Anda di halaman 1dari 19

MODUL HUKUM PIDANA

(LAW 202)

MODUL 8
Tempus Delikti dan Locus Delikti

DISUSUN OLEH
Endik Wahyudi, SH,MH

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 19
TEMPUS DELIKTI DAN LOCUS DELIKTI

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


a. Mahasiswa mampu Memaparkan apa itu locus delikti dan tempus delikti.
b. Mahasiswa mamahami teori-teori lucus delikti dan tempu delikti.
c. Mahasiswa mampu manganalisis contoh kasus, sehingga dapat membuat
analisis locus dan tempus delikti suatau tindak pidana.

B. Uraian dan Contoh

1. Pendahuluan
Sebagaimana telah dikemukakan Jan Remmelink, masalah waktu dan
tempat tindak pidana atau yang dikenal dengan istilah lain tempus delicti dan
locus delicti adalah persoalan yang nampaknya sederhana, namun kenyataanya
tidak demikian.1 Ketika penuntut umum tidak menyebutkan atau salah
menentukan pempus dan locus delicti akan berakibat fatal pada surat dakwaan,
dalam kontek indonesia, arti penting tempus delicti dan locus delicti tersimpul
dalam pasal 143 KUHP.
Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP menyatakan: Penuntut umum membuat
surat dakwan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: uraian secara
cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Selanjutnya Pasal
143 ayat (3) KUHAP Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.
Tempus delicti, yaitu berdasarkan waktu, untuk menentukan apakah suatu
undang-undang dapat diterapkan terhadap suatu tindak pidana. Moeljatno
(1987:78) mengenai penentuan soal waktu (tempus delicti) dalam undang-undang

1
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.
2016,hlm 295

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 19
hukum pidana tidak dijelaskan secara rinci serta tidak ada ketentuan khusus yang
mengaturnya, padahal keberadaan tempus delicti perlu, demi untuk:
1. Menentukan berlakunya hukum pidana sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 1 ayat 1 KUHP, yakni “tidak ada perbuatan yang dapat dihukum
selain atas kekuatan peraturan pidana dalam undang-undang yang
diadakan pada waktu sebelumnya”. Dalam hal apakah perbuatan itu
adalah perbuatan yang berkaitan pada waktu itu sudah dilarang dan
dipidana. Jika undang-undang dirubah sesudah perbuatan itu tejadi,
maka dipakailah aturan yang paling ringan bagi terdakwa.
2. Menentukan saat berlakunya verjarings termijn (daluwarsa) sehingga
perlu diketahui saat yang dianggap sebagai waktu permulaan terjadinya
kejahatan.
3. Menentukan hal yang berkaitan dengan Pasal 45 KUHP. Menurut pasal
ini hakim dapat menjalankan tiga jenis hukuman terhadap tersangka
yang belum genap berumur 16 tahun, yakni: (a) mengembalikan kepada
orang tuanya, (b) menyerahkan kepada pemerintah dengan tidak
menjatuhkan hukuman, dan (c) menjatuhkan hukuman yang diancamkan
terhadap kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa.
Locus delicti adalah tempat terjadinya tindak pidana, sedangkan yang
dimaksud dengan tempus delicti adalah waktu terjadinya suatu tindak pidana.
Untuk menentukan locus delicti dan tempus delicti tidaklah mudah. Namun
walaupun demikian, penyebutan secara tegas mengenai kedua hal ini sangat
berperan penting bagi berbagai permasalahan yang terdapat dalam bidang hukum
pidana.
Locus dalam kamus hukum S.Adiwinoto (1977:34), yang artinya tempat,
locus delicti adalah ketentuan tentang tempat terjadinya tindak pidana.Penentuan
tempat delik dalam bahasa latin dikenal dengan locus delicti, yang merupakan
rangkaian dari kata locus dan delictum. Locus berarti ”tempat,” sedangkan
delictum berarti “perbuatan melawan hukum, kejahatan, dan tindak pidana”.
Sehingga locus delicti berarti “tempat kejadian dari kejahatan”. Akhirnya timbul
penyebutan dalam bidang hukum dengan locus regit actum yang berarti “tempat
dari perbuatan menentukan hukum yang berlaku terhadap perbuatan itu”

