur dalam surat
edaran ini lebih luas dan jelas, dibandingkan dengan peraturan menteri
dalam negeri nomor 15 tahun 1975.
Legal culture (budaya hukum) pemrintah maupun masyarakat khususnya
terhadap pembebasan tanah untuk nkeperluan pemerintah bias bertahan 18
(delapan belas) tahun yaitu dari tahun 1975-1993. Sedangkan untuk
kepentingan tanah pembebasan hanya bias bertahan 1tahun, yang
kemudian diatur lagi di dalam peraturan peraturan menteri nomor 2 tahun
1976, tentang penggunaan acar pembebasan untuk kepentingan pemeritah
bagi pembebasan tanah oleh pihak swasta.
Yogyakarta selama belum ada penetapan lebih lanjut dari instansi
atasan- cq, yang kompeten antara lain telah dibentuk sebuah panitia
pembelian tanah untuk proyek besi/ baja di daerah banten.
16.

Tambahan pelaksaan pembebasan tanah

Surat edaran direktur jendral agraria nomor Btu.2 /568/ 2.76


perihal penyampaian peraturan menteri dalam negeri nomor 15
tahun
1975.
Dimaksudkan
untuk
menampung
kegiatan
pembebasan tanah untuk proyek khusus atau meliputi areal tanah
yang cukup luas sehingga diperkirakan akan mempunyai akibat
dalam bidang social ekonomi maupun kependudukan yang cukup
jauh.

Patut pula dipertimbangkan tentang adanya factor-faktor non


fisik (immaterial) yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan
ganti kerugian, terlebih apabila proses pengadaan tanah itu
memakan waktu yang cukup lama.
17. Penggunaan acara pembebasan tanah untuk kepentingan
pemerintah bagi pembebasan tanah oleh pihak swasta
Peraturan menteri dalam negeri nomor 2 tahun 1976 tetang
mengatur penggunaan acara pembebasan tanah untuk
kepentingan pemerintah bagi pembebasan tanah oleh pihak
swasta dilatarbelakngi dengan pemikiran bahwa pelaksanaan
pembangunan sebagaimana telah digariskan dalam garis besar
haluan Negara (ketetapan majlis permusyawaratan rakyat
republic Indonesia no. IV/ MPR/ 1873) tidak semata-mata menjadi
beban pemerintah, melainkan diharapkan pula adanya dari pihak
swasta rakyat.
18. Pernyataan berlaku seutuhnya peraturan mentri dalam negeri
nomor 15 tahun 1975 tentang ketentuan mengenai tatacara
pembebasan tanah untuk tingkat 1 jawa barat
Surat keputusan gubernur kepala daerah tingkat I jabar nomor
320/PM. 130/SK/I 976 ini adalah penetapan (beschikking) mengenai
pernyataan berlaku seutuhnya peraturan menteri dalam negeri
nomor 15 tahun 1975, tentang ketentuan mengenai tatacara
pembebasan tanah, untuk didaerah tingkat 1 jawabarat.
Dengan diterbitkannya peraturan dari pemerintah pusat ini
khususnya didaerah jawa barat, mulai efektif berlaku ketentuanketentuan pembebasan tanah untuk keperluan pemerintah maupun
untuk kepentingan swasta. Dengan demikian selama Indonesia
merdeka dari tahun 1945 sampai dengan 1975 kurang lebih dari
30th daerah jawa barat masih memberlakukan substansi atau
bijblad nomor 11372 tentang pembelian tanah produk pada jaman
pemerintahan hindia belanda.
19. Pembentukan panitia pembebasan tanah kotamadya kabupaten
daerah tingkat II
Struktur yang ada dalam surat penetapan gubernur jabar
adalah lebih mempertegas personil para ketua dan anggota dalam

