Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH ETIKA PROFESI

DISUSUN OLEH:
Altis Dicka Prasetya 21110120140055

DOSEN PENGAMPU:
Nurhadi Bashit, S.T., M.Eng NPPU.H.7198911222018071001

DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
Jl. Prof. Sudarto SH, Tembalang, Semarang Telp. (024) 76480785,76480788
e-mail: geodesi@ft.undip.ac.id
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................i
BAB I.......................................................................................................................................I-1
I.1 Latar Belakang...............................................................................................................I-1
I.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................I-2
I.3 Maksud Tujuan...............................................................................................................I-2
BAB II....................................................................................................................................II-1
II.1 Hak Guna Bangunan...............................................................................................II-1
II.2 Hak Milik................................................................................................................II-1
II.3 Konflik hukum Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Milik?............................II-2
BAB III.................................................................................................................................III-1
III.1 Kesimpulan...............................................................................................................III-1
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Berkembangnnya jumlah populasi manusia yang semakin banyak, semakin
banyak juga berbagai permasalahan baru yang terjadi. Banyak antar manusia yang
saling berkopetensi agar bisa mendapatkan yang diinginkan. Hal tersebut wajar terjadi
karena segala cara dilakukan tiap insan agar dapat tetap mempertahankan hidup.
Sebagai hal pokok yang harus terpenuhi manusia dalam mempertahankan hidup selain
sumber energi adalah tempat tinggal, manusia membutuhkan tempat tinggal yang layak
untuk dapat mempertahankan hidup. Tempat tinggal yang layak yang selalu ada di
sebuah tempat dan memiliki hak yang dapat diakui sebagai kepemilikannya. Tidak
jarang beberapa tanah diakuisisi kepemilikannya dan diretas hak miliknya hanya karna
keegoisan suatu manusia untuk bertahan hidup. Contohnya tanah milik orang lain
dibangun rumah atau tempat tiggal, membuat rumah singgahan pada lahan kosong pada
tanah yang bukan menjadi miliknya dan masih banyak yang lain. Kasus tersebut sudah
banyak ada di Indonesia dan dapat dikenakan pidana.
Dalam rangka mengurangi penyelewengan terhadap kepemilikan tanah tersebut
maka dibuatlah Undang-Undang yang mengatur tentang agrarian. Untuk mewujudkan
hukum agraria nasional yang sesuai dengan cita-cita bangsa indonesia, maka dibuatlah
Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA). UUPA merupakan undang-undang yang bersifat formal,yaitu hanya berisi
asas-asas dan pokok-pokok saja. Sedangkan peraturan pelaksanaannya akan diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang lain. Selain upaya dengan UUPA, untuk
mengurangi penyelewengan kepemilikan tanah usaha yang telah diikthiarkan yaitu
pendaftaran tanah, Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah, maka pihak-pihak
yang bersangkutan dengan mudah dapat mengetahui status atas kedudukan hukum
daripada tanah tertentu yang dihadapinya, letak, luas dan batas-batasnya
Pada UUPA terdapat pasal yang mengatur tentang batasan dan peraturan-
peraturan yang mengatur tentang batasan atas tanah yang dimiliki dan peraturan tanah
yang dapat digunakan oleh orang asing. Disebutkan juga pada pasal 16 Ayat 1 pada
UUPA yang menyatakan bahwa terdapat hak-hak atas tanah antara lain sebagai berikut:

1
hak milik; hak guna usaha; hak guna bangunan; hak pakai; hak sewa; hak membuka
tanah; dan hak memungut hasil hutan. Selain itu, diakui pula hak-hak lain yang diatur
pada peraturan lain dan hak lain yang memiliki sifat sementara. Hak-hak tersebut
memiliki maksud dan arti yang berbeda. Dengan adanya hak-hak diharapkan dapat
membantu menegakan hukum di bidang agraria dan mampu mencegah adanya konflik
yang bersangkutan dengan hak milik atas tanah yang sah. Banyak permasalahan yang
menyangkut dengan hak-hak yang sudah dijelaskan pada UUPA. Kasus yang akan
dibahas kali ini adalah konflik atas pemberian hak guna bangunan di atas tanah hak
milik.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep hubungan profesi geodesi dengan notaris?
2. Bagaimana konsep hubungan profesi geodesi dengan hukum?
3. Bagaimana konsep hubungan profesi geodesi dengan pajak?
4. Bagaimana konsep hubungan profesi geodesi dengan teknik lainnya?
5. Bagaimana konsep hubungan profesi geodesi dengan informatika?
I.3 Maksud Tujuan
Maksud dan Tujuan dibuatnya Makalah Permasalahan hukum terkait Hak Guna
Bangunan di atas Tanah Hak Milik ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui
2. Mampu mengetahui cara mengatasi konflik yang terjadi antara hukum Hak
Guna Bangunan dengan Hak Milik.