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 19
Ajaran mengenai tempat delik ini belum diatur ketentuan yang khusus
dalam KUHP, padahal mengenai soal tempat delik ini sangat penting untuk:
1. Menentukan berlakunya undang-undang hukum pidana dari suatu
negara. Dikarenakan sebagaimana diterangkan di atassoal ini tidak
diatur oleh undang–undang, maka sulit untuk mengetahui hukum pidana
mana yang berlaku terhadap orang yang melakukan delik di luar negara
asalnya.
2. Menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap
perbuatan pidana tersebut atau tidak. Hal ini berkaitan dengan Pasal 2-9
KUHP.
3. Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus mengurusi
perkaranya. Ini berkaitan dengan kompetensi relatif. (Moeljatno,
1987:78)
Sedangkan dalam KUHAP Republik Indonesia dalam pasal pasal 84
menjelaskan locus delicti sebagai berikut:
Pasal (1) Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara
mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya. Pasal (2)
Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat
tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya
berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut apabila tempat kediaman
sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan
negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam
daerahnya tindak pidana itu dilakukan. (UU no 8 /1981 tentang KUHAP)
Meskipun locus delicti dan tempus delicti ini tidak ada ketentuannya di
dalam KUHP, locus dan tempus delicti tetap perlu diketahui. Locus delicti perlu
diketahui untuk :
1. Menentukan apakah hukum pidana Indonesia tetap berlaku terhadap
perbuatan pidana tersebut atau tidak, ini berhubungan dengan Pasal 2-8
KUHP.
2. Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus mengurus
perkaranya, ini berhubungan dengan kompetensi relatif.2

2
PAF Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya, Bandung. 2011, hlm 12.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 19
Menurut Van Hamel yang dianggap sebagai locus delicti adalah:
1. Tempat di mana seorang pelaku itu telah melakukan sendiri
perbuatannya.
2. Tempat di mana alat yang telah dipergunakan oleh seorang pelaku itu
bekerja.
3. Tempat di mana akibat langsung dari sesuatu tindakan itu telah timbul
4. Tempat di mana sesuatu akibat konstitutif itu telah diambil.3

Tempus delicti adalah penting karena berhubungan dengan:


1. Pasal 1 KUHP, untuk menentukan apakah perbuatan yang bersangkut
paut pada waktu itu sudah dilarang dan diancam dengan pidana atau
belum;
2. Pasal 44 KUHP, untuk menentukan apakah terdakwa ketika itu mampu
bertanggung jawab atau tidak;
3. Pasal 45 KUHP, untuk menentukan apakah terdakwa ketika melakukan
perbuatan sudah berumur 16 tahun atau belum, jika belum berumur 16
tahun, maka boleh memilih antara ketiga kemungkinan;
4. Pasal 79 KUHP (verjaring atau daluarsa), dihitung mulai dari hari
setelah perbuatan pidana terjadi;
5. Pasal 57 HIR, diketahuinya perbuatan dalam keadaan tertangkap tangan
(opheterda).
Teori Tempus Delicti dibagi menjadi 4 yaitu;
1. Teori Perbuatan Fisik (de leer van de lichamelijke daad)
2. Teori Bekerjanya Alat Yang Digunakan
3. Teori Akibat

Teori perbuatan materiil (de leer van de lichamelijke daad)


Menurut ajaran ini yang harus dianggap sebagai tempat terjadinya tindak
pidana (Locus Delicti) didasarkan kepada perbuatan secara fisik. Itulah sebabnya
ajaran ini menegaskan bahwa yang dianggap sebagai tempat terjadinya tindak
pidana/locus delicti, adalah tempatdimana perbuatan tersebut dilakukan.

3
Ibid

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
4 / 19
contoh kasus: Anda seorang mahasiswa Universitas Muhammadia
Malang, suatu hari anda sedang mengerjakan tugas anda diluar. setelah
anda membaca artikel saya ini, kemudian Anda berniat kembali ke kost
Anda. Diperjalanan menuju kost datang seseorang yang memusuhi anda,
lalu tiba-tiba Ia menikam Anda. Kondisi Anda sekarat tapi belum mati,
dan dilarikan kerumah sakit Surabaya. 3 hari kemudian anda tewas.

Teori Bekerjanya Alat Yang Digunakan (de leer van het instrument)

Teori ini dikenal juga dengan nama de leer van het instrument atau Teori
Instrumental. menurut teori ini, yang harus menjadi atau dianggap sebagai locus
delicti adalah tempat dimana alat yang digunakan menimbulkan akibat tindak
pidana. akbiat apa? bisa kematian, penderitaan, kerugian dan akibat-akibat lain.
namun dalam kasus anda tadi akibat yang timbul adalah anda mati karena anda
ditikam.

Contoh: Suatu hari hari Anda mengirip paketan buku kepada musuh anda
yang berda diluar kabupaten Malang, anggap saja musuh anda di
Surabaya. Ketika musuh Anda membuka paketan tersebut DOORRRR
ternyata isinya adalah BOM. musuh anda terluka atau mati. Dimana locus
delictinya? berdasarkan ajaran instrumen maka locus deliktinya di
Surabaya. Karena instrumen yang digunakan dalam tindak pidana tersebut
menyebabkan akibat di Surabaya.