panitia pembebasan tananh terdiri dari pihak eksekutif pemerintah


daerah jawa barat.
Mengenai substansi atua produk penetapan ini sekaligus
mempertegas keberadaan materi dari peraturan menteri menteri
dalam negeri nomor 15 tahun 1975 dapat diterapkan diwilayah
propinsi jawa barat.
Sedangkan mengenai legal culture (budaya hukum) dalam
penetapan ini, pemerintah propinsi jawa barat lebih menekankan
ketua dan anggota pembebasan tanah lebih berpihak kepada pihak
eksekutif karena tidak mengikuti pihak swasta.
20. Peraturan pelaksana pembebasan daerah untuk kepentingan
pemerintahan pembebasan tanah oleh pihak swasta.
Pelaksanaan pembebasan tanah harus didasarkan pada
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku
dengan
mendahulukan perinsip musywarah antar pihak-[pihak yang
bersangkutan dibawah pimpinan panitia pembebasan tanah untuk
keperluan pemerintah serta harus dihindar terjadinya keresahan
dalam masyarakat.
Ada pengecualian terhadap pembebasab tanah untuk
kepentingan swasta. Struktur yang diterapkan dalam ganti rugi
dapat mempergunakan panitia pembebasan tanah yang disebut
juga panitia Sembilan. Struktur dari pihak tersebut adalah pihak
eksekutif.
21. Biaya administrasi dan biaya oprasional panitia pembebasan
tanah
Pengertian biaya administrasi dan biaya pelaksanaan
(oprasional) adalah merupakan biaya untuk keperluan pelaksanaan
tugas pembebasan tanah dan oleh karena itu menyangkut uang
Negara maka setiap penggunaan harus disesuaikan dengan
kebutuhan riil serta wajib dipertanggung jawabkan oleh panitia
pembebasan tanah menurut ketentuan yang berlaku.
22. Pembentukan panitia pengadaan tanah pusat untuk keperluan
perum pembanguna perumahan nasional

Tugas panitia pengadaan tanah adalah mmengadakan


bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembebasan
tanah yang dilakukan oleh panitia pembebasan tanah daerah
tingkat 1 sebagai mana diatur dalam Peraturan Mentri dalam Negeri
nomor 15 tahun 1975. Panitia pembebasan tanah daerah tingkat II
wajib memberikan memberikan laporan pembebasan tanah untuk
keperluan perumahan Nasional (perumnas) kepada Gubernur
Kepala Daerah Khusus Tingkat I dan pada Panitia Pengadaan Tanah
Pusat.
23. Peraturan pelaksanaan tentang pembentukan panitia pengadaan
tanah pusat untuk keperluan perumahan nasional (perumnas)
Pemerintah mengharapkan agar pelaksanaan pembebasan
tanah untuk proyek perumahan nasional (perumnas) dapat lebih
cepat dan menjamin tercapainya jumlah rumah rakyat pada waktu
yang telah direncanakan dalam rencana pembangunan lima tahun
(REPELITA) II ini.
24. Ketentuan-ketentuan mengenai penyediaan dan pemberian hak
atas tanah serta pemberian izin bangunan dan ijin undang-undang
ganguan untuk keperluan perusahaan yang mengadakan
penanaman modal.
Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1977
mengatur tentang ketentuan mengenai penyediaan dan pemberian
ha katas tanah serta pemberian ijin bangunan dan ijin Undangundang ganguan dan untuk keperluan perusahaan yang
mengadakan penanaman modalmenurut Undang-Undang nomor 1
than 1967 dan undang-undang nomor 6 tahun 1968.
Tata cara proses dalam rangka perusahaan yang bersangkutan
untuk memperoleh ijin bangunan dan uUndang-unang gangguan
adalah sebagai berikut :
1. Permohonan ijin bangunan yang menurut peraturan daerah
yang bersangkutan wajib dipunyai untuk mendirikan
bangunan perusahaan diajukan oleh calon penanam modal
kepada ketua BKPM daerah.
2. Permohonan tersebut diajukan oleh calon penanam modal
setelah diperoleh surat keputusan gubernur Kepala Daerah

