Anda di halaman 1dari 8

“ TEORI LOCUS DELICTI DAN TEMPUS DELICTI ”

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Pidana

Disusun oleh :

Kelompok 3

Naes Syania Murni ( 1820104132 )

Dellya Dwifianti ( 1620104094 )

Eulis Endang Nurjannah ( 1820104102 )

Muhammad Thowilludin ( 1820104124 )

Muhammad Rizki Mulandi ( 1820104129 )

Dosen Pengampu : ARMASITO, S.Ag.,MH

HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penentuan batas berlakunya hukum pidana berdasarkan tempus delicti dan locus
delicti amatlah penting untuk menjamin keadilan dan kepastian hukum. Tulisan ini berusaha
untuk memahami kaitan penentuan batas berlakunya hukum pidana dengan beberapa kasus
yang ada di Indonesia.
Tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan
hukum yang diancam dengan sanksi pidana. Dalam rumusan tersebut bahwa yang tidak boleh
dilakukan adalah perbuatan yang menimbulkan akibat yng dilarang dan yang diancam saksi
pidana bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut.
Delik dilakukan disaat dan di tempat tertentu. Saat ini dapat berupa jaangk waktu
tertentu,seperti pelanggaran terhadap larangan parkir penyanderaan (perampasan
kemerdekaan). Dalam surat dakwaan harus dicantumkan waktu dan tempat terjadinya delik
(tempus et locus deliciti). Dalam rangka pembelaan diri terdakwa perlu mengethui kapan dan
dimana perbuatan yang didakwakan itu terjadi. Suatu delik da masa waktunya untuk
menuntut (verjaarg).
Materi locus delicti diusun dengan tujuan agar mahasiswa mampu menjelaskan teori-
teori yang mendasari penentuan tempat terjadinnya tidak pidana.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan pengertian locus delicti dan teori-teorinya ?

2. Jelaskan pengertian Tempus delicti dan tujuannya ?

C. Tujuan
Mahasiawa dapat menjelaskan tentang teori Locus delicti dan Tempus delicti.

1. Untuk mengetahui dan menganalisis Locus Delicti dan teori-teorinya !

2. Untuk mengetahui dan menganalisis Tempus Delicti dan tujuannya !

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Locus Delicti


Locus Delicti, Locus (inggris) yang berarti lokasi atau tempat, secara istilah yaitu
berlakunya hukum pidana yang dilihat dari segi lokasi terjadinya perbuatan tindak pidana.1
Begitu juga apabila terjadi perbuatan dan akibat delik tidak berada pada satu tempat,
untuk menetapkan lokus deliksinya tidak diatur di dalam KUHP, melainkan diserahkan
kepada ilmu pegetahuan dan praktek peradilan.

Locus delicti perlu diketahui untuk:

1. Menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap perbuatan pidana


tersebut atau tidak. Ini berhubungan dengan pasal 2 - 8 KUHP
2. Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus mengurus perkaranya. Ini
berhubuga dengan kompetisi relatif. Pasal 84 (1) KUHAP yang memuat prinsip dasar
tentang kompetensi relatif, Yakni pengadilan Negeri berwenang mengadili segala
perkara tindak pidana yang dilakukan di dalam daerah hukumnya.
3. Sebagai salah satu syarat mutlak sahnya surat dakwaan.2

Mengenai locus delicti ini, dalam KUHP tidak ada ketentuan apa-apa. Lain misalnya
dengan KUHP jerman di mana dalam pasal 5 ditentukan bahwa tempat perbuatan pidana
adalah tempat dimana terdakwa berbuat atau dalam hal kelakuan negatif, dimana seharusnya
terjadi.