Teori Akibat

Ajaran ini didasarkan kepada akibat dari suatu tindak pidana. Menurut ajaran ini
bahwa yangdianggap sebagai locus delicti adalah tempat dimana akibat daripada
tindak pidana tersebut timbul.
Menurut Van Hamel , bahwa yang harus diterima sebagai locus delicti, ialah :
1. Tempat seseorang pembuat (dader) telah melakukan perbuatannya
yang dilarang (atau yang dipereintahkan) oleh Undang-Undang Pidana.
2. Tempat alat yang dipergunakan oleh pembuat bekerja.
3. Tempat akibat langsung perbuatannya telah terwujud.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 19
4. Tempat sesuatu akibat konstitutif telah terwujud.

Moeljatno (1987:78-79) menjelaskan bahwa para ahli dalam menentukan


manakah yang menjadi tempat terjadinya pidana berbeda pendapat, sehingga
menimbulkan dua aliran. Yaitu: (1) aliran yang menentukan “di satu tempat”,
yaitu tempat di mana terdakwa melakukan perbuatan tersebut, dan (2) aliran yang
menentukan “di beberapan tempat”, yaitu mungkin tempat perbuatan dan
mungkin di tempat akibat.4

Moeljatno (1987:79) dalam bukunya menjelaskan bahwa aliran pertama


dipelopori oleh Pompe dan Langemeyer yang mengatakan bahwa tempat
kejahatan bukan ditentukan oleh tempat akibat dari perbuatan, melainkan
ditentukan berdasarkan di mana terdakwa berbuat. Mengenai pandangan ini
diperluas dengan tempat dimana alat yang dipergunakan oleh terdakwa berbuat,
jika terdakwa menggunakan alat.5

Aliran yang kedua dianut oleh Simon, Van Hammel, Jonker dan Bemelen
yang menyatakan bahwa tempat perbuatan itu boleh dipilih antara tempat di mana
perbuatan dimulai terdakwa sampai dengan perbutan itu selesai dengan timbulnya
akibat. Di samping itu, Moeljatno juga menyatakan bahwa perbuatan terdiri atas
kelakuan dan akibat, sehingga boleh memilih tempat perbutan/kelakuan atau
memilih tempat akibat.6

Asas Teritorial

Ruang lingkup berlakunya undang-undang pidana dalam suatu negara


dapat dilihat dalam kitap undang-undang hukum pidana. Pemberlakuan lex loci
delicti atau undang-undang yang berlaku di tempat tindak pidana itu telah
dilakukan. Baik terhadap pelaku yang merupakan warga negaranya sendiri

4
Moeljatno. 1987. Azas-azas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara

5
ibid

6
Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentarnya (Bogor: Politea, 1991), h.
31.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 19
maupun terhadap orang asing yang diketahui telah melakukan tindak pidana di
dalam wilayahnya. Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) yaitu dalam pasal 2KUHP yang menyatakan : “Ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkanbagi setiap orang yang
melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”.

Asas teritorial ini melahirkan yuridiksi teritorial, yaitu kedaulatan atau


kewenangan suatu negara yang berdasarkan hukum Internasional untuk mengatur
segala sesuatu yang terjadi dalam batas-batas wilayah negaranya. Salah satu
wujud dari yuridiksi teritorial suatu negara adalah membuat serta memberlakukan
hukum pidana nasional nya terhadap tindak pidana yang terjadi dalam wilayah
negara tersebut. Ketentuan ini berlaku bagi warga negaranya sendiri maupun
7
orang asing yang melakukan suatu tindak pidana. Ini merupakan dasar yang
diunggulkan bagi pelaksanaan yuridiksi negara. Peristiwa yang terjadi dalam
batas-batas teritorial suatu negara dan orangorang yang berada di wilayah tersebut
sekalipun untuk sementara, pada lazimnya tunduk pada penerapan hukum lokal. 8

Asas atau prinsip teritorial mempersoalkan tentang lingkungan kuasa


berlakunya hukum pidana terhadap ruang, jadi lebih luas dari pada tanah (bumi),9
ia merupakan asas yang tertua dari asas-asas berlakunya hukum pidana menurut
tempat. Asas teritorial merupakan asas yang fundamental. Hal ini berarti,
sekalipun telah diterapkan batas-batas berlakunya hukum pidana Indonesia, dalam
keadaan tertentu serta untuk subyek hukum tertentu, dapat diterapkan perluasan-
perluasan terhadap asas teritorial.10

7
I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Bandung: Yarma Widya, 2003.
hlm. 12-13

8
Rebecca M.M. Wallace, Hukum Internasional, alih bahasa Bambang Arumanadi, Semarang:
IKIP Semarang Press, 1993, hlm. 120.

