---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Petunjuk : Jangan gunakan Internet, untuk menjawab soal, melainkan gunakan buku
Soal :
1. a. Apa perbedaan asas legalitas dan asas culpabilitas, jelaskan jawaban saudara?
b. Tahun 2000 yang lalu Indonesia dikejutkan dengan adanya ”Bom Bali”. Terhadap
pelaku kasus Bom Bali diadili dengan Undang-undang Teroris, yang diundangkan
setelah kasus Bom Bali terjadi. Menurut pendapat saudara apakah hal ini bertentangan
dengan asas legalitas?
2. Akhir-akhir ini di media massa diberitakan mengenai kasus video mesum mirip artis
Gisel. Menurut media massa terhadap kasus tersebut dapat dikenakan Undang-undang
ITE.
Pertanyaan: Undang-undang ITE termasuk jenis Hukum Pidana apa?
3. A warga negara asing melakukan tindak pidana di negaranya, kemudian melarikan diri
ke Indonesia dan menjadi warga negara Indonesia.
a. Dapatkah A diadili dan dipidana berdasarkan hukum pidana Indonesia? Sebutkan
dasar hukumnya!
b. Jelaskan asas-asas terkait ruang berlakunya hukum pidana menurut tempat?
4. Pak Amir pulang dari sawah membawa pacul, sampai di rumah didapati isterinya
diperkosa tetangganya, melihat kejadian itu karena kegoncangan jiwa yang hebat pacul
a. Apakah dalam kasus tersebut ada alasan penghapus pidana? Jelaskan jawaban saudara
dengan merujuk pasal dalam KUHP?
b. Jelaskan apa syarat-syarat untuk dapat dikatakan ada pelampauan batas pembelaan?
c. Apa perbedaan alasan penghapus pidana dan alasan penghapus penuntutan?
d. Apa bedanya alasan pemaaf dan alasan pembenar?
5. Bagaimana sistem yang dipakai KUHP dalam menentukan tidak dapat dipertanggung-
KUHP?
1. A.
Asas culpabilitas adalah tiada seorangpun dipidana apabila tidak mempunyai kesalahan
Asas Legalitas adalah tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan
B.
1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih
2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kias).
Tahun 2000 belum terdapat UU teroris, sehingga apabila dijatuhkan tindak pidana maka
bertentangan dengan asas legalitas karena asas legalitas tidak berlaku surut
2. UU ITE masuk jenis pidana pencemaran nama baik. Sesuai pasal 27 ayat 3 UU ITE menyebut
melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan
dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan
Tidak dapat dilakukan hukuman pidana di Indonesia dikarenakan tempat terjadinya tindak pidana
(locus delicti) di negara lain dan kasus ini pelakunya merupakan WNA, sehingga sesuai dengan asas
Extraditie (bantuan hukum yang bersifat internasional yaitu perjanjian antara dua negara untuk
menyerahkan penjahat)
B.
1. Asas Teritorialitas Asas ini sebenarnya berlaku pada hukum internasional karna asas
ini sangat penting untuk menghukum semua orang yang berada di Indonesia yang melakukan
tindak pidana yang dilakukan oleh orang tersebut baik dilakukan di Indonesia maupun di luar.
Akan tetapi asas ini berisi asas positif yang dimana tempat berlaku seorang pidana itu
berdiam diri. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 KUHP berbunyi :
2. Asas Nasional Aktif (Asas Personalitas) Asas ini membahas tentang KUHP
terhadap orang-orang Indonesia yang melakukan tindak pidana diluar negara
Indonesia. Dalam hukum internasional hukum ini disebut asas Personalitas. Akan tetapi
hukum ini tergantung dengan perjanjian bilateral antar negara yang membolehkan untuk
mengadili tindak pidana tersebut sesui asal negaranya. Terdapat dalam Pasal 5 KUHP :
2. Penuntutan terhadap suatu perbuatan yang dimaksudkan pada huruf b boleh juga
dilakukan, jika tersangka baru menjadi warga negara Indonesia setelah melakukan
perbuatan itu.
2. suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh
negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang
digunakan oleh Pemerintah Indonesia.
3. pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas
tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula
pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau
sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau
menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-
olah asli dan tidak dipalsu;
4. salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan
446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air
kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat
udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf I, m, n, dan o tentang kejahatan
yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.
4. Asas Universalitas Asas universalitas ini biasanya berkaitan dengan asas kemanusiaan,
dalam arti sipelaku tindak pidana ini akan dikenakan pidana yang berlaku dengan tempat atau
dimana ia berhenti seperti tindak pidana terorisme yang dimana kasus ini telah melibatkan
semua negara atau semua negara telah bersepakat jika hal yang demikian itu merupakan
tindak pidana
4. A.
Diatur dalam pasar 49 ayat 2 KUHP, pasal tersebut bunyinya “tidak dipidana seseorang yang
melampaui batas pembelaan yang diperlukan jika perbuatan itu merupakan akibat langsung dari
suatu kegoncangan jiwa yang hebat yang disebabkan oleh serangan itu”
B. syarat-syaratnya:
1. kelampuan batas pembelaan yang diperlukan, pada pasal 49 ayat 2 dan ayat 1 itu
mempunyai hubungan erat, maka syarat pembelaan yang tersebut dalam pasal 49 ayat 1
disebut juga sebagai syarat dalam pasal 49 ayat. Disini pembelaan itu perlu dan harus
2. pembelaan dilakukan sebagai akibat yang langsung dari kegoncangan jiwa yang hebat
(suatu perasaan hati yang sangat panas). Termasuk disini adalah rasa takut, bingung dan
mata gelap
3. kegoncangan jiwa yang hebat itu disebabkan karena adanya serangan. Dengan kata lain
antara kegoncangan jiwa tersebut dan serangan harus ada hubungan kausal
Pasal 44 KUHP memuat ketentuan bahwa tidak dapat dipidana seseorang yang
melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabakan kepadanya karena kurang
2. daya paksa
Pasal 48 tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang didorong oleh
daya paksa apa yang diartikan daya paksa ini tidak dapat dijumpai dalam KUHP. Penafsiran
bisa dilakukan dengan melihat penjelasan yang diberikan oleh pemerintah ketika kitab
undang-undang Belanda itu dibuat. Salam M.v.T dilukiskan sebagai setiap kekuatan, setiap
Dalam hal ini ada keadaan yang membuat sesuatu ketetntuan pidana tidak boleh diterapkan.
Sehingga jaksa tidak boleh menuntut si pembuat. Alas an penghapusan penuntutan misalnya:
1. pasal 2-8
D. Alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, meskipun perbuatan ini
telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Kalau perbuatannya tidak melawan hukum,
maka tidak mungkin ada pemidanaan. Alasan pembenar yang terdapat dalam KUHP ialah Pasal 49
ayat (1) mengenai pembelaan terpaksa, Pasal 50 (peraturan undang-undang), dan Pasal 51 ayat (1)
(perintah jabatan).
Alasan pemaaf menyangkut pribadi si pembuat, dalam arti bahwa orang ini tidak dapat dicela
(menurut hukum) dengan perkataan lain ia tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan,
meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Jadi, disini ada alasan yang menghapuskan
kesalahan si pembuat, sehingga tidak mungkin ada pemidanaan. Alasan pemaaf yang terdapat dalam
KUHP ialah Pasal 44 (tidak mampu bertanggungjawab), Pasal 49 ayat (2) (noodweer exces), Pasal 51
ayat (2) (dengan iktikad baik melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah).
Perbedaannya:
Alasan pembenar berkaitan dengan unsur objektif (perbuatan), sementara alasan pemaaf berkaitan
5. KUHP tidak memuat perumusan mengenai kapan seseorang mampu bertanggung jawab,
disitu hanya dimuat ketentuan yang menunjuk karah itu adalah dalam pasal 44 KUHP, yang
berbunyi “Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dpat dipertanggung jawabkan
kepadanya, karena jiwa cacatnya dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak
dipidana”
Ketentuan ini sebenarnya tidak memuat apa yang dimaksud dengan tidak bertanggung jawab,
melinkan disitu dimuat alas an yang terdapat pada diri si pembuat yang menjadi alas an
hingga kepadanya. Alas an ini berupa keadaan pribadi si pembuat yang bersifat biologis ialah
jiwanya cacat dalam timbulnya atau terganggu karena penyakit. Pasal ini dapat dikatakan
memuat syarat-syarat kemampuan bertanggung jawab seseorang secara negatif.
Jika diteliti pasal 44 tersebut terlihat 2 hal
1. penetapan bagaimana keadaan jiwa si pembuat dilakukan oleh seorang dokter
penyakit jiwa.
2. adanya penentuan hubungan causal antara keadaan jiwa si pembuat dengan
perbuatannya. Ini dilakukan oleh hakim, hakimlah yang menilai apakah tersangka
dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya itu.
6.
Hukum materiil : memuat aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan perbuatan-
perbuatan yang dapat dipidana. Aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk dapat
menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai pidana. Contoh : pasal 199 KUHP tentang
putusnya Perkawinan
• Tindak pidana materiil : tindak pidana yang perumusan dititikberatkan pada akibat
yang tidak dikehendaki (dilarang). Tindak pidan aini baru selesai apabila akibat yang tidak
dikehendaki itu telah terjadi, jika belum maka paling banyak hanya percobaan. Contoh :
Pembakaran yang diatur KUHP 187, Pembunuhan KUHP 338, Penipuan KUHP 378.
• Sifat melawan hukum materil : perbuatan tidak tertulis yang ukurannya dapat
ditemukan dalam pergaulan hidup masyarakat. Sifat tercela dapat menjadi ukuran melalui
apakah perbuatan tersebut dapat diterima masyarakat secara umum atau tidak dan apakah
perbuatan tersebut menimbulkan keresahan masyarakat.
Contoh : seorang ayah yang memukul pemuda yang telah memperkosa anaknya