Anda di halaman 1dari 8

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 (UNTAG) SEMARANG

PROGRAM STUDI HUKUM PROGRAM


MAGISTER
Jl. Pemuda No. 70 Telp/Fax 024-3558376 Semarang 50133
Home page : https://www.magisterhukum.untagsmg.ac.id
E-mail : magisterhukum@untagsmg.ac.id atau pmih_untag_smg@yahoo.com

UJIAN AKHIR SEMESTER PENDIDIKAN PRA PASCA SARJANA


TAHUN AKADEMIK GENAP 2021/2022

MATA UJIAN : HUKUM PIDANA


KELOMPOK : PRA PASCA
HARI/TANGGAL : SENIN, 06 Juni 2022

WAKTU : 90 MENIT ( 16.30 – 18.00 )

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Petunjuk : Jangan gunakan Internet, untuk menjawab soal, melainkan gunakan buku

wajib yang dianjurkan oleh dosen.

Soal :

1. a. Apa perbedaan asas legalitas dan asas culpabilitas, jelaskan jawaban saudara?
b. Tahun 2000 yang lalu Indonesia dikejutkan dengan adanya ”Bom Bali”. Terhadap
pelaku kasus Bom Bali diadili dengan Undang-undang Teroris, yang diundangkan
setelah kasus Bom Bali terjadi. Menurut pendapat saudara apakah hal ini bertentangan
dengan asas legalitas?

2. Akhir-akhir ini di media massa diberitakan mengenai kasus video mesum mirip artis
Gisel. Menurut media massa terhadap kasus tersebut dapat dikenakan Undang-undang
ITE.
Pertanyaan: Undang-undang ITE termasuk jenis Hukum Pidana apa?

3. A warga negara asing melakukan tindak pidana di negaranya, kemudian melarikan diri
ke Indonesia dan menjadi warga negara Indonesia.
a. Dapatkah A diadili dan dipidana berdasarkan hukum pidana Indonesia? Sebutkan
dasar hukumnya!
b. Jelaskan asas-asas terkait ruang berlakunya hukum pidana menurut tempat?

4. Pak Amir pulang dari sawah membawa pacul, sampai di rumah didapati isterinya

diperkosa tetangganya, melihat kejadian itu karena kegoncangan jiwa yang hebat pacul

tersebut ditebaskan ke kepala si pemerkosa hingga tewas.

a. Apakah dalam kasus tersebut ada alasan penghapus pidana? Jelaskan jawaban saudara
dengan merujuk pasal dalam KUHP?
b. Jelaskan apa syarat-syarat untuk dapat dikatakan ada pelampauan batas pembelaan?
c. Apa perbedaan alasan penghapus pidana dan alasan penghapus penuntutan?
d. Apa bedanya alasan pemaaf dan alasan pembenar?

5. Bagaimana sistem yang dipakai KUHP dalam menentukan tidak dapat dipertanggung-

jawabkannya si pembuat karena tidak mampu bertanggung jawab dalam Pasal 44

KUHP?

6. a. Jelaskan sumber hukum pidana di Indonesia?


b. Jelaskan perbedaan antara hukum pidana materiil, tindak pidana materiil dan sifat
melawan hukum materiil? Jelaskan masing-aisng dengan sebuah contoh!

Semarang, 06 Juni 2022


Penguji,
Ttd
Dr. Krismiyarsi, S.H.,M.Hum
Lembar Jawaban
Nama : dr. Felasufa Noor, Sp.B
NPM : 211003741011157
Mata Kuliah : hukum pidana

1. A.

Asas culpabilitas adalah tiada seorangpun dipidana apabila tidak mempunyai kesalahan

Asas Legalitas adalah tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan

pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.

B.

Moelyatno menulis bahwa asas legalitas itu mengandung tiga pengertian:

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih

dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undangundang.

2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kias).

3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

Tahun 2000 belum terdapat UU teroris, sehingga apabila dijatuhkan tindak pidana maka

bertentangan dengan asas legalitas karena asas legalitas tidak berlaku surut

2. UU ITE masuk jenis pidana pencemaran nama baik. Sesuai pasal 27 ayat 3 UU ITE menyebut

melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan

dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan

atau pencemaran nama baik


3. A.

Tidak dapat dilakukan hukuman pidana di Indonesia dikarenakan tempat terjadinya tindak pidana

(locus delicti) di negara lain dan kasus ini pelakunya merupakan WNA, sehingga sesuai dengan asas

Extraditie (bantuan hukum yang bersifat internasional yaitu perjanjian antara dua negara untuk

menyerahkan penjahat)

Dasar hukum: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi; Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2009

B.