9
A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I ( Jakarta: Sinar Grafika, 1995), hlm. 162.

10
Romli Atmasamita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem hukum Pidana
Indonesia (Bandung: PT. Citra aditya Bakti, 1997, hlm. 105.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 19
Wilayah perairan Indonesia meliputi seluruh perairan yang terletak di
sebelah dalam garis dasar serta laut wilayah (teritorial sea) di sekelilingnya
selebar 12 mil laut, diukur mulai garis dasar ke arah luar. Wilayah ini ditambah
lagi seluas 200 mil diukur dari garis dasar yang disebut Zone Ekonomi Eksklusif
(ZEE). Seperti halnya terhadap wilayah daratan, Indonesia memiliki kedaulatan
penuh (soveregnty) di seluruh wilayah perairan yang diikuti pula oleh yuridiksi
kriminal.11

Berlakunya undang-undang Indonesia terhadap tindak pidana yang terjadi


dalam pesawat Indonesia tercantum dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1976
tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana-prasarana
Penerbangan.12

Contoh Kasus dan Analisis Kasus Dalam Penentuan Tempat dan Waktu Kejadian
(Locus dan Tempus Delicti) Berdasarkan Teori Teori Yang Digunakan Oleh
Penyidik.

a. Kasus Posisi

Tindak pidana cyber crime yang pernah terjadi dan di tangani oleh penyidik
Unit cyber crime DITRESKRIMSUS POLDA DIY, dan telah melakukan
proses persidangan di Pengadilan Negeri Yogyakarta yang mana telah diputus
serta memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) dengan Putusan Nomor
311/Pid.Sus/2017/PN Yyk dalam perkara terdakwa:13

Nama : Kiki Emilia Handayani

Tempat Lahir : Mataram

Umur/ Tanggal lahir : 32 Tahun/ 29 Juni 1985

11
Mustafa Djuang Harahap, Yuridiksi Kriminal di Perairan Indonesia yang Berkaitan dengan
hukum Internasional (Bandung: Penerbit Alumni, 1983), hlm. 125.

12
Ibid

13
Putusan.Pengadilan.Negeri.Yogyakarta..https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/904b295
b c3c10d6f891735602399f2b8, Diakses pada tanggal 28 Juni 2019 pukul 18.20 Wib

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 19
Jenis Kelamin : Perempuan

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : Jl. Lestari Penan RT:01/RW:040 Penjarakan Krya,


Ampenan, Lombok, NTB atau Jl. Ade Irma Suryani Gang Panda 4 No. 43
Monjok, Kelurahan Salaparan Kota Mataram, NTB

Agama : Islam

Pekerjaan : PNS di PEMPROV Nusa Tenggara Bara

b. Kronologi Kasus

KEH yang bertempat tinggal di jalan Lestari Penan RT 01/RW 040,


Penjarakan Karya, Ampenan, Lombok, NTB atau jalan Ade Irma Suryani
Gang Panda 4 No. 43 Monjok Kelurahan Selaparan Kota Mataram NTB atas
perbuatannya telah merugikan beberapa orang yang salah satunya adalah
pelapor sekaligus korban yaitu MQ yang bertempat tinggal di jalan Celeban
UH 3/543 RT 25 RW 6 Kelurahan Tahunan Kecamatan Umbulharjo Kota
Yogyakarta. Berawal pada bulan Desember 2016, korban MQ berencana
untuk berlibur ke Lombok dengan sarana pesawat terbang dari Yogyakarta
bersama teman-temannya yaitu saksi RA dan saksi YT. Pada saat itu korban
MQ mendapatkan informasi dari saksi RA bahwa tersangka KEH menjual
tiket pesawat dengan harga murah karena sedang promo. Adanya informasi
mengenai tiket promo yang harganya pasti jauh lebih murah daripada
membeli tiket langsung di bandara membuat korban MQ tertarik dan
menghubungi tersangka KEH melalui nomor whatsapp yang didapatkan dari
saksi RA. Setelah korban MQ. berkomunikasi dengan tersangka KEH untuk
mengetahui lebih lanjut tentang harga promo tiket pesawat yang ditawarkan
ternyata harga yang ditawarkan memang jauh lebih murah dari harga normal
yaitu tiket pesawat Jogja-Lombok sebesar Rp 500.000,00 sekali jalan padahal
harga normalnya adalah Rp 1.000.000,00 s/d Rp 1.400.000,00. Melalui
whatsapp korban MQ juga menanyakan tentang pekerjaan tersangka KEH
dan bagaimana tersangka KEH dapat menjual tiket pesawat dengan murah,
saat itu tersangka menyatakan dirinya bekerja sebagai PNS di Dinas

