Anda di halaman 1dari 9

Nama : Hanif Fil’Awalin

NIM : 2110611047
Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana F
Tanggal Ujian : 06 - 10 - 2022
Dosen : Rosalia Dika Agustanti, SH,MH

SOAL
1. Pada tanggal 15 Maret 2020 Dedy yg tinggal di Kota Malang telah melakukan
menyebaran berita yang kurang bisa dipertanggung jawabkan atau Hoax lewat
Medsos, dia katakan bahwa telah terjadi korban Covid 19 di Kota Malang sebanyak
1000 orang dengan rincian : 250 = ODP , 250 PDP dan 500 orang meninggal dunia,
dia menulis dan menyebar berita tersebut bahwa Kota Malang merupakan pandemi
Covid 19, atas perbuatannya tersebut maka dia di protes oleh seorang pejabat dinas
kesehatan yang bernama Andy dengan agak kasar Andy berkata bahwa tulisanmu di
Medsos itu tidak benar dan Hoax, kamu akan saya laporkan ke Polres Kota Malang.
Keesokan harinya Dedy bersama Dadu pergi menemui Andy dengan nada
mengamcam agar jangan melaporkan perbuatannya itu, tetapi justru Andy
menantang tetap akan melaporkan Dedy ke Polres Malang . Agar rencana Andy tidak
terlaksana maka, Dedy bersama Dadu membungkam mulut Andy dengan cairan
kimia yang mengandung racun dan sekita itu juga Andy pingsan tidak sadarkan diri,
Rivai dan Andre yang melihat dengan jelas atas kejadian tersebut segera menolong
dan membawanya kerumah sakit.
Selanjutnya Dedy dan Dadu melarikan diri ke Bekasi , selang sebulan kemudian
mereka ditangkap oleh polisi di Cikarang dikarena Dedy dan Dadu juga telah
melakukan perbuatan penipuan di Cikarang ,atas laporan polisi juga Dedy dan Dadu
baru tahu bahwa mereka adalah DPO Polres Malang , pada saat pemerikasaan itulah
baru tahu bahwa kalau Andy ternyata telah meninggal Dunia . Bobot 50

Pertanyaan :
a. Polres manakah yang berhak menyidik,dan Pengadilan manakah yang berhak untuk
mengadilinya ?
b. Perbuatan Dedy tersebut melanggar UU apa dan pasal berapa?
c. Perbuatan Dadu itu masuk dalam katagori perbuatan pidana apa? Dan pasal
berapa ?
d. Surat Dakwaan apakah yang paling relevan untuk kedua pelaku tersebut ? Jelaskan
e. Untuk mengungkap racun Kimia atas kematian Andy, apa yang harus dilakukan oleh
Penyidik?

