Soal :
1 a. Sebutkan dan jelaskan Hak atas tanah yang pada masa Kolonial
b. Sebutkan dan jelaskan beserta ciri-cirinya hak atas tanah menurut hukum Nasional
(UUPA )
4. a. Apakah Warga Negara asing di Indonesia dapat memiliki hak atas tanah, jelaskan jawaban
saudara ?
b. Apakah Badan Hukum di Indonesia dapat memiliki hak Milik, jelaskan Badan Hukum di
Indonesia yang dapat memiliki hak Milik.
6. Sebutkan dan jelaskan dasar hukum dilaksanakannya pengadaan hak atas tanah untuk
kepentingan umum di Indonesia?
7. Bagaimanakah pelaksanaan pengadaan hak atas tanah untuk kepentingan umum menurut UU
No 2 tahun 2012 ?
B. Pasal UUPA yang mengatur Hak Bangsa sebagai hak penguasaan atas tanah, diatur dalam pasal
1 ayat 1 sampai dengan 3, yang bunyinya:
1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dan seluruh rakyat Indonesia, yang
Bersatu sebagai bangsa Indonesia.
2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan YME, adalah bumi, air dan
ruang angkasa Bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
3) Hubungan hukum antara Bangsa Indonesia dan bumi, air dan ruang angkasa termaksud
dalam ayat 2 pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi. Sunyek Hak Bangsa adalah
seluruh rakyat Indonesia sepanjang masa, yaitu generasi-generasi terdahulu, sekarang dan
generasi-generasi yang akan dating.
Hak bangsa meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah Indonesia. Maka tidak ada tanah
yang merupakan “resnullius”. Tanah Bersama tersebut adalah karunia Tuhan YME kepada
rakyat Indonesia sebagai Lembaga hukum dan sebagai hubungan hukum konkret
merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Hak bangsa sebagai Lembaga hukum
tercipta pada saat diciptakannya hubungan hukum konkret dengan tanah sebagai karunia
Tuhan YME kepada rakyat Indonesia.
2.
a. Jika melihat pengaturan yang ada di dalam UUPA, tidak ada ketentuan yang secara eksplisit
menyebutkan “Hak Pengelolaan” sebagai salah satu hak atas tanah. UUPA hanya menyebut
istilah “pengelolaan” dalam Penjelasan Umum II angka 2 UUPA. Dalam kaitan ini, Boedi
Harsono mengemukakan bahwa selain kepada pemerintah daerah dan masyarakat hukum
adat, pelimpahan pelaksanaan sebagian kewenangan negara atas tanah, dapat juga dilakukan
kepada badan-badan otorita, perusahaan negara dan perusahaan daerah dengan pemberian
penguasaan tanah tertentu dengan apa yang dikenal dengan sebutan Hak Pengelolaan.
Dengan demikian Hak Pengelolaan merupakan Hak Menguasai Negara yang wewenang
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, yaitu: kementerian,
pemerintah daerah, perusahaan milik negara, dan perusahaan milik daerah.
Keberadaan Hak Pengelolaan bukan merupakan hak atas tanah yang didasarkan pada
undang-undang (dalam hal ini UUPA), tetapi merupakan hak yang didasarkan pada
peraturan di bawah undang-undang, yaitu berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9
Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Menguasai Negara dan KetentuanKetentuan
tentang Kebijaksanaan Selanjutnya. Peraturan Menteri ini memperkenalkan istilah Hak
Pengelolaan untuk pertama kalinya.
Dalam perkembangannya Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 diubah dengan
Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan
Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan yang antara lain mengatur mengenai badan-
badan hukum yang dapat diberikan Hak Pengelolaan, yaitu instansi pemerintah termasuk
pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), PT Persero, Badan Otorita dan badan-badan hukum pemerintah lainnya yang
ditunjuk oleh Pemerintah.
b. Dasar Hukum
1) Pasal 1 ayat (3) Permeneg/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian
dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, yang mendefiniskan: “Hak
Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian
dilimpahkan kepada pemegangnya.”
2) Pasal 1 ayat (4) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang mendefinisikan:
”Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.”
3) Pasal 1 ayat (2) PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,
dan Hak Pakai Atas Tanah, menyebutkan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari
negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
4) Pasal 7 ayat (1) UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang menentukan: rumah
susun hanya dapat dibangun di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai
atas tanah atau Hak Pengelolaan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
5) Pasal 2 ayat (3) huruf f UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan, bahwa Hak Pengelolaan termasuk salah satu objek pajak.