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 19
Perhubungan Provinsi NTB dan tersangka KEH dapat menjual tiket murah
karena ada paket promo khusus tahun 2017. Saat korban MQ telah melakukan
transaksi pembayaran tiket melalui transaksi-elektronik yaitu dengan transfer
ke rekening tersangka KEH, kemudian tersangka KEH mengirimkan tiket
dalam bentuk PDF (portable document format) melalui whatsapp. Harga tiket
yang tercantum dalam bentuk PDF tersebut harganya lebih mahal dari pada
harga/nilai yang dibayarkan saksi kepada tersangka KEH yang menurut
tersangka KEH harga promo. Atas kejadian tersebut korban MQ sempat
curiga dan bertanya kepada tersangka, namun saat itu tersangka KEH
menyatakan harga yang tercantum dalam tiket tersebut bukan harga promo
sedangkan harga yang dibayarkan korban MQ adalah harga promo dari agen
sehingga harganya lebih rendah dari harga yang tercantum dalam tiket.
Penjelasan tersangka KEH tersebut membuat korban MQ percaya akan
adanya harga tiket promo tersebut. Menjelang keberangkatan korban MQ dan
teman-temannya ke lombok, tersangka KEH mengirimkan tiket dalam bentuk
kode booking. Selanjutnya untuk memastikan keaslian kode booking tersebut,
korban MQ mendatangi kantor LION AIR di Bandara Adisutjipto, dan
ternyata kode booking tersebut benar-benar asli. Maka korban MQ dan
teman-temannya benar-benar berangkat dari Yogyakarta ke Lombok dengan
tiket promo yang dibeli dari tersangka KEH tersebut sehingga korban MQ
percaya kepada tersangka KEH bahwa tersangka KEH menjual tiket pesawat
promo sehingga harganya murah. Saat korban MQ kembali dari Lombok,
tersangka KEH melalui whatsapp menawarkan tiket pesawat dengan harga
murah kembali kepada korban MQ dengan alasan yang sama yaitu sedang
promo. Tersangka KEH juga menawarkan kepada korban MQ untuk menjual
kembali tiket promo tersebut. Jika korban MQ menjual kembali tiket promo
tersebut maka korban MQ dapat mengambil sejumlah keuntungan dan akan
diberikan potongan harga untuk reseller. Atas tawaran dari tersangka KEH
tersebut, korban MQ tertarik untuk membeli tiket promo kepada tersangka
untuk dijual kembali dengan mengambil sejumlah keuntungan.

Pada kenyataannya tersangka KEH telah membohongi dan menyesatkan


korban MQ karena pada waktu itu sebenarnya tidak ada tiket pesawat yang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
10 / 19
keuntungan dari penjualan barangnya tersebut, dijual dengan harga promo.
Sebelum diketahuinya mengenai informasi palsu mengenai harga tiket
pesawat tersebut, pelayanan atas penawaran tiket promo dari tersangka KEH
semula berjalan dengan baik dan lancar. Semua berhasil diberangkatkan
sehingga untuk selanjutnya tiap kali tersangka KEH menawarkan tiket
pesawat promo dengan harga murah melalui whatsapp tersangka KEH kepada
korban MQ dan pada intinya tersangka KEH melalui chat whatsapp
menawarkan ada tiket promo lagi. Adapun persyaratan yang diberikan oleh
tersangka KEH apabila korban MQ berminat untuk menjadi reseller yaitu
dalam pemesanan tiket promo tersebut tidak boleh terlalu dekat dengan hari
keberangkatan. Korban MQ yang telah percaya dengan kata-kata tersangka
dalam chat whatsapp tersebut, kemudian menyampaikan kepada teman-
temannya/ agen korban MQ mengenai adanya promo tiket pesawat tersebut.