2
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas
Tanah. Hak Guna Bangunan pada dasarnya adalah hak atas tanah dimana pemohon
hanya bisa memanfaatkan tanah tersebut baik untuk mendirikan bangunan atau untuk
keperluan lain, sedang kepemilikan tanah masih milik negara. Hak Guna Bangunan
mempunyai batas waktu tertentu, setelah melewati batas tersebut, maka pemegang
sertifikat harus mengurus perpanjangan Sertifikat HGB-nya (Gultom, 2014). Untuk
mendapatkan keputusan pemberian Hak Guna Bangunan, terdapat syarat-syarat yang
harus dipenuhi seperti pemohon adalah WNI atau badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum Indonesia dan melampirkan dokumen-dokumen seperti dokumen
non fasilitas penanaman modal atau fasilitas penanaman modal. Hak Guna Bangunan
dapat terjadi karena 2 hal yaitu yang pertama adalah penetapan dari pemerintah dan
yang kedua adalah perjanjian jika tanah yang dijanjikan adalah Hak milik. tercantum
pada UUPA Pasal 35 Ayat 1 yang diartikan dengan hak untk mendirikan bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka paling lama 30 tahun.
Jangka waktu tersebut atas permintaan pemegang hak dapat diperpanjang paling lama
20 tahun dan kemudian dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun. Hak
guna bangunan juga dapat dialihkan haknya kepada pihak lain. Bentuk-bentuk
pengalihan tersebut dapat berupa jual beli, penukaran, penyertaan modal, pengibahan,
dan perwarisan dengan dibuktikan oleh akta PPAT (Ishaq, 2020).
II.2 Hak Milik
Hak milik diatur dalam Pasal 20 – 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Pengertian
hak milik menurut ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah adalah hak yang turun
temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat
ketentuan Pasal 6 UUPA. Hak yang terkuat dan terpenuh yang dimaksud dalam

1
pengertian tersebut bukan berarti hak milik merupakan hak yang bersifat mutlak, tidak
terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, sebagaimana dimaksud dalam hak eigendom,
melainkan untuk menunjukkan bahwa di antara hak-hak atas tanah, hak milik
merupakan hak yang paling kuat dan paling penuh (Wibowo T. Tunardy, 2013). Hak
milik tidak dapat dipunyai oleh warga negara asing maupun orang yang memiliki
kewargangeraan ganda (warganegara Indonesia sekaligus warga negara asing). Bagi
warga negara asing atau orang yang berkewarganegaraan ganda yang memperoleh hak
milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan wajib
untuk melepaskan hak tersebut paling lama satu tahun setelah memperoleh hak milik.
Apabila jangka waktu tersebut berakhir dan hak milik tidak dilepaskan, maka hak milik
menjadi hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara dengan tetap
memperhatikan hak-hak pihak lain yang membebani tanah tersebut. Menurut ketentuan
Pasal 27 UUPA, hak milik hapus karena:
1. Tanahnya jatuh kepada negara:
1) karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA;
2) Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
3) Karena diterlantarkan;
4) Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) UUPA.
2. Tanahnya musnah.
Selain itu hak milik juga hapus apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-
ketentuan peraturan landreform yang mengenai pembatasan maksimum dan larangan
pemilikan tanah/pertanian secara absentee (Wibowo T. Tunardy, 2013).
II.3 Konflik hukum Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Milik?
Kasus pengakuan kepemilikan atas suatu tanah merupakan hal yang sangat
krusial pada saat ini, sengketa kepemilikan atas tanah biasanya didasarkan dengan
seberapa lama seseorang tinggal pada tanah tersebut sehingga merasa bahwa tanah
tersebut telat menjadi hak miliknya, padahal tidak memiliki bukti-bukti fisik atau bukti
surat kepemilikan yang sah. Jika terdapat penggunaan tanah yang bukan menjadi tanah
yang dimilikinya secara resmi maka hal tersebut dapat diusut hingga ke pengadilan
karena Berdasarkan Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menerangkan bahwa hak milik, demikian