Menurut Eman Ramelan, subjek atau pemegang Hak Pengelolaan adalah sebatas pada badan
hukum Pemerintah baik yang bergerak dalam pelayanan publik (pemerintahan) atau yang
bergerak dalam bidang bisnis, seperti BUMN/BUMD sedangkan, PT Persero, badan hukum
swasta tidak mendapatkan peluang untuk berperan serta sebagai subjek atau pemegang Hak
Pengelolaan.
3. A.
Kedudukan hak ulayat dalam UUPA ditentukan dalam Pasal 3 yaitu; Dengan mengingat ketentuan
dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-
masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa
serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih
tinggi. Eksistensi hak ulayat ini menunjukkan bahwa hak ulayat mendapat tempat dan pengakuan
dari Negara sepanjang menurut kenyataan masih ada. Pada aspek pelaksanaannya, maka
implementasinya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional bangsa dan negara serta
peraturan perundang-undangan lainnya yang tingkatannya lebih tinggi. Dalam hal ini kepentingan
suatu masyarakat adat harus tunduk pada kepentingan umum, bangsa dan negara yang lebih tinggi
dan luas. Oleh sebab itu tidak dapat dibenarkan jika dalam suasana berbangsa dan bernegara
sekarang ini ada suatu masyarakat hukum adat yang masih mempertahankan isi pelaksanaan hak
ulayat secara mutlak.
B.
Pasal 2 ayat (2) UUPA mendefinisikan hak menguasai negara atas tanah ini sebagai kewenangan
negara untuk: a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. menentukan dan mengatur hubungan-
hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, c. menentukan dan
mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatanperbuatan hukum yang
mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Singkatnya, menurut UUPA, hak menguasai negara atas
tanah berarti hak negara untuk mengatur dan mengelola tanah, bukan hak untuk memiliki tanah.
Konsep UUPA ini dipengaruhi oleh konsep hukum adat yang tidak mengakui hak milik individual
yang absolut/mutlak atas tanah, dan hanya mengakui hak komunal atas tanah.
C.
Asas fungsi sosial yang terdapat pada pasal 6 UU No5 tahun 1960 (UUPA), yaitu semua hakl atas
tanah mempunyai fungsi sosial, yang berarti bahwa ha katas tanah apapun yang ada pada seseorang
tidaklah dapat dibenarkan bahwa tanah tersebut dipergunakan semata-mata untuk kepentingan
pribadi
D.
Menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA pengertian hak milik adalah sebagai berikut: hak turun-temurun,
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam
Pasal 6. Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa sifat-sifat hak milik membedakan dengan hak-hak
lainnya. Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas
tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak, tak terbatas dan
tidak dapat diganggu-gugat. Kata-kata turun–temurun berarti bahwa hak milik atas tanah tidak
hanya berlangsung selama hidup pemegang hak, akan tetapi apabila terjadi peristiwa hukum yaitu
dengan meninggalnya pemegang hak dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya. Kata terkuat berarti
bahwa hak milik atas tanah dapat dibebani hak atas tanah lainnya, misalnya dibebani dengan Hak
Guna Bangunan, hak pakai, dan hak lainnya. Hak milik atas tanah ini wajib didaftarkan. Sedangkan
kata terpenuh berarti bahwa hak milik atas tanah telah memberi wewenang yang luas kepada
pemegang hak dalam hal menggunakan tanahnya.
Berdasarkan Pasal 21 UUPA yang menjadi subyek hak milik adalah sebagai berikut:
(1)Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik;
(2)Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik;
(3)Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena
pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara
Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan
kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak diperoleh
hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak
milik itu tidak dilepaskan, maka hak itu hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara,
dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lainnya tetap berlangsung.
(4)Selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan
asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan ayat 3
Pasal ini.
B. hak milik dapat dipunyai oleh badan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963, yaitu sebagai berikut :
a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara ( selanjutnya disebut bank negara);
b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 79 Tahun 1958 ( Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 139).
c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah
mendengar Menteri Agama;
d. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah ditunjuk
Menteri Sosial yang terkait.