Penawaran menarik yang ditawarkan oleh tersangka KEH membuat korban


MQ membeli tiket kepada tersangka KEH dan menjual tiket itu kembali
kepada saksi AG, saksi PHS dan saksi EO. Selain dijual kepada para saksi,
korban MQ juga menjual ke konsumen lainnya dan ada yang digunakan
sendiri. Para saksi setelah memesan tiket kepada korban MQ dan kemudian
menyerahkan uang pembayaran tiket pesawat tersebut. Selanjutnya korban
MQ mentransfer uang tersebut melalui rekening korban MQ yaitu di Bank
BNI Syariah dengan nomor rekening 0449843860, yang ditujukan ke
rekening tersangka di Bank BNI dengan nomor rekening 0497466688 hingga
seluruhnya berjumlah sekitar Rp 502.299.000,00 (lima ratus dua juta dua
ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah). Atas tiket pesanan atau yang
dibeli oleh konsumen melalui korban MQ kepada tersangka KEH, korban
memperoleh keuntungan sekitar Rp 100.000,- s/d Rp 200.000,- per tiket dan
korban MQ memberikan uang kepada saksi AG, saksi PHS dan saksi EO
kadang-kadang Rp Rp 50.000,- atau Rp 100.000,-. Awalnya proses
pemesanan tiket berjalan lancar dan tidak ada kendala bahwa tiket tersebut
palsu atau tidak dapat diberangkatkan. Namun sekitar tanggal 15 bulan Juli
tahun 2017 tersangka KEH menelepon kepada saksi RA dan menyatakan
bahwa pemesanan tiket pesawat mulai tanggal 17 dan seterusnya bulan Juli

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 19
tahun 2017 tidak dapat dicetak dan uang pemesanan yang telah dikirim telah
digunakan tersangka KEH untuk kepentingan lain. Fakta selanjutnya yang
terungkap yaitu tersangka KEH selama ini membeli tiket pesawat melalui
agen tiket yang bernama “ JATA TOUR “ yang beralamat di jalan Panca
Usaha Blok A 12 Mataram NTB dengan harga normal bukan harga promo,
jadi uang yang korban MQ kirim hanya diputarkan tersangka dan yang paling
akhir tidak dapat tiket pesawat. Sebagai contoh sejumlah Rp 1.000.000,00
namun dijual kepada korban MQ atau korban lainya sejumlah Rp. 500.000,00
atau Rp 700.000,00. Jadi saat pembelian tiket ke Jata Tour tersangka KEH
tombok (terpaksa menambah uang) atau menambahi duluan, namun dalam
tomboknya atau menambahnya tetap pakai uang saksi atau korbannya lainya
dengan cara, semisal pemesanan pada bulan Januari dan pemberangkatan
pada bulan Januari juga dia menambahi terlebih dahulu dengan menggunakan
uang pada pemesanan bulan Januari namun pemberangkatan bulan Agustus,
dikarenakan oleh terdakwa untuk bulan Agustus belum dibelikan. Dengan
adanya pengakuan tersangka KEH mengenai aksi penipuan yang
dilakukannya, korban MQ kemudian mendatangi kontor agen travel JATA
TOUR dan bertemu dengan saksi LL salah satu karyawan agen JATA TOUR
yang selama ini melayani tersangka KEH. Saat itu saksi LL menyampaikan
bahwa bahwa selama ini tersangka KEH dalam melakukan pembelian tiket
pesawat tetap dengan harga normal, dan tidak ada harga promo dari agen
JATA TOUR selama ini. Atas kejadian tersebut korban MQ mengalami
kerugian sejumlah Rp 397.530.000,00 (tiga ratus sembilan puluh tujuh juta
lima ratus tiga puluh ribu rupiah), kerugian tersebut dihitung dari jumlah
penumpang yang mendapatkan tiket sedangkan uang atas pemesanan tiket
pesawat tersebut telah korban kirim melalui transfer kepada tersangka.
Jumlah konsumen yang uang pembelian tiketnya telah korban transfer kepada
tersangka namun tidak jadi diberangkatkan adalah sekitar 300 tiket
sebagaimana keterangan saksi yang saksi sampaikan dalam Berita Acara
Saksi dalam berkas perkara. Fakta selanjutnya yang terungkap yaitu tersangka
KEH selain menawarkan tiket pesawat dengan harga promo juga sering
tiketnya telah korban transfer kepada tersangka namun tidak jadi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 19
diberangkatkan adalah sekitar 300 tiket sebagaimana keterangan saksi yang
saksi sampaikan dalam Berita Acara Saksi dalam berkas perkara. Fakta
selanjutnya yang terungkap yaitu tersangka KEH selain menawarkan tiket
pesawat dengan harga promo juga sering.

Akibat dari para pembeli tiket yang melalui korban MQ banyak yang tidak
dapat diberangkatkan, mereka marah-marah kepada korban MQ dan korban
juga harus mengembalikan uang yang telah diserahkan para pembeli kepada
korban MQ. Dalam hal ini korban MQ juga telah berusaha untuk
mengembalikan sebagian uang tiket para pembeli yang melalui korban dan
akan diganti semuanya. Atas perbuatan tersangka KEH, korban MQ tidak jadi
memperoleh keuntungan atas pembelian tiket karena atas keuntungan yang
korban peroleh dari penjualan tiket kepada konsumen telah digunakan korban
untuk memesan tiket yang ditawarkan oleh tersangka namun belum ada
pembelinya. Korban MQ mengalami kerugian sekitar Rp. 397.530.000,00
(tiga ratus sembilan puluh tujuh juta lima ratus tiga puluh ribu rupiah) dan
atas kerugian yang korban alami tersebut tersangka KEH baru
mengembalikan sekitar Rp 27.200.000,00 dalam bentuk sepeda motor
tersangka yang diserahkan tersangka kepada korban MQ yang korban hargai
Rp 15.000.000,00 dan sisanya ditransfer tersangka kepada korban.