mengenai
penetapan
lokasi
dan
letak
tempat
perusahaannya sebagi dimaksud dalam pasal 4 ayat(1)
3. Setelah diteliti kelengkapan persyaratannya oleh ketua
BKPM daerah permohonan ijin tersebut segera disampaikan
kepada pemerintah daerah yang bersangkutan untuk
diselesaikan menurut ketentuan perlakuan yang berlaku.
4. Salinan surat keputrusan pemerintah daerah mengenai
pemberian ijin bangunan disampaikan kepada calon
penanam modal (BKPM) daerah.
25. Larangan jual beli tanah kosong atau belum dibangun di areal
perumahan /real estate.
Pemerintah
telah
mengambil
kebijaksanaan
untuk
melaksanakan pembangunan rumah murah dengan memberikan
kebijaksanaan untuk melaksanakan pembangunan rumah murah
dengan memberikan kesempatan kepada para pengusaha swasta
untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan rumah tersebut.
Kesempatan ini telah dimanfaatkan oleh pengusaha swasta ternyata
dibanyak daerah telah timbul apa yang disebut perusahaan
pembangunan perumahan atau Real estate.
Dengan diberlakukannya perat7uran meteri dalam negeri
nomor 5 tahun 1974 maka ternyata ada pihak perusahaan yang
melanggar yaitu antara lain memperjualbelikan tanah kosong. Oleh
karena ada pelanggaran maka Menteri Dalam Negeri melalui
Direktur Jendral Agraria agar para gubernur bupati walikota
mengadakan pengawasan terhadap pengawasan perusahaan yang
telah diatur dalam peraturan menteri dalam negeri nomor 5 tahun
1974kemudian melaporkan kepada menteri dalam negeri dalam
rangka tindak lanjutnya.
26. Perusahaan pembangunan perumahan (real estate)
berbentuk badan hukum perseroan terbatas (persero)

wajib

Perusahaan pembangunan perumahan sebagia subjek hukum


dalam memperoleh ijin pencadangan maupun subjek ha katas
tanah. Jadi bukan CV prima atau perusahaan pemborong
pembanguna perumahan. Dalam surat edaran ini dipertegas
mengenai definisi perusahaan pembangunan seperti yang telah
diatur dalam peraturan Menteri dalam negeri nomor 15 tahun 1974.
Selanjutnya diberikan waktu 3 (tiga) bulan untuk membentuk

Perseroan Terbatas (PT), yang sudah didirikan menurut hukum


Indonesia.
27. Pengadaan tanah untuk kepentingan hankam/ ABRI agar terlebih
dahulu mendapat persetujuan dari pemrintah daerah
Latar belakang dikeluarkan instruksi ini adalah untuk
menghindari kejadian kasus yang menimbulkan anggapan /issue
negative, maka dipandang perlu segra mengeluarkan instruksi ini
dalam rangka tindakan penertiban terhadap prosedur atau tatacara
dalam penyelesaian pengadaan tanah untuk kepentingan dinas
(HANAKAM /ABRI) dimasa-masa mendatang agar tidak terulang
kembali ketidaktertiban penyelesaian pengadaan tanah yang tidak
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Struktur HANKAM/ ABRI dari kepala staf angkatan darat sampai
korma hankam pada waktu itu dalam melaksanakan pembebasan
tanah banyak yang tidak memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan, seoalah tidak ada system hukum dalam
pembebasa / pengadaan tanah.
28. Pembelian tanah untuk kepentingan pemerintah, dilengkapi akta
notaris.
Pemilikan tanah untuk kepentingan pemerintah diatur dalam
surat direktur jenderal agraria nomor Btu. 10/178/10-78 mengatur
mengenai pembelian tanah untuk kepentingan pemerintah dimana
surat ini ditujukan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur
Jendral anggaran di Jakarta.
29. Mengusulkan penyediaan biaya ganti rugi dan biaya
pembebasan berdasarkan harga tanah dan transaksi yang riil.
Surat
Edaran
1.35/DJA/VII.5/5/80 ini
panitia pembebasan
ditujukan kepada para
Indonesia.