JAWABAN :
A.
M. Yahya Harahap (Ibid, hal. 99-100) menjelaskan bahwa asas kedua menentukan
kewenangan relatif berdasar tempat tinggal sebagian besar saksi. Jika saksi yang hendak
dipanggil sebagian besar bertempat tinggal atau lebih dekat dengan suatu Pengadilan
Negeri maka Pengadilan Negeri tersebut yang paling berwenang memeriksa dan mengadili.
Asas ini diatur dalam Pasal 84 ayat (2) KUHAP (dan sekaligus mengecualikan atau
menyingkirkan asas locus delicti) yang berbunyi:
“Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam
terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara
terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih
dekat pada tempat pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri
yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan.”
Lebih lanjut, M. Yahya Harahap menjelaskan bahwa penerapan asas tempat kediaman,
dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut:
1) Apabila terdakwa bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Negeri di mana
sebagian besar saksi yang hendak dipanggil bertempat tinggal.
Agar asas ini dapat diterapkan, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi:
a) terdakwa bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
b) sebagian besar saksi yang hendak dipanggil bertempat tinggal di daerah hukum
pengadilan negeri tersebut.
Dengan dipenuhinya kedua syarat tersebut, kewenangan relatif mengadili terdakwa atau
memeriksa perkara, beralih dari Pengadilan Negeri tempat di mana peristiwa pidana terjadi
ke Pengadilan Negeri tempat di mana terdakwa bertempat tinggal.
2) Tempat kediaman terakhir terdakwa
Syarat yang harus dipenuhi:
a) terdakwa berkediaman terakhir di daerah hukum suatu Pengadilan Negeri.
b) sebagian besar saksi yang hendak dipanggil bertempat tinggal di daerah hukum
Pengadilan Negeri tersebut.
Jadi, apabila terdakwa melakukan tindak pidana di suatu daerah hukum Pengadilan Negeri,
akan tetapi ternyata terdakwa berkediaman terakhir di daerah hukum Pengadilan Negeri
yang lain. Demikian pula, saksi-saksi yang hendak dipanggil sebagian besar bertempat
tinggal atau lebih dekat dengan daerah hukum Pengadilan Negeri tempat kediaman terakhir
terdakwa, asas locus delicti dapat dikesampingkan, dan yang berwenang mengadili ialah
Pengadilan Negeri tempat kediaman terakhir terdakwa.
3) Di tempat terdakwa diketemukan
Di samping itu, tempat terdakwa diketemukan dapat dijadikan asas menentukan
kewenangan relatif Penagdilan Negeri dengan jalan menyampingkan locus delicti dengan
syarat:
a) terdakwa diketemukan di suatu daerah hukum Pengadilan Negeri, serta
b) saksi-saksi yang hendak dipanggil kebanyakan bertempat tinggal atau lebih dekat
dengan Pengadilan Negeri tempat di mana terdakwa diketemukan.
Tempat terdakwa diketemukan dapat mengesampingkan asas locus delicti apabila sebagian
besar saksi yang akan dipanggil bertempat tinggal atau lebih dekat dengan Pengadilan
Negeri tempat di mana terdakwa diketemukan.
4) Di tempat terdakwa ditahan
Syarat-syaratnya adalah:
a) tempat penahanan terdakwa
b) saksi-saksi yang hendak diperiksa sebagian besar bertempat tinggal atau lebih dekat ke
Pengadilan Negeri tempat di mana terdakwa ditahan Menurut M. Yahya Harahap (ibid hal.
96-97), inilah asas atau kriteria yang pertama dan utama. Pengadilan Negeri berwenang
mengadili setiap perkara pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya. Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 84 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
“Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang
dilakukan dalam daerah hukumnya.”
Asas atau kriteria yang dipergunakan pada pasal ini adalah “tempat tindak pidana
dilakukan” atau disebut locus delicti. M. Yahya Harahap mengatakan bahwa prinsip
dimaksud didasarkan atas tempat terjadinya tindak pidana. Di tempat mana dilakukan
tindak pidana atau di daerah hukum Pengadilan Negeri mana dilakukan tindak pidana,
Pengadilan Negeri tersebut yang berwenang mengadili.
Menurut asas diatas bisa dilakukan penyidikan terhadap saudara Dedy dan Dadu di tempat
terakhir mereka ditangkap, yaitu di polres Cikarang, dan juga karena mereka melakukan
tindak pidana penipuan di Cikarang. Dan untuk yang berhak mengadili adalah pengadilan
Cikarang.
B.
Perbuatan Dedi dan Dadu melanggar banyak tindak pidana yang pertama Dedi melakukan
penyebaran berita hoax yang diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU ITE. Selanjutnya Dedi dan
Dadu merencanakan pembunuhan kepada Saudara Andy yang diatur dalam Pasal 340 KUHP.
Dan yang terakhir bahwa Dedi dan Dadu melakukan aksi penipuan yang diatur dalam pasal
378 KUHP.
C.
Dadu melakukan dua perbuatan pidana yang dilakukan bersama Saudara Dedi. Yang
pertama melakukan perencanaan pembunuhan terhadap saudara Andi, perbuatan tersebut
diatur dalam pasal Pasal 340 KUHP. Selanjutnya Dadu bersama Dedi melakukan aksi
penipuan di Cikarang yang diatur dalam Pasal 378 KUHP.
D.
Dalam tindak pidana Dedy di Malang, sebaiknya diterapkan pemisahan berkas antara tindak
pidana hoax dan pembunuhan, karena tindak pidana hoax dilakukan sendiri sedangkan
perbuatan pembunuhan berencana dilakukan berdua bersama saudara Dadu. Ada dua jenis
dakwaan yang paling relevan, yakni alternatif dan subsidair. Dakwaan alternatif yang
digunakan dalam tindak pidana penipuan yaitu Pasal 378 jo. 55 KUHP atau Pasal 372 KUHP.
Sedangkan untuk pidana pembunuhan dapat digunakan dakwaan subsider yaitu dakwaan
primer pembunuhan berencana dalam Pasal 340 KUHP, dan pembunuhan subsidair Pasal
338 KUHP.
E.
Dalam hal tersebut penyidik harus melakukan penyidikan kejahatan secara ilmiah yaitu
dengan memeriksa apakah cairan racun kimia tersebut mengandung zat yang dapat
mematikan bagi manusia jika dikonsumsi oleh tubuh dalam kadar tertentu dan juga
dilakukan post mortem et repertum. untuk mengetahui apakah ada racun kimia di dalam
tubuh korban. Dan penyidik memerlukan bantuan atau pengetahuan dari penyidik
toksikologi forensik yang dapat memahami apakah racun kimia tersebut mengandung racun
atau tidak.