Motif pelaku/tersangka KEH melakukan perbuatan yang melanggar hukum


dengan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam kasus ini yaitu MQ melalui transaksi elektronik
karena uang tersebut akan digunakan pelaku untuk membayar hutang-
hutangnya. Perbuatan pelaku ini tidak hanya terjadi sekali waktu tetapi jauh
sebelum pelaku KEH dilaporkan atas kasus ini, pelaku juga pernah
melakukan hal yang sama sebelumnya dengan alasan/motif yang sama,
namun permasalahan sebelumnya dapat diselesaikan dengan adanya
penggantian kerugian dengan menjual harta benda pelaku KEH. Pihak
keluarga KEH juga membenarkan atas perbuatan pelaku yang tidak hanya
sekali dua kali melakukan tindak pidana menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
13 / 19
Pasal Yang Dilanggar Oleh Terdakwa Berdasarkan Tuntutan Pidana
Yang Diajukan Oleh Jaksa Penuntut Umum dan Putusan Pengadilan
Negeri Yogyakarta;

Pada kasus ini setelah mendengar keterangan Saksi-saksi dan Terdakwa serta
memperhatikan barang bukti yang diajukan di persidangan dan mendengar
pembacaan tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum, maka pasal
yang dilanggar oleh Terdakwa dan sanksi yang diberikan atas perbuatannya
berdasarkan Putusan Nomor 311/Pid.Sus/2017/PN Yyk adalah sebagai
berikut:

1. Menyatakan Terdakwa Kiki Emilia Handayani terbukti secara sah dan


meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1) sebagaimana dalam Dakwaan Kesatu melanggar
pasal 45 A ayat (1) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No.
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Kiki Emilia Handayani dengan


pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama terdakwa berada
dalam tahanan dan terdakwa membayar denda sebesar Rp.10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah) subsidair menjalani hukuman selama 2 (dua) bulan
kurungan.

Analisis Kasus Dalam Penentuan Tempat dan Waktu Kejadian (Locus


dan Tempus Delicti) Berdasarkan Teori-Teori Yang Digunakan Oleh
Penyidik;

Pada kasus tindak pidana cyber crime yakni penyebaran berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik tersebut diatas, yang mana sebagai pelaku tindak pidana
(Terdakwa) adalah KEH dan yang dirugikan atas tindak pidana tersebut
(Pelapor) adalah MQ. Pada kasus ini dalam hal penentuan tempat dan waktu

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
14 / 19
kejadian perkara (locus dan tempus delicti) berdasarkan teori- teori yang
digunakan oleh penyidik yaitu sebagai berikut:

a. Penentuan Tempat Kejadian (Locus Delicti)

Pada kasus ini dalam hal penentuan tempat kejadian perkara (locus
delicti) berdasarkan beberapa teori yang ada maka penyidik di Unit Cyber
Crime DITRESKRIMSUS POLDA DIY dalam kasus penyebaran berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
transaksi elektronik ini menggunakan teori “tempat dimana dampak
kejahatan tersebut terjadi (theory of the downloader)” yang mana pada
teori ini penyidik menentukan tempat kejadian perkara (locus delicti)
dengan berdasarkan tempat dimana dampak kejahatan tersebut terjadi atau
tempat dimana korban melakukan downloading (mengunggah) atau
melihat postingan/konten yang merugikan korban atas tindak pidana
cyber crime tersebut.

