Disususn Oleh:
Kelompok 5
Kelas: HKI/IVA
NIM: 210202011
FAKULTAS SYARI’AH
2023
PEMBAHASAN DAN CONTOH KASUS
A. Locus Delicti
Locus delicti adalah tempat terjadinya suatu tindak pidana atau lokasi tempat
terjadinya perkara. Locus delicti penting diketahui untuk:
a) Menentukan apakah hukuman pidana Indonesia berlaku atau tidak terhadap suatu
perbuatan yang terjadi. Hal ini berhubungan dengan Pasal 2 hingga 8 Kitab
UndangUndang Hukum Pidana.
b) Menentukan pengadilan mana yang berhak mengadili suatu perkara pidana. Dalam hal
ini, kita berbicara mengenai kompetensi relatif suatu pengadilan. berdasarkan ketentuan
yang dimuat dalam Pasal 84 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) yang menyebutkan bahwa: “Pengadilan negeri yang di dalam daerah
hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau
ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman
sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri itu dari
pada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu
dilakukan.”
a) Aliran yang menentukan di satu tempat, yakni tempat di mana terdakwa berbuat.
b) Aliran yang menentukan di beberapa tempat, yakni mungkin tempat kelakuan dan
tempat Berdasarkan aliran yang pertama, terdapat dua teori, yakni teori tentang tempat di
mana tindakan atau kelakuan terjadi (leer der lichamelijk) dan teori instrumen (leer van
instrument). Sedangkan aliran kedua, dapat memilih menggunakan teori tentang tempat
di mana tindakan atau kelakuan terjadi atau menggunakan teori akibat.
a) Teori perbuatan materiil (leer der lichamelijk) Menurut teori ini, arti locus delicti
adalah tempat di mana tindakan atau kelakuan terjadi.
b) Teori instrumen (leer van instrument) Locus delicti diartikan sebagai tempat suatu
perkara pidana yang ditentukan oleh alat yang digunakan dan dengan alat itu, perbuatan
pidana dapat diselesaikan. Teori ini merupakan perluasan dari teori perbuatan materiil.
c) Teori akibat Teori ini menyatakan bahwa locus delicti ada di tempat di mana akibat
perbuatan pidana tersebut terjadi. Aliran kedua ini boleh memiliki locus delicti antara
tempat di mana perbuatan dimulai dengan tindakan atau tempat di mana akibat perbuatan
pidana itu terjadi.
a) Untuk delik-delik formil menggunakan teori perbuatan materiil karena lebih mudah
menentukan locus delictinya.
b) Untuk delik-delik yang dirumuskan secara materiil, teori yang dapat digunakan adalah
teori akibat.
c) Untuk kejahatan-kejahatan dengan modus operandi yang canggih dan meliputi lintas
batas, teori instrumenlah yang digunakan.
a) Asas Teritorial
Moeljanto memberikan pengertian mengenai azas teritorial dengan arti
perundangundangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi
di dalam wilayah negara, baik dilakukan oleh warga negaranya sendiri, maupun oleh
orang asing. Kemudian Van Hamel juga turut memberikan pendapatnya mengenai
azas teritorial, yakni undang-undang hukum pidana suatu negara menguasai semua
perbuatan yang dilakukan dalam batas-batas negara, yang menurut sifatnya tidak
tergantung kewarganegaraan pelaku atau kepentingan hukum yang diserang. Dari
uraian tersebut, maka azas teritorial ini menitikberatkan pada terjadinya perbuatan di
dalam wilayah negara. Siapa yang melakukannya, baik org asing maupun warga
negara, tidak menjadi persoalan. Azas teritorial ini terdapat dalam Pasal 2 KUHP
yang berbunyi: “Aturan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap
orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di wilayah Indonesia”.
Azas teritorial ini diperluas dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 3
KUHP yang menyatakan “peraturan pidana Indonesia dapat diterapkan kepada
setiap orang yang berada di luar negeri yang melakukan suatu tindak pidana dalam
perahu (vaartuig) Indonesia”.
Azas nasional aktif artinya peraturan hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap
Warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana, baik di dalam negeri
maupun luar negeri.