2. Jelaskan Fungsi, Tujuan, Sejarah, Sumber, Prinsip2 Hukum Acara Pidana ? bobot 25
JAWABAN :
Yang dimaksud hukum acara pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya alat-alat penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum
pidana.
Hukum acara atan Hukum Formal adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara
bagaimana mempertahankan dan menjalankan hukum materiil. Fungsinya menyelesaikan
masalah yang memenuhi norma-norma larangan hukum materiil melalui suatu proses
dengan berpedomankankepada peraturan yang dicantumkandalambuku acara.
Timbulnya penemuan hukum baru dan pembentukan peraturan perundang-undangan baru
terutama sejak Pemerintah Orde Baru cukup menggembirakan dan merupakan titik cerah
dalam kehidupan hukum di Indonesia, termasuk di dalamnya adalah disusunnya KUHAP.
Apabila diteliti beberapa pertimbangan yang menjadi alasan disusunnya KUHAP
maka secara singkat KUHAP memiliki lima tujuan sebagai berikut."
1. Perlindungan atas harkat dari martabat manusia (tersangka atau terdakwa).
2. Perlindungan atas kepentingan hukum dan pemerintahan.
3. Kodifikasi dan unifikasi Hukum Acara Pidana.
4. Mencapai kesatuan sikap dan tindakan aparat penegak hukum.
5. Mewujudkan Hukum Acara Pidana yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP telah dirumuskan mengenai tujuan Hukum Acara
Pidana yakni "Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran
materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan
menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara jujur dan tepat. dengan tujuan untuk
mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan
selanjutnya meminta "pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah
terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu
dapat dipersalahkan."

Sejarah hukum acara pidana di Indonesia pada periode Undang-Undang Darurat Nomor 1
Tahun 1951 (LN Nomor 9 Tahun 1951), hukum acara pidana mulai terbentuk sejak Negara
Kesatuan eksis pada tanggal 17 Agustus 1950 dan sekaligus menghilangkan dualisme
struktur pengadilan dan peradilan di Indonesia.

Sumber Hukum acara pidana


 Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
 Pasal 24 ayat (1) A Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
 Pasal 5 ayat (1) UU (drt) No. 1 Tahun 1951 (sudah dicabut)
 Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang undang Hukum Acara-
Pidana disingkat KUHAP
 Undang-Undang RI No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman, diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 1999,
kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 dan Terakhir diubah
dengan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
 Undang-Undang RI No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. kemudian diubah
dengan Undang-Undang RI No. 5 Tahun 2004, dan yang terakhir diubah dengan
Undang-Undang RI No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua Undang-Undang RI
No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
 Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilam Umum. kemudian diubah
dengan Undang-Undang RI No.8 Tahun 2004 dan Undang-Undang RI No. 49 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum.
 Undang-Undang RI No. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, kemudian diubah dengan Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002.
 Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
kemudian diubah dengan Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2004
 Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
 Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi yang kemudian diubah dengan
Undang-Undang RI No. 5 Tahun 2010.
 Segala peraturan perundang-undangan yang terkait dengan proses hukum acara
pidana dan Pedoman Pelaksanaan KUHAP.
 Surat edaran atau fatwa Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait masalah
hukum acara pidana.
 Yurisprudensi atau putusan-putusan Mahkamah Agung atau pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap, yang terkait masalah hukum acara pidana.
 Doktrin atau pendapat para alili hukum di bidang hukum acara pidana.

Prinsip pertama, persamaan kedudukan di depan hukum tanpa adanya diskriminasi (equal
treatment for everyone before the law without discrimination). Prinsip ini sejalan dengan
Pasal 6 dan 7 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR), dan Pasal 16 Kovenan
Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Kata ‘equal’ dalam prinsip ini harus
dimaksudkan sebagai upaya menghindari diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, orientasi politik, asal muasal, kelahiran dan status lainnya.

Prinsip kedua, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan hanya dapat dilakukan


berdasarkan surat perintah dari pejabat yang berwenang dan dilakukan menurut hukum.
Menurut Topo, prinsip ini sejalan dengan perlindungan hak untuk hidup, kebebasan dan
keamanan yang diatur dalam Pasal 3 UDHR. Upaya-upaya paksa yang dikenal dalam hukum
acara pidana pada hakikatnya melanggar hak-hak warga negara. Pembatasan hak-hak
seseorang dapat dilakukan berdasarkan Undang-Undang. Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945
menegaskan dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada
pembatasan yang ditetapkan Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain.

Prinsip ketiga lebih dikenal sebagai asas praduga tidak bersalah. Seseorang yang yang
dicurigai, ditahan, dan diproses hukum harus dianggap tidak bersalah hingga ada putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (anyone who is suspected, arrested,
detained, prosecuted or brought before a court, must be regarded as innocent until there is
a court judgment which declares his/her guilt and which has become final and binding).
Rumusan senada terdapat dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Menurut Topo Santoso, elemen-elemen prinsip presumption of innocence ini
merupakan prinsip utama perlindungan hak-hak warga negara melalui proses hukum yang
adil (due process of law), yang mencakup paling tidak perlindungan dari tindakan sewenang-
wenang aparat penegak hukum, hak untuk diputuskan pengadilan apakah bersalah atau
tidak, sidang yang bersifat terbuka, dan perlindungan hak tersangka/terdakwa untuk
membela diri dalam tahapan proses hukum.

3. Jaksa Penuntut Umum diberi wewenang membuat surat dakwaan, sebutkan ada berapa
jenis surat dakwaan ? dan berikan contohnya, bobot 25
JAWABAN :
Surat dakwaan merupakan dasar untuk digelarnya perkara pidana di Pengadilan. Surat
dakwaan tersebut dibuat oleh Jaksa penuntut umum. Dalam membuat surat dakwaan,
penuntut umum harus cermat.
Cermat dalam memenuhi apa yang disyaratkan oleh Pasal 142 ayat (2) Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana,yang mana dalam pasal tersebut menyatakan bahwa surat dakwaan
harus memenuhi unsur formil dan unsur materiil. Apabila salah satu tidak dipenuhi, maka
dakwaan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum.