5. A.
Kemudian mengenai ciri-ciri pendaftaran tanah yang menggunakan sistem publikasi
positif adalah:
a)Sistem pendaftaran menggunakan sistem pendaftaran hak (registration of titles)
b)Sertifikat yang diterbitkan sebagai tanda bukti hak bersifat mutlak, yaitu data fisik dan data
yuridis yang tercantum dalam sertifikat tidak dapat diganggu gugat dan memberikan
kepercayaan yang mutlak pada buku tanah.
c) Negara sebagai pendaftar menjamin bahwa data fisik dan data yuridis dalam pendaftaran
tanah adalah benar.
d) Pihak ketiga yang memperoleh tanah dengan itikad baik mendapatkan perlindungan
hukum yang mutlak.
e) Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertifikat tanah mendapatkan kompensasi
dalam bentuk lain.
f) Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah membutuhkan waktu yang lama, petugas pendaftaran
tanah melaksanakan tugasnya dengan sangat teliti, dan biaya yang relatif tinggi.
1. Tidak ada kepastian atas keabsahan sertifikat karena setiap saat dapat atau mungkin saja
digugat dan dibatalkan jika terbukti tidak sah penerbitannya.
2. Peranan pejabat pendaftaran tanah/adaster yang pasif tidak mendukung ke arah akurasi
dan kebenaran data yang tercantum dalam sertifikat.
3. Mekanisme kerja pejabat kadaster yang kurang transparan kurang dapat dipahami
masyarakat awam.
C.
SIstem pendaftaran akta adalah melakukan pendaftaran terhadap dokumen-dokumen yang
membuktikan diciptakannya hak yang bersangkutan dan dilakukannya perbuatan-perbuatan hukum
mengenai hak tersebut kemudian (Urip Santoso 2011)
Sistem pendaftaran Hak adalah Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali menghasilkan tanda
bukti hak berupa sertipikat. Dalam kegiatan pendaftaran tanah dapat terjadi peralihan hak,
pembebanan hak, perpanjangan jangka waktu hak atas tanah; pemecahan, pemisahan dan
pengabungan bidang tanah; pembagian hak bersama; hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas
satuan rumah susun; peralihan dan hapusnya hak tanggungan; perubahan data pendaftaran tanah
berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan; dan perubahan nama, pemegang hak harus
didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat hingga tetap sesuai dengan keadaan
yang terakhir.
D.
Mengacu kepada Penjelasan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah (PP Pendaftaran Tanah), sistem publikasi yang digunakan di Indonesia adalah
sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif. 18 Hal ini dapat dibuktikan dari hal-hal
berikut:
1. Pendaftaran tanah menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat, bukan sebagai alat pembuktian yang mutlak (sistem publikasi
negatif).
2. Sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem pendaftaran hak (registration of
titles), bukan sistem pendaftaran akta (registration of deed) (sistem publikasi
positif).
3. Negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam
sertifikat (sistem publikasi negatif).
4. Petugas pendaftaran tanah bersifat aktif meneliti kebenaran data fisik dan yuridis
(sistem publikasi positif).
5. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum
(sistem publikasi positif).
6. Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertifikat dapat mengajukan keberatan
kepada penyelenggara pendaftaran tanah untuk membatalkan sertifikat atau
mengajukan gugatan ke pengadilan agar sertifikat dinyatakan tidak sah (sistem
publikasi negatif).
6.
Peraturan Presiden selanjutnya disebut Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagai pengganti Keppres diatas,
dalam Pasal 1 angka 3 Perpres tersebut menyebutkan bahwa pengadaan tanah adalah setiap
kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan
atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau
dengan pencabutan hak atas tanah.
Pengadaan tanah menurut Perpres tersebut menuai kritik publik yang mana telah
mencampuradukkan konsep pengadaan tanah dengan pencabutan hak. Kemudian pengertian
pengadaan tanah ini diubah dengan berlakunya Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
perubahan atas peraturan presiden nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum istilah pengadaan tanah diubah kembali,
yang termuat dalam Pasal 1 angka 3 Perpres tersebut menyebutkan bahwa pengadaan tanah adalah
setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang
melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan
tanah.4 Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum maka pengaturan pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum mempunyai landasan hukum yang kuat karena diatur
dalam sebuah undang-undang, adapun istilah pengadaan tanah termuat dalam Pasal 1 angka 2 UU
tersebut menyatakan bahwa Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara
memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.5 Pihak yang berhak adalah
pihak yang menguasai atau memiliki obyek pengadaan tanah. Dan objek pengadaan tanah adalah
tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, dan benda yang berkaitan dengan
tanah atau lainnya yang dapat dinilai. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum bertujuan untuk
menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bangsa, negara dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak
yang berhak.
7.