Asas berlakunya peraturan pidana menurut tempat:

       1. Asas Teritorialitas Asas ini sebenarnya berlaku pada hukum internasional karna asas
ini sangat penting untuk menghukum semua orang yang berada di Indonesia yang melakukan
tindak pidana yang dilakukan oleh orang tersebut baik dilakukan di Indonesia maupun di luar.
Akan tetapi asas ini berisi asas positif yang dimana tempat berlaku seorang pidana itu
berdiam diri. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 KUHP berbunyi :

”ketentuan pidana dalam perundang-undangan di indonesia diterapkan bagi setiap


orang melakukan tindak pidana di Indonesia.” Dan dalam pasal 3 KUHP juga
berbunyi :”ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang
yang diluar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalam kendaraan air atau pesawat
Indonesia.”

      2. Asas Nasional Aktif (Asas Personalitas) Asas ini membahas tentang KUHP
terhadap orang-orang Indonesia yang melakukan tindak pidana diluar negara
Indonesia. Dalam hukum internasional hukum ini disebut asas Personalitas. Akan tetapi
hukum ini tergantung dengan perjanjian bilateral antar negara yang membolehkan untuk
mengadili tindak pidana tersebut sesui asal negaranya.  Terdapat dalam Pasal 5 KUHP :

1. Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi warga Negara


Indonesia yang melakukan di luar Indonesia:
a. satu kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua, dan dalam pasal-pasal
160,161,240,279,450, dan 451;
b. Suatu perbuatan terhadap suatu yang dipandang sebagai kejahatan meurut
ketentuan pidana dalam undang-undang negeri, tempat perbuatan itu dilakukan.

2. Penuntutan terhadap suatu perbuatan yang dimaksudkan pada huruf b boleh juga
dilakukan, jika tersangka baru menjadi warga negara Indonesia setelah melakukan
perbuatan itu.

3. Asas Nasional Pasif (Asas Perlindungan) Asas ini memberlakukan KUHP terhadap


siapapun baik WNI ataupun warga negara asing yang melakukan perbuatan tindak
pidana diluar negara Indonesia sepanjang erbuatan tersebut melanggar kepentingan
negara Indonesia. Terdapat dalam Pasal 4 KUHP : Ketentuan pidana dalam perundang-
undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:

1. salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107,108,dan 131.

2. suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh
negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang
digunakan oleh Pemerintah Indonesia.

3. pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas
tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula
pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau
sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau
menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-
olah asli dan tidak dipalsu;

4. salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan
446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air
kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat
udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf I, m, n, dan o tentang kejahatan
yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.

4. Asas Universalitas Asas universalitas ini biasanya berkaitan dengan asas kemanusiaan,
dalam arti sipelaku tindak pidana ini akan dikenakan pidana yang berlaku dengan tempat atau
dimana ia berhenti seperti tindak pidana terorisme yang dimana kasus ini telah melibatkan
semua negara atau semua negara telah bersepakat jika hal yang demikian itu merupakan
tindak pidana
4. A.

Dapat dilakukan pembelaan darurat (Noodweer Exces)

Diatur dalam pasar 49 ayat 2 KUHP, pasal tersebut bunyinya “tidak dipidana seseorang yang

melampaui batas pembelaan yang diperlukan jika perbuatan itu merupakan akibat langsung dari

suatu kegoncangan jiwa yang hebat yang disebabkan oleh serangan itu”

B. syarat-syaratnya:

1. kelampuan batas pembelaan yang diperlukan, pada pasal 49 ayat 2 dan ayat 1 itu

mempunyai hubungan erat, maka syarat pembelaan yang tersebut dalam pasal 49 ayat 1

disebut juga sebagai syarat dalam pasal 49 ayat. Disini pembelaan itu perlu dan harus

diadakan dan tidak ada jalan lain untuk bertindak

2. pembelaan dilakukan sebagai akibat yang langsung dari kegoncangan jiwa yang hebat

(suatu perasaan hati yang sangat panas). Termasuk disini adalah rasa takut, bingung dan

mata gelap

3. kegoncangan jiwa yang hebat itu disebabkan karena adanya serangan. Dengan kata lain

antara kegoncangan jiwa tersebut dan serangan harus ada hubungan kausal

C. Alasan penghapus pidana

1. tidak mau bertanggung jawab (pasal 44)

Pasal 44 KUHP memuat ketentuan bahwa tidak dapat dipidana seseorang yang

melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabakan kepadanya karena kurang

sempurna jiwa atau terganggu karena penyakit.