Pada prakteknya teori ini memang sangat sering digunakan oleh para
penyidik cyber crime dalam menentukan locus delicti yang tentunya
berdasarkan kebutuhan dan untuk mempermudah proses penegakan
hukum, dalam teori ini biasanya berawal dari korban yang melaporkan
kepada kepolisian dengan bukti-bukti elektronik (digital) atau juga sudah
berbentuk hard file dan kepolisian melakukan penyelidikan dan
menentukan tempat kejadian perkaranya sesuai dengan tempat korban/
pelapor yang merasa dirugikan, maka pada prakteknya jika menggunakan
teori ini yang menangani kasus mulai dari penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, hingga proses persidangan dilakukan oleh lembaga
kepolisian, kejaksaan dan lembaga peradilan yang bertanggung jawab atas
wilayah hukum tersebut yang mana sesuai dengan tempat korban/ pelapor
yang merasa dirugikan terhadap konten atau perbuatan yang dilakukan
oleh pelaku melalui media elektronik yang mana hal tersebut merupakan
tindak pidana cyber crime. Pada kasus ini kita juga bisa melihat dalam hal
alamat pelaku dan korban yakni tidak ditempat atau wilayah hukum yang
sama yang mana pelaku bertempat tinggal di Mataram, NTB dan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
15 / 19
melakukan tindak pidananya juga disana sedangkan korban bertempat
tinggal di Yogyakarta, tetapi dalam proses hukum dilakukan di
Yogyakarta karena dalam menentukan tempat kejadian perkara (locus
delicti) yaitu berdasarkan teori “tempat dimana dampak kejahatan tersebut
terjadi (theory of the downloader)”

b. Penentuan Waktu Kejadian (Tempus Delicti)

Pada kasus ini dalam hal penentuan waktu kejadian perkara (tempus
delicti) berdasarkan beberapa teori yang ada maka penyidik di Unit Cyber
Crime DITRESKRIMSUS POLDA DIY yaitu dalam kasus penyebaran
berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam transaksi elektronik ini menggunakan teori “waktu korban
menerima perlakuan yang merugikan melalui media elektronik”, pada
metode/ teori ini dalam menentuankan waktu kejadian perkara (tempus
delicti) yang menjadi penentu waktu kejadian perkara (tempus delicti)
adalah waktu penerimaan (downloading) yang mana ketika Informasi
Elektronik dan/atau dokumen elektronik memasuki sistem informasi
terakhir yang berada di bawah kendali penerima (korban/yang dirugikan),
jadi dalam teori ini yang pertama kali diselidiki oleh penyidik yaitu
mengenai waktu penerimaan (downloading) dari korban tindak pidana
cyber crime tersebut, jadi jika kita lihat pada kasus yang terjadi maka
menenukan waktu kejadian perkara (tempus delicti) berdasarkan teori
“waktu korban menerima perlakuan yang merugikan melalui media
elektronik” yakni ketika MQ menerima dan melihat postingan penyebaran
berita bohong tersebut yang menjadi penentu dalam menentukan waktu
kejadian perkara (tempus delicti).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
16 / 19
C. Latihan

1. Locus delikti dalam penyelidikan sering di istilahkan dengan?


a. Tempat Kejadian Perkara
b. Olah TKP
c. Penyitaan
2. Locus Delikti penting diketahui karena berkaitan dengan?
a. penyitaan
b. Barang bukti
c. Pengadilan Negeri mana yang berhak mengadili
3. arti penting tempus delicti dan locus delicti tersimpul dalam?
a. 143 KUHP
b. 144 KUHP
c. 153 KUHP
4. Sedangkan locus delicti dalam KUHAP diatur dalam pasal?
a. 84 KUHAP
b. 88 KUHAP
c. 89 KUHAP
5. Beberapa teori untuk menentukan locus delicti diantaranya adalah?
a. Teori sebab akibat
b. Teori perbuatan materiil
c. Teroi pemidanaan
D. Kunci Jawaban
1. A
2. C
3. A
4. A
5. B

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
17 / 19
E. Daftar Pustaka

Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-prinsip hukum pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2016,

Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana I, CV. ARMICO, Bandung. 1990.

Eva Achjani Zulfa, Gugurnya Hak Menuntut Dasar Penghapus, Peringan, dan Pemberat Pidana,
Ghalia Indonesia, Bogor, 2013,

Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta. 2016,hlm
295

PAF Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya, Bandung. 2011, hlm 12.

Moeljatno. 1987. Azas-azas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara

Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentarnya (Bogor: Politea, 1991), h. 31.

I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Bandung: Yarma Widya, 2003.
hlm. 12-13

Rebecca M.M. Wallace, Hukum Internasional, alih bahasa Bambang Arumanadi, Semarang: IKIP
Semarang Press, 1993, hlm. 120.

A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I ( Jakarta: Sinar Grafika, 1995), hlm. 162.

Romli Atmasamita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem hukum Pidana
Indonesia (Bandung: PT. Citra aditya Bakti, 1997, hlm. 105.

Mustafa Djuang Harahap, Yuridiksi Kriminal di Perairan Indonesia yang Berkaitan dengan hukum
Internasional (Bandung: Penerbit Alumni, 1983), hlm. 125.

Putusan.Pengadilan.Negeri.Yogyakarta..https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/904b295b
c3c10d6f891735602399f2b8, Diakses pada tanggal 28 Juni 2019 pukul 18.20 Wib

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
18 / 19

Anda mungkin juga menyukai