Secara umum, biasanya tentang locus delicti ini ada dua aliran yaitu:
1. Aliran yang menentukan di satu tempat, yaitu tempat di mana terdakwa berbuat.
2. Aliran yang menentukan di beberapa tempat, yaitu mungkin tempat kelakuan, dan
mungkin pula tempat kelakuan.3

Sebagaimana contoh dari aliran pertama, adalah arrest HR di Nederland tahun 1889
tentang :4
Penipuan (lihat kumpulan arrest hukum pidana Bemmelen kaca 40 no.14). Duduk
perkaranya adalah sebagai berikut:
Terdakwa dari Amsterdam minta kepada perusahaan prancis supaya dikirim barang-
barang atas tanggungannyakepada alamat yang tertentu di Amsterdam. Surat pesanan itu
dibuat sedemikian rupa seakan-akan pemesan tersebut mewakili perusahaan ekspor secara
besar-besaran dan yang sangat kredietwaardig ( dapat dipercaya utang ).

1
Prof. Masruchin Ruba’i. Hukum Pidana, (Malang : Media Nusa Cretive, 2015). hlm. 72.
2
Prof.Moejatno, asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2018) hlm 85.
3
Prof.Moejatno, asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2018), hlm. 86.
4
Prof.Moejatno, asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2018) , hlm. 86-87

2
Setelah barang-barang dikirim dan kemudian ternyata tidak dibayar, maka dibikin perkara
terhadap pemesan di Amsterdam tadi degan tuduhan penipuan. Perkara itu maju di
pengadilan Amsterdam. Jawab terdakwa : “Penipuan terjadi pada saat barang-barang itu
diberikan oleh yang kena tipu. Barang-barang itu diberikan di Prancis, untuk seterusnya
disampaikan kepada alamatnya di Amsterdam. Maka dari itu penipuan terjadi di Prancis, dan
bukan di Amsterdam sehingga pengadilan Amsterdam tidak berhak memeriksanya, sebab hal
ini berlaku hukum Prancis. Pendirian HR : tempat kejahatan bukanlah ditentukan oleh tempat
dimana akibat dari keberlakuan terdakwa itu terjadi tetapi ditentukan oleh tempat dimana
terdakwa itu persoonlijk dibuat, sejauh apa yang dari pihaknya diperlakukan bagi kejahatan
tersebut. Teori tentang tempat dimana kelakuan terjadi (leer der lichamelijk daad) diluaskan
dengan tempat dimana alat yang dipakai oleh terdakwa itu bekerja (leer van het instrument)
manakala terdakwa dalam melakukan perbuatan pidana menggunakan suatu alat.
Umpamanya membunuh dengan memasag Bom waktu, Locus delicti adalah tempat di mana
bom itu meledak. Tempat terjadinya persdelict adalah tempt dimna koran diumumkan.
Leer van het instument ini ternyata dalam arr. HR 1915 (kumpulan Arrest Pidana No.
15) yakni mengenai penyelundupan kuda dari Nederland ke jerman pada waktu perang Dunia
ke- 1. Kuda ada di Nederlan sedang penyelundup ada di jerman. Kuda dilaso, lalu ditarik ke
jerman. Hk menentukan bahwa, mungkin sekali orang berbuat dengan perantara suatu alat
pada tempat lain daripada tempat di mana ia berada.
Aliran pertama ini antara lain dianut oleh pompe (hlm 72 dan 73) dan Langemeyer
(jilid I hlm 62).
Menurut aliran yang kedua, locus delicti adalah pilihan antara tempat dimana
perbuatan dimulai dengan kelakuan terdakwa hingga perbuata selesai dengan timbulnya
akibat.5
Yang menganut ajaran ini antara lain adalah Simons. Kata beliau : “Strafbaar feit
terdiri dari kelakuan dan akibat (handeling an gevolg). Tidak ada alasan satu pun yag
mendesakkan salah satu dari kedua hal ini dipandang sebagai Locus delicti. Hanya apabila hal
itu ditentukan oleh wet, maka salah satu itu baru dapat dipandang sebagai Locus delicti.” Juga
demikian pendapat v.Hamel, Jonkers dan v. Bemmelen tersebut dalam Vos hlm.50).6

Untuk menentukan locus delicti ada tiga teori :7


1. Teori perbuatan materiil (de leer van de lichamelijke daad)
Menurut ajaran ini yang harus dianggap sebagai tempat terjadinya tindak
pidana (Locus Delicti) didasarkan kepada perbuatan secara fisik. Itulah sebabnya ajaran ini
menegaskan bahwa yang dianggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana/locus delicti,
adalah tempatdimana perbuatan tersebut dilakukan.

contoh kasus
anda seorang mahasiswa Universitas Muhammadia Malang, suatu hari anda sedang
mengerjakan tugas anda diluar. setelah anda membaca artikel saya ini, kemudian Anda
berniat kembali ke kost Anda. Diperjalanan menuju kost datang seseorang yang memusuhi

5
Prof.Moejatno, asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2018), hlm. 87-88.
6
Prof.Moejatno, asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2018), hlm 86-88.
7
Suharto, Hukum Pidana Materil, (Jakarta: Sinar Gafika, 1996), hlm.32.

3
anda, lalu tiba-tiba Ia menikam Anda. Kondisi Anda sekarat tapi belum mati, dan dilarikan
kerumah sakit Surabaya. 3 hari kemudian anda tewas.
2. Teori Bekerjanya Alat Yang Digunakan (de leer van het instrument)
teori ini dikenal juga dengan nama de leer van het instrument atau Teori Instrumental.
menurut teori ini, yang harus menjadi atau dianggap sebagai locus delicti adalah tempat
dimana alat yang digunakan menyelesaikan perbuatan yang menimbulkan akibat tindak
pidana.

Contoh
A pada tanggal 2 januari 1995 di Jakarta telah mengirim satu kaleng berisi kue yang
diracuni kepada suaminya di Depok melalui kantor pos dengan maksud membunuhnya. Pada
tanggal 5 januari 1995 kiriman telah diterima di depok dan setelah B makan kuenya lalu jatuh
sakit. Kemudian B dibawa ke rumah sakit di bogor, tetapi B pada tanggal 5 januari 1995
meninggal dunia.

Menurut teori tersebut di atas , maka sebagai tempat yang dianggap tempat dimana
alat yang dipakai mulai berhasil, dalam perkara itu locus delicti adalah depot dimana racun
atau alat pembunuh itu dimakan.

3. Teori Akibat
ajaran ini didasarkan kepada akibat dari suatu tindak pidana. Menurut ajaran ini
bahwa yang dianggap sebagai locus delicti adalah tempat dimana akibat daripada tindak
pidana tersebut timbul.8

Menurut Van Hamel , bahwa yang harus diterima sebagai locus delicti, ialah :
1. Tempat seseorang pembuat (dader) telah melakukan perbuatannya yang dilarang (atau
yang dipereintahkan) oleh Undang-Undang Pidana.
2. Tempat alat yang dipergunakan oleh pembuat bekerja.
3. Tempat akibat langsung perbuatannya telah terwujud.
4. Tempat sesuatu akibat konstitutif telah terwujud.

B. Tempus Delicti
Tempus delicti berasal dari tempus yang artinya tempo atau waktu dan delicti yanng
artinya tindak pidana. Jadi Tempus delicti adalah waktu terjadinya tindak pidana.Teori
tentang tempus delicti diperlukan untuk menetukan kapan terjadinya suatu tindak pidana. Ini
pentig guna menentukan apakah suatu undang-undang pidana dapat diberlakukan untuk
mengadili suatu tindak pidana.9

adapun tujuan diketahuinya tempus delicti adalah sbb :


1. untuk keperluan kadaluarsa dan hak penuntutan
2. untuk mengetahui apakah pada saat itu sudah berlaku hukum pidana atau belum
3. apakah si pelaku sudah mampu bertanggung jawab atau belum

tempus delicti adalah penting berhubungan dengan:

8
Prof. Masruchin Ruba’i. Hukum Pidana, (Malang : Media Nusa Cretive, 2015). hlm. 73-74.
9
Prof. Masruchin Ruba’i. Hukum Pidana, (Malang : Media Nusa Cretive, 2015). Hlm 72.

4
1. Pasal 1 ayat 1 KUHP
Tidak semua perbuat dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan dalam perundang-
undangan yang telah ada sebelum perbuatan di lakukan.
Arti penting tempus delicti atas Pasal 1 ayat 1 KUHP ialah : apakah suatu perbuatan
yang dianggap melanggar hukum itu, ada undang-undang yang mengaturya dan
perbuatan akan ituntut berarti penuntutan adalah bertentangan dengan pasal 1 ayat 1
KUHP.
2. Lain halnya apabila suatu undang-undang yang ada telah diubah pada waktu tertentu
maka tempus delicti dari suatu perbuatan dapat ditentukan hukum mana yang harus
diberlakukan seperti apa yang diatur dalam Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi :
“Jika sesdah perbuatan ada perubahan dalam perundang-undangan,dipakai aturan
yang paling ringan bagi terdakwa (transitoire rech)”.10
3.Pasal 44 KUHP : apakah terdakwa ketika iu mampu bertanggung jawab?
4. Pasal 45 KUHP : apakah terdakwa ketika melakukan perbuatan sudah berumur 16 tahun
atau belum. Kalau belum berumur 16 tahun, maka boleh memilih antara tiga
kemungkinan :
a. Mengembalikan anak tersebut kepada orangtuanya tanpa diberi pidana apapun;
b. Menyerahkan anak tersebut kepada pemeritah untuk dimasukkan rumah pendidikan;
c. Menjatuhkan pidan seperti orang dewasa. Maksumum daripada pidana-pidana pokok
dikurangi ¼ (lihat pasal 47).11
5. Apabila seseorang melakukan tindak pidana belum atau tidak tertangkap dan setelah 18
tahun orang tersebut baru dapat di tangkap, sehingga jarak tempus delicti dengan
ditangkapnya orang telah menyebabkan orang tidak dapat dituntut di muka pengadilan
seperti diatur dalam Pasal 78 KUHP yang berbunyi:
(1) Kewenangan menuntut pidana hapus, karena daluwarsa.
(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umumnya belum 18 tahun, masing-
masing tenggang daluwarsa diatas dikurangi menjadi sepertiga.12
6. Pasal 79 (verjaring atau kedaluwarsa). Dihitung mulai hari setelah perbuatan pidana
terjadi.
7. Pasal 57 HIR.Diketahuinya perbuatan dalam keadaan tertangkap tangan (op
heterdaad).13

10
Suharto RM, S.H., 1996, Hukum Pidana Materiil, (Jakarta : Sinar Grafika).hlm 30.
11
Prof.Moejatno,asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2018)hlm 85-86.
12
Suharto RM, S.H., 1996, Hukum Pidana Materiil, (Jakarta : Sinar Grafika). hlm 30- 31.
13
Prof.Moejatno.,asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2018) hlm 86.

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Locus delicti berasal dari dua kata yakni Locus yang artinya lokasi (tempat)
dan Delicti yang artinya delik atau tindak pidana.Teori-teori tentang Locus
delicti diperlukan untuk menentukan tempat terjadinya tindak pidana.
Ada tiga teori tentang Locus delicti, yakni :
1. Teori perbuatan Materiil
2. Teori Akibat
3. Teori instrumen

2. Tempus delicti berasal dari tempus yang artinya tempo atau waktu dan delicti
yang artinya atau tindak pidana. Jadi tempus delicti berarti waktu terjadinya
tindak Pidana. Teori tentang tempus delicti diperlukan untuk menentukan
kapan terjadinya suatu tindak pidana.

B.Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu penulis
senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang
sifatnya membangun demi perbaikan makalah kami berikutnya.

6
DAFTAR PUSTAKA

Prof.Moejatno, S.H.,2018, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta).

Suharto RM, S.H., 1996, Hukum Pidana Materiil, (Jakarta : Sinar Grafika).

Prof. Masruchin Ruba’i S. H.,M.S,dkk.,2015,Hukum Pidana, (Malang : Media Nusa Cretive).

Marpaung Leden.,2014, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika).

Hamzah Andi.,2017, Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika).

Prasetyo Teguh.,2015, Hukum Pidana, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada).

Anda mungkin juga menyukai