2. daya paksa

Pasal 48 tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang didorong oleh

daya paksa apa yang diartikan daya paksa ini tidak dapat dijumpai dalam KUHP. Penafsiran

bisa dilakukan dengan melihat penjelasan yang diberikan oleh pemerintah ketika kitab
undang-undang Belanda itu dibuat. Salam M.v.T dilukiskan sebagai setiap kekuatan, setiap

paksaan atau tekanan yang tidak dapat ditahan.

Alasan penghapus penuntutan

Dalam hal ini ada keadaan yang membuat sesuatu ketetntuan pidana tidak boleh diterapkan.

Sehingga jaksa tidak boleh menuntut si pembuat. Alas an penghapusan penuntutan misalnya:

1. pasal 2-8

2. pasal 61-62 untuk penerbit dan pencetak

3. tidak adanya delik aduan

4. pasal 76, pasal 77 (matinya terdakwa) pasal 78 (kadaluarsa)

D. Alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, meskipun perbuatan ini

telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Kalau perbuatannya tidak melawan hukum,

maka tidak mungkin ada pemidanaan. Alasan pembenar yang terdapat dalam KUHP ialah Pasal 49

ayat (1) mengenai pembelaan terpaksa, Pasal 50 (peraturan undang-undang), dan Pasal 51 ayat (1)

(perintah jabatan).

Alasan pemaaf menyangkut pribadi si pembuat, dalam arti bahwa orang ini tidak dapat dicela

(menurut hukum) dengan perkataan lain ia tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan,

meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Jadi, disini ada alasan yang menghapuskan

kesalahan si pembuat, sehingga tidak mungkin ada pemidanaan. Alasan pemaaf yang terdapat dalam

KUHP ialah Pasal 44 (tidak mampu bertanggungjawab), Pasal 49 ayat (2) (noodweer exces), Pasal 51

ayat (2) (dengan iktikad baik melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah).

Perbedaannya:
Alasan pembenar berkaitan dengan unsur objektif (perbuatan), sementara alasan pemaaf berkaitan

dengan unsur subjektif (sikap batin pelaku)

5. KUHP tidak memuat perumusan mengenai kapan seseorang mampu bertanggung jawab,
disitu hanya dimuat ketentuan yang menunjuk karah itu adalah dalam pasal 44 KUHP, yang
berbunyi “Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dpat dipertanggung jawabkan
kepadanya, karena jiwa cacatnya dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak
dipidana”
Ketentuan ini sebenarnya tidak memuat apa yang dimaksud dengan tidak bertanggung jawab,
melinkan disitu dimuat alas an yang terdapat pada diri si pembuat yang menjadi alas an
hingga kepadanya. Alas an ini berupa keadaan pribadi si pembuat yang bersifat biologis ialah
jiwanya cacat dalam timbulnya atau terganggu karena penyakit. Pasal ini dapat dikatakan
memuat syarat-syarat kemampuan bertanggung jawab seseorang secara negatif.
Jika diteliti pasal 44 tersebut terlihat 2 hal
1. penetapan bagaimana keadaan jiwa si pembuat dilakukan oleh seorang dokter
penyakit jiwa.
2. adanya penentuan hubungan causal antara keadaan jiwa si pembuat dengan
perbuatannya. Ini dilakukan oleh hakim, hakimlah yang menilai apakah tersangka
dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya itu.

6.
Hukum materiil : memuat aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan perbuatan-
perbuatan yang dapat dipidana. Aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk dapat
menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai pidana. Contoh : pasal 199 KUHP tentang
putusnya Perkawinan
• Tindak pidana materiil : tindak pidana yang perumusan dititikberatkan pada akibat
yang tidak dikehendaki (dilarang). Tindak pidan aini baru selesai apabila akibat yang tidak
dikehendaki itu telah terjadi, jika belum maka paling banyak hanya percobaan. Contoh :
Pembakaran yang diatur KUHP 187, Pembunuhan KUHP 338, Penipuan KUHP 378.
• Sifat melawan hukum materil : perbuatan tidak tertulis yang ukurannya dapat
ditemukan dalam pergaulan hidup masyarakat. Sifat tercela dapat menjadi ukuran melalui
apakah perbuatan tersebut dapat diterima masyarakat secara umum atau tidak dan apakah
perbuatan tersebut menimbulkan keresahan masyarakat.

Contoh : seorang ayah yang memukul pemuda yang telah memperkosa anaknya

Anda mungkin juga menyukai