Anda di halaman 1dari 5

Nama : Hanif Fil’Awalin

NIM : 2110611047
Mata Kuliah : Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara B
Tanggal Ujian : 04 - 10 - 2022
Dosen : Citraresmi Widoretno Putri, S.H. M.H.
KASUS

Berdasarkan Putusan Nomor : 230/G/TF/2019/PTUN-JKT, PTUN Jakarta telah menjatuhkan


putusan antara :
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) selaku Pengugat I:
Pembela Kebebasan Berekspresi ASIA TENGGARA (SAFEnet) selaku Pengugat II.
Melawan
Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia selaku Tergugat I;
Presiden Republik Indonesia selaku Tergugat II.
Dengan Objek Sengketa TUN berupa :
1. Tindakan Pemerintah throttling atau pelambatan akses/bandwith di beberapa
wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua pada tanggal 19 Agustus 2019;
2. Tindakan pemerintah yaitu pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses
internet secara menyeluruh di Provinsi Papua (29 Kabupaten/Kota) dan provinsi
Papua Barat (13 Kabupaten/Kota) pada 04 September 2019;
3. Tindakan Pemerintah yaitu memperpanjang pemblokiran layanan data dan/atau
pemutusan akses internet di 4 Kabupaten Kota di Provinsi Papua yaitu Kota Kota
Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika dan Kabupaten Jayawijaya dan 2
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat yaitu Kota Manokwari dan Kota Sorong
sejak tanggal 04 September 2019 sampai dengan 09 September 2020.

SOAL
1. Jika saudara ditunjuk sebagai kuasa hukum penggugat untuk mengajukan gugatan di
PTUN sebagaimana kasus tersebut diatas, hal – hal apa saja yang harus dimuat dalam
surat kuasa, jelaskan beserta dasar hukumnya ! (bobot 20).
JAWABAN :
Dalam Pasal 123 Ayat (1) HIR yang menyebutkan bahwa surat kuasa khusus berbentuk
tertulis atau akta yang disebut sebagai surat kuasa khusus. Karena itu, maka tidak ada
kekhususan mengenai bentuk formil dari surat kuasa khusus, terutama yang memberikan
kuasa kepada pengacara untuk beracara di pengadilan.

Dapat dilihat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
1994 mengenai hal formulasi surat kuasa, yang mana syarat dan formulasi surat kuasa
khusus adalah:
- Menyebut ecara ringkas dan konkret pokok dan objek sengketa yang diperkirakan;
- Menyebut identitas dan kedudukan para pihak, dan
- Menyebutkan dengan jelas dan spesifik surat kuasa untuk berperan di pengadilan /
kompetensi relative.
Mengenai Peradilan Tata Usaha Negara, maka identitas para pihak dalam hal ini adalah
pemberi kuasa (orang yang dirugikan atas suatu keputusan tata usaha negara) dan penerima
kuasa (yakni pengacara yang ditunjuk oleh si pemberi kuasa). Dalam hal ini pemberi kuasa
adalah Aliansi Jurnalis Independen dan Pembela Kebebasan berekspresi Asia Tenggara.

Kompetensi relatif yang dimaksud adalah kompetensi relatif dari pengadilan tata usaha
negara tempat tergugat (dalam hal pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan
keputusan). Dalam hal ini merupakan kewenangan dari peradilan tata usaha negara Jakarta
karena tergugat merupakan Presiden Republik Indonesia dan Menteri Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia yang berkantor di Jakarta Pusat dan hal tersebut masuk ke
dalam keadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Yang selanjutnya terdapat tanda tangan para
pihak, yakni pihak pemberi dan penerima kuasa sebagai resminya suatu surat kuasa.

2. A. Jika dalam kasus tersebut diatas Penggugat mengajukan gugatan di PTUN, jelaskan
proses pemeriksaan perkara di PTUN! (bobot 10)
B. Jelaskan perbedaan pemeriksaan acara biasa, acara cepat dan acara singkat dalam
persidangan di PTUN! (bobot 10)
JAWABAN :
A. Doktrin yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 memberikan
kesempatan yang lebih luas bagi subyek hukum yang dirugikan oleh keputusan tata
usaha negara untuk menggugat langsung ke pengadilan bahkan tanpa upaya
administratif. Pada masa sebelum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
diundangkan, upaya administratif hanya merupakan pilihan, artinya subjek hukum
boleh atau tidak, hak ini tidak mengganggu proses pemeriksaan formal gugatan di
pengadilan.
Dalam hal penggugat belum menyelesaikan gugatannya, hakim dapat memutuskan
bahwa gugatan tidak dapat diterima. Terhadap putusan ini, upaya hukum tidak dapat
digunakan, tetapi dapat diajukan gugatan baru.
Namun apabila surat revisi diterima oleh hakim, maka sengketa tersebut akan
memasuki jalur persidangan dengan dimulai dari pembacaan gugatan (Pasal 74 UU
PERATUN), Pembacaan Jawaban (Pasal 74 UU PERATUN), Replik dan Duplikasi ( Pasal
75 UU PERATUN), Pembuktian (Pasal 100 UU PERATUN), Kesimpulan (Pasal 97 UU
PERATUN), dan Pembacaan Putusan (Pasal 108 UU PERATUN). Seluruh waktu
persidangan ditentukan oleh majelis hakim yang ditunjuk oleh PTUN yang
bersangkutan dalam hal ini PTUN Jakarta.