Menurut perkembangannya, bentuk-bentuk dakwaan surat dakwaan terbagi menjadi 5


(lima) jenis, yaitu dakwaan tunggal, dakwaan subsidair, dakwaan alternatif, dakwaan
kumulatif dan dakwaan kombinasi. Dari 5 (lima) dakwaan tersebut memiliki fungsinya
masing-masing, tergantung kondisi tindak pidananya.
1. Dakwaan Tunggal
Dalam surat dakwaan ini hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan, karena tidak
terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti lainnya;
2. Dakwaan Alternatif
Dalam surat dakwaan ini terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis, lapisan
yang satu merupakan alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya.
Bentuk dakwaan ini digunakan bila belum didapat kepastian tentang Tindak Pidana mana
yang paling tepat dapat dibuktikan. Dalam dakwaan alternatif, meskipun dakwaan terdiri dari
beberapa lapisan, hanya satu dakwaan saja yang dibuktikan tanpa harus memperhatikan
urutannya dan jika salah satu telah terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak perlu
dibuktikan lagi. Dalam bentuk Surat Dakwaan ini, antara lapisan satu dengan yang lainnya
menggunakan kata sambung atau.
Contoh dakwaan alternatif:
Pertama: Pencurian (Pasal 362 KUHP)

atau

Kedua: Penadahan (Pasal 480 KUHP

3. Dakwaan Subsidair
Sama halnya dengan dakwaan alternatif, dakwaan subsidair juga terdiri dari beberapa
lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud lapisan yang satu berfungsi
sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari
Tindak Pidana yang diancam dengan pidana tertinggi sampai dengan Tindak Pidana yang
diancam dengan pidana terendah.
Pembuktian dalam surat dakwaan ini harus dilakukan secara berurut dimulai dari lapisan
teratas sampai dengan lapisan selanjutnya. Lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan
secara tegas dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari lapisan dakwaan yang
bersangkutan.
Contoh dakwaan subsidair:
Primair: Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP)
Subsidair: Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)

4. Dakwaan Kumulatif
Dalam Surat Dakwaan ini, didakwakan beberapa Tindak Pidana sekaligus, ke semua dakwaan
harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas
dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan dalam hal
Terdakwa melakukan beberapa Tindak Pidana yang masing-masing merupakan Tindak Pidana
yang berdiri sendiri.
Contoh dakwaan kumulatif:
Kesatu:Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
dan
Kedua: Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP)
dan
Ketiga: Perkosaan (Pasal 285 KUHP)
5. Dakwaan Kombinasi
Disebut dakwaan kombinasi, karena di dalam bentuk ini dikombinasikan atau digabungkan
antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif atau subsidair.
Contoh dakwaan kombinasi:
Kesatu: Primair: Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP);
Subsidair: Pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP);
dan
Kedua: Primair: Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP);
Subsidair: Pencurian (Pasal 362 KUHP)

SUMBER :
https://www.hukumonline.com/klinik/a/tempat-kejadian-perkara--daerah-hukum-
polisi--dan-kewenangan-relatif-pengadilan-lt519a80404efeb
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwi4pvPb28r6Ah
WcFbcAHSolAxsQFnoECEwQAQ&url=https%3A%2F%2Frepository.uir.ac.id
%2F1839%2F1%2FHUKUM%2520ACARA%2520PIDANA%2520EDISI
%2520I.pdf&usg=AOvVaw2hJKNWKeNKvJOrMg5Zy97u
https://www.hukumonline.com/berita/a/penting-dipahami--7-prinsip-dalam-hukum-
acara-pidana-lt62808b1a151b6/
https://www.hukumonline.com/klinik/a/bentuk-bentuk-surat-dakwaan-lt4f4c5a4ea3527

Anda mungkin juga menyukai