Direktur
Jendral
Agraria
Nomor
S.E
mengatur tentang peningkatan aktifitas
tanah untuk keperluan pemerintah yang
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I seluruh

Struktur yang ada dalam surat edaran ini adalah Direktur


Jendral Anggaran, Departement Keuangan dengan Dirjen Agraria,
Departemen Dalam Negeri.

30.

Pengadaan tanah atau tidak membebaskan tanah yang subur.

Surat edaran Menteri dalam Negeri Nomor 590/8692/Agr.


Mengatur mengenai pengadaan tanah / penentu lokasi sebagai
dimaksud dalam pasal 23 Keputusan Presiden nomor 14 A/1980.
Struktur yang di maksud disini lebih menekan kan kepada
Gubernur dan Bupati/Walikotamadya kepada Direktorat Agraria agar
dalam hal ini melaksanakan pembebasan tanah berpedoman
kepada keputusan Presiden Nomor 14 A tahun 1980.
31.
Larangan penggunaan personal angkatan bersenjata republic
Indonesia (ABRI) untuk pelaksanaan pembebasan / pengosongan
tanah milik rakyat.
32. Pengolahan/ penyiapan pemberian ijin prinsip dalam rangka
pencadangan dan pembebasan tanah untuk keperluan proyekproyek pembangunan.
33. Penyediaan dan pemberian hak atas tanah unruk keperluan
perusahaan
pembangunan
perumahan
murah
yang
diselenggarakan dengan fasilitas kredit pemilikan rumah dari bank
tabungan Negara.
34. Penyampaian
tahun1984

peraturan

menteri

dalam

negeri

nomor

35. tatacara penyediaan tanah dan pemberian ha katas tanah


pemberian ijin bangunan serta ijin undang-undang gangguan bagi
perusahaan perusahaan yang mengadakan penanaman modal
36. Penyempurnaan tatacara penyediaan tanah dan pemberian ha
katas tanah, pemberian ijin bangunan serta ijin undang-undang
gangguan bagi perusahaan perusahaan yang mengadakan
penanaman modal
37. Tatacara
pengadaan
tanah
untuk
pembangunan di wilayah kecamatan.

keperluan

proyek

38. Petunjuk pelaksanaan peraturan menteri dalam negeri nomor 2


tahun 1985 tentang tatacara pengadaan tanah untuk keperluan
proyek pembangunan di wilayah kecamatan

39. Pengadaan tanah sampai dengan 5 ha (lima hektar ) untuk


peroyek pembangunan
40. Tatacara penyediaan lahan dan pemberian hak atas tanah dalam
rangka pembangunan perkebunan dengan pola perusahaan inti
rakyat yang dikaitkan dengan program transmigrasi (PIR TRANS)
41.

Pelaksanaa peraturan menteri dalam neegi nomor 1tahun 1986

42. Penyediaan dan pemberian ha katas tanah untuk keperluan


perusahaa pembangunan perumahan
43.

Kawasan industry

44. Penyediaan dan pemberian ha katas tanah untuk keperluan


perusahaan kawan industry
45. Tatacara permohonan dan pemberian konfirmasi pencadangan
tanah ijin lokasi dan pembebasan tanah, hak atas tanah dan
pendaftarannya untuk kawasan industry
46. Pembentukan tim pengawasan dan pengendalian pembebasan
tanah untuk keperluan swasta
47. Biaya administrasi dan biaya oprasional panitia dan pembebasan
tanah
48.

Penyajian informasi lingkungan untuk kawasan industry

49.

Penggunaan tanah bagi pembangunan kawasan industry

50. Pembentukan tim pengawasan dan pengendalian pembebasan


tanah untuk keperluan swata
51.

Tatacara penanaman modal

52. Tatacara bagi perusahaan untuk memperoleh pencadangan


tanah ,ijin lokai, pemberian perpanjangan dan pembaharuan ha
katas tanah serta penerbitan sertifikatnya
53. Perubahan keputusan presiden republic Indonesia nomor 53
tahun 1989 tentang kawasan industry
54. Tatacara memperoleh ijin lokasi dan ha katas tanah bagi
perusahaan dalam rangka penanaman modal

55. Petunjuk pelaksanaan pemberian ijin lokasi dalam rangka


pelaksanaan peraturan menteri Negara agrarian/ kepala badan
pertahanan nasional nomor 2 tahun 1993
56.

Petunjuk pelaksanaan pemberian ijin lokasi

57. Tatacara perolehan bagi perusahaan dalam rangka penanaman


modal
58. Peraturan pelaksanaan (juklak) tatacara perolehan tanah bagi
perusahaan dalam rangka penanaman modal
59. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
pembangunan untuk kepentingan umum semenjak diterbitkan
peraturan mendagri nomor 15 tahun 1975
60. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum setelah keputusan presiden nomor 55 tahun
1993

Keunggulan dan kelemahan teori Legal system dari Lawrence M.


Friedman

Bertitik tolak dari teori Laurence M. Friedman maka system hukum di


Indonesia terdiri dari :
1. Structure atau aparatur, yaitu Eksekutif, Legislatif, Yudikatif
2. Substance atau substansi, yaitu :
a. Peraturan perundang-undangan dari undang-undang dasar sampai
dengan surat edaran menteri
b. Keputusan pengadilan
3. Legal culture atau budaya
masyarakat terhadap hukum

hukum

yaitu

bagaimana

persepsi

1. Keunggulan teori Legal System dari Lawrence M. Friedman


antara lain sebagai berikut:
a. Produk
perundang-undangan
dengan
peraturan
merupakan keinginan atau kemauan dari pimpinan.

pelaksanaan

b. Legal Culture atau budaya hukum dari L.M Friedman bias dipakai
sebagai pisau analisis untuk melihat suatu produk perundangundangan yang dimaksud apakah berpihak kepada pemerintah,
masyarakat dan swasta
c. Suatu produk perundang-undangan dapat dilihat mengarah kepada
kepentingan atau kepada keperluan
d. Teori lelal system dari L .M friedman sangat baik alam hal menganalisis
suatu masalah yang masih baru, karena onjektifitasnya dapat
memberikan hasil yang baik. Hal yang masih baru dalam tulisan ini
adalah suatu produk perundang-undangan atau kaus pidana atau
perdata dan sekalipun kasus internasional.

2. Kelemahan teoti legal system dari Laurence M. Friedman

a. Legal culture yang ditekankan seolah-olah hanya masyarakat yang


menilai jalan nya hukum.
b. L.M. Friedman menyatakan yang menghidupkan atau mematikan
mesin itu adalah legal culture (budaya hukum) dan mesin itu adalah
structure (aparat) sedangkan produksi perundang-undangan itu
adalah substance (hasil mesin), serta legal system (system hukum)
adalah pabrik L. M. Friedman
c. Ada beberapa lagi yang bisa menghidupkan dan mematikan suatu
kebijakan. Pada saat itu Friedman tidak memikirkan hal ini sesuai
dengan perkembangan dan perubahan zaman.
Misalnya :

c.1. Kedudukan presiden Indonesia Soeharto, yang diangkat melalui hasil


produk perundang undangan menjadi kebijakan sehingga terpilih seorang
presiden.
c. 2. Perang Irak
perang irak maret 2003 yang pada saat ini pemerintah sadam husein telah
jatuh.
Yang paling kontrovesi adalah kebijakan yang dibuat oleh sadam husein
mengenai adanya senjata kimia di Negara irak.
d. Teori L.M. friedman mengenai system hukum, dalam struktur bukan
hanya meliputi eksekutif, legislative dan judikatif melainkan juga
pihak badan hukum, pemerintah, swasta, LSM serta masyarakat
internal/eksternal, organisasi internasional, Negara maupun sekutu
dari beberapa Negara dan yang lainnya.
e. Teori Legal system dari L.M. Friedman ini kurang baik dalam hal

menganalisis suatu masalah yang lama karena objektifitasnya


dapat memberikan hasil yang buruk.hal yang lama adalah suatu
produk perundang-undangan atau kasus pidana, perdata, dan
sekaliupun kasus internasional.

Anda mungkin juga menyukai