B. Dalam pemeriksaan acara biasa dilakukan oleh tiga orang hakim yang kesemuanya
diangkat oleh Ketua PTUN yang bersangkutan dan mempunyai penyelesaian yang
relatif lama. Hal ini biasanya digunakan oleh penggugat ketika melakukan suatu
sengketa tanpa adanya tuntutan yang mendesak dan tidak secara serius mengancam
hak-hak warga negara/penggugat. Persidangan Biasa diatur dalam Pasal 68 – 97 UU
PERATUN. Dalam hal pemeriksaan biasa, terdapat proses pemberhentian dan
pemeriksaan persiapan sampai dengan putusan. biasanya memakan waktu hingga 6
bulan.

Kemudian pemerikasaan cepat diatur dalam Pasal 98-99 Undang-Undang Nomor 5


Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang dalam sidang cepat hanya
dipimpin oleh hakim tunggal (Pasal 99 Ayat (1) UU PERATUN). Dalam hal pemeriksaan
cepat ditandai dengan adanya indikasi bahwa kepentingan penggugat sangat
mendesak bahkan dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar jika tidak segera
diputuskan. Atas hal tersebut Ketua PTUN berwenang memberikan tanggapan, baik
menerima maupun menolaknya (Pasal 98 Ayat (2) UU PERATUN).

Kemudian pemeriksaan singkat yang dalam hal ini jika bertentangan dengan putusan
proses pemberhentian yang ditolak oleh Ketua PTUN. Hal ini telah disampaikan oleh
penggugat kepada tergugat, namun dalam hal ini tetap melawan Ketua PTUN dengan
tujuan dapat menerima gugatan tersebut. Acara singkat tersebut didasarkan pada
Pasal 62 Ayat (4) yang menyatakan bahwa Perlawanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diperiksa dan diputus oleh Pengadilan dengan acara singkat.

3. Jika persidangan kasus sebagaimana tersebut dilaksanakan melalui e-ligation, coba


jelaskan teknis persidangannya berikut dasar hukumnya! (bobot 20)
JAWABAN :
Dalam pemeriksaan perkara Tata Usaha Negara melalui E-Court, didasarkan pada
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata
Usaha Perkara dan Persidangan di Peradilan Elektronik. Ruang lingkup E-court ini
meliputi:
- E-Filling merupakan pendaftaran gugatan ke sistem e—court lewat pengguna
terdaftar. Pengguna terdaftar dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 4 PERMA a quo
menyatakan bahwa Pengguna Terdaftar merupakan advokat yang memenuhi syarat
sebagai pengguna sistem informasi pengadilan dnegan hak dan kewajibna yang diatur
oleh Mahkamah Agung.
- E-Payment, merupakan pembayaran uang panjar secara elektronik. Setelah mendaftar
gugatan dan mengupload berkas - berkas yang diperlukan, maka kewajiban pengacara
atau pihak yang berperkara adalah untuk membayar perkara sesuai dengan yang tertera
di sistem.

- E-Summons, merupakan pemanggilan para pihak yang dilakukan oleh peradilan.


Penggugat biasanya dipanggil secara elektronik lewat domisili elekktronik dari pengguna
terdaftar yang telah terdata dalam sistem e-court.

- E-Litigation, merupakan persidangan yang dilakukan secara elektronik dan hal ini
menjadi jalan keluar bagi para pihak yang mana memiliki rumah/tempat tinggal yang
jauh, tertama apabila ketika dilakukanny aupaya hukum berupa banding yang mana
seperit yang diketahui bahwa PTTUN (Peradilan Tinggi tata Usaha Negara) hanya
terdapat di 4 kota yang tersebar di Indonesia, yakni PTTUN Jakarta, PTTUN Medan,
PTTUN Surabaya dan PTTUN Makassar.
Untuk konsep pelaksanaan acara tetap berpedoman pada Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004
tentang Perubahan Pertama Atas UU Nomor 5 Tahun 1986 dan Undang-Undang Nomor
51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 5 Tahun 1986. Yang dimulai
dari dismissal process, pmeriksaan persiapan, pemeriksaan pokok perkara yang dimulai
dari pembacaan gugatan (Pasal 74 UU PERATUN), Pembacaan Jawaban (Pasal 74 UU
PERATUN), Replik dan Duplik (Pasal 75 UU PERATUN), Pembuktian (Pasal 100 UU
PERATUN), Kesimpulan (Pasal 97 UU PERATUN), dan Pembacaan Putusan (Pasal 108 UU
PERATUN).

4. Dalam UU PTUN dan UU Administrasi Pemerintahan diatur mengenai Upaya


Administratif, jelaskan perbedaan pengaturan Upaya Administrasi dalam UU PTUN dan
UU Administrasi Pemerintahan! (bobot 20)
JAWABAN :
Upaya administratif dalam doktrin yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara hanya bersifat opsional dan tidak wajib
dilakukan oleh pihak yang dirugikan atas suatu keputusan tata usaha negara. Sehingga
dalam doktrin Hukum Tata Usaha Negara Pertama, upaya administrasi tidak bersifat
wajib dan tidak berpengaruh terhadap batal atau tidaknya gugatan (khususnya dalam
proses pemberhentian). Hakim pada saat UU Nomor 5 Tahun 1986 hanya memeriksa
yang berkaitan dengan :
a. pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan;
b. syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh
penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan diperringatkan;
c. gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;
d. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata
Usaha Negara yang digugat;

Dalam Pasal 75 Ayat (2) UUAP mengatur jenis tindakan administratif, yaitu keberatan
dan banding. Pasal 77 Ayat (1) UUAP menjelaskan bahwa keberatan ditujukan kepada
pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan, dalam hal
hal yang terdapat dalam hal ini, keberatan dapat diajukan kepada Menteri Komunikasi
dan Informatika terlebih dahulu. . Jika tidak diterima atau dibungkam oleh pejabat yang
bersangkutan, calon penggugat dapat melakukan 2 hal, yaitu mengajukan banding atau
langsung ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Menurut Pasal 78 Ayat (1) UUAP dijelaskan
bahwa kasasi diajukan kepada pejabat tata usaha negara yang berada di atas pejabat
yang mengeluarkan putusan. Maka dalam hal ini dapat diajukan kasasi kepada Presiden
Republik Indonesia yang secara struktural merupakan atasan Menteri Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia. Atau bisa langsung mengajukan gugatan ke PTUN
tempat tergugat berada, dalam hal ini PTUN Jakarta.

Tindakan administratif juga dapat dilakukan terhadap tindakan pemerintah. Hal ini
sejalan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 75 UUAP yang menjelaskan bahwa
warga negara yang dirugikan oleh keputusan dan/atau tindakan dapat menyerahkan
upaya administratif kepada pejabat pemerintah atau atasan pejabat yang menetapkan
dan/atau melaksanakan keputusan dan/atau tindakan. Sehingga dalam hal tindakan
pemblokiran yang dilakukan oleh pemerintah pusat di wilayah Papua, upaya
administratif dapat diserahkan kepada pejabat yang melakukan tindakan tersebut.
Upaya administratif juga dapat dipertimbangkan oleh ketua PTUN untuk dapat
menerima gugatan.

5. Jelaskan apa yang dimaksud peranan PTUN sebagai Judicial Control! Sebutkan
karakteristik dari Hukum Acara di PTUN! (bobot 20)
JAWABAN :

Seperti yang diketahui bahwa PTUN hadir atas dasar teori negara hukum rechstaat yang
diajukan oleh FJ Stahl, salah satunya menyiratkan adanya keadilan administratif. Kehadiran
PTUN adalah untuk menjamin hak warga negara yang dilanggar oleh penyelenggara tata
usaha negara yang mengeluarkan keputusan/tindakan yang dianggap merugikan rakyat dan
warga negara.

Dari sudut hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara, dalam proses pemeriksaan perkara
diadakan pemeriksaan pendahuluan yang di dalamnya hadir lembaga peradilan untuk
membantu para pencari keadilan agar dapat mengoreksi gugatannya bahkan hakim diberi
kewajiban untuk memberikan nasehat kepada penggugat. Selain itu, penggugat dalam hal
ini diberikan hak untuk menggugat proses putusan pemberhentian yang ditolak oleh Ketua
PTUN. Diantaranya, keberadaan PTUN dapat menjadi Judicial Control.

Anda mungkin juga menyukai