Pasal 5
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana
terhadap kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berhubungan
dengan:
a. keamanan negara atau proses kehidupan ketatanegaraan;
b. martabat Presiden, Wakil Presiden, dan/ atau Pejabat Indonesia di luar negeri;
c. mata uang, segel, cap negara, meterai, atau Surat berharga yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Indonesia, atau kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan
Indonesia;
d. perekonomian, perdagangan, dan perbankan Indonesia;
e. keselamatan atau keamanan pelayaran dan penerbangan;
f. keselamatan atau keamanan bangunan, peralatan, dan aset nasional atau negara
Indonesia;
g. keselamatan atau keamanan sistem komunikasi elektronik;
h. kepentingan nasional Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-
Undang; atau i. warga negara Indonesia berdasarkan perjanjian internasional
dengan negara tempat terjadinya Tindak Pidana.
d) Azas Universal
Artinya adalah perundang-undangan hukum pidana suatu negara berlaku
bagi semua orang yang melakukan pelanggaran terhadap hukum pidana
internasional.
Berdasarkan KUHP baru (2023)
Pasal 6
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang berada
di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak
Pidana menurut hukum internasional yang telah ditetapkan sebagai Tindak Pidana
dalam Undang-Undang.
Pasal 7
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang
melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang penuntutannya diambil alih oleh Pemerintah Indonesia atas dasar suatu
perjanjian internasional yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah
Indonesia untuk melakukan penuntutan pidana.
3. Ekstradisi
B. Tempus Delicti
a) Pasal 1 KUHP : Apakah perbuatan yang bersangkut-paut pada waktu itu sudah
dilarang dan diancam dengan pidana? Mengenai Asas Legalitas yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: “Suatu Perbuatan
tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundangundangan
pidana yang telah ada.” Bahwa hanya perbuatan yang disebut dengan tegas oleh
peraturan perundangan sebagai kejahatan atau pelanggaran, dapat dikenai
hukuman (pidana). Asas ini memberikan jaminan kepada orang untuk tidak
diperlakukan sewenang-wenang oleh alat penegak hukum.
b) Berhubungan dengan Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) merumuskan : “Bilamana ada perubahan dalam
perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa
diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.”
c) Pasal 44 KUHP : Apakah terdakwa ketika itu mampu bertanggung jawab?
d) Pasal 45 KUHP : Apakah terdakwa ketika melakukan perbuatan sudah berumur
16 tahun atau belum. Jikalau usianya belum berumur 16 tahun, maka boleh
memilih anatar ketiga kemungkinan:
• Mengembalikan anak tersebut kepada orang tuanya tanpa diberi pidana apapun,
b) Berlakunya peradilan anak, apakah anak itu sudah dewasa pada saat melakukan
delik
Waktu terjadinya perbuatan pidana atau tempus delicti memiliki 4 (empat) arti
penting, yaitu:
b) Apakah pada saat melakukan perbuatan pidana, terdakwa mampu atau tidak
mampu bertanggung jawab? Hal ini berkaitan dengan kemampuan bertanggung
jawab seperti yang telah dibahas dalam Bab III mengenai pertanggungjawaban
pidana.
c) Apakah pada saat terjadinya perbuatan pidana, terdakwa telah cukup umur.
Hal ini pada dasarnya juga berbicara perihal kemampuan bertanggung jawab.
b) Mengenai kejahatan tersebut dalam pasal 328, 329, 330 dan 333, tenggang
waktu dimulai pada hari sesudah orang langsung terkena oleh kejahatan
dibebaskan atau meninggal dunia.
Contoh Kasus
FS, seorang ibu rumah tangga berusia 19 tahun di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat Barat
ditemukan tewas menggantung di dalam rumahnya pada Selasa (3/1/2023).
Ia tercatat sebagai warga Desa Lantan, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah.
Korban ditemukan menggantung di rumah sang suami di Dusun Pondok Komak, Desa Lantan,
Lombok Tengah. Mayat FS pertama kali ditemukan adik iparnya, R (13) pada Selasa siang
sekitar pukul 11.30 Wita.