2
pula peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan
menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Proses pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik diawali
dengan pembuatan perjanjian antara pemilik tanah dengan calon pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan. Perjanjian tersebut, sesuai dengan ketentuan Pasal 37 huruf b
UUPA haruslah berbentuk otentik dan dituangkan dalam akta PPAT yang berjudul:
Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997tentang Pendaftaran Tanah (untuk selanjutnya disebut
PMNA/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997), sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai
pemindahan atau pembebanan hak atas tanah, PPAT wajib terlebih dahulu mengecek
keabsahan dari sertipikat Hak Milik yang bersangkutan pada Kantor Pertanahan
setempat (Kusuma, 2019).
Menurut Pasal 24 PP No 40 Tahun 1996, pemberian Hak Guna Bangunan di atas
tanah Hak Milik terjadi pada saat dibuatnya akta pemberian Hak Guna Bangunan di atas
tanah Hak Milik ole hPPAT. Akta PPAT ini wajib didaftarkan kepada Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah. Bentuk Akta
PPAT dibuat dalam Lampiran Permen Agraria/Kepala BPN No 3 Tahun 1997.
Peraturan Perundang-undangan ini sebetulnya mengamanatkan bahwa untuk tata cara
pemberian dan pendaftaran pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik
akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Namun sampai saat aturan tersebut
belum juga ada sehingga dalam pelaksanaannya sering menimbulkan permasalahan.
Menurut Pasal Pasal 120 Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No 3 Tahun1997,
pembebanan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Hak Milik harus didaftarkan ke
kantor pertanahan setempat oleh pemegang hak milik atau penerima Hak Guna
Bangunan atau Hak Pakai, dengan melampirkan
1. Surat permohonan pendaftaran Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Hak
Milik;
2. Sertifikat Hak Milik yang dibebani dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai;
3. Akta PPAT bersangkutan;

3
4. Identitas penerima Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai;
5. Surat kuasa tertulis dari pemohon, apabila permohonan tersebut diajukan oleh
orang lain;
6. Bukti pelunasan pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan;
7. Bukti pelunasan pembayaran PPh (Kusuma, 2019).

4
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi yang sudah dibahas, maka penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut:
1. Hak Guna Bangunan pada dasarnya adalah hak atas tanah dimana
pemohon hanya bisa memanfaatkan tanah tersebut baik untuk
mendirikan bangunan atau untuk keperluan lain, sedang kepemilikan
tanah masih milik negara. Hak Guna Bangunan mempunyai batas
waktu tertentu, setelah melewati batas tersebut, maka pemegang
sertifikat harus mengurus perpanjangan Sertifikat HGB-nya
2. Hak Milik menurut ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah adalah
hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 UUPA. Hak
yang terkuat dan terpenuh yang dimaksud dalam pengertian tersebut
bukan berarti hak milik merupakan hak yang bersifat mutlak, tidak
terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, sebagaimana dimaksud
dalam hak eigendom, melainkan untuk menunjukkan bahwa di
antara hak-hak atas tanah, hak milik merupakan hak yang paling kuat
dan paling penuh.
3. Jaminan atas kepemilikan seseorang atas tanah telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan dengan adanya sertifikat tanah sebagai
jaminan kepastian hukum bagi pemiliknya serta sebagai alat
pembuktian.
4. Menurut Pasal 24 PP No 40 Tahun 1996, pemberian Hak Guna
Bangunan di atas tanah Hak Milik terjadi pada saat dibuatnya akta
pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik ole hPPAT.
Akta PPAT ini wajib didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Gultom, O. A. (2014). Persyaratan Pemberian Hak Guna Bangunan. Retrieved from


https://www.gultomlawconsultants.com/persyaratan-pemberian-hak-guna-
bangunan/
Ishaq, M. (2020, July 22). Cara Memiliki Hak Guna Bangunan. Retrieved from
https://abplawfirm.co.id/pemegang-hak-guna-bangunan/
Kusuma, S. N. (2019). PENA JUSTISIA:Vol.18, No.2, 2019 [PENA JUSTISIA:
MEDIA KOMUNIKASI DAN KAJIAN HUKUM]Shofi Nur Fajriana Kusuma:
Proses Pemberian Hak Guna Bangunan... 97PROSES PEMBERIAN HAK
GUNA BANGUNAN DIATAS TANAH HAK MILIK .
Nurina, A. Y. (2016). Makalah Hukum Agraria. Retrieved from
https://www.academia.edu/17057243/Makalah_hukum_agraria
Wibowo T. Tunardy, S. M. (2013, Maret 16). Hak Milik. Retrieved from
https://jurnalhukum.com/hak-milik/

ii

Anda mungkin juga menyukai