R yang ketakutan langsung beteriak memanggil orangtuanya, S (50) yang tak lain mertua korban.
Dalam kasus tersebut, anggota berhasil tiga pelaku kurang dari tiga jam setelah pihaknya
mendapatkan informasi dan melakukan penyelidikan.
"Ada tiga pelaku yang diamankan dan kurang dari 24 jam pasca kejadian," katanya.
Dari hasil autopsi dan hasil kejanggalan yang di TKP, dan suami mengaku melakukan
pembunuhan dengan melakukan pemukulan dan baru digantung menggunakan tali nilon di paku.
Pelaku membunuh korban dibantu kakak kandungnya dan ibu kandungnya untuk melakukan
pembunuhan berencana tersebut.
"Pelaku membunuh korban dengan alasan kesal, karena korban suka melawan kemauan suami,"
katanya.
Sebelumnya, penemuan mayat yang diduga gantung diri menggegerkan warga Dusun Pondok
Komak, Desa Lantan, Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah, Selasa
(03/1/2023).
Kapolsek Batukliang Utara Iptu Sribagyo mengatakan, korban Inisial FS (19) ditemukan oleh
adiknya yang pulang dari sekolah dan melihat posisi korban dengan leher terikat tali dan
tergantung di belakang pintu.
"Melihat kejadian tersebut saksi langsung berteriak memanggil S, 50 tahun (Mertua Korban),"
katanya.
Mendengar panggilan itu, Ibu mertua korban langsung bergegas menuju TKP dan melihat
korban dalam keadaan tergantung dan sudah meninggal dunia.
Akhirnya ibu mertua korban langsung berteriak memanggil tetangganya yang ada di sekitar
rumah, tetangga pun berdatangan dan langsung menghubungi suami korban yang saat itu sedang
bekerja di kebun yang jaraknya cukup jauh dari rumah korban.
Menerima laporan tentang kejadian tersebut unit Reskrim Polsek Batukliang Utara yang
dipimpin langsung oleh Kapolsek langsung turun ke Tempat Kejadian Perkara (TKP)
mengamankan lokasi kejadian, meminta keterangan saksi saksi dan menghubungi tim Inafis
Polres Lombok untuk dilakukan identifikasi dan olah TKP.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Tim Medis Puskesmas Tanak Beak, pada bagian kepala serta
muka tidak ditemukan kelainan, sementara pada leher terdapat bekas tali ikatan yang terlihat
kebiruan dan bengkak yang diduga akibat jeratan tali.
"Lidah dalam keadaan tergigit, Sementara pada alat kelamin korban terlihat cairan yang
kekuningan setelah Urine," katanya.
Sementara pada bagian dada dan tangan tidak ditemukan bekas luka, hanya pada lutut sebelah
kiri ada bekas jeratan tali dan pada lutut sebelah kanan terlihat ada lebam serta lecet. Untuk
memastikan penyebab kematian korban, kedua orang tua korban dan semua keluarga yang hadir
sepakat untuk dilakukan autopsi.
Kemudian Jenazah korban langsung diberangkatkan menuju Rumah Sakit Bhayangkara Mataram
untuk dilakukan autopsi dengan dikawal langsung oleh tim Inafis Polres Lombok Tengah.
Dari hasil autopsi dan hasil kejanggalan di TKP korban tewas karena dibunuh, sehingga setelah
dilakukan penyelidikan, suami korban mengaku membunuh korban dengan melakukan
pemukulan dan baru digantung menggunakan tali nilon di sebuah paku yang ada di belakang
pintu yang di bantu oleh dua pelaku lainnya yaitu ibu dari suami korban (mertua) dan ipar korban
atau saudara dari suami korban.
ANALISIS
Dari kasus di atas, dimana kasus tersebut merupakan kasus pembunuhan berencana yang
bertempat di Desa Lantan, Batukliang Utara, Lombok Tengah NUSA TENGGARA BARAT.
Waktu kejadian Selasa (3/1/2023) Jam 11:30 WITA.
Tiga pelaku diancam dengan pasal pembunuhan berencana sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 340 KUHP subsider pasal 338 KUHP junto pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. yang berbunyi,
"Